Anda di halaman 1dari 4

Trauma Abdomen

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tembus. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Di Eropa, sebagian besar trauma abdomen disebabkan oleh trauma tumpul, terutama karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kekerasan, kekerasan terhadap diri sendiri. Luka tembus, luka tembak, paling sering terjadi di Amerika Serikat sedangkan luka tusuk lebih umum terjadi di Finlandia dan Afrika Selatan. Pasien mungkin juga memiliki trauma organ abdomen dalam bahkan jika luka tikam atau luka tembak masuk di luar daerah perut depan, seperti di punggung, pinggang, pantat, perineum, paha atas, dada bawah atau setelah lengan. Penatalaksanaan trauma abdomen sampai sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam Ilmu Bedah, dari tindakan yang konservatif sampai tindakan yang radikal. Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan untuk lebih selektif dalam melakukan tindakan laparotomi pada trauma abdomen. Kematian pada trauma abdomen tidak hanya ditentukan oleh beratnya trauma atau adanya trauma penyerta, tetapi juga oleh keterlambatan dalam menegakkan diagnosis. Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau peradangan dalam rongga peritoneum. Angka kematian ini dapat diturunkan melalui upaya pencegahan trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada korbannya.

DEFINISI Trauma merupakan kekerasan fisik yang mengakibatkan cedera. Trauma abdomen adalah trauma yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan immunologi dan gangguan faal berbagai organ.

Epidemiologi National Pediatric Trauma Registry (2000) di Amerika Serikat melaporkan 8% pasien (total 25.301 pasien) mengalami trauma abdomen. Delapan puluh tiga persen (83%) dari trauma tersebut adalah karena trauma tumpul dan 59% dari trauma tumpul tersebut diakibatkan oleh cedera karena kecelakaan kendaraan. Penelitian yang serupa dari database trauma pasien dewasa menunjukkan bahwa trauma tumpul merupakan penyebab utama cedera intraabdomen dan

kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama dari cedera tersebut. Trauma tumpul didapatkan sekitar 2/3 dari seluruh trauma tersebut. Dari seluruh kasus trauma abdomen di RSCM, trauma tembus akibat luka tusuk menempati tempat teratas (65%) diikuti oleh trauma tumpul. Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya disertai dengan trauma pada bagian tubuh lainnya. Di negara-negara yang mengharuskan penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan, dikenal trauma tumpul yang disebabkan oleh sabuk pengaman ini yang disebut seat-belt syndrome.

Klasifikasi Trauma pada abdomen disebabkan oleh dua mekanisme yang merusak, yaitu: (1) trauma tumpul: merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, keselakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolah raga, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. (2) Trauma tembus: merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak. Berdasarkan organ yang terkena trauma abdomen dapat dibagi menjadi dua: (1) Trauma pada organ padat, seperti hepar, limpa (lien) dengan gejala utama perdarahan. (2) Trauma pada organ padat berongga seperti usus, saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusio atau laserasi jaringan atau organ dibawahnya. Trauma tumpul dapat berupa benda tumpul, perlambatan (deselerasi), dan kompresi. Benturan benda tumpul pada abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi dan organ padat berupa laserasi. Trauma tembus dibagi menjadi luka tusuk dan luka tembak. Trauma tembus akibat peluru dibedakan antara jenis kecepatan rendah (low-velocity) dengan kecepatan tinggi (high-velocity). Trauma tembus akibat peluru dengan kecepatan tinggi menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Hampir selalu luka tembus akibat peluru mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam abdomen. Bahkan luka peluru yang tangensial tanpa memasuki rongga abdomen dapat menimbulkan kerusakan organ-organ dalam abdomen akibat efek ledakan.

ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya trauma tumpul dibagi menjadai tiga yaitu : benturan karena benda tumpul, cedera kompresi, dan cedera perlambatan (deselerasi). Benturan karena benda tumpul dapat mengakibatkan perforasi pada organ visera berongga dan perdarahan pada organ visera padat. Pada cedera kompresi dapat mengakibatkan robekan dan hematoma pada organ visera padat. Selain itu cedera kompresi juga dapat mengakibatkan ruptur pada organ berongga karena peningkatan tekanan intraluminer. Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat atau penyokong diakibatkan karena perlambatan atau deselerasi.

PATOFISIOLOGI Pada trauma tumpul abdomen cedera pada struktur dalam rongga abdomen dapat diklasifikasikan menjadi dua mekanisme cedera yaitu kekuatan kompresi dan kekuatan perlambatan (deselerasi). Kekuatan kompresi dapat ditemukan pada pukulan secara langsung atau kompresi luar yang melawan benda yang memfiksasi organ tersebut misalnya lap belt dan spinal column. Umumnya kekuatan yang merusak menyebabkan robek dan timbulnya hematoma subkapsular dari organ visera yang padat. Kekuatan tersebut juga menyebabkan perubahan bentuk pada organ berongga dan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sementara sehingga dapat menimbulkan robekan. Peningkatan tekanan sementara ini biasanya terjadi pada usus kecil. Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan (stretching) dan memotong (shearing) secara linier bagian organ yang relatif terfiksir dengan bagian yang bergerak bebas. Kekuatan memotong secara longitudinal cenderung menyebabkan ruptur dari struktu penyokong pada daerah hubungan antara dua segmen yang bergerak bebas dan terfiksir. Cedera deselerasi yang klasik termasuk robeknya hepar sepanjang ligamentum teres dan trauma lapisan intima dari arteri renalis. Hal serupa juga dapat menyebabkan kolon terlepas dari perlekatannya dengan mesenterium, trombosis dan robekan mesenterik serta dapat juga ditemukan cedera pada arteri splanikus. Pada luka tusuk, kerusakan organ adalah akibat langsung dari alat penusuk. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga abdomen dan menimbulkan iritasi pada peritoneum. Luka tembak akan menimbul kerusakan pada organ yang dilalui peluru. Organ padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity.

1. Lambung dan usus halus Trauma tumpul dan penetrasi ke dalam lambung, jejunum, dan ileum relatif mudah dikoreksi pada eksplorasi bedah. Trauma penetrasi memerlukan

debridemen luka dan penutupan sederhana. Kadang-kadang sejumlah luka akan ditemukan dalam usus halus di atas segmen yang relatif pendek, sehingga mereseksi segmen yang terlibat dan melakukan anastomosis primer merupakan tindakan yang tepat. Faktor yang dianggap mencetuskan hal tersebut adalah peningkatan mendadak tekanan intralumina lokal, kompresi usus halus pada kolumna vertebralis serta deselerasi pada atau dekat titik fiksasi. Penggunaan sabuk pengaman mengakibatkan avulsi lambung dan usus halus.

2. Kolon dan rektum Trauma kolon dan rektum tersering mengikuti trauma penetrasi cavitas abdominalis. Banyak kontroversi sehubungan dengan terapi cedera kolon. Penatalaksanaan memerlukan banyak penilaian klinik dan terutama ditentukan oleh derajat cedera, adanya cedera penyerta yang mengancam nyawa dan kontaminasi feses serta waktu yang terlewatkan antara trauma dan perbaikan bedah. Para ahli percaya terapi konservatif lebih tepat, kecuali cedera kolon ringan dan kontaminasi feses sedikit.

e. Pembuluh darah abdomen Cedera pada pembuluh darah besar abdomen biasanya menyebabkan instabilisasi hemodinamik dan ditemukan pada saat laparotomi. Pada beberapa kasus perdarahan dapat berhenti sendiri. Pada pemeriksaan CT scan mungkin ditemukan adanya pseudoaneurisma. Jika aneurisma terjadi pada pembuluh darah besar, maka merupakan indikasi perbaikan pembuluh darah yang rusak dengan cara laparotomi. Pada beberapa kasus perdarahan dapat berenti sendiri. Pada pemeriksaan CT scan mungkin ditemukan adanya pseudoaneurisma. Jika aneurisma terjadi pada pembuluh darah besar, maka merupakan indikasi perbaikan pembuluh darah yang rusak dengan cara laparotomi dan mencegah perdarahan yang terjadi

Anda mungkin juga menyukai