Anda di halaman 1dari 22

Makna dan Hikmah Maulid Nabi

Tanggal 12 Rabiul Awal 1432 H, bertepatan pada 15 Februari 2011 seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun. Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad. Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan suci Tuhan kepada umat manusia secara universal. Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram. Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual

sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Muhammad untuk seluruh umat manusia. Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama. Hikmah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW

Hari ini Ahad 4 Februari 2012 bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1433 H adalah Hari Kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. yang lazim disebut Maulid Nabi Besar Muhammad SAW

Seperti tahun-tahun sebelumnya Perayaan Maulid berlangsung di beberapa tempat, ada yang berlangsung sangat meriah namun ada pula yang berlangsung sederhana.

Perayaan Maulid dibeberapa daerah sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syariat.

Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah." (al-Ahzab: 21)

Sejarah manusia telah melahirkan banyak tokoh hebat yang telah menjadi titik balik suatu perubahan peradaban dan tatanan masyarakat tertentu hingga kemudian layak menjadi idola bagi masyarakat tersebut. Tokoh yang diidolakan ini merupakan unsur vital dari identitas yang paling sejati dari seseorang. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, Pengentalan dari berbagai jalan hidup yang diyakini. Bagaimana pun, sistem keyakinan selalu mengupayakan pengidolaan. Karena tanpa itu, keyakinan akan kehilangan kiblat. Dalam tradisi Islam, ada budaya perayaan maulid Nabi: event yang dimanfaatkan untuk "menghidupkan" idola lewat pembacaan kembali lembaran-lembaran sejarah Nabi Muhammad. Dalam dunia Islam, Nabi Muhammad mestinya adalah super idol bagi setiap generasi Islam sepanjang zaman. Sayangnya, dalam proses gesekan budaya dan rentang waktu yang panjang, keidolaan Nabi terkadang tereduksi menjadi tokoh non empirik. Sebagai ritual keagamaan, tradisi maulid memang masih diperdebatkan soal benar-tidaknya; sunnahbid'ahnya. Perdebatan yang sebenarnya hanya pada level kulit; bentuk dan cara, bukan pada esensi "spiritualitas sejarah" dan "penghadiran ulang ketokohan" yang diupayakan lewat tradisi tersebut. Merayakan maulid Nabi berati berusaha menghadirkan kembali sosok ketokohan beliau dan memperpendek rentang waktu yang ada. Sebagai sebuah seremonial, peringatan Maulid Nabi memang baru dilakukan pada pertengahan Abad ke-6 Hijriah. Tradisi ini dimulai di Mosul oleh Syaikh Umar bin Muhammad al-Mala, kemudian dikembangkan oleh Muzhaffar al-Din bin Zaynuddin (549-630), penguasa Irbil. Tapi, esensi maulid sebagai penghadiran tokoh sejarah secara praktis sudah sangat mengakar sejak generasi pertama umat Islam. Para sahabat adalah orang-orang yang paling "gemar" menghadirkan sejarah Rasulullah dalam ruang kehidupan mereka, mulai dari urusan rumah tangga sampai masalah politik dan militer. Kehadiran sejarah Rasulullah menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani apapun dalam realitas hidupnya. Shalah al-Din al-Ayyubi, panglima agung muslimin dan teman perjuangan Muzhaffar dalam Perang Salib, menggunakan tradisi pembacaan sejarah Nabi sebagai strategi untuk menggedor motivasi pasukannya. Ada sisi-sisi sejarah Nabi yang memberikan gambaran sempurna sebuah jiwa heroik dan ksatria. Maka, al-Ayyubi meletakkan Rasulullah sebagai idola militer tentara melalui tradisi pembacaan sejarahnya. Upaya al-Ayyubi membangkitkan heroisme muslimin vis a vis Pasukan Salib dalam bentuknya paling suspens. Dan, itu mutlak diperlukan sebagai urat nadi dari sebuah perlawanan dan perjuangan. Al-Ayyubi memenangkan Perang Salib, mengusir mereka dari Al-Quds dan daerah-daerah muslimin yang lain--mungkin salah satunya berkat pengidolaan sejarah dan motivasi historik yang terus ditanamkan dalam ruang pikiran, jiwa dan pandangan hidup mereka. Sejarah dibaca memang untuk melahirkan tokoh di masa lampau. Ini menjadi salah satu filosofi dari displin sejarah itu sendiri. Dalam tradisi maulid kita, hal itu sangat kental. Bahkan, tidak hanya melahirkan tapi juga menyegarkan kembali bahwa hanya ada satu tokoh kunci dan super idol dalam keyakinan kita, yakni Nabi Muhammad saw. Menciptakan idola dari tokoh sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekongkrit ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang. Di sinilah, peringatan sejarah secara serentak seperti Maulid Nabi menemukan urgensitasnya yang paling esensial. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu, saudara atau temannya daripada mencintai Rasulullah, karena ada interaksi langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah seperti Rasulullah saw. Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup kita daripada tokoh sejarah.

Sulitnya menghadirkan tokoh sejarah di detak dada, diakui oleh Rasulullah sendiri. Beliau memberikan posisi istimewa untuk orang-orang yang mempercayai beliau padahal mereka tidak pernah melihat beliau. "Mereka saudara-saudaraku," sabda beliau dalam sebuah hadits. Untuk para shahabat di sekelilingnya, Rasulullah tidak menyebut mereka "saudara", tapi "teman". Keyakinan terhadap tokoh sejarah menjadi salah satu bagian paling inti dari agama. Dalam al-Durr alMantsur, al-Suyuthi menyebutnya sebagai keimanan terhadap al-ghayb dalam arti tidak hadir dalam realitas hidup. Kepercayaan terhadap al-ghayb ini merupakan point pokHIKMAH PERINGATAN

MAULID NABI MUHAMMAD SAW. (MAULID NABI III)

Hikmah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 rabial awal menurut kalender hijriyah diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid alAqsha di Palestina dari cengkeraman pasukan salib, sehingga menghasilkan efek yang luar biasa berupa semangat jihad umat Islam yang menggelora pada saat itu. b. Menambah keyakinan umat Islam terhadap kesaksian Nabi Muhammad sebagai Rasullullah yang mengandung konsekuensi untuk meningkatkan komitmen dalam melaksanakan tanggung jawab kita sebagai hamba Allah SWT. c. Dalam pelaksanaannya biasanya disertai dengan pembacaan sekilas sirah /perjalanan rasullullah, dengan ini diharapkan akan menebalkan kecintaan kita kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. . Allah SWT berfirman : Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman (Hud:120) . d. Sebagai media untuk kembali meneladani akhlak beliau yang mulia serta menjalankan sunnah-sunnah beliau. Dalam sebuah hadits riwayat bukhari disebutkan bahwa , Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Firman Allah dalam Alquran surat Al-Anaam ayat 48 juga menjelaskan bahwa, Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. e. Merupakan salah satu sarana syiar islam , Allah SWT berfirman dalam surah al-Haj ayat 32 yang maksudnya : "..Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati" dan dakwah islam. f. Meningkatkan ukhuwah Islamiyah seperti yang tertera dalam surat Al-Imran ayat 103 : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan

ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. g. Sebagai upaya untuk menjalin tali silaturrahmi. Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim disebutkan bahwa Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya, dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menghubungkan tali silaturrahmi. Moment peringatan maulid nabi merupakan saat yang tepat untuk saling bertemu dan bersilaturrahmi dengan sesama muslim h. Dalam peringatan maulid pasti dikumandangkan ucapan-ucapan shalawat dan salam bagi junjungan kita nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Allah dan malaikatmalaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab:56). i. Merupakan moment untuk menggali kembali nilai-nilai keislaman dalam masyarakat untuk terbentuknya kesalehan umat serta terciptanya suatu tatanan masyarakat yang madani (Civil society) . j. Imamul Mujtahidin Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan : Kemuliaan hari maulid Nabi Muhammad SAW dan diperingatinya secara berkala sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin tentu mendatangkan pahala besar, mengingat maksud dan tujuannya yang sangat baik, yaitu menghormati dan memuliakan kebesaran Nabi dan Rasul pembawa hidayah bagi semua ummat manusia.

Peringatan maulid nabi selain mengandung beberapa hikmah sebagaimana yang tertera diatas, pada saat kelahiran Rasullullah saw juga diiringi beberapa keistimewaan dan peristiwa besar yang antara lain:

1. Rasullullah SAW terlahir dalam keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177) 2. Pada saat Ibunda Aminah melahirkan , Ibunya Utsman bin Abil Ash Atstsaqafiy (perempuan yang pernah menjadi pembantu Aminah r.a.) melihat bintang bintang turun dari langit dan mendekat. Ia sangat takut bintang-bintang itu akan jatuh menimpa dirinya, lalu ia melihat kilauan cahaya keluar dari Ibunda Nabi SAW hingga membuat kamar dan rumah terang benderang (Fathul Bari juz 6/583) 3. Ketika Rasul SAW lahir ke muka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam). 4. Pada malam kelahiran Rasul SAW itu, singgasana Kaisar Kisra runtuh, dan 14 buah jendela besar di Istana Kisra ikut roboh. 5. Padamnya Api di negeri Persia yang semenjak 1000 tahun menyala tiada henti

Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran beliau bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial, tapi sebuah momen spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita. Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini. Maka seperti al-Ayyubi yang menghadirkan Nabi Muhammad di medan perang kita mesti menghadirkan beliau dalam ruang hidup yang lain. Tidak hanya dalam bentuk cerita-cerita yang mengagumkan, tapi juga semangat keteladanan dalam menjalani realitas hidup ini.

Perayaan Maulid dibeberapa daerah sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syariat. Sejarah maulid nabi muhammad mungkin bisa menjadi pembuka yang bagus bagi anda yang bagi anda yang belum tahu bagaiman sejarahnya Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka. Peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah saw., mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah swt. tegaskan sebagai rahmatan lilalamin. Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional, mengungkapkan dalam situs beliau:Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan. Kenyataan saat ini telah membuktikan, bahwa disebabkan belum bersungguh-sungguhnya kita dalam meneladani Rasulullah SAW dalam mengarungi perjuangan hidup, maka kehidupan kaum muslimin saat ini cenderung terperosok menjadi ummat terbelakang, dibandingkan dengan ummat-ummat lain di hampir semua bidang kehidupan.

Oleh karena itu, jika kondisi kehidupan kita ingin berubah, maka yang harus kita lakukan adalah mau dan berani merubah kebiasaan hidup kita ini. Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah segala sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri (QS.23. Ar-Radu : 11). Imam Ibnu Athoillah dalam kitab Al-Hikam menyatakan :Bagaimana mungkin keadaanmu akan berubah menjadi luar biasa, sedangkan kamu belum mau merubah kebiasaan-kebiasaaan hidupmu. Kebiasaan mengabaikan teladan Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata membawa kita kepada kemunduran derajat hidup, maka jika ingin berubah menjadi ummat yang maju dan bermartabat, kita harus merubah kebiasaan kita. Kita harus tinggalkan sikap menyepelekan dan mengabaikan uswahtul hasanah Rasulullah SAW. Kita harus bersungguh-sungguh dan lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengenal dan mengikuti teladan Rosulullah SAW dalam hidup ini. Kesungguhan kita dalam mengikuti teladan Rasulullah SAW secara utuh dalam mengarungi perjuangan hidup ini adalah kunci menuju kehidupan ummat yang lebih maju dan bertartabat di masa yang akan datang. Imam Ibnu Athoillah menyatakan : Janganlah kamu membanggakan warid yang belum kamu ketahui buahnya. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan itu bukanlah hujan. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan adalah wujudnya buah-buah pepohonan. Al-Hamdulillah jika kita dapat menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan meriah. Namun hendaknya jangan terlalu bangga dahulu. Sebab terselenggaranya acara itu baru ibarat awan. Meriahnya suasana baru laksana hujan. Bagaimana dengan buahnya ?. Sudah wujudkah ?. Buahnya adalah Mutiara hikmah dan perubahan. Perubahan menjadi lebih baik. Lebih utuh dan lebih bersungguh-sungguh dalam meneladani Rosulullah SAW dalam seluruh sisi kehidupan kita. Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia. Rasullah SAW adalah rahmat bagi semesta alam, kebaikan dan keberkahannya tidak hanya didapatkan oleh orang-orang yang semasanya dan tidak pula berakhir dengan wafatnya.

Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) kententraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar, maha mengetahui. (Qs. At-Taubah: 103). Allahumma inni atawajjahu ilaika binabiyyika nabiyyirrahmati Muhammadin shallallahu `alaihi wa alihi. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu dan menghadap kepada-Mu dengan (perantaraan) Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat, Nabi Muhammad, shalawat atasnya dan atas keluarganya.
Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW

"Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW"


Oleh: Lindawati (santri Darussalam) Salah satu fungsi adanya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW ini adalah mengambil keteladanan Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan ummat manusia dan lembah kemiskinan harta, kemiskinan ilmu, kemelaratan mental (akhlak) maupun spritual (hakekat uluhiyah dan rububiyah), serta kemiskinan komunikasi (ukhuwwah). Muhammad SAW mengentaskan ummat dari kemiskinan harta dengan memacu kepada usaha individu dengan memberi bibit untuk ditanam bukan menyediakan nasi untuk dimakan. Petunjuk yang tersirat dalam beberapa sabda Rasulullah SAW. Di antaranya: "Bekerjalah kamu untuk duniamu seakan-akan-akan hidup selamanya dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari." (HR. Ibnu Asakir)

Dalam kehidupannya Rasulullah telah memberi contoh, tidak pernah menolak pengemis yang datang ke rumahnya. Bahkan sering para pengemis diberi bibit kurma untuk ditanam sehingga sang pengemis dapat memberi makan anak cucunya. Rasulullah SAW sangat menghargai makna sebuah kerja. Etos kerja Islam merupakan manifestasi kepercayaan muslim yang memiliki kaitan dengan tujuan hidup yang hakiki, yaitu ridha Allah SWT dalam meraih prestasi di Dunia dan Akhirat. Nabi Muhammad SAW mendorong ummat agar tidak miskin ilmu. Beberapa pesan Rasulullah SAW mengingatkan, Barangsiapa yang menginginkan dunia haruslah dengan ilmu, dan barang siapa yajig menginginkan akhirat haruslah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kedua-keduanya haruslah dengan ilmu. (HR. Muttafaqun Alaih).

Di atas semua itu, dengan ilmu yang diredhai Allah maka seseorang dianggap sebagai pewaris Nabi, dan dengan ilmu kebahagiaan di dunia akhirat dapat di raih. Nabi Muhammad Saw mendorong agar manusia tidak menjadi miskin mental. Apabila jiwa atau mental sehat, memancar bayangan kesehatan itu pada

perilaku kehidupan sehari-hari. Risalah Islamiyah adalah suatu anugerah bagi ummat manusia. Nabi Muhammad SAW telah berhasil membawa masyarakat jahiliyah yang miskin mental menjadi masyarakat yang luhur, berakhlak. memiliki sopan santun dan tata krama dalam pergaulan dan penuh peradaban, dengan menghidupkan empat sikap utama. Pertama, Syajaah artinya berani pada kebenaran dan takut pada kesalahan dan dosa. Selanjutnya, Iffah artinya pandai menjaga kehormatan diri lahiriah dan batiniyah. Kemudian, Hikmah artinya tahu rahasia diri dan pengalaman hidup, dan terakhir adalah Adalah artinya adil walaupun pada diri sendiri. Muhammad SAW adalah figur teladan yang mesti diidolakan kaum muslimin. Setiap langkahnya selalu dibawah kontrol Ilahi. Tindakan dan ucapannya adalah mutiara berharga, menjadi landasan pemebentukan akhlak ummatnya dalam berbuat dan menjadi hukum yang ditaati. Tiada seorangpun yang dapat meragukan keagungan peribadi Rasulullah SAW. eperibadiannya menjadi contoh teladan dalam segala hal. Rasulullah sebagai seorang suami yang teladan, sebagai ayah teladan, sebagai guru teladan, sebagai tokoh teladan, sebagai abli strategi teladan, sebagai ahli ekonomi teladan, sebagai pejuang hak-bak asasi manusia teladan, dan sebagai kepala negara yang teladan. Keteladanan Muhammad SAW mampu mereformasi sistem dan tatanan yang ada, ke arah yang lebih baik dan tujuan yang mulia, yakni baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur (negeri yanq makmur dan penuh ampunan Tuhan). Nilai-nilai keteladanan tersebut hendaknya menjadi warisan yang paling berharga bagi kita ummat manusia, tanpa terkecuali. Setiap langkah yang kita ayunkan, setiap nawaitu yang kita bulatkan, setiap pernyataan yang kita ikrarkan dan setiap perbuatan yang kita lakukan merupakan cerminan dan keteladanan RasululIah saw. yang mesti diterapkan dalam kehidupan. Maka dalam upaya mengikuti ajaran beliau, semestinya sifat beliau menjadi jatidiri seorang muslim. Di antara sifat mulia yang beliau miliki adalah sifat shiddiq, sehingga Rasulullah SAW. diberi gelar Al Amin (orang yang dapat dipercaya). Shidiq (as shidqu) artinya benar atau jujur, lawan dan dusta atau bohong (al kidzbu). Seorang muslim dituntut memiliki sifat shidiq; dalam keadaan benar lahir maupun batin. Sifat shidiq yang utama adalah Shidqul qalb, yaitu benar hati atau kejujuran hati nurani, hanya dapat dicapai jika hati dihiasi dengan iman kepada Allah SWT dan bersih dan segala macam penyakit hati. Sifat ini akan mencapai kematangan bila didukung dengan sifat ihsan. Selanjutnya Shidqul hadits, yaitu benar atau jujur dalam ucapan dan perkataan. Seseorang dapat dikatakan jujur dalam perkataan apabila semua yang diucapkannya adalah suatu kebenaran bukan kebatilan. Di samping itu perlu ada Shidqul amal, yaitu benar perbuatan atau beramal shaleh sesuai dengan syariat Islam. Sifat shidiq mengantarkan seseorang ke pintu gerbang kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, sesuai firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 177. Rasulullah saw bersabda: Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang sang telah jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebaqai seorarig yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada

kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Oranq yang se1a1u berbohonq dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebaqai pembohonq (kadzdzab). (HR. Bukhari).

Sifat shidiq adalah tambang emas dalam diri seseorang yang sangat berharga. Dengan adanya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, seluruh ummat muslim diharapkan mampu mengambil hikmah dari segala sepak terjang Nabi Muhammad ketika masih hidup. nabi-muhammad-saw/ Hikmah Maulid, Jadilah Pemimpin Yang Jujur dan Bertanggung Jawab

Disetiap kita mengingat sosok Nabi Besar Muhammad SAW terutama di saat peringatan Maulid setiap tahun dimana sering deceritakan ulang tentang latar belakang beliau serta perjalanan hidup juga kesehariannya. Disaat itu pula kita menjadi semakin rindu dengan sosok beliau, apalagi ditengah kedangkalan akhlak serta budi pekerti yang merosot saat ini, kita sangat merindukan sosok pemimpin sebagaimana sosok bijaksana dari Nabi Muhammad. Salah satu sikap mulia yang lekat dengan pribadi Nabi Muhammad adalah kejujuran dan tanggung jawab. Berkat dua hal itulah, Muhammad diganjar dengan julukan Al Amin oleh masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun yang memusuhinya. Selain bakat kepemimpinan yang menonjol, sejak belia Nabi sudah terlibat gerakan moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan. Itulah gerakan demi membela keadilan dan kebenaran kepada siapa pun. Jujur, berani menanggung risiko, dan bertanggung jawab itulah warisan mulia kepemimpinan Nabi yang mestinya ditauladani para pemimpin dan elite kita. Faktanya, amat susah menemukan elite kiita bersikap dan berperilaku mencontoh Nabi. Menemukan kejujuran saja misalnya, sudah sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal, kejujuran saja belum cukup untuk menjadi modal bagi pemimpin. Fakta sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran meneladani sikap dan perbuatan Nabi. Di mimbar-mimbar maupun dalam teks-teks tulisan, hampir saban waktu kita mendengar para pemimpin dan penganjur mengajak kita mencontoh sikap dan perilaku Muhammad. Akan tetapi yang kita jumpai hari-hari ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah telanjang. Soal pro dan kontra penyebutan nama dalam pandangan akhir Pansus Angket Bank Century, misalnya, menunjukkan bahwa kejujuran masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek. Mengapa sekadar menyebut nama yang dalam pokok perkara sudah terang-benderang dinyatakan bermasalah mesti diperdebatkan? Bukankah kalau ada kesalahan mesti ada nama yang bertanggung

jawab? Menjadi pemimpin yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai teladan mestinya berani mengambil risiko dan bertanggung jawab. Bukan sebaliknya, buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada anak buah. Bukan pula pemimpin yang gemar menyebut orang lain telah memfitnah, padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah kebenaran. Maulid Nabi bukan sekadar peringatan untuk seruan. Maulid Nabi juga merupakan momentum untuk merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Nabi. Untuk para pemimpin di negeri ini, Maulid Nabi mestinya menggerakkan mereka untuk jujur, berani mengambil risiko, dan bertanggung jawab. HIKMAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Hari ini Selasa, 15 Februari 2011 bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1431 H. ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional. Hari Kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Kendatipun peringatan maulid telah menjadi tradisi yang dilaksanakan umat secara berulang-ulang, namun kita setuju bahwa maulid tidak semestinya hanya sekedar serimonial belaka. Maulid Nabi sejatinya harus mampu memberikan pencerahan dan pemikiran yang berguna untuk masa depan umat Islam yang lebih baik. Untuk itulah peningkatan kualitas acara maulid Nabi harus menjadi perhatian kita bersama. Perayaan Maulid dibeberapa daerah bahkan sudah ada yang mengarah ke praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesakdesakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syariat. Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka. Peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah saw., mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah swt. tegaskan sebagai rahmatan lilalamin. Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional, mengungkapkan dalam situs beliau:Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan. Kenyataan saat ini telah membuktikan, bahwa disebabkan belum bersungguh-sungguhnya kita dalam meneladani Rasulullah SAW dalam mengarungi perjuangan hidup, maka kehidupan kaum muslimin saat ini cenderung terperosok menjadi ummat terbelakang, dibandingkan dengan ummat-ummat lain di hampir semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, jika kondisi kehidupan kita ingin berubah, maka yang harus kita lakukan adalah mau dan berani merubah kebiasaan hidup kita ini.

Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah segala sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri (QS.23. Ar-Radu : 11). Imam Ibnu Athoillah dalam kitab Al-Hikam menyatakan :Bagaimana mungkin keadaanmu akan berubah menjadi luar biasa, sedangkan kamu belum mau merubah kebiasaan-kebiasaaan hidupmu. Kebiasaan mengabaikan teladan Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata membawa kita kepada kemunduran derajat hidup, maka jika ingin berubah menjadi ummat yang maju dan bermartabat, kita harus merubah kebiasaan kita. Kita harus tinggalkan sikap menyepelekan dan mengabaikan uswahtul hasanah Rasulullah SAW. Kita harus bersungguh-sungguh dan lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengenal dan mengikuti teladan Rosulullah SAW dalam hidup ini. Kesungguhan kita dalam mengikuti teladan Rasulullah SAW secara utuh dalam mengarungi perjuangan hidup ini adalah kunci menuju kehidupan ummat yang lebih maju dan bertartabat di masa yang akan datang. Imam Ibnu Athoillah menyatakan : Janganlah kamu membanggakan warid yang belum kamu ketahui buahnya. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan itu bukanlah hujan. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan adalah wujudnya buah-buah pepohonan. Al-Hamdulillah jika kita dapat menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan meriah. Namun hendaknya jangan terlalu bangga dahulu. Sebab terselenggaranya acara itu baru ibarat awan. Meriahnya suasana baru laksana hujan. Bagaimana dengan buahnya ?. Sudah wujudkah ?. Buahnya adalah Mutiara hikmah dan perubahan. Perubahan menjadi lebih baik. Lebih utuh dan lebih bersungguh-sungguh dalam meneladani Rosulullah SAW dalam seluruh sisi kehidupan kita. Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia. Rasullah SAW adalah rahmat bagi semesta alam, kebaikan dan keberkahannya tidak hanya didapatkan oleh orang-orang yang semasanya dan tidak pula berakhir dengan wafatnya. Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman, " dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) kententraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar, maha mengetahui." (Qs. At-Taubah: 103). Allahumma inni atawajjahu ilaika binabiyyika nabiyyirrahmati Muhammadin shallallahu `alaihi wa alihi. (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan (perantaraan) Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat, Nabi Muhammad, shalawat atasnya dan atas keluarganya.) Wallaahu alam bisshowaab.

Surat Muhammad Kendatipun surah ini bernama surah Muhammad dan posisinya di dalam mushaf terletak setelah surah Al-Ahqaf dan sebelum surah Al-Fath, namun surah ini jarang dibaca pada peringatan maulid Nabi SAW. Surah Muhammad (surah yang ke 69) kalah populer di banding dengan surah Ali Imran ayat 144 (wa ma Muhammadun illa Rasul) dan surah Al-Ahzab ayat 21 (laqad kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah), yang sering dikumandangkan para Qori pada setiap kali peringatan Maulid. Terkadang lucu juga, bagaimana mungkin acara maulid Nabi yang intinya adalah peringatan tentang kelahiran (maulid) namun ayat yang dibaca berbicara tentang kematian. (silahkan baca kembali surah Ali Imran ayat 144147). Hemat penulis surah yang relevan dibaca dan selanjutnya dikaji pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah surah Muhammad yang terdiri dari 38 ayat. Surah ini menampilkan sisi lain dari sosok Nabi Muhammad SAW. Amru Khalid di dalam karyanya yang berjudul, Khawatir Quraniyyah: Nazharat fi Ahdaf Suwar Al-Quran, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, Pesona Al-Quran Dalam Mata Rantai Surah dan Ayat, menyimpulkan, tujuan surah Muhammad adalah, "Ketaatan dan peneladanan Nabi Muhammad SAW adalah kreteria diterima atau ditolaknya perbuatan kita. Prinsip yang sangat penting dan berharga. Rasakan hal ini saat engkau membaca surah yang mulia ini dan tanya dirimu: Apakah aku sudah meneladani sunnah, ibadah, dan akhlak Nabi Muhammad SAW" ? Menurut M. Quraish Shihab dengan mengutip Ibn Aysur inti dari surah Muhammad adalah anjuran untuk berjuang (jihad) menghadapi kaum musyrikin. Kesimpulan ini juga diakui oleh Sayyid Quthub. Ini pula yang menjadi dasar mengapa surah ini dinamai juga dengan surah qital dan surah allazina kafaru karena isinya menjelaskan sifatsifat buruk kaum kafir yang harus dimusnahkan. Masih menurut Quraish Shihab, pandangan yang lebih sejuk tampaknya datang dari Al-Biqai, yang menyebutkan tema utama surah ini adalah ajakan kepada kaum beriman untuk memelihara kesuciaan agama dengan melaksanakan jihad terhadap orang-orang kafir secara berkesinambungan. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan bahwa hidup setiap muslim adalah jihad. Sebuah perjuangan untuk menjaga dan membela kebenaran serta menjaga kehormatan kaum muslimin. Jihad dan Infaq Pada awal surah, tepatnya ayat 1-6 jelas disebutkan perilaku orang Kafir yang selalu berusaha menghalangi orang beriman dari mengikuti jalan Allah SWT. Mereka selalu berusaha untuk memalingkan perhatian umat Islam dari kebenaran. Menghadapi realita seperti ini, umat Islam tidak boleh berdiam diri. Bahkan pada ayat 35 dinyatakan, "umat Islam tidak boleh merasa lemah dan memilih untuk berdamai, padahal mereka berada dalam kebenaran." Dengan kata lain, umat Islam

tidak boleh pasrah berhadapan dengan kenyataan yang sedang terjadi. Perjuangan (jihad) untuk mempertahankan kebenaran dan menjaga kesuciaan Islam tetap menjadi lebih utama. Oleh sebab itu, surah Muhammad menurut Amru Khalid mengajarkan dua bentuk kepatuhan; kepada jihad dan kepatuhan kepada infaq. Tentu saja yang dimaksud jihad di dalam surah Muhammad adalah jihad dalam makna yang luas. Jihad secara sederhana adalah sebuah perjuangan untuk meninggikan kalimat Allah. Perjuangan untuk menjadikan agama ini terhormat dan disegani orang lain. Caranya tentu saja melalui peningkatan sumber daya insani. Umat Islam harus tampil menjadi umat berkualitas sehingga mampu memimpin dunia. Umat Islam harus menjadi pelopor dalam membangun peradaban dunia yang lebih santun dan beradab. Tegasnya jihad yang dimaksud adalah jihad untuk meningkatkan kualitas diri. jihad dalam makna perang baru dapat digunakan jika umat Islam diserang kaum kafir. Selain jihad, surah Muhammad menganjurkan kita untuk berinfaq. Infaq adalah mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki untuk digunakan pada jalan Allah. Di dalam ayat 38 surah yang sama, dengan cukup jelas Allah SWT mencela sifat bakhil. Siapa yang bakhil, sesungguhnya ia bakhil buat dirinya sendiri. Allah SWT tidak membutuhkan harta dari manusia sedikitpun. Infaq, sadaqah, bahkan zakat bukanlah untuk Allah SWT, melainkan untuk diri kita sendiri. Allah adalah ghaniyyu (maha kaya). Bagaimanapun juga, perjuangan menegakkan kehormatan agama membutuhkan dana. Mengatasi kemiskinan dan kebodohan yang mendera sebagian besar umat Islam saat ini mau tidak mau dengan dana. Untuk itulah partisipasi umat Islam untuk menyisihkan hartanya pada jalan Allah sangat dibutuhkan. Sampai di sini menjadi jelas bahwa ber-Islam tidaklah cukup hanya melaksanakan ibadah mahdah. Kita tidak boleh merasa puas, jika kita telah shalat, puasa, zakat, dan pulang pergi haji dan umrah. Kita tidak boleh beranggapan bahwa beragama kita sudah sempurna. Kesempuranaan agama hanya diperoleh ketika kita berjihad buat agama dan umat ini. Adalah pantas kita bertanya, apa sesungguhnya yang kita perjuangkan buat agama ini ? jika Nabi Muhammad sepanjang hidupnya selalu berjihad untuk menegakkan kehormatan agama yang mulia ini, pantaskah kita disebut sebagai umatnya jika kita hanya tenggelam dalam kenikmatan spiritual, tenggelam dalam zikir dan merasa puas ketika tiap tahun berkunjung ke Bait Allah. Belajar dari surah Muhammad kita ditunjukkan akan sisi lain dari kepribadian Nabi Muhammad. Benar bahwa beliau adalah sosok yang santun dan berakhlak mulia. Namun jangan lupa bahwa beliau juga sosok yang selalu berjuang buat Islam. Sejatinya, para muballigh, penceramah harus menekankan sisi perjuangan Nabi Muhammad SAW. Umat Islam saat ini sesungguhnya berada dalam keterpurukan. Kemiskinan dan kebodohan dua hal yang sampai hari ini belum mampu diatasi. Apa upaya yang dapat kita lakukan? jawabnya jelas, mari kita kumpulkan harta umat Islam, menyisihkan sebagian besar penghasilan kita untuk membantu saudara kita yang miskin dan anak-anak yang membutuhkan biaya untuk studinya. Inilah jihad kita saat ini. Mudah-mudahan maulid kali ini mampu melahirkan sebuah gerakan jihad dan infaq yang luar biasa. Barulah maulid kita mengalami perubahan. Insya Allah.

Hikmah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW

Hari ini Ahad 4 Februari 2012 bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1433 H adalah Hari Kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. yang lazim disebut Maulid Nabi Besar Muhammad SAW

Seperti tahun-tahun sebelumnya Perayaan Maulid berlangsung di beberapa tempat, ada yang berlangsung sangat meriah namun ada pula yang berlangsung sederhana.

Perayaan Maulid dibeberapa daerah sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur lakilaki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syariat. Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah." (al-Ahzab: 21) Sejarah manusia telah melahirkan banyak tokoh hebat yang telah menjadi titik balik suatu perubahan peradaban dan tatanan masyarakat tertentu hingga kemudian layak menjadi idola bagi masyarakat tersebut. Tokoh yang diidolakan ini merupakan unsur vital dari identitas yang paling sejati dari seseorang. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, Pengentalan dari berbagai jalan hidup yang diyakini. Bagaimana pun, sistem keyakinan selalu mengupayakan pengidolaan.

Karena

tanpa

itu,

keyakinan

akan

kehilangan

kiblat.

Dalam tradisi Islam, ada budaya perayaan maulid Nabi: event yang dimanfaatkan untuk "menghidupkan" idola lewat pembacaan kembali lembaran-lembaran sejarah Nabi Muhammad. Dalam dunia Islam, Nabi Muhammad mestinya adalah super idol bagi setiap generasi Islam sepanjang zaman. Sayangnya, dalam proses gesekan budaya dan rentang waktu yang panjang, keidolaan Nabi terkadang tereduksi menjadi tokoh non empirik. Sebagai ritual keagamaan, tradisi maulid memang masih diperdebatkan soal benartidaknya; sunnah-bid'ahnya. Perdebatan yang sebenarnya hanya pada level kulit; bentuk dan cara, bukan pada esensi "spiritualitas sejarah" dan "penghadiran ulang ketokohan" yang diupayakan lewat tradisi tersebut. Merayakan maulid Nabi berati berusaha menghadirkan kembali sosok ketokohan beliau dan memperpendek rentang waktu yang ada. Sebagai sebuah seremonial, peringatan Maulid Nabi memang baru dilakukan pada pertengahan Abad ke-6 Hijriah. Tradisi ini dimulai di Mosul oleh Syaikh Umar bin Muhammad al-Mala, kemudian dikembangkan oleh Muzhaffar al-Din bin Zaynuddin (549-630), penguasa Irbil. Tapi, esensi maulid sebagai penghadiran tokoh sejarah secara praktis sudah sangat mengakar sejak generasi pertama umat Islam. Para sahabat adalah orang-orang yang paling "gemar" menghadirkan sejarah Rasulullah dalam ruang kehidupan mereka, mulai dari urusan rumah tangga sampai masalah politik dan militer. Kehadiran sejarah Rasulullah menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani apapun dalam realitas hidupnya. Shalah al-Din al-Ayyubi, panglima agung muslimin dan teman perjuangan Muzhaffar dalam Perang Salib, menggunakan tradisi pembacaan sejarah Nabi sebagai strategi untuk menggedor motivasi pasukannya. Ada sisi-sisi sejarah Nabi yang memberikan gambaran sempurna sebuah jiwa heroik dan ksatria. Maka, al-Ayyubi meletakkan Rasulullah sebagai idola militer tentara melalui tradisi pembacaan sejarahnya. Upaya al-Ayyubi membangkitkan heroisme muslimin vis a vis Pasukan Salib dalam bentuknya paling suspens. Dan, itu mutlak diperlukan sebagai urat nadi dari sebuah perlawanan dan perjuangan. Al-Ayyubi memenangkan Perang Salib, mengusir mereka dari Al-Quds dan daerahdaerah muslimin yang lain--mungkin salah satunya berkat pengidolaan sejarah dan motivasi historik yang terus ditanamkan dalam ruang pikiran, jiwa dan pandangan hidup mereka.

Sejarah dibaca memang untuk melahirkan tokoh di masa lampau. Ini menjadi salah satu filosofi dari displin sejarah itu sendiri. Dalam tradisi maulid kita, hal itu sangat kental. Bahkan, tidak hanya melahirkan tapi juga menyegarkan kembali bahwa hanya ada satu tokoh kunci dan super idol dalam keyakinan kita, yakni Nabi Muhammad saw. Menciptakan idola dari tokoh sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekongkrit ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang. Di sinilah, peringatan sejarah secara serentak seperti Maulid Nabi menemukan urgensitasnya yang paling esensial. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu, saudara atau temannya daripada mencintai Rasulullah, karena ada interaksi langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah seperti Rasulullah saw. Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup kita daripada tokoh sejarah. Sulitnya menghadirkan tokoh sejarah di detak dada, diakui oleh Rasulullah sendiri. Beliau memberikan posisi istimewa untuk orang-orang yang mempercayai beliau padahal mereka tidak pernah melihat beliau. "Mereka saudara-saudaraku," sabda beliau dalam sebuah hadits. Untuk para shahabat di sekelilingnya, Rasulullah tidak menyebut mereka "saudara", tapi "teman". Keyakinan terhadap tokoh sejarah menjadi salah satu bagian paling inti dari agama. Dalam al-Durr al-Mantsur, al-Suyuthi menyebutnya sebagai keimanan terhadap al-ghayb dalam arti tidak hadir dalam realitas hidup. Kepercayaan terhadap al-ghayb ini merupakan point pokok dari religiusitas seseorang. Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran beliau bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial, tapi sebuah momen spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita. Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betulbetul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini.

Maka seperti al-Ayyubi yang menghadirkan Nabi Muhammad di medan perang kita mesti menghadirkan beliau dalam ruang hidup yang lain. Tidak hanya dalam bentuk cerita-cerita yang mengagumkan, tapi juga semangat keteladanan dalam menjalani realitas hidup ini.

Makna dan Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW


Tanggal 12 Rabiul Awal 1432 H, bertepatan pada 15 Februari 2010 seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang

dilakukan secara turun temurun. Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad. Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan suci Tuhan kepada umat manusia secara universal. Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram. Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Muhammad untuk seluruh umat manusia. Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama. Disalin Dari

Makna dan Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW


Tanggal 12 Rabiul Awal 1432 H, bertepatan pada 15 Februari 2011 seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun. Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Nabi Muhammad SAW dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan suci Tuhan kepada umat manusia secara universal. Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Beliau dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Nabi Muhammad SAW yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram. Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual

sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia. Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama. Sumber (dengan beberapa perubahan)

Makna dan Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW


Tanggal 12 Rabiul Awal 1431 H, bertepatan pada 26 Februari 2010 seluruh kaum muslim merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban Islam yang dilakukan secara turun temurun. Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad. Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme.

Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan suci Tuhan kepada umat manusia secara universal. Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram. Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Muhammad untuk seluruh umat manusia. Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama.

Anda mungkin juga menyukai