Anda di halaman 1dari 11

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kebun raya Purwodadi didirikan pada tanggal 30 Januari 1941 oleh Dr. L.G.M. Baas Becking atas prakarsa Dr. D.F. Van Slooten. Kebun ini merupakan salah satu dari tiga cabang Kebun Raya Indonesia (Kebun Raya Bogor) yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi spesifik. Kedua cabang lainnya adalah Kebun Raya Cibodas dan Kebun Raya Eka Karya Bali. Pengelolaan seluruh Kebun Raya ini berada di bawah tanggung jawab Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Mula-mula kebun ini dipergunakan untuk kegiatan penelitian tanaman perkebunan. Kemudian pada tahun 1954 mulai diterapkan dasar-dasar

perkebunrayaan yaitu dengan dimulainya pembuatan petak-petak tanaman koleksi. Sejak tahun 1980 sebagian tanaman ditata kembali menurut kelompok suku yang menganut klasifikasi sistem Engler dan Pranti. Dalam perkembangannya diharapkan Cabang Balai Kebun Raya Purwodadi akan menjadi pusat konservasi dan penelitihan tumbuhan iklim kering di daerah tropis. Dalam perkembangannya diharapkan Cabang Balai Kebun Raya Purwodadi akan menjadi pusat konservasi dan penelitihan tumbuhan iklim kering di daerah

tropis.Pengelolahan seluruh Kebun Raya ini berada dibawah tanggung jawab LIPI (Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia).Keadaan koleksi di kebun raya ini cukup banyak yang meliputi 174 suku/famili (dalam keadaan hidup), 908 marga/jenis, 1896 jenis/spesies, 10926 spesimen. Oleh karena itu perlu dilakukannya pengamatan untuk lebih memperkaya pengetahuan tentang tumbuhan untuk masyarakat umunya dan untuk mahasiswa program studi biologi khususnya. Tumbuhan paku (atau paku-pakuan, Pteridophyta atau Filicophyta), adalah satu divisio tumbuhan yang telah memiliki sistem pembuluh sejati (kormus) tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksinya. Kelompok tumbuhan ini masih menggunakan spora sebagai alat perbanyakan generatifnya, sama seperti lumut dan fungi. Tumbuhan paku (Pteridophyta) adalah divisi dari kingdom Plantae yang anggotanya memiliki akar, batang, dan daun sejati, serta memiliki pembuluh pengangkut. Tumbuhan paku sering disebut juga dengan kormofita berspora karena berkaitan dengan adanya akar, batang, daun sejati, serta bereproduksi aseksual dengan spora. Tumbuhan paku juga disebut sebagai tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) karena memiliki pembuluh pengangkut. Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000

(diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas, mungkin mengikuti perilaku moyangnya di zaman Karbon, yang juga dikenal sebagai masa keemasan tumbuhan paku karena merajai hutan-hutan di bumi. Serasah hutan tumbuhan pada zaman ini yang memfosil sekarang ditambang orang sebagai batu bara. Berdasarkan fakta-fakta di atas, dianggap perlu bagi kita untuk mengetahui beberapa spesies dari sekian banyak spesies yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melakukan kegiatan lapangan ini. Kegiatan lapangan ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memperkaya diri dari materi kuliah taksonomi tumbuhan yang telah diperoleh di kampus. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana morfologi atau ciri-ciri dari beberapa spesies tumbuhan paku (Pteridophyta)? 2. Bagaimanakah klasifikasi dari beberapa spesies tumbuhan paku (Pteridophyta)? 3. Apakah manfaat dari tumbuhan paku (Pteridophyta)? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui morfologi atau ciri-ciri dari beberapa spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari beberapa spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) 3. Untuk mengetahui manfaat dari tumbuhan paku (Pteridophyta) 1.4 Manfaat Penulisan Dengan penulisan ini diharapkan agar pembaca memiliki pengetahuan dan dapat memahami tentang macam-macam manfaat yang terkandung dalam beberapa spesies tumbuhan paku (Pteridophyta). Selain itu, diharapkan pembaca dapat memanfaatkan tumbuhan paku (Pteridophyta) dengan benar agar dapat berguna bagi kehidupan manusia.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan

paku

merupakan

suatu

divisi

yang

warganya

telah

jelas

mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokoknya, yaitu akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan paku belum dihasilkan biji. Seperti warga divisi - divisi yang telah dibicarakan sebelumnya, alat perkembang - biakan tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu, sementara ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok saja yng diberi nama Cryptogamae dan phanerogamae. Cryptogamae (tumbuhan spora) meliputi yang sekarang kita sebut dibawah nama Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Nama Cryptogamae diberikan atas dasar cara perkawinan (Alat-alat perkawinannya) yang tersembunyi (Cryptos-tersembunyi, gamos-kawin), berbeda dengan Phanerogamae (Tumbuhan biji) yang cara perkawinannya tampak jelas (yang dimaksud disini sebenarnya adalah penyerbukan yang lebih dulu diketahui daripada peristiwa-peristiwa seksual yang terjadi pada golongan tumbuhan yang tidak berbiji). Warga tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun

cara hidupnya, lebih-lebih bila diperhitungkan pula jenis paku yang telah punah. Ada jenisjenis paku yang sangat kecil dengan daun-daun yang kecil-kecil pula dengan struktur yang masih sederhana, ada pula yang besar dengan daun-daun yang mencapai ukuran panjang sampai 2 m atau lebih dengan struktur yang rumit. Tumbuhan paku purba ada yang mencapai tinggi sampai 30 m dengan garis tengah batang sampai 2 m, dari segi cara hidupnya ada jenis-jenis paku yang hidup teresterial (paku tanah), ada paku epifit, dan ada paku air. Dimasa yang silam (jutaan tahun yang lalu), hutan-hutan di bumi kita terutama tersusun atas warga tumbuhan paku yang berupa pohon-pohon yang tinggi besar, dan kita kenal sisa-sisanya sekarang sebagai batu bara. Jenis-jenis yang sekarang ada jumlahnya relative kecil (lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah warga divisi lainnya) dapat dianggap sebagai relik (peninggalan) suatu kelompok tumbuhan yang dimasa jayanya pernah pula merajai bumi kita ini, yaitu dalam zaman paku (Palaeozoicum). Jenis-jenis yang sekarang masih ada sebagian sebagian besar bersifat higrofit. Mereka lebih menyukai tempat-tempat yang teduh dengan derajat kelembaban yang tinggi, paling besar mencapai ukuran tinggi beberapa meter saja, seperti terdapat pada marga Cyathea dan Alsophila, yang warganya masih berhabitus pohon dan kita kenal antara lain di Indonesia sebagai paku tiang. Seperti pada Bryophyta, pada Pteridophyta pun terdapat daur kehidupan

yang menunjukkan adanya dua keturunan yang bergiliran. Gametofitnya mempunyai beberapa perbedaan dengan gametofit lumut, walaupun sama-sama terdiri atas sel-sel yang haploid. Gametofit pada tumbuhan paku dinamakan protalium, dan protalium ini hanya berumur beberapa minggu saja. Besarnya paling banyak hanya beberapa cm saja, bentuknya menyerupai thallus hepaticae. Umumnya protalium itu berbentuk jantung, berwarna hijau dan melekat pada substratnya dengan rhizoid-rhizoid. Padanya terdapat anteridium (biasanya pada bagian yang sempit) dan arkegonium (dekat dengan lekukan bagian yang melebar). Pembuahan hanya dapat berlangsung jika ada air. Baik

anteridium maupun arkegonium terdapat pada sisi bawah protalium di antara rhizoidrhizoidnya. Sehabis pembuahan, dari zigot tumbuh keturunan yang diploid, yaitu

sporofitnya. Pada tumbuhan paku sporofit ini sama sekali berbeda dengan sporofit lumut. Pada tumbuhan paku biasanya protalium lalu binasa, akan tetapi jika tidak terjadi pembuahan, protalium itu dapat bertahan sampai lama. Sporofit itulah yang pada Pteridophyta menjadi tumbuhan paku yang tubuhnya telah dapat dibedakan dalam akar, batang dan daun. Hal ini disebabkan, karena zigot tumbuhan paku yang sekarang masih hidup itu, segera pada permulaan perkembangannya selain haustorium lalu

memisahkan sel-sel calon akar, batang dan daun (Gembong, 2003). Adanya akar merupakan sifat yang karakteristik bagi Pteridophyta dan

Spermatophyta, oleh sebab itu dunia tumbuhan sering juga dibedakan dalam dua golongan yaitu : Rhizophyta (tumbuhan akar) yang terdiri atas Pteridophyta dan Spermatophyta Arhizophyta ( tumbuhan tak berakar ) yang terdiri atas Scizophyta, Thallophyta dan Bryophyta. Menurut poros bujurnya, pada embrio tumbuhan paku telah dapat dibedakan dua kutub, atas dan bawah. Kutub atas akan berkembang membentuk tunas (Batang beserta daundaunnya). Kutub bawah, yang letaknya berlawanan dengan ujung tunas dapat juga kita namakan kutub akar. Tetapi hanya pada spermatophyte saja yang akarnya merupakan perkembangan lanjutan kutub akarnya. Pada Pteridophyta kutub akar tidak terus berkembang membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh ke samping dari batang. Jadi embrio Pteridophyta tidak bipolar seperti pada spermatophyte, tetapi unipolar, karena hanya satu kutub saja yang berkembang, akar yang keluar pertamatama itu tidak dominant, melainkan segera disusul oleh akar - akar lain yang semuanya muncul dari batang. Peristiwa pembentukan akar - akar dari batang yang semua tumbuh ke samping itu dinamakan homorizi, sedang pembentukan akar-akar yang benar-benar dari kutub akar seperti terdapat pada Spermatophyta itu dinamakan alorizi. Ketiga bagian utama tubuh Pteridophyta itu mempunyai titik tumbuh yang hanya terdiri atas satu sel inisial yang terletak di ujung. Batang Pteridophyta bercabang-cabang menggarpu ( dikotom ) atau jika membentuk cabang-cabang ke samping, cabang-cabang baru itu tidak pernah keluar dari ketiak daun. Pada batang Pteridophyta terdapat banyak daun, yang dapat tumbuh terus sampai lama. Akar mempunyai kaliptra. Epidermis bagian-bagian yang ada diatas tanah mempunyai lapisan kutikula dan mulut- mulut kulit. Daun-daunnya, lebih-lebih pada yang tinggi tingkat

perkembangannya, mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan daun-daun Spermatophyta. Dalam akar, batang dan daun telah terdapat jaringan pengangkut yang tersusun atas bagian floem dan xylem, yang belum terdapat pada tumbuhan lain yang lebih rendah

tingkat perkembangannya, sebagai jalan pengangkut air telah terdapat trakea (kecuali pada Pteridium), Berkas-berkas pengangkut itu umumnya tersusun konsentris amfikribal

(xylem di tengah dikelilingi oleh floem), dan dalam batang sering kali terdapat lebih dari satu berkas pengangkut. Berkas pengangkut dengan susunan lain pun dapat kita jumpai. Adanya trakeida, dan berkayunya dinding-dinding trakeida, menambah kekuatan untuk mendukung tunas-tunas, sehingga tumbuhan paku, berlainan dengan lumut, telah berkembang menjadi tumbuhan darat dengan batang yang telah bercabang-cabang dan seringkali telah terbentuk pohon seperti kita lihat pada paku tiang (Alsophila). Pertumbuhan menebal sekunder karena kegiatan cambium pada tumbuhan yang masih hidup belum ada, dan bila ada hal itu merupakan perkecualian yang besar, dan kegiatannya masih sangat lemah. Anehnya, pada tumbuhan paku yang telah punah (isoetes), telah ditemukan adanya kegiatan cambium. Sporofit tumbuhan paku telah mempunyai kormus yang sungguh, oleh sebab itu bersama dengan

spermatophyte, Pteridophyta telah tergolong dalam Cormophyta sejati. Sporangium dan sporanya terbentuk pada daun, kadang - kadang dalam ketiak, dan hanya pada yang rendah tingkatnya saja (Psilophytinae) sporangium langsung terbentuk pada ujung tunas. Daun - daun yang mempunyai sporangium dinamakan sporofil. Kadangkadang daun-daun paku yang fertile (sporofil) itu mempunyai bentuk yang berlainan dengan daun- daun yang steril yang melulu untuk asimilasi. Sebagai lawan sporofil, daun daun steril itu dinamakan tropofil. Seringkali sporofil terkumpul merupakan suatu organ dengan struktur khusus yang homolog dan analog dengan bunga. Tetapi nama bunga bagi suatu alat yang homolog dengan kumpulan sporofil dan terdapat pada

spermatophyte belum digunakan. Untuk kepentingan penyebaran spora, sporofil terdapat agak jauh dari permukaan tanah. Sporangium tumbuhan paku mempunyai lapisan - lapisan dinding yang menyelubungi jaringan sporogen. Sel-sel sporogen itu membulat, memisahkan diri satu sama lain menjadi sel-sel induk spora yang haploid dan seringkali tetap bergandengan merupakan suatu tetraeder (Gembong,2008). Pada hampir semua Pteridophyta, di sekeliling jaringan sporogen terdapat lapisan sel-sel yang mengandung banyak plasma, dan sel-sel tersebut berguna untuk memberi makanan kepada sel-sel sporogen. Sel-sel itu seringkali membentuk lebih dari satu lapisan dan dinamakan tapetum. Tapetum menumpahkan isi selnya ke dalam ruang jaringan sporogen atau dindingnya terlarut sehingga plasma melumuri sel-sel induk spora; plasma ini dinamakan periplasmodium. Inti periplasmodium dapat bertambah banyak dengan pembelahan amitosis. Periplasmodium muda yang mulai membebaskan diri masuk diantara spora-spora

dari hubungannya sebagai tetrade, memberi

makan kepada spora itu, dan ikut mengambil bagian pada pembentukan dinding spora sampai

habis terpakai. Spora yang muda pertama-tama mempunyai dinding tebal dan kuat yang disebut dengan eksosporium. Menempel di sebelah dalamnya terdapat suatu dinding tipis dari selulosa yang sering dinamakan endosporium. Seringkali pada endosporium itu oleh periplasmodium ditambahkan lapisan luar yang sering di sebut dengan

perisporium, yang bermacam-macam bentuknya. Dengan demikian spora itu mempunyai tiga lapisan dinding, yaitu berturut-turut dari luar ke dalam perisporium, eksosporium dan endosporium. Spora hampir selalu tidak mengandung klorofil, tetapi seringkali berwarna agak pirang karena mengandung korotenoid. Pada kebanyakan tumbuhan paku (filicinae), sporanya mempunyai sifat-sifat yang sama, dan setelah berkecambah akan menghasilkan suatu protalium yang mempunyai anteridium maupun arkegonium. Jenis-jenis paku yang menghasilkan spora yang berumah satu dan sama besar itu dinamakan paku homospor atau isospor. Pada golongan tumbuhan paku lainnya (selaginellales, Hydropteridales) protaliumnya tidak sama besar dan berumah dua. Pemisahan jenis kelamin telah terjadi pada pembentukan spora, yang selain berbeda jenis kelaminnya pun berbeda ukurannya. Yang besar, mengandung banyak makanan cadangan dinamakan makrospora atau megaspora, dan terbentuk dalam makro atau megasporangium, dan pada waktu perkecambahan tumbuh menjadi protalium yang agak besar yang

mempunyai arkegonium. Protalium ini dinamakan Makroprotalium atau protalium betina. Yang kecil dinamakan mikrospora dan dihasilkan dalam microsporangium.

Mikrospora akan tumbuh menjadi mikroprotalium atau protalium jantan. Padanya terdapat anteridium. Selain jenis-jenis paku homospor dan heterospor, ada pula jenis-jenis paku yang sporangiumnya menghasilkan spora yang sama besar, tetapi berbeda jenis kelaminnya. Tumbuhan paku dengan sifat demikian itu dianggap sebagai bentuk peralihan antara yang isospor dan yang heterospor. Berdasarkan sifat sporanya, Pteridophyta dapat dibedakan dalam yang isospor, yang heterospor, dan yang berbentuk peralihan, akan tetapi pembagian ini tidak mencerminkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Dalam taksonomi, Ciri - ciri tumbuhan paku Memiliki 4 struktur penting,yaitu lapisan pelindung sel (jaket steril) yang

terdapat disekeliling organ reproduksi, embrio multiseluler yang terdapat dalam arkegonium, kutikula pada bagian luar , dan yang paling penting adalah sistem transport internal yang mengangkut air dan zat makanan dari dalam tanah. Sistem transport ini sama baiknya tinggi. Struktur tubuh 1) Akar Bersifat seperti akar serabut, ujungnya dilindungi kaliptra yang terdiri atas sel-sel yang dapat dibedakan dengan sel - sel akarnya sendiri. 2) Batang Pada sebagian jenis tumbuhan paku tidak tampak karena terdapat di dalam tanah berupa rimbang, mungkin menjalar atau sedikit tegak. Jika muncul di atas permukaan tanah, batangnya sangat pendek sekitar 0,5 m. akan tetapi ada batang beberapa jenis tumbuhan paku seperti paku pohon /paku tiang yang panjangnya mencapai 5 m dan kadang - kadang bercabang misalnya: Alsophilla dan Cyathea. 3) Daun Daun selalu melingkar dan menggulung pada usia muda. Berdasarkan bentuk ukuran dan susunanya, daun paku dibedakan antara epidermis, daging daun, dan tulang daun. a) Mikrofil Daun ini berbentuk kecil - kecil seperti rambut atau sisik, tidak bertangkai dan tidak bertulang daun, belum memperlihatkan diferensiasi sel, dan tidak dapat dibedakan antara epidermis, daging daun dan tulang daun. b) Makrofil Merupakan daun yang bentuknya besar, bertangkai dan bertulang daun, serta bercabang-cabang. Sel-sel penyusunnya telah memperlihatkan diferensiasi, yaitu dapat dibedakan antara jaringan tiang, jaringan bunga karang, tulang daun, serta stomata (mulut daun). Daun paku tumbuh dari percabangan tulang daun yang disebut frond, dan keseluruhan daun dalam satu tangkai daun disebut pinna. Jika diperhatikan pada permukaan bagian daun (frond) terdapat bentuk berupa titik-titik hitam yang disebut sorus, dalam sorus terdapat kumpulan sporangia yang merupakan tempat atau wadah dari seperti pengorganisasian transport air dan zat makanan pada tumbuhan tingkat

spora. Gambar dibawah ini menunjukkan sporangia yang tergabung dalam struktur sorus (jamak sori).

Gambar. Susunan Sporangium dan Bagian-bagian Tumbuhan Paku Daun paku memiliki sorus (sori), daun paku yang memiliki sorus merupakan daun fertil yang disebut daun sporofil, daun paku yang tidak memiliki sorus disebut daun steril. Daun ini banyak mengandung klorofil dan banyak dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Daun ini disebut daun tropofil (Bendre & Kumar,2009). Ditinjau dari fungsinya , daun tumbuhan paku dibedakan atas: 1. Tropofil Merupakan daun yang khusus untuk fotosintesis. 2. Sporofil Daun ini berfungsi untuk menghasilkan spora. Tetapi daun ini juga dapat

melakukan fotosintesis, sehingga disebut pula sebagai troposporofil. Adapun struktur sorus adalah bagian luar dari sorus berbentuk selaput tipis yang disebut indusium. Bagian dalam sorus terdapat kumpulan sporangium didalamnya berisi ribuan spora. Jika daun sporofil (daun fertil) diletakkan di atas permukaan kertas polos, maka bentuk spora akan terlihat seperti serbuk bedak berwarna hitam, coklat, kemerahan,

kuning atau hijau tergantung jenis tumbuhan pakunya. Masing- masing spora akan tumbuh menjadi paku dewasa melalui proses yang kompleks.

Reproduksi Reproduksi tumbuhan ini dapat secara aseksual (vegetative), yakni dengan stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora. Reproduksi secara seksual (generative) melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh alat-alat kelamin (gametogonium). Gametogonium

jantan (anteredium) menghasilkan spermatozoid dan gametogonium betina menghasilkan sel telur (ovum).seperti halnya tumbuhan lumut , tumbuhan paku mengalami metagenesis (pergiliran keturunan) (Simpson, 1953).

Gambar 15. Siklus hidup Paku Sejati Ditinjau dari macam spora yang dihasilkan , tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi tiga golongan seperti berikut ini: 1) Paku Homospora (isospora) Menghasilkan satu jenis spora , misalnya Lycopodium (paku kawat). Spora dari paku ini dikenal sebagai 'lycopodium powder' yang dapat meledak di udara apabila terkumpul dalam jumlah cukup banyak dan pada jaman dulu digunakan sebagai lampu kilat untuk pemotretan. 2) Paku Heterospora Menghasilkan dua jenis spora yanhg berlainan; yaitu mikrospora berkelamin jantan dan makrospora (mega spora) berkelamin betina, misalnya : Marsilea (semanggi), Selaginella (paku rane). 3) Paku Peralihan Paku ini merupakan peralihan antara homospora dengan heterospora, yaitu paku yang menghasilkan spora yang bentuk dan ukurannya sama tetapi berbeda jenis kelaminnya, satu berjenis kelamin jantan dan lainnya berjenis kelamin betina, misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda). Berdasarkan sifat sporanya, Pteridophyta dapat dibedakan dalam yang isospor, yang heterospor, dan yang berbentuk peralihan, akan tetapi pembagian ini tidak

mencerminkan jauh dekatnya hubungan kekerabatan (Anonim, 2012). Dalam taksonomi, Pteridophyta termasuk juga yang telah punah, dibedakan dalam beberapa kelas yaitu: 1. Kelas : Psilophytinae (Paku Purba) 2. Kelas : Lycopodiinae (Paku rambat atau paku kawat)

3. Kelas : Equisetinae (Paku ekor kuda) 4. Kelas : Filicinae (Paku sejati)

Anda mungkin juga menyukai