Anda di halaman 1dari 1

Bangladesh?

Stephen R Covey sang Begawan Kepemimpinan Dunia dalam bukunya yang terlaris berjudul The 8th Habit mengatakan bahwa orang-orang itu telah menemukan apa yang disebutnya sebagai Suara Kemerdekaan. Berkat usaha dan kerja kerasnya yang luar biasa itu, dan dibantu oleh para petugas bank yang gesit dan lincah untuk membantu memberikan kredit mikro dalam proses pemberdayaan keluarga miskin dan membantu pemerintahnya dalam upaya mengentaskan kemiskinan, maka pada tahun 2006 yang lalu Muhammad Yunus sang professor dan sekaligus pendiri Grameen Bank ini berhasil mendapat penghargaan dunia berupa Nobel Perdamaian. Bagaimana penanganan kemiskinan di Indonesia? Apakah harus belajar dari Bangladesh dalam upaya ini? Presiden SBY pada bulan Februari lalu telah mengundang Prof Muhammad Yunus ke Istana Negara dan mengumpulkan sejumlah menterinya untuk bersama-sama mendengarkan presentasinya. Presiden menyampaikan kesepakatannya dengan gagasan Muhammad Yunus tentang arti pentingnya akses keuangan bagi pengusaha kecil dan menengah serta kaum miskin. Akses keuangan atau kredit adalah kunci bagi kemakmuran, kata presiden. Kalau Bangladesh dalam upaya pengentasan kemiskinan dan Muhammad Yunus telah berhasil membantu pemberdayaan dengan jumlah nasabah 3,7 juta jiwa, dengan keberhasilan itu ia mendapat Nobel Perdamaian, lalu bagaimana dengan pengalaman Indonesia dalam proses pengentasan kemiskinan. Tidak bisa dipungkiri, berkat keberhasilan program pemberdayaan di masa lalu, Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat angka kemiskinan dari sekitar 69 % pada tahun 1970 menjadi hanya 11 % pada tahun 1996. Pemerintah melalui BKKBN, Bank BNI dan PT Pos Indonesia pada waktu itu telah berhasil menjaring nasabah dalam kelompok Takesra-Kukesra sebanyak 11,5 juta jiwa, bahkan jumlah tabungan dari keluarga miskin pernah mencapai hampir 300 milyard rupiah. Apakah program ini bukan merupakan keberhasilan yang luar biasa dan membanggakan bagi bangsa ini? Mengapa kita tidak mau belajar dari pengalaman bangsa sendiri yang jelas-jelas telah menunjukkan keberhasilannya dan pernah mendapat pengakuan dunia? Belajar dari Pengalaman Sendiri Bila kita sebagai bangsa mau membuka hati dan melihat sedikit ke belakang dan mau

mengakui dan belajar pada pengalaman kita sendiri di Alangkah indahnya bila masa lalu, maka kita akan menemukan adanya suatu para pemimpin kita yang keberhasilan bangsa dalam saat ini sedang berada proses pengentasan kemiskinan yang luar biasa hebatpada puncak kenya, bahkan mungkin akan kuasaannya, mau lebih hebat bila dibandingkan dengan apa yang pernah dilameluangkan waktunya kukan oleh Prof Muhammad Yunus dan pemerintah Banguntuk belajar dan ladesh. Betapa tidak, dalam mendekatkan diri bidang Pengentasan Kemiskinan, Kependudukan dan dengan para seniornya Keluarga Berencana, bebeyang saat ini masih rapa tahun yang lalu pemerintah Bangladesh telah bamenginginkan dan nyak mengirim tenaga ahlimelihat bangsa ini maju nya untuk belajar ke Indonesia yang jumlahnya mencapai dan masyarakatnya bisa ribuan orang. Saat ini Bangladesh telah lebih sejahtera. berhasil dan bisa sejajar dengan Indonesia dalam bidang kependudukan dan KB, yang jelas mereka mau dan pernah belajar dari Indonesia. Apa yang mereka pelajari di Indonesia mereka terapkan di negaranya. Apa iya sekarang kita akan belajar dari murid kita sendiri? Ini pertanyaan besar yang perlu mendapatkan kejelasan. Memang tidak salah kita belajar dari negara lain, akan tetapi kalau kita mempunyai pengalaman yang lebih unggul dalam mengelola program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat dengan sangat berhasil, kenapa kita harus ganti program itu dan berusaha mencontoh program negara lain? Alangkah indahnya bila para pemimpin kita yang saat ini sedang berada pada puncak kekuasaannya, mau meluangkan waktunya untuk belajar dan mendekatkan diri dengan para seniornya yang saat ini masih menginginkan dan melihat bangsa ini maju dan masyarakatnya bisa lebih sejahtera. Mereka ini tidak ingin kembali berkuasa, namun bila didekati dan dijadikan semacam penasehat, beliau-beliau ini akan dengan senang hati memberikan bantuan terbaiknya demi kemajuan bangsa dan negara tercinta. Pengalaman membuktikan, kita pernah berhasil dan mudah-mudahan di masa yang akan datang pun akan terus berhasil, semoga bangsa ini tetap dipandang sebagai bangsa besar dan terhormat serta bangsa yang mampu memberdayakan masyakaratnya sendiri, tidak belajar dari bangsa lain yang pernah jadi murid kita sendiri. Semoga! Penulis adalah kandidat doktor Universitas Satyagama, Jakarta. Gemari Edisi 82/Tahun VIII/Nopember 2007
51

Anda mungkin juga menyukai