Anda di halaman 1dari 10

Beban global PPOK : Sebuah systematic review dan meta analisis

ABSTRAK : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung prevalensi global dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) melalui systematic review dan random effects meta-analysis. Prevalensi yang berdasarkan populasi dicari melalui PubMed dari periode 1990 2004. Kriteria inklusi dari artikel ini adalah apabila mereka : 1) menyajikan populasi total atau estimasi yang spesifik pada jenis kelamin pada PPOK, bronchitis kronis, dan / atau emfisema.; dan 2) memberikan rincian metode yang cukup jelas untuk pengambilang sampel, pendekatan terhadap diagnosis dan kriteria diagnosis. Dari 67 artikel yang diterima, 62 artikel menghasilkan 101 estimasi prevalensi keseluruhan dari 28 negara yang berbeda. Prevalensi gabungan dari PPOK adalah 7,6% dari 37 studi, dari bronchitis kronis sendiri (38 studi) adalah 6,4% dan emfisma sendiri (delapan studi) adalah 1,8%. Prevalensi gabungan dari 26 estimasi spirometri adalah 8,9%. Definisi spirometri yang umum digunakan adalah BERDASARKAN Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (13 estimasi). Terdapat keanekaragaman secara signifikan yang tidak sepenuhnya dijelaskan dengan analisis subgroup (misalnya usia dan status merokok). Prevalensi dari PPOK secara fisiologis pada orang dewasa yang berusia 40 tahun adalah sekitar 9 10 %. Terdapat jurang pemisah yang bermakna pada beberapa daerah, dan perbedaan metodologi yang mengganggu interpretasi dari data yang tersedia. Upaya dari Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease dan kelompok kelompok yang serupa dapat membantu untuk menstandardisasi pengukuran prevalensi PPOK.

PPOK merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Disamping tinggi biaya perawatannya, PPOK juga menimbulkan beban dalam kecacatan dan penurunan kualitas hidup. Tidak seperti penyebab kematian dan kecacatan yang lain,

PPOK diperkirakan akan meningkat secra drastis di dunia seiring dengan peningkatan frekuensi merokok dan usia dalam populasi. Prevalensi dari PPOK masih belum dihitung secara baik dan benar. Informasi mengenai prevalensi secara akurat merupakan hal yang penting untuk beberapa alasan, seperti dokumentasi dari dampak PPOK terhadap kecacatan, kualitas hidup dan biaya kesehatan, dan untuk membantu perencanaan kesehatan masyarakat. Hal lain yang tak kalah penting adalah untuk menentukan garis bawah dari angka prevalensi sehingga para peneliti dapat memonitor tren, termasuk usaha mengontrol kesuksesan dan kegagalan. Artikel artikel sebelumnya telah diulas secara kualitatif, namun tidak secara kuantitatif. Review revie ini mengidentifikasi sumber sumber potensial dari variasi antar studi yang dapat mempengaruhi estimasi prevalensi yang telah dilaporkan. Sejarahnya,PPOK didefinisikan berdasarkan gejalanya menjadi

bronchitis kronis (BK), emfisema secara anatomis, atau, yang paling sering, obstruksi jalan nafas secara fisiologi. Pengertian fisiologi merupakan hal yang paling umum, meskipun studi studi yang menggunakan definisi kasus yang lain masih diterbitkan. Meski dengan konsensus yang terus berkembang dalam penggunaan spirometri sebagai kriteria fisiologis, titik potong spirometri untuk obstruksi jalan nafas masih sangat berbeda. Karena fungsi paru mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, estimasi prevalensi PPOK sangat bergantung pada rentang usia dan distribusi dari subjek. Merokok merupakan faktor risiko utama PPOK, estimasi prevalensi juga dapat bervariasi berdasarkan frekuensi merokok. Seiring dengan meningkatnya frekuensi merokok pada wanita, muncul beberapa kontroversi yang merupakan dampak relatif merokok terhadap perkembangan PPOK pada laki laki dan wanita. Selanjutnya, kontribusi dari paparan inhalasi (seperti asap atau debu dari tempat bekerja, polusi udara, dan gas biomassa) pada angka prevalensi populasi belum dapat ditentukan pada sebagian besar negara. Untuk dapat mendeskripsikan prevalensi beban global PPOK secara kuantitatif, maka dibuatlah sebuah systematic review dan meta-analysis dari literatur kedokteran yang telah dipublikasi sebelumnya.

Metode Estimasi prevalensi pada populasi dicari melalui PubMed dengan rentang waktu publisitas antara tahun 1990 hingga 2004. Kata kunci yang digunakan adalah chronic obstructive pulmonary disease, COPD, chronic bronchitis, emphysema, airway obstruction, epidemiology, dan prevalence. Artikel artikel yang dimasukkan adalah apabila: 1) menyediakan estimasi populasi total atau spesifik terhadap jenis kelamin pada PPOK, BK dan / atau emfisema; dan 2) memberikan detil mengenai metode secara cukup jelas untuk strategi pengambilan sampel, pendekatan diagnosis dan kriteria diagnosis yang digunakan oleh peneliti. Strategi pengambilan sampel dinilai untuk menentukan apakah studi ini dapat digeneralisasikan pada satu negara atau daerah (misalnya, apakah sampel tersebut cukup representatif dari populasi yang dipilih). Studi studi yang menyajikan data yang terspesifik hanya pada subpopulasi (misalnya studi yang terfokus pada perokok atau pekerjaan tertentu) di ekslusikan, seperti halnya pada studi yang awalnya ditulis dalam bahasa selain Inggris dan juga ditulis dalam bahasa inggris. Berdasarkan kriteria eksplisit, dua peneliti mengulas 10% sampel acak dari abstrak yang diidentifikasi dengan strategi pencarian. Persetujuan antar tingkat dinilai dengan menggunakan kappa statistic, dan abstrak yang tersisa dipisah antara pengulas yang telah mencapai tingkat persetujuan yang cukup (kappa .0.7). Artikel lengkap yang diperoleh diulas untuk mencapai kesimpulan akhir. Artikel dalam bahasa selain inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Artikel dalam bahasa Inggris mengenai estimasi prevalensi PPOK secara primer maupun sekunder juga diulas disini untuk mengidentifikasi perkiraan tambahan yang mungkin terlewat pada saat strategi pencarian pertama. Setiap studi yang diterima, data yang didapat diringkas berdasarkan : penulis, tahun publikasi, tahun pengumpulan data, ukuran sampel, persentasi dari prevalensi (atau jumlah kasus PPOK), rentang usia dan rerata usia subjek, persentasi laki laki,

persentasi perokok (kombinasi antara perokok dan mantan perokok), negara, tempat (pedesaan, perkotaan, atau campuran), angka respon, diagnosis (PPOK, BK, atau emfisema), dan kriteria diagnosis (batuk yang kronik progresif, spirometri, pelaporan diagnosis oleh pasien, diagnosis dari dokter atau temuan dari pemeriksaan fisik atau pemeriksaan radiologis). Data yang juga dikumpulkan berdasarkan kualitas analisis data diklasifikan baik, sedang, atau buruk. Informasi hasil spirometri dikumpulkan apabila sesuai.Pedoman untuk menilai kualitas studi dapat dilihat di Appendix 2. Untuk setiap studi, jenis kelamin, estimasi prevalensi merokok dan usia diringas pada saat dilaporkan. Apabila tidak dilaporkan secara spesifik, estimasi ini dikalkulasi berdasarkan data yang diperoleh. Untuk status merokok, disertakan pula estimasi perokok, mantan perokok, dan bukan perokok. Untuk konsistensi, estimasi yang mengkombinasikan perokok dan bukan perokok dikeluarkan. Karena Sebagian besar dari studi tidak mencantumkan rerata usia, estimasi prevalensi dilakukan pada kateogir usia bersarakan penilaian dari kelompok usia yang paling sesuai. Estimasi yang spesifik terhadap usia dikelompokkan menjadi dua kategori usia dengan titik potong usia 40 tahun; kelompok usia 40 tahun dibagi lagi menjadi usia 40 64 tahun dan 65 tahun. Pada jurnal meta-analysis, digunakan metode konservatif efek acak empiris Bayersian HEDGES dan OLKIN untuk mengumpulkan efek estimasi. Keanekaragaman dalam kelopok dievaluasi dengan menggunakan uji Cochrans Chi-square (disebut jua uji Q) dan statistik I-square. Signifikansi Q test ditetapkan p = 0,1. Untuk analisis subgroup, keanekaragaman antara kelompok juga dihitung dengan menggunakan uji Q. Karena banyak studi yang menyajikan estimasi prevalensi multiple dengan definisi yang berbeda, kami menghindari penghitungan dua kali dari studi yang sama dengan menggunakan sistem ranking hirerakri berdasarkan kriteria diagnosis (Appendix 3). Hasil

Diagram terinci mengenai review dari proses dapat dilihat pada figure 1. Pencarian awal mengidentifikasi 5.464 studi yang sesuai dengan kata kunci, termasuk 978 artikel dalam bahasa selain Inggris. Setelah mengulas judul dan abstrak, 5.108 studi dieksklusikan. Dari 356 studi yang masuk ke kriteria inklusi awal, 64 diantaranya diterima untuk diringkas datanya. Artikel dieksklusi karena duplikasi, kurang cukupnya data untuk meta-analysis atau kriteria inklusi dan eksklusi yang membuat studi menjadi tidak representattif untuk populasi. Tiga artikel tambahan diindentifikasi melalui pencarian manual dari bibliografi yang relevan, sehingga menjadikan jumlah artikel yang dapat diterima menjadi 67. Dari 67 artikel yang diterima, beberapa studi menyajikan data dari kelompok studi atau survey yang sama. Pada kasus seperti ini, data yang didapatkan kami gabungkan sehingga menjadi 63 referensi untuk meta-analysis. Dari 62 studi melaporkan 101 estimasi prevalensi pada 28 negara yang berbeda, dan satu studi tambahan terbatas pada estimasi yang spesifik pada wanita (Table 1). Dua studi melaporkan data yang dikumpulkan merupakan bagian dari European Community Respiratory Health Survey; hal ini termasuk data dari beberapa negara di Eropa. 101 estimasi disini termasuk beberapa estimasi duplikat dari studi yang sama (misalnya dari pelaporan pasien dan PPOK yang didiagnosis berdasarkan hasil spirometri). Estimasi prevalensi gabungan bagi semua kelompok diagnosis dapat dilihat pada tabel 2. Setelah mengeliminasi estimasi duplikat dari studi yang sama, 37 estimasi PPOK (termasuk studi yang melaporkan kombinasi angka BK dan emfisema) menghasilkan estimasi prevalensi gabungan sebesar 7,6%. Definisi tujuan ditujukan untuk menghasilkan estimasi prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan diagnosis yang dilaporkan oleh pasien. Contohnya, kriteria spirometri dihasilkan pada estimasi prevalensi yang lebih tinggi dibandingka dengan PPOK yang dilaporkan oleh pasien (9,2% dan 4,9% secara berturut turut). Prevalensi gabungan dari BK sendiri adalah sebesar 6,4% dari 38 studi. Delapan studi melaporkan prevalensi gabungan dari emfisema saja adalah sebesar 1,8%.

Estimasi prevalensi PPOK yang didasarkan oleh kriteria diagnosis berdasarkan hasil spirometri dari 26 studi dapat dilihat pada tabel 3. Dari 26 estimasi PPOK yang ditegakkan berdasarkan hasil spirometri, 5 studi mengeklusikan asma. Analisis sensitivitas mengeksklusikan 5 studi tersebut tidak berpengaruh dalam estimasi prevalensi gabungan. Definisi spirometri secara umum didasarkan pada kriteria yang dikembangkan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD; 13 estimasi). Beberapa studi menggunakan kriteria lama yang dikeluarkan oleh European Respiratory Society pada tahun 1995 (dua estimasi) dan American Thoracic Society (ATS) pada tahun 1987 (dua estimasi). Semua pedoman ini menunjukkan bahwa nilai spirometri pasca pemberian bronkodilator harus digunakan untuk menilai obstruksi; namun, hanya Sembilan studi yang melaporkan pengukuran pasca pemberian bronkodilator. Dari 10 studi yang menggunakan kriteria GOLD, hanya satu studi yang melaporkan nilai pasca pemberian bronkodilator dalam analisisnya. Terdapat perbedaan yang luas dalam pelaporan dari kontrol kualitas spirometri. Contohnya, 81% dari studi mencantumkan tipe spirometri yang digunakan, namun kurang dari 46% nya yang mencantumkan kriteria reproduksibiltas, prosedur pengkalibrasian, dan frekuensi penggunaannya. Seperti yang diperkirakan, terdapat keberagaman yang signifikan pada seluruh analisis. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan analisis yang terbatas untuk diagnosis PPOK, memeriksa subgroup yang ditentukan oleh kelompok usia, status merokok, jenis kelamin, dan region World Health Organization (WHO), latar penelitian (daerah pedesaan atau perkotaan), dan kualitas dari studi (Tabel 4). Estimasi prevalensi gabungan lebih tinggi secara signifikan pada lapisan masyarakat yang disitu terdapat individu berusia 40 tahun (9,0%), perokok (15,4%), laki laki (9,8%) dan orang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan (10,2%). Tidak ada perbedaan prevalensi secara signifikan berdasarkan regio WHO, meskipun hasil hasil ini harus diinterpretasikan dengan cermat karena hanya hanya region Eropa yang memiliki lebih dari empat estimasi. Hasil studi ini tidak dipengaruhi oleh kualitas dari studi.

Diskusi Pelaporan ini merupakan ringkasan kuantitatif pertama dari literatur dunia mengenai prevalensi PPOK, dengan estimasi berkualitas tinggi untuk PPOK pada subgroup yang dibagi berdasarkan usia, status merokok, dan jenis kelamin. Data yang tersedia menunjukkan bahwa prevalensi dari PPOK secara fisiologis pada individu yang berusia 40 tahun adalah sebesar 9 10%. Hal ini sejalan dengan kisaran antara 4 10% pada review kualitatif sebelumnya. Hasil hasil studi ini menyoroti rendahnya kualitas mengenai data prevalensi selain di Eropa dan Amerika Utara. Merupakan suatu hal yang mustahil untuk mencari studi spirometri yang melaporkan prevalensi PPOK di region Afrika dan Mediterania Timur. Disamping itu, hanya tiga atau empat laporan yang berasal dari region Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Sebagian besar dari literatur yang berasal dari afrika terbatas hanya mengenai bronkitis kronis, dan telah diringkas oleh CHAN-YEUNG et al. TAN et al. menggunakan model statistik untuk mengestimasi prevalensi PPOK sedang berat pada region Asia Pasifikm dengan estimasi regional sebesar 6,3% dan angka pada negara yang diperiksa berkisar antara 3,5 6,7%, yang juga sesuai dengan estimasi gabungan. Keberagaman yang signifikan ditemui pada saat penghitungan prevalensi, dimana tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh analisis subgroup. Meskipun sudah diduga terdapat perbedaan prevalensi di tiap negara, namun kita juga harus menggali lebih dalam sumber sumber yang berpotensi menyebabkan perbedaan prevalensi tersebut. Salah satu sumber mengulas mengenai perbedaan dari definisi diagnosis. Diagnosis klinis, atau lebih tepatnya, diagnosis yang dilaporkan oleh pasien jelas akan menurunkan prevalensi penyakit ini. Pemeriksaan spirometri dapat memberikan estimasi yang lebih akurat, namun hal ini juga masih memiliki keterbatasan. Diantara studi studi yang menggunakan pemeriksaan spirometri pada PPOK, kriteria

diagnosis yang paling sering, yaitu GOLD stage II, digunakan hanya pada seperempat studi. Estimasi prevalensi gabungan sangat bervariasi, mulai dari 5,5% (GOLD stage II) hingga > 20% (ATS, 1987), dimana rentang ini lebih lebar dari yang diharapkan dari perbedaan metodologi. Namun, usaha GOLD memiliki efek yang jelas. Definisi yang dibuat oleh GOLD, yaitu forced expiratory volume in one second (FEV1)/ forced vital capacity (FVC) dengan hasil < 0,7 akan dimasukkan sebagai definisi kasus oleh Burden of Obstructive Lung Disease (BOLD) initiative dan Latin-America Project for Investigation of Pulmonary Obstruction (PLATINO), dimana keduanya menghitung prevalensi PPOK pada beberapa negara. Meskipun penghitungan prevalensi baru telah dilakukan oleh kedua grup, namun hasil tersebut tidak tersedia dalam bentuk cetak pada saat review ini dibuat. Kriteria spirometri yang konsisten akan sangat membantu mengurangi keberagaman yang terdapat pada literatur literatur. Beberapa variasi prevalensi PPOK merupakan cermin dari teknis dari pengumpulan data spirometri. Pada tingkat dasar, kualitas dari uji spirometri dapat mempengaruhi dari penetapan diagnosis. FVC yang tidak adekuat misalnya, akan menyebabkan overestimasi dari rasio FEV1/FVC sehngga akan menyebabkan prevalensi menjadi tidak tepat. Merupakan hal yang mustahil untuk menentukan kualitas dari spirometri, namun kami tetap memeriksa pelaporan kriteria kualitas spirometri meskipun hasilnya dapat sangat berbeda. Baik BOLD initiative maupun PLATINO memiliki kriteria kontrol kualitas spirometri merupakan komponen penting dalam program mereka. Perbedaan antaa studi dalam menangani hasil spirometri yang dibawah standar juga dapat mempengaruhi estimasi prevalensi. Terjadi penurunan

kemungkinan dalam menghasilkan pengukuran spirometri yang dapat diulang seiring dengan bertambah beratnya penyakit paru tersebut. Sehingga, dengan mengeksklusi uji spirometri yang tidak diulang dapat terjadi pengeklusian dari orang orang dengan penyakit paru obstruktif, yang akan berakibat tidak tepatnya perhitungan prevalensi. Variasi dari sumber lainnya adalah yang menggunakan tes fungsi paru

pasca pemberian bronkodilator. Sebagian besar pedoman PPOK menunjukkan bahwa hasil pasca pemberian bronkodilator harus digunakan untuk menilai obstruksi. Dari studi studi spirometri ini hanya kurang lebih sepertiganya yang memberikan bronkodilator pada seluruh sampel yang diuji, dan separuh dari jumlah ini yang hanya memberikan bronkodilator pada sampel dengan hasil uji pertama yang abnormal. Sangat besar dampak dari uji pasca pemberian bronkodilator pada estimasi prevalensi PPOK. Keragaman sumber penting lainnya termasuk angka keterhubungan yang telah diketahui pada subgrup epidimiologi yang penting, dimana lapisan usia yang paling penting disini. Terdapat perbedaan yang luas antara rentang usia pada seluruh studi yang digunakan dalam review ini, dan hanya sedikit artikel yang melaporkan ringkasan dari data statistik atau distribusi usia yang dapat memungkinkan kita untuk membandingkan hal ini secara matematis. Alhasil, definisi untuk subgroup usia menjadi kurang tepat. Titik potong pada usia 40 tahun dipilih untuk mencerminkan metodologi yang digunakan oleh BOLD initiative. Sesungguhnya, estimasi gaungan dari 10% orang yang berusia 40 tahun merupakan parameter yang sangat berguna yang muncul pada studi ini. Analisis subgroup juga menunjukkan angka yang lebih tinggi pada perokok, laki laki, dan orang tinggal di daerah perkotaan. Namun pelaporan estimasi prevalensi pada subrup subgrup ini kurang sempurna. Misalnya, hanya 73% dari referensi yang memaparkan estimasi prevalensi terpisah pada laki laki dan perempuan, dan 46% yang memaparkan estimasi terpisah untuk perokok. Karena subgrup subgrup ini bukan merupakan perhatian utama, sehingga kami mengekslusikan beberapa studi yang hanya menggunakan perokok sebagai subjeknya. Demikian pula pada beberapa studi yang terbatas hanya tipe pekerjaan yang berisiko tinggi. Mengkaji interaksi antara usia, jenis kelamin, dan status merokok merupakan hal yang mustahil karena keterbatasan dari teknik meta-analysis, maupun keterbatasan detil dari hasil yang dilaporkan pada sebagian besar artikel.

Untuk menghindari pehitungan ganda, digunakan sistem hierarki untuk memilih diantara estimasi yang diambil dari populasi yang sama. Dengan demikian, dapat terjadi bias dalam mengasumsikan hal ini. Untuk mengevaluasi hal ini, hasil hierarki dibandngkan dengan menggunakan estimasi prevalensi terendah (konservatif) dan tertinggi (liberal) pada masing masing subgrup. Estimasi prevalensi gabungan dari model hierarki terletak diantara estimasi konservatif dan liberal pada sebagian besar subgrup. Artikel yang terbit sebelum tahun 1990 diekslusikan untuk mencegah terjadinya bias dari tren PPOK / merokok, dimana disini kami mengeksklusikan estimasi prevalensi berbasis populasi di Amerika pada tahun 1960an, 1970an, dan 1980an. Selain itu, meskipun US National Health Interview Survey dilaksanakan setiap tahun, hanya publikasi yang terbaru yang dimasukkan dalam studi ini. Alhasil, hasil pada studi ini lebih merepresentasikan studi studi di Eropa dibandingkan dengan studi studi yang dilakukan di Amerika Utara.

Kesimpulan Meskipun estimasi prevalensi PPOK telah diterbitkan di banyak daerah di dunia, namun estimasi yang berkualitas masih kurang pada regio regio yang penting, dan perbedaan metodologi dalam pengukuran menghalangi perbandingan dari studi studi secara bermakna. Langkah yang dilakukan oleh Global Initiative for Chronic Lung Disease, Burden of Obstructive Lung Disease initiative dan Latin-American Project for the Investigation of Pulmonary Obstruction dapat membantu untuk menstandardisasikan pengukuran PPOK, sehingga dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai beban global dari PPOK ini.

Anda mungkin juga menyukai