Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Oleh : R. NATALIA DEDETUWITRI NIM. 0608120133

Pembimbing : Dr. ELMI RIDAR, SpA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2012

BAB I PENDAHULUAN Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik yang diselingi oleh periode remisi, dan ditandai oleh adanya autoantibodi, khususnya antibodi antinuklear. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan hal tersebut belum diketahui penyebabnya.1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi LES ( Lupus Eerytematosus Sistemik) adalah penyakit autoimun dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissuebinding autoantibodi dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai berbagai macam autoantibody dalam tubuh. 2 Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena. 2.2. Etiologi 1-3 Penyakit LES terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia termal). Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan. reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar oleh terdapatnya

Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun. Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus: Infeksi Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin) Sinar ultraviolet Stres yang berlebihan Obat-obatan tertentu Hormon.

Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini. Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.

Faktor Resiko terjadinya LES 1. Faktor Genetik Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut 2. Faktor Resiko Hormon Hormon estrogen menambah resiko LES, sedangkan androgen mengurangi resiko ini. 3. Sinar UV Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah 4. Imunitas Pada pasien LES, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T 5. Obat Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah : Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin

6. Infeksi Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadangkadang penyakit ini kambuh setelah infeksi 7. Stres Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini. 2.3. Diagnosis1-4 Kriteria untuk klasifikasi LES dari American Rheumatism Association (ARA). Seorang pasien diklasifikasikan menderita LES apabila memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria dibawah ini : 1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian tidak mengalami kerusakan 2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA sebelumnya 3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar) 4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV / matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya ruam kulit 5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit 6. Salah satu Kelainan darah; - anemia hemolitik, - Leukosit < 4000/mm, - Limfosit<1500/mm, - Trombosit <100.000/mm

7. Salah satu Kelainan Ginjal; - Proteinuria > 0,5 g / 24 jam, - Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal 8. Salah satu Serositis : - Pleuritis, - Perikarditis 9. Salah satu kelainan Neurologis; - Konvulsi / kejang, - Psikosis 10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan 11. Salah satu Kelainan Imunologi - Sel LE+ - Anti dsDNA diatas titer normal - Anti Sm (Smith) diatas titer normal - Tes serologi sifilis positif palsu 2.4. Gejala Gejala dari penyakit lupus: - demam - lelah - merasa tidak enak badan - penurunan berat badan - ruam kulit - ruam kupu-kupu - ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari - sensitif terhadap sinar matahari - pembengkakan dan nyeri persendian - pembengkakan kelenjar - nyeri otot - mual dan muntah - nyeri dada pleuritik - kejang

- psikosa. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - hematuria (air kemih mengandung darah) - batuk darah - mimisan - gangguan menelan - bercak kulit - bintik merah di kulit - perubahan warna jari tangan bila ditekan - mati rasa dan kesemutan - luka di mulut - kerontokan rambut - nyeri perut - gangguan penglihatan. 2.5. Manifestasi Klinis Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya. Otot dan kerangka tubuh Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada

tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut. Kulit Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari. Ginjal Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam selsel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal. Sistem saraf Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi. Darah Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun. Jantung Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut. Paru-paru Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

2.6. Pemeriksaan Laboratorium1,4,5 Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan. 6.1. Pemeriksaan Autoantibodi Prevalensi, Antigen yang % 98 Dikenali Multiple nuclear Clinical Utility Pemeriksaan skrining terbaik; hasil negative berulang Anti-dsDNA 70 DNA (doublestranded) menyingkirkan SLE Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan pada beberapa pasien berhubungan dengan aktivitas penyakit, nephritis, Anti-Sm 25 Kompleks protein pada 6 jenis U1 RNA dan vasculitis. Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi klinis; kebanyakan pasien juga memiliki RNP; umum pada African American dan Asia dibanding Anti-RNP 40 Kompleks protein pada U1 RNA Kaukasia. Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar berkaitan dengan gejala yang overlap Antibody Antinuclear antibodies (ANA)

10

dengan gejala rematik termasuk Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein pada hY RNA, terutama 60 kDa dan 52 kDa SLE. Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan sindrom Sicca, subcutaneous lupus subakut, dan lupus neonatus disertai blok jantung congenital; berkaitan dengan penurunan Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada hY RNA resiko nephritis. Biasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan dengan menurunnya resiko Antihistone 70 Histones terkait dengan DNA (pada nucleosome, Antiphospholipid 50 chromatin) Phospholipids,2 glycoprotein 1 cofactor, prothrombin nephritis Lebih sering pada lupus akibat obat daripada SLE. Tiga tes tersedia ELISA untuk cardiolipin dan 2G1, sensitive prothrombin time (DRVVT); merupakan predisposisi pembekuan, kematian janin, dan trombositopenia.

11

Antierythrocyte

60

Membran eritrosit

Diukur sebagai tes Coombs langsung; terbentuk pada hemolysis. Terkait dengan trombositopenia namun sensitivitas dan spesifitas kurang baik; secara klinis tidak terlalu berarti untuk SLE Pada beberapa hasil positif terkait dengan lupus CNS aktif. Pada beberapa hasil positif terkait dengan depresi atau psikosis akibat lupus CNS

Antiplatelet

30

Permukaan dan perubahan antigen sitoplasmik pada platelet.

Antineuronal (termasuk antiglutamate receptor) Antiribosomal P

60

Neuronal dan permukaan antigen limfosit

20

Protein pada ribosome

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid, DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzymelinked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibodi yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA negatif dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibodi lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak

12

ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi. Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk LES. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk antidsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitif namun terhubung lebih baik dengan nephritis 6.2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit LES Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit. Ruam kulit atau lesi yang khas Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah Biopsi ginjal Pemeriksaan saraf. 2.7. Penatalaksanaan

13

Untuk penatalaksanaan, Pasien LES dibagi menjadi: Kelompok Ringan Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala Kelompok Berat Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru. Penatalaksanaan Medikamentosa : Untuk LES derajat Ringan; Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan. Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid. Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata Untuk LES derajat berat; Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.

14

Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi. Pengobatan Pada Keadaan Khusus Anemia Hemolitik Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan. Trombositopenia autoimun Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut Perikarditis Ringan Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari Perkarditis Berat Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari Miokarditis Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan siklofosfamid Efusi Pleura Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase Lupus Pneunomitis Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu Lupus serebral Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.

15

Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturutturut 2.8. Prognosis Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

BAB III ILUSTRASI KASUS

16

IDENTITAS Nama/ No.MR Umur Ayah/Ibu Suku Alamat Tanggal masuk ALLOANAMNESIS Diberikan oleh Keluhan utama : Ibu kandung pasien : Perdarahan dilangit-langit mulut sejak 2 hari SMRS : L K /78 44 32 : 10 tahun : Katamso Tampubolon/ Meliana Sinaga : Batak : Sungai Akar/ Batang Gansal-INHU : 12 Oktober 2012

Muntah sejak 3 hari SMRS RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak 2 hari SMRS, ibu pasien mengeluhkan perdarahan dari langit-langit mulut dan lidah, darah 1 sendok makan. Perdarahan tidak diketahui penyebabnya, trauma tidak ada. Sejak 1 minggu SMRS Pasien juga demam, demam naik turun sepanjang hari, disertai menggigil, gusi berdarah (-),mimisan (-), mencret (+) 1 x/hari gelas aqua, berisi cairan berwarna kuning, lendir (-), darah (-), muntah (-), perut kembung (+), nyeri perut (+), BAK tidak ada keluhan. Pasien juga batuk berdahak, dahak berwarna kuning kental, darah (-), sesak nafas (-). 2 bulan SMRS, pasien demam naik turun sepanjang hari, kepala dan telinga terasa panas, keluar cairan dari telinga kanan dan kiri, cairan kuning kental, pasien berobat alternatif dan diberi ramuan berupa daun sirih. Pasien sudah dibawa sebelumnya ke RSUD Kabupaten INHU, kemudian dirujuk ke RSUD AA dengan diagnosis laserasi palatum durum ec susp. SLE. DD/ autoimun, telah mendapatkan terapi IVFD RL 20 tpm, ampicilin 3x500 mg, paracetamol 3x2 cth.

17

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 2 tahun SMRS pasien demam, demam naik turun sepanjang hari, saat demam muncul bercakkemerahan diseluruh tubuh, gatal-gatal (-), pasien dibawa berobat ke RS. Santa Maria,awalnya dinyatakan susp. Lupus, kemudian diperiksa ulang, dinyatakan malaria, pinggang, rambut pasiem mudah rontok. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak ada keluarga pasien mengeluhkan hal yang sama saat itu pasien juga mengeluhkan nyeri dan bengkak pada sendi lutut, pergelangan kaki dan

RIWAYAT KEHAMILAN ANC 2 x sealama kehamilan ke puskesmas Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 4600 gram Persalinan normal ditolong bidan Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak pernah merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras. RIWAYAT MAKAN DAN MINUM Sampai umur 7 bulan di beri ASI diselingi susu formula Mulai umur 7 bulan 1 tahun diberi nasi tim Mulai umur 1 tahun diberi nasi biasa

RIWAYAT IMUNISASI Tidak pernah menjalani imunisasi RIWAYAT PERTUMBUHAN BBL : 4600 gram BB sekarang : 22 Kg TB LK : 118 cm : 51 cm LILA : 17 cm

RIWAYAT PERKEMBANGAN Telungkup usia 3 bulan

18

Duduk usia 9 bulan Berjalan usia 9 bulan Bicara lancar usia 2 tahun

KEADAAN PERUMAHAN DAN TEMPAT TINGGAL Rumah tidak permanen, ventilasi cukup, pencahayaan cukup. Dihuni oleh 5 orang. Sumber air minum dari sumur dengan jarak antara sumur dengan septitank 10 m. Membuang sampah di tempat pembuangan sampah. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Vital Sign TD Nadi : 90/60 mmhg : 128 / menit Suhu : 37,3 C Nafas : 28 / menit Gizi TB BB LK : 118 cm : 22 kg : 51 cm : 21,5 kg = 102,3% (normal) : Tampak sakit sedang : komposmentis

LILA : 17 cm BBI (grafik CDC) = 22/21,5 x 100% Kepala wajah Rambut Mata : hitam, rontok : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata tidak cekung,

: Normocepali, alopesia (-), tampak bercak hiperpigmentasi pada

19

Pupil bulat isokor d=2mm/2mm, refleks cahaya +/+ Telinga Hidung : Tidak ada kelainan bawaan, sekret +/+, tanda radang -/: Bentuk simetris, sekret (-), tanda radang -/kotor, gigi karies (+) Leher Thoraks Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris, retraksi(-). : fremitus ka=ki : Sonor, batas jantung normal : Ronki (+) dibasal paru kiri, Wheezing (-/-), Bunyi jantung I dan II irreguler, Bunyi tambahan (-/-). Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Genitalia Ektremitas Akral hangat, CRT < 2 detik, tampak bercak hiperpigmantasi di kedua ekstremitas atas dan bawah. Status neurologis : refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-) PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan darah Tanggal 12 Oktober 2012 Hb Leukosit : 8,9 gr% : 4700 /mm3 : tampak cembung, venektasi (-), tampak bercak hiperpigmentasi : distensi (+), hepar teraba 3 jari di bawah arcus costa, lien teraba S2, nyeri tekan (+). : Timpani : Bising Usus (+) normal : bentuk perempuan, DBN : kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Mulut : bibir pecah dan kering, selaput lendir kering, palatum laserasi, lidah tidak

20

Trombosit Ht Pemeriksaan urin

: 181.000 /mm3 : 22,1 vol%

Makroskopis : warna kuning muda, jernih, protein (-), glukosa (-) Mikroskopis : bilirubin (-), urobilinogen 0,2 umol/L (N), pH 7,5 (N), BJ 1,010 (N), darah (-),Eritrosit 0-1/LPB, Leukosot 1-2/LPB Pemeriksaan feses Makroskopis : warna coklat, lembek, lendir (-), darah (-) Mikroskopis : telur cacing (-), amoeba (-), eritrosit (-), leukosit (-) Sedimen : Eritrosit 0-1/LPB, Leukosot 1-2/LP

HAL PENTING DARI ANAMNESA Palatum mengalami perdarahan Jika deman akan timbul bercak kemerahan di seluruh tubuh kemudian menghitam Batuk (+), pilek (+) Nyeri pergelangan kaki, nyeri pinggang, dan nyeri pada sendi lutut & bengkak HAL PENTING PEMERIKSAAN FISIK Palatum tampak laserasi Rhonki (+) di basal paru kiri, bunyi jantung ireguler Hepar teraba 3 jari di bawah arcus costa dan lien teraba 2 jari S2

HAL PENTING PEMERIKSAAN LABORATORIUM AST ALT : 269 , Anti dsDNA : 755 N= <100 : 60

Ureum : 8,6 Albumin : 1,6g/dl Hb : 8,9 %

21

DIAGNOSA KERJA Sistemik Lupus Eritematosus DIAGNOSIS GIZI Normal DIAGNOSIS BANDING meningitis viral PEMERIKSAAN ANJURAN TERAPI Medikamentosa : Gizi RDA x BB ideal (50-60) x 21,5 1075 1290 1100 kkal PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad malam : dubia ad malam IVFD D5 NS 16 tpm Inj. Ceftriaxon 2 x 500mg Curcuma 2x1 Oral higyene Transfusi albumin 20% 50cc Transfusi PRC 200cc

FOLLOW UP SELAMA DI BANGSAL

22

Tanggal 14-10-2012

Perjalanan penyakit S: Perdarahan langit-langit mulut (-), makula hiperpigmentasi disertai squama, nyeri sendi, dada berdebardebar, nyeri pinggang, nyeri perut, O: TD: 90/70mmHg HR: 132x/menit RR: 32x/menit A: SLE T : 36, 70 C

Terapi IVFD D5 NS 16 tpm Inj. Ceftriaxon 2 x 500mg Curcuma 2x1 Oral higyene Transfusi albumin 20% 50cc Transfusi 200cc PRC

15-10-2012

S: Perdarahan langit-langit mulut (-), makula hiperpigmentasi disertai squama, nyeri sendi, dada berdebardebar, nyeri pinggang, nyeri perut, O: TD: 90/70mmHg HR: 132x/menit RR: 32x/menit A: SLE Konsul kulit : jawab konsul Pasien lesi hiperpigmentasi, kesan: DD/ eritema multiforme T : 36, 70 C IVFD D5 NS 16 tpm Inj. Ceftriaxon 2 x 500mg Curcuma 2x1 Oral higyene Prednison 4x4mg Nystatin 4x1cc Topikal salisilk Vit B12 2x1 Vit A 6000 IU Vit C Terapi lanjut + : bedak 12 ml

16-10-2012

S : keluhan yang sama O : TD : 100/70 mmHg

23

A: SLE 17-10-2012 S : keluhan yang sama O : TD : 90/60 mmHg 18-10-2012 A : SLE S : keluhan yang sama O : TD : 90/60 mmHg 19-10-2012 A : SLE S : keluhan yang sama O : TD : 100/70 mmHg 20-10-2012 A : SLE S : tidak ada keluhan, bercak kehitaman berkurang O : TD : 100/70 mmHg Laboratorium: Urin : darah (+1) Eritrosit 6-7/LPB 21-10-2012 A : SLE S : tidak ada keluhan, bercak kehitaman berkurang O : TD : 90/60 mmHg Laboratorium: Hb : 10,1 g/dl, Ht: 29,5 %, leu: 5800 Plt : 225.000/mm3, alb: 2,4 Sel LE tidak di temukan A : SLE Terapi lanjut Metil prednisolon 3x8 mg Terapi lanjut Terapi lanjut Terapi lanjut Terapi lanjut

PEMBAHASAN Etiologi penyakit LES merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor lingkungan yang berakibat terjadinya gangguan imunitas yang ditandai oleh persistensi limfosit B dan T yang bersifat autoreaktif.

24

Autoantibodi akan berikatan dengan autoantigen membentuk kompleks imun yang mengendap berupa depot dalam jaringan. Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut. Ruam malar merupakan manifestasi kulit yangpaling sering dan paling mudah dilihat, merupakan gejala umum selama proses aktif penyakit. Manifestasi malar rash pada penelitian oleh Ghaffarpas adalah 60,48%.11 Ruam klasik (butterfly rash) terjadi pada sepertiga sampai setengah pada kasus anak saat onset penyakit namun bukan gejala yang patognomonik. Ruam ini biasanya simetrik di kedua malar, jembatan hidung, dahi namun tidak sampai lipatan nasolabial. Pada kasus ini tidak didapatkan ruam malar pada pasien. Lesi diskoid jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi di kepala atau ekstremitas dengan distribusi yang asimetris. Lesi ini predominan pada perjalanan penyakit lupus kronik. Dilaporkan anak dengan diskoid lupus sebanyak 2%-3%. Pada pasien didapatkan lesi diskoid yaitu pada wajah dan ekstremitas. Artralgia dan artritis terjadi pada sebagian besar anak dengan LES. Pada pasien didapatkan keluhan nyeri dan bengkak pada sendi lutut, pergelangan kaki dan pinggang. Kelainan ginjal ditemukan pada 60%-80% anak dengan LES. Urinalisis yang abnormal adalah indikasi untuk adanya gangguan pada ginjal. Proteinuria adalah temuan abnormal yang paling sering dan merupakan kriteria yang penting untuk menegakkan diagnosis lupus nefritis. Lupus nefritis merupakan penentu utama dalam prognosis jangka panjang. Nefritis lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Lupus nefritis biasanya asimtomatik, meskipun pada beberapa anak terdapat hematuria makroskopik atau edema yang berkaitan dengan sindroma nefrotik. Pada kasus ini tidak ditemukan kelainan ginjal terbukti dari tidak adanya proteinuria dan nilai LFG yang normal. Rambut rontok sering juga dikeluhkan pada saat pertama kali datang. Rambut rontok bisa disebabkan oleh penyakitnya sendiri yaitu sistem imun yang

25

merusak folikel rambut atau oleh karena pengobatan LES. Mukosa oral merupakan tempat tersering terjadinya ulserasi pada anak dengan LES. Lesi klasik biasanya tidak nyeri, dalam, berupa ulkus kasar, dan disertai eritema pada palatum durum. Hasil laboratorium yang mendukung penegakan diagnosis LES adalah peningkatan titer Anti dsDNA ( pada pasien 755, N= < 100).

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Arwin AP, Soepriadi M, Setabudiawan B. Lupus Eritematosus Sistemik. Buku ajar Alergi Imunologi Anak. Edisi kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008: 345-351 2. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus eritematosus sistemik. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam, 4th ed. FKUI.2006
3. MD,

KL.

Systemic

Lupus

Eritematosus.

Diunduh

dari

http://www.associatedcontent.com/article/1644377/systemic_lupus_diet_w hat_should_you_pg2.html?cat=51
4. Evalina R. Gambaran klinis dan kelainan imunologis pada anak dengan

lupus eritematosus sistemik di Rumah Sakit umum Pusat Adam Malik Medan. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sari Pediatri, Vol.13, No.6. April. 2012
5. Yuriawantini, Suryana K. Aspek imunologi SLE. J Peny Dalam, Vol.8,

No. 3. September. 2007

27

Anda mungkin juga menyukai