Anda di halaman 1dari 9

Kerusuhan Sosial Membawa Dampak Negatif terhadap Ketahanan Daerah atau Wilayah dan Ketahanan secara Nasional Ditinjau

dari Segi Ketahanan Pangan (Kebijakan Impor Pangan yang tidak Berpihak pada Petani)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan Dosen: Kasim Sembiring, SH, M.Si

Oleh:

MISRAI FARAUK

(100210103057)

Kelompok 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

A. Kerusuhan Sosial

Kekerasan

merupakan

tindakan

seseorang

(gerombolan,

kelompok),

dengan

menggunakan berbagai alat bantu (misalnya senjata tajam dan api, bom bunuh diri, dan lainlain), kepada orang lain dan masyarakat, yang berdampak kehancuran dan kerusakan harta benda serta penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis bahkan kematian. Sedangkan, kerusuhan merupakan suatu sikon kacau-balau, rusuh dan kekacauan, yang dilakukan (oleh pergerakan dan tindakan) oleh seseorang maupu kelompok massa berupa pembakaran serta pengrusakkan sarana-sarana umum, sosial, ekonomi, milik pribadi, bahkan fasilitas keagamaan. Dengan demikian, kekerasan dan kerusuhan sosial, adalah rangkaian tindakan seseorang (dan kelompok massa) berupa pengrusakkan dan pembakaran sarana dan fasilitas umum, sosial, ekonomi, hiburan, agama-agama, dan lain-lain. Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat terjadi di wilayah desa maupun perkotaan. Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat dilakukan oleh masyarakat berpendidikan maupun yang tak pernah mengecap pendidikan; mereka yang beragama maupun tanpa agama. Hal itu dilakukan dengan cara-cara bringas, brutal, dan tanpa prikemanusaan dan melanggar HAM. Dalam hal ini kerusuhan sosial dikaitkan dengan ketahanan pangan Indonesia, dimana kebijakan impor pangan Indonesia dari Negara tetangga memberi dampak yang negatif bagi para petani, pasalnya petani akan merasa dirugikan karena hasil pertanian mereka yang seharusnya diserap oleh pemerintah sebagai persediaan pangan guna memenuhi kebutuhan pangan nasional digantikan perannya oleh bahan pangan impor sehingga petani akan kesulitan kepada siapa mereka akan menjual hasil pertanian sehingga dengan bahan yang melimpah tanpa distribusi yang jelas maka harga hasil pertanian tersebut akan turun.
B. Ketahanan Pangan Indonesia

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik.

Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks (Nugroho galih) Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan angka pertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus menurun. Sudah pasti jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan dengan kesenjangan semakin melebar. Keragaan laju peningkatan produksi tiga komoditi pangan nasional padi, jagung dan kedelai tersebut sebagaimana tampak dalam tabel berikut. Tabel Pertumbuhan Per Tahun Peroduksi Beras, Jagung, Kedelai, 1992-2003
Komoditi Padi Jagung Kedelai Penduduk 1992 7.99 28.36 20.17 1.4 1993 0.12 -19.68 -8.63 1.42 1994 3.18 6.25 -8.37 1.45 1995 6.75 22.12 7.41 1.52 1996 2.73 12.87 -9.69 1.55 1997 -3.37 -5.76 -10.56 1.57 1998 -0.28 15.95 -3.76 1.59 1999 3.31 -9.49 5.91 1.61 2000 2.03 5.14 -26.41 1.63 2001 -2.77 -3.41 -16.74 1.66 2002 1.82 1.92 -21.06 1.69 2003 0.04 1.42 13.36 1.72

Keragaan di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi pangan nasional ratarata negatif dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari tahun ke tahun pada ketiga komoditas pangan utama di atas menunjukkan kesenjangan yang

terus melebar; khusus pada kedelai sangat memprihatinkan. Kesenjangan yang terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekwensinya adalah peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing. C. Kebijakan Impor yang tidak Berpihak pada Petani Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya (ekonomi.kompasiana.com). Pada tahun 2002 impor jagung mencapai 2,2 juta ton dan sejak tahun 2000 pertumbuhan produksinya menunjukkan trend yang cenderung negatif. Melihat potensi yang ada bahwa hal upaya memacu produksi jagung dalam 10 tahun kedepan masih dapat dilakukan, bahkan sekalipun untuk dapat mencapai surplus (ekspor). Serta upaya mendongkrak produksi kedelai memang berat mengingat ada sekitar 70 % kebutuhan kedelai dipenuhi dari impor. Terus membanjirnya impor kedelai tahun 2000 memiliki dampak yang tragis bagi petani kedelai dan untuk dapat mencapai imbangan impor harus ada perlakuan khusus dengan mengembalikan kepercayaan petani kembali bertanam kedelai. Upaya perimbangan impor dan pertumbuhan produksi kedelai jika produksi dapat terus ditingkatkan secara linear dari 13 % di tahun 2003 terus tumbuh meningkat hingga 20 % pada tahun 2010. Permasalahan lain yaitu kisruh impor garam yang diawali dengan banjirnya garam impor legal maupun ilegal di awal 2011 yang mengakibatnya harga garam petani anjlok. Garam impor memang sangat menekan para petani garam nasional, karena di beberapa sentra garam saat itu sedang panen raya. Kisruh garam impor terjadi karena pemerintah tidak konsisten dan tegas menerapkan Surat Keputusan Menperindag No 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang (1) kewajiban bagi industri yang mengimpor garam (importir terdaftar garam) untuk membeli 50 persen kebutuhannya dari garam lokal terlebih dahulu, (2) dilarang mengimpor garam pada masa tertentu (satu bulan sebelum panen, selama panen, dan dua bulan setelah panen garam rakyat), serta dilarang mengimpor garam bila harga garam rakyat

terlalu rendah (di bawah Rp 145.000 per ton untuk mutu K1, Rp 100.000 per ton untuk K2, dan Rp 70.000 untuk K3). Kenyataan di lapangan, SK Menperindag tersebut tak laku. (www.sinarharapan.co.id). Selain itu awal bulan Maret 2011, 143 kontainer berisi 2.750 ton daging impor menumpuk di Jakarta Contaier Terminal, Tanjung Priok. daging yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok selama Januari Februari 2011 mencapai 641 kontainer yang setara dengan 11.599 ton daging sapi. Rinciannya, sebanyak 345 kontainer masuk di Januari 2011 dan 296 kontainer masuk di Februari 2011. Tapi, dari jumlah itu, daging sapi yang sesuai dengan SPP (Surat Persetujuan Pemasukan) sebanyak 8.849 ton, perinciannya sebanyak 5.010 ton masuk pada Januari 2011 dan sebanyak 3.839 masuk pada Februari 2011. (giewahyudi.com). Melihat kenyataan tersebut seakan kita tidak percaya sebagai negara agraris maupun negara kelautan yang mengandalkan hasil pertanian dan kelautan sebagai tumpuan kehidupan bagi sebagian besar penduduknya tetapi pengimpor pangan yang cukup besar. Hal ini akan menjadi hambatan dalam pembangunan dan menjadi tantangan yang lebih besar dalam mewujudkan kemandirian pangan bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan langkah kerja yang serius untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Kebijakan Impor pangan yang menonjol sebagai program instant untuk mengatasi kekurangan produksi justru membuat petani semakin terpuruk dan tidak berdaya atas sistem pembangunan ketahanan pangan yang tidak tegas. Akibat over suplai pangan dari impor seringkali memaksa harga jual hasil panen petani menjadi rendah tidak sebanding dengan biaya produksinya sehingga petani terus menanggung kerugian. Hal ini menjadikan bertani pangan tidak menarik lagi bagi petani dan memilih profesi lain di luar pertanian, sehingga ketahanan pangan nasional mejadi rapuh. Melihat kondisi saat ini dan trend produksi pangan yang semakin tergantung impor dan bergesernya pola konsumsi masyarakat maka untuk mencapai kemandirian pangan ke depan harus dilakukan melalui upaya-upaya terpadu secara terkonsentrasi pada peningkatan produksi pangan nasional yang terencana mulai presisi di sektor hulu proses (on farm) dan hilirnya. Yang perlu ditekankan adalah: peningkatan produktivitas dan penerapan teknologi bio/hayati organik, perluasan areal pertanian pangan dan optimalisasi

pemberdayaan sumber daya pendukung lokalnya, kebijakan tataniaga pangan dan pembatasan impor pangan, pemberian kredit produksi dan subsidi bagi petani pangan, pemacuan kawasan sentra produksi dan ketersediaan silo untuk stock pangan sampai tingkat terkecil dalam mencapai swasembada pangan di setiap daerah. Untuk itu pemacuan peningkatan produksi pangan nasional harus ditunjang dengan kesiapan dana, penyediaan lahan, teknologi, masyarakat dan infrastrukturnya yang dijadikan sebagai kebijakan ketahanan pangan nasional. Menempatkan pangan sebagai bagian menempatkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta rasa nasionalisme untuk melindungi, mencintai dan memperbaiki produksi pangan lokal harus terus dikembang-majukan. Dengan kondisi tersebut masyarakat terutama petani akan merasa dirugikan karena hasil pertanian mereka akan kurang dihargai, banyak konsumen yang akan melirik bahan pertanian terutama yang berupa sembako impor yang harganya biasanya lebih murah. Selain permasalahan diatas stock atau kesediaan pangan logistik Indonesia sebagai negara agraris dan kelautan seharusnya mampu untuk menyuplai kebutuhan pangan dalam negeri, namun kenyataannya pemerintah masih melakukan impor bahan pangan dari negara tetangga seperti Thailand and Vietnam. Dalam hal ini dapat hal ini ironis sekali sebagai negara agraris dan maritim yang luas wilayahnya tidak bisa menyediakan kebutuhan pangan dalam negerinya sendiri. Dalam hal ini tentunya akan berimbas pada penyediaan bahan pangan bagi rakyat yang seharusnya mampu menyediakan sendiri kebutuhan pangan dalam negeri, namun karena alasan yang tidak jelas sebagian besar rakyat miskin tidak mendapatkan haknya sebagai rakyat yang perlu dibantu. Dengan alasan ini tidak jarang rakyat merasa kecewa atas kepengurusan pemerintah yang dianggap tidak becus menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi ini, sehingga banyak muncul demonstrasi menuntut kinerja pemerintah yang lebih baik lagi. Impor yang dilakukan dari Thailand dan Vietnam bertujuan mencukupi stok pangan nasional sehingga harga pangan bisa stabil. Kebijakan impor beras ditentang banyak pihak. Paling keras bersuara adalah para petani karena dengan impor tersebut bisa dipastikan mereka tidak akan bisa menikmati kenaikan harga gabah dan beras. Alih-alih mengalami kenaikan, harga gabah dan beras produksi mereka justru merambat turun. Penurunan harga gabah dan beras membawa akibat penurunan penghasilan dan daya beli petani bersangkutan. Lebih jauh, petani mengalami penurunan standar kehidupan. Beberapa diantaranya, yang sebelumnya

telah berada sedikit di atas ambang garis kemiskinan, dengan sedikit penurunan penghasilan akan terjerembab dalam kubangan kemiskinan. Impor beras memiliki pengaruh signifikan terhadap terciptanya kemiskinan petani. Lembaga yang mengelola permasalahan pangan Negara yaitu BULOG masih merupakan salah satu institusi terpenting dalam menjamin ketahanan pangan di Indonesia. Perubahan status hukum BULOG pada tahun 2003 dari Badan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memperluas lingkup BULOG untuk melakukan aktivitas komersil sebagai bagian dari peran pentingnya dalam pelayanan jasa publik. Tugas BULOG termasuk menjaga stok ketahanan pangan nasional, pendukung publik dalam menjaga harga-harga komoditas pertanian, menyediakan pangan dalam keadaan darurat, dan melaksanakan program subsidi beras RASKIN bagi masyarakat miskin. Permasalahan yang menghambat dalam mencapai ketahanan pangan dan menjauhkan Indonesia dari keadaan rawan pangan adalah konversi lahan pertanian menjadi daerah industri. Menurut Tambunan (2003) dengan semakin sempitnya lahan pertanian ini, maka sulit untuk mengharapkan petani kita berproduksi secara optimum. Serta rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong. D. Studi Kasus Kerusuhan dalam Ketahanan Pangan Studi kasus kerusuhan dalam ketahanan pangan yaitu DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung meminta Bulog mengutamakan penyerapan beras petani ketimbang impor beras, Bulog melanjutkan kebijakan impor dengan pekan ini memasukkan 15 ribu ton beras asal India. Itu impor pertama tahun ini, setelah 2011 mengimpor 75 ribu ton untuk Lampung. Jumlah impor itu bisa dihitung dari selisih target dan realisasi penyerapan beras petani Lampung oleh Bulog. Pada 2011, dari target 120 ribu ton, Bulog hanya menyerap dari petani 44 ribu ton. Sisanya 75 ribu ton ditutupi beras impor asal Vietnam. Pada 2012, target penyerapan beras petani Lampung oleh Bulog 190 ribu ton, realisasi belum jelas, belum panen raya (Maret-April), sudah impor beras asal India 15 ribu ton. Konflik harga terjadi, karena standar harga pusat untuk produk kualitas rendah, sedang kualitas produk petani Lampung jauh lebih tinggi secara multidimensi dari kondisi fisik sampai rasanya. Idealnya,

pusat membuat standar harga yang lengkap untuk aneka kualitas gabah dan beras petani, tak sebatas standar kondisi fisik dengan kadar airnya. Hal ini tak terlepas dari realitas di pasar dalam negeri, di setiap daerah selalu ada beras kualitas istimewa dari petani. Konflik pusat-daerah terkait harga di Lampung kritis karena langkah pusat seperti Bulog untuk menurunkan harga, sedangkan petani umumnya menikmati tingginya harga panenan mereka, yang pada Desember 2011 nilai tukar petani (NTP) Provinsi Lampung 123,74%. Lebih signifikan, dari NTP Provinsi itu, khusus NTP padi dan palawija 133,63%. Pimpinan daerah Lampung tak setuju impor beras karena bisa membanjirkan beras murah di Lampung sehingga menjatuhkan harga beras petani sehingga petani dirugikan (www.lampungpost.com).
E. Solusi Meningkatkan Ketahanan Pangan Negara

Berikut adalah solusi yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan Negara antara lain:

Mengupayakan peran BULOG Mengkaji kemungkinan dipisahkannya badan ketahanan pangan nasional dari Meningkatkan efektivitas dewan ketahanan pangan di tingkat kabupaten/kota Mengubah fokus departemen pertanian dari mendorong peningkatan produksi Menurunkan biaya raskin (downscale raskin) Memikirkan kembali kebijakan stabilisasi harga beras Mendukung dan menerapkan peningkatan gizi pada bahan makanan pokok Fokuskan kembali perhatian pada program makanan tambahan

kementrian pertanian

ke perluasan teknologi dan penciptaan diversifikasi


Dari solusi diatas diharapkan ketahanan pangan negara dapat meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional. Sebagai negara agraris dan kelautan Indonesia sudah selayaknya dapat memaksimalkan potensi yang ada untuk meningkatkan kualitas Negara Indonesia itu sendiri terutama dalam bidang ketahanan pangan sehingga permasalahan atau kerusuhan sosial baik yang disebabkan oleh bidang ketahanan pangan baik dampaknya bagi ketahanan pangan itu sendiri dapat diatasi secara tepat.

Referensi Anonim. 2010. Tantangan menuju ketahanan pangan. [online] http://sosbud.kompasiana. com /2010/01/09/tantangan-menuju-ketahanan-pangan/. Diakses pada 25 Februari 2012. Galih, nugruho. 2009. Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia Berbasis Sumber Daya Lokal. 2012. Giewahyudi.2011.Kasus Impor Daging Berjanggut. [online] http://giewahyudi.com/kasusimpor-daging-berjanggut/. Diakses pada 03 Maret 2012 Indonesia policy briefs. 2005. Pangan untuk Indonesia. [online] http://pse.litbang.deptan. go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_IV_15.pdf. Diakses pada 25 Februari 2012. Pellokila, jappy. 2009. Kekerasan dan kerusuhan sosial. [online] http://www.jappy.8m.net/ whats_new.html. Diakses pada 25 Februari 2012. Suhana. 2011. Negara Kelautan Pengimpor 1,8 Juta Ton Garam. [online] [online]http://nugrohogalih.wordpress.com/2009/02/06/meningkatkanketahanan-pangan-indonesia-berbasis-sumber-daya-lokal/. Diakses pada 25 Februari

http://www.sinarharapan.co.id/content/read/negara-kelautan-pengimpor-18-jutaton-garam/. Diakses pada 03 Maret 2012 Wijaya, bambang eka. 2012. Konflik Pusat-Daerah, Kasus Beras Lampung!

[online]http://www.lampungpost.com/buras/25417-konflik-pusat-daerah-kasus-beraslampung.html. Diakses pada 03 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai