Anda di halaman 1dari 11

OPTIMASI SINTESIS FOSFOLIPID TERSTRUKTUR TINGGI EPA OLEH LIPASE Rhizomucor miehei ANTARA KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3

DARI MINYAK HASIL SAMPING PENEPUNGAN LEMURU DAN FOSFOLIPID KEDELAI VARIETAS ANJASMORO OPTIMIZED OF EPA HIGH-STRUCTURED PHOSPHOLIPIDS SYNTHESIS BY Rhizomucor miehei LIPASE BETWEEN OMEGA-3 FATTY ACID CONCENTRATE FROM THE BY PRODUCT OF LEMURU POWDERING AND THE PHOSPHOLIPIDS OF ANJASMORO VARIETY SOYBEAN Arya Ulilalbab1, Teti Estiasih2 Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya ABSTRACT Phospholipids are used as the emulsifier in the food industries such as milk, yoghurt, ice cream, chocolate, and others. Fat acid concentrate as the byproduct oil of the lemuru fish meal processing, with the content of 28,36% EPA and 23,38% DHA. This research was conducted by Response Surface Method using Centralized Composite Design consisting of three variable, these are concentrate high EPA:phospholipids (2,5:1, 3,5:1, 4,5:1), concentration of enzyme (10%, 20%, 30%) and reaction time (18 hours, 24 hours, 30 hours). The expected response was the high EPA contains in the structured phospholipids. The response in this research was characterized by its linear nature and its equation was xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx. From the equation, the optimum point of each variable with the highest EPA content of the structure phospholipids was as followed : the ratio of EPA-high omega-3 concentrate to phospholipids of xxx; concentration of enzyme xxxxxxxx; reaction time of xxxx hours. EPA response was predicted to 22,81%, while the actual response was 24,36%. From the analysis of variance, it was found that quadratic of the ratio EPA-high omega-3 concentrate to phospholipids and quadratic of the reaction time had was significant effect on the response. The best EPA high-structured phospholipids had characteristic followed : xxx % HI; xxxx % TI; xxxx % AI; xxxx % acid number; xxxxx meq/kg peroxide number; and xxxxx HLB. Keywords: phospholipids, EPA, structured phospholipids 1. PENDAHULUAN

Asam lemak rantai panjang omega-3 yang ditemukan pada minyak ikan bisa dimanfaatkan untuk mengurangi resiko penyakit jantung, stroke, menlarutkan kolesterol dalam darah dan mempertahankan kinerja dari otak dan sistem syaraf. Pada temuan lain juga dijumpai bahwa suplementasi minyak ikan dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi resiko penyumbatan pembuluh darah dan dapat mengurangi tekanan jantung yang tidak beraturan (Wang et al., 2004). Pada pembuatan minyak kedelai dihasilkan lesitin sebagai hasil samping proses water degumming. Untuk meningkatkan nilai fungsional lesitin, maka dilakukanlah modifikasi gugus asil yaitu menggantinya dengan gugus asam lemak omega-3 secara asidolisis menghasilkan fosfolipid terstruktur. Donor asam lemak baru pada kerangka fosfolipid adalah jenis asam lemak omega-3 rantai panjang, yaitu EPA dan DHA (Haraldsson and Thorarensen, 1999; Peng et al., 2002; Lyberg et al., 2005; Vikbjerg et al., 2007). Salah satu sumber asam lemak omega3 yang potensial yaitu ikan lemuru. Minyak hasil samping penepungan lemuru dengan metode kristalisasi urea mengandung asam lemak omega-3 sebesar 57,9% yang terdiri

dari DHA 22,8% dan EPA 35,10% (Hendrasaputra, 2008). Pada penelitian ini asam lemak omega-3 diperoleh dari minyak hasil samping penepungan lemuru yang diproses menggunakan metode kristalisasi pelarut suhu rendah, diperkirakan mempunyai kandungan asam lemak omega-3 yang tinggi. Alasan penggunaan metode ini dikarenakan lebih aman dibandingkan kristalisasi urea yang menghasilkan senyawa berbahaya berupa metil karbamat. Pada penelitian sebelumnya, penggunaan lipase Rhizomucor miehei telah terbukti efektif dalam strukturisasi fosfatidilkolin dengan EPA dan DHA (Haraldsson and Thorarensen, 1999). Namun sampai saat ini belum diketahui perihal optimalisasi sintesis fosfolipid tinggi EPA dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru pada fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro dengan perlakuan perbandingan konsentrat asam lemak omega-3 dan fosfolipid, konsentrasi enzim, dan lama reaksi. 2. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan baku yang digunakan adalah fosfolipid kasar kedelai varietas Anjasmoro, minyak hasil samping penepungan ikan lemuru didapat dari PT. Sumber Yala

Samudera, Muncar pada tanggal 30 April 2011, enzim lipase Rhizomucor miehei (aktivitas >20,000 U/g) dari Sigma-Aldrich. Bahan kimia yang digunakan adalah standar fosfolipid(fosfatidilkolin,fosfatodiletanolamin, fosfatidilinositol, asam fosfatidat) dari SigmaAldrich, BF3-metanol 14% dari SigmaAldrich, metilenklorida, NaOH, Na2EDTA, benzena, KOH, HCl (Merck), aseton, toluena , heksana, H2SO4, plat TLC (Silika gel G60 F254 sebagai absorben), ammonium sulfat, BaCl2, ammonium tiosianat, H2O2, ferrosulfat, metanol, etanol, aseton (teknis), kloroform, H2O, dry ice, dan gas N. Alat Peralatan yang digunakan yaitu shaker waterbath, stirrer, magnet stirrer, kapsul magnetic stirer, vortex, sentrifuse dingin, sentrifuse, tabung sentrifuse 15 ml, tabung sentrifuse 50 ml, timbangan digital (Den ver M-310), kromatografi gas (Shimadzu), TLC scanner (Shimadzu), spektofotometer (LaboMed, inc), TLC development tank, oven listrik, lampu UV, glassware (gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, beaker glass, spatula kaca, pipet volume), mikropipet 1 ml, mikrotip, bola hisap, pipet tetes, botol gelap, ice box, tupperware, spatula besi, buret, syringe, chamber, labu pemisah, freezer, dan rotary evaporator. Metode Penelitian Penelitian ini disusun dan dirancang dengan Rancangan Komposit Pusat Metode Permukaan Respon yang terdiri dari tiga variabel yaitu perbandingan konsentrat omega-3 dan fosfolipid kedelai (X1), konsentrasi enzim lipase (X2), dan lama reaksi (X3). Respon yang dioptimasi adalah kadar EPA dalam fosfolipid terstruktur yang dihasilkan. Tiga taraf faktor yang digunakan untuk Rancangan Komposit Pusat didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya, yaitu : X1: perbandingan konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA : fosfolipid = 2,5:1 ; 3,5:1 ; dan 4,5:1 X2: konsentrasi enzim lipase = 10% ; 20% ; 30% (b/b substrat)

X3: lama reaksi = 18 jam ; 24 jam ; 30 jam


Analisa data dilakukan dengan program Design Expert DX 8.0.6.1 (Trial Version). Dari hasil analisa data akan didapat kondisi optimum, yang selanjutnya dilakukan karakterisasi Aseton Insoluble, Hexane Insoluble, Toluene Insoluble (AOAC, 1989), bilangan asam (AOAC 969.17, 1996), bilangan peroksida (Adnan, 1997),

Hydrophilic-Lipophilic Balance, komposisi asam lemak pada fosfolipid (Cristie, 2002), profil asam lemak (Park and Goins, 1994), profil fosfolipid (Nzai and Proctor, 1998). Proses Ekstraksi Minyak dari Kedelai dengan Press Hidrolik 1. Kedelai dibersihkan dari kotoran, selanjutnya dipisahkan dari kulitnya. 2. Dilakukan pemanasan dengan oven suhu 80oC selama 30 menit. 3. Pengepresan dengan press hidrolik tekanan tekanan 1,5 x 107, selama 10 menit. Dihasilkan minyak kedelai. Proses Pembuatan Fosfolipid Kedelai 1. Minyak kedelai ditimbang, dilakukan penambahan air panas suhu 60oC sebanyak 3% (v/v). 2. Campuran minyak dan air dipanaskan suhu 60oC dan agitasi selama 30 menit. 3. Dilakukan pemisahan sentrifuge 3000rpm, 15 menit. 4. Gum yang dihasilkan dipurifikasi menggunakan aseton dan diperoleh fosfolipid kasar kedelai. Proses Pembuatan Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA 1. Proses pertama yang dilakukan adalah melakukan saponifikasi minyak hasil samping penepungan ikan lemuru. Dari proses ini akan dihasilkan asam lemak bebas. 2. Asam lemak bebas yang dihasilkan dilakukan pelarutan dengan menggunakan aseton dengan perbandingan 1:6 (b/v) 3. Inkubasi pada suhu -40C selama 24 jam. 4. Penyaringan kristal-kristal pada suhu rendah, selanjutnya fase minyak dan pelarut cair di evaporasi vakum dan akan dihasilkan konsentrat asam lemak omega3 tinggi EPA. Proses Asidolisis Enzimatis Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA 1. Penimbangan rasio antara fosfolipid kedelai: konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA (sesuai perlakuan). 2. Pencampuran pada tabung reaksi tertutup, dan dilakukan penambahan enzim lipase R. miehei (sesuai perlakuan), aquades 10% (b/v) dan 3 ml heksana. 3. Inkubasi pada waterbath kecepatan 300 rpm suhu 40oC, lama reaksi (sesuai perlakuan). 4. Sentrifuge 3000 rpm, 15 menit. Selanjutnya dilakukan pencucian 1 ml heksana dan dihasilkan fosfolipid terstruktur tinggi EPA.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Konsentart Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA dari Minyak Hasil Samping Penepungan Lemuru Kadar konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru menggunakan metode kristalisasi pelarut suhu rendah memiliki kadar EPA 28,36% dan kadar DHA 23,38%. Pada kristalisasi urea, kadar EPA minyak hasil samping penepungan lemuru sebesar 35,1% sedangkan DHA 22,8% (Hendrasaputra, 2008). Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa minyak ikan lemuru memilki kadar EPA yang lebih tinggi dibandingkan kadar DHA (Hendrasaputra, 2008). Selain itu dapat disimpulkan bahwa teknik kristalisasi pelarut suhu rendah mampu menaikkan kadar asam lemak omega-3 sebesar 1,76 kali dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru. Hal ini karena selama kristalisasi berlangsung terjadi akumulasi asam lemak bebas omega-3 sehingga kadarnya dalam konsentrat lebih tinggi dibandingkan minyak ikan asal (Estiasih, 2009). Pada konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA masih ada asam lemak lain yang tidak terkristalkan pada tahapan kristalisasi pelarut suhu rendah. Hal ini dipengaruhi oleh viskositas, laju pendinginan serta laju agitasi. Laju pendinginan dapat mempengaruhi kadar asam lemak omega-3 tinggi EPA yang dihasilkan, untuk proses pendinginan yang terlalu lambat dapat menghasilkan inti kristal yang sedikit sehingga pembentukan inti kristal sekunder lainnya akan terhambat. Pada minyak hasil samping penepungan ikan lemuru tinggi asam lemak jenuh sedangkan pada konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA tinggi akan asam lemak tidak jenuh. Diketahui bahwa asam lemak jenuh yang awalnya terdapat dalam minyak hasil samping penepungan ikan lemuru mengalami penurunan presentase akibat proses kristalisasi pelarut suhu rendah. Menurut Estiasih (2009), pada suhu rendah asam lemak jenuh mengkristal, sedangkan asam lemak tak jenuh tetap cair dan berada di dalam pelarut. 3.2 Fosfolipid Kedelai Varietas Anjasmoro Fofolipid kedelai varietas Anjasmoro dihasilkan dari proses water degumming, proses ini dilakukan dengan menambahkan air 3% selanjutnya dipanaskan pada suhu 60oC

selama 30 menit. Setelah dilakukan proses tersebut fosfolipid yang dihasilkan dimurnikan menggunakan aseton, proses pemurnian dilakukan sebanyak 6 kali. Randemen fosfolipid yang dihasilkan sebesar 0,294%. Didapatkan empat jenis penyusun fraksi fosfolipid pada hasil analisa jenis fosfolipid pada kedelai varietas Anjasmoro, antara lain phosphatidilkolin, phosphatidilinositol, phosphatidiletanolamin dan asam phosphatida. Pada masing-masing fraksi tersebut diketahui asam oleat adalah penyusun paling dominan. Berbeda dengan penelitian Kurniawati (2011) yang menyatakan bahwa jenis asam lemak yang paling dominan pada fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro adalah asam linoleat. 3.3 Optimasi Sintesis Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA oleh Lipase Rhizomucor miehei Penentuan titik optimum yang diinginkan dalam analisis permukaan respon dengan rancangan komposit pusat, memerlukan daerah percobaan yang berada disekitar titik pusat. Sebelumnya ditentukan titik pusat percobaan yang diduga awal sebagai titik optimum proses. Penentuan titik pusat tersebut didasarkan pada pendekatan proses penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maulana (2011), yaitu proses asidolisis enzimatis pada sintesis fosfolipid terstruktur dari lesitin komersial dan asam lemak omega3 dari ikan tuna. Dalam penelitian tersebut dikaji dua faktor yaitu lama reaksi (jam) dan konsentrasi enzim (%). Pada penelitian ini digunakan tiga faktor yaitu rasio antara fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA, konsentrasi enzim (%) dan lama reaksi (jam). Berdasarkan penelitian Maulana (2011), lama reaksi yang berlebih akan menurunkan tingkat inkoporasi DHA pada fosfolipid. Hal ini kemungkinan juga akan terjadi pada inkoorporasi EPA pada fosfolipid. Pada penelitian Maulana (2011) didapat perlakuan terbaik dari perlakuan lama reaksi 18 jam dengan 30% konsentrasi enzim dengan kadar DHA dan EPA fosfolipid terstruktur adalah 127 mg/g dan presentase terhadap asam lemak lain yang juga tergolong tinggi yaitu 51,04%. Data respon kadar EPA yang diperoleh digunakan dalam analisis statistika untuk mengoptimasi variable proses. Prediksi persamaan yang sesuai diperoleh dengan

bantuan program Design Expert DX 8.0.6.1 (Trial Version). Tabel 1. Data Respon Kadar EPA Hasil Rancangan Komposit Pusat
Variabel Sebenarnya No Rasio Konsentrat Asam Lemak Omega-3 tinggi EPA : Fosfolipid 2,5:1 2,5:1 2,5:1 2,5:1 4,5:1 4,5:1 4,5:1 4,5:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 1,818:1 5,182:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 3,5:1 Variabel Terkode Kadar EPA (%)

Konsentrasi Enzim (% terhadap berat substrat) 10 10 30 30 10 10 30 30 20 20 20 20 20 20 20 20 3,18 36,82 20 20

Lama Reaksi (Jam) 18 30 18 30 18 30 18 30 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 13,908 34,092

X1

X2

X3

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.. 17. 18. 19. 20.

-1 -1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 -1,682 +1,682 0 0 0 0

-1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1,682 +1,682 0 0

-1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1,682 +1,682

3.3.1 Analisis Pemilihan Model Statistik Analisis pemilihan model statistik yang diperoleh. Perhitungan pemilihan model dilakukan untuk menentukan model statistik berdasarkan uraian jumlah kuadrat dapat yang paling sesuai untuk menggambarkan dilihat pada Tabel 2. fenomena signifikasi dari hasil penelitian Tabel 2. Hasil Pemilihan Model Berdasarkan Uraian Jumlah Kuadrat
Sumber Keragaman Rata-rata vs total Linier vs rata-rata 2F1 vs linier Kuadratik vs 2FI Kubik vs Kuadratik Residual Jumlah Jumlah Kuadrat 7092,13 17,65 2,37 131,04 26,14 xxxxxxx 7318,05 db 1 3 3 3 4 6 20 Kudrat Tengah 7092,13 5,88 0,79 xxxxxx 6,53 8,12 365,90 F hitung xxxxxx 0,05 5,83 0,80 Nilai P Prob>F 0,7195 0,9846 0,0144 xxxxx Keterangan

Pada jenis perhitungan ini, model Proses pemilihan yang kedua adalah diterima jika nilai P bernilai kurang dari 5% berdasarkan pengujian ketidaktepatan model. (0,05) yang berarti bahwa model tersebut Hal ini karena suatu model dianggap tepat jika dapat menggambarkan pengaruh signifikan diuji ketidaktepatan model bersifat tidak nyata terhadap respon. Dari hasil pemilihan model secara statistik. Perhitungan hasil pemilihan berdasarkan uraian jumlah kuadrat model model berdasarkan pengujian ketidaktepatan yang disarankan adalah kuadratik. model disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pemilihan Model Berdasarkan Pengujian Ketidaktepatan Model
Sumber Keragaman Linier 2F1 Kuadratik Kubik Galat Jumlah Kuadrat 183,11 180,74 49,71 xxxxxx 25,16 db 11 xxx 5 1 5 Kudrat Tengah 16,65 22,59 9,94 xxxxxx 5,03 F hitung 3,31 4,49 1,98 4,68 Nilai P Prob>F xxxxxx 0,0574 0,2364 xxxxx Keterangan

Pada perhitungan ini model akan dapat diterima apabila nilai P adalah lebih dari 0,05 yang berarti ketidaktepatan model bersifat tidak signifikan terhadap respon. Dari hasil pemilihan model berdasarkan pengujian ketidaktepatan model yang disarankan adalah kuadratik. Proses pemilihan yang ketiga adalah berdasarkan ringkasan secara statistik.
Sumber Keragaman Linier 2F1 Kuadratik Kubik Standart Deviasi xxxxxx 3,98 2,74 2,85

Montgomery (2006), menyatakan bahwa penentuan model yang terbaik difokuskan pada nilai adjusted R2 dan predicted R2 yang maksimal. Selain itu, pemilihan model juga difokuskan pada nilai PRESS (Prediction Error Sum of Squares) yang paling minimal. Hasil analisa Model Summary Statistic disajikan pada Tabel 4

Tabel 4. Hasil Pemilihan Model Berdasarkan Ringkasan Model Secara Statistik


R2 0.0781 0,0886 xxxxx 0,7843 Adj-R2 -0,0947 xxxxxx 0,3704 0,3170 Predicted R2 -0,4328 -1,0773 -0,9862 xxxxxx PRESS Keterangan

Tabel 4 menunjukkan bahwa model yang disarankan adalah model kuadratik. Hal ini karena nilai adjusted-R2 dan predicted R2 maksimal dan nilai PRESS minimal.

Sedangkan hasil ragam ANOVA untuk respon EPA dengan model kuadratik dapat dilihat pada Tabel 5.
F Hitung 2,240 0,990 xxxxx 0,021 0,063 0,170 0,088 6,210 0,015 12,410 1,980 Nilai P Prob<F xxxxx 0,3431 0,2729 0,8882 0,8062 0,6926 0,7734 0,0318 0,9036 0,0055 0,2364

Tabel 5. Hasil Analisa Ragam ANOVA


Sumber Keragaman Model A B C AB AC BC A2 B2 C2 Sisa Lack of fit Galat murni Total Jumlah Kuadrat 151,05 7,41 10,08 0,16 0,48 1,24 0,66 46,52 xxxxxx 92,92 74,86 49,71 25,16 225,92 Db 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5 5 Kuadrat rerata 16,78 7,41 10,08 0,16 0,48 1,24 xxxxxxx 46,52 0,12 92,92 7,49 9,94 5,03 Keterangan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kuadratik dari rasio fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan lama reaksi berpengaruh signifikan terhadap respon karena nilai P Prob<F kurang dari 5%. Berdasarkan pengolahan data menggunakan program Design Expert 8.0.6.1 persaman model regresi linier terbentuk dari variabel X1, X2, dan X3 yang dibangun dari model terpilih dalam persamaan kode yaitu : Xxxxxxxxxxxxxxxxxxx . Dimana: X1 = rasio fosfolipid: konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA , X2 = konsentrasi enzim (%)(b/b substrat), X3 = lama reaksi (jam), Y = respon EPA.

1. Pengaruh

Rasio Fosfolipid:Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA dan Konsentrasi Enzim terhadap Respon EPA

Gambar 1. Hubungan rasio Fosfolipid: Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA dan Konsentrasi Enzim.
(1) (1)PICTURE

3.3.1 Pengaruh

Rasio Fosfolipid: Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA, Konsentrasi Enzim dan Lama Reaksi.

(2)PICTURE

Gambar 2. (1) Kontur plot, (2) Kurva permukaan respon rasio fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan lama reaksi terhadap respon kadar EPA Gambar 1. (1) Kontur plot, (2) Kurva permukaan respon rasio antara fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan konsentrasi enzim terhadap respon EPA

Gambar 1. menunjukkan bahwa pengaruh rasio fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA bersifat kuadratik, sedangkan konsentrasi enzim bersifat linier. Secara umum hubungan antara konsentrasi enzim dengan kadar EPA yaitu semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka tingkat inkoporasi EPA semakin meningkat. Hal ini dikarenakan enzim akan banyak menghidrolisis substrat dan pada keadaan kadar air rendah akan mensintesis EPA ke dalam struktur fosfolipid. Menurut Egger, et al., (1997) kecepatan reaksi asidolisis dapat terjadi karena adanya pengaruh perubahan polaritas atau viskositas pada campuran reaksi. Menurut Vikbjerg (2006) tingginya dosis enzim secara normal dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas penggabungan asam lemak ke dalam fosfolipid tetapi dari segi pertimbangan secara ekonomi dan terjadinya hambatan transfer massa dalam sistem reaksi, maka dosis enzim yang digunakan harus diatur sedemikian rupa.

Gambar 2. Menunjukkan bahwa rasio fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan lama reaksi bersifat kuadratik. Pada perbandingan rasio konsentrat : fosfolipid kedelai 3,77:1 dan lama reaksi 24,08 jam menunjukkan kondisi yang optimum. Menurut Elizabeth (1997), kecepatan reaksi bolak-balik antara reaksi hidrolisis dan esterifikasi juga ikut berperan dalam menentukan kebutuhan waktu reaksi. Selain adanya pengaruh dari bahan baku yang digunakan, penambahan jumlah air dalam proses sintesis juga mempengaruhi tingkat inkoporasi. Menurut Hariyadi (1995) aktivitas esterifikasi maksimum dari lipase R. miehei adalah pada penambahan kadar air awal 10% (b/b substrat), sedangkan penambahan kadar air awal hingga 50% dapat menurunkan aktivitas esterifikasinya sebesar 70%.

3. Pengaruh Rasio Konsentrasi Enzim dan


Lama Reaksi terhadap Respon EPA Gambar 3. menunjukkan hubungan antara konsentrasi enzim dan lama reaksi terhadap respon kadar EPA
(1)PICTURE

2. Pengaruh

Rasio Fosfolipid:Konsentrat Asam lemak Omega-3 Tinggi EPA dan Lama Reaksi terhadap Respon EPA Gambar 2. Menunjukkan hubungan antara fosfolipid:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan lama reaksi terhadap respon EPA
(1) PICTURE (1)

(2)PICTURE

Gambar 3. (1) Kontur plot, (2) Kurva permukaan respon konsentrasi enzim dan lama reaksi terhadap respon kadar EPA

PICTURE (2)
(2)

Gambar 3. menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi enzim bersifat linier sedangkan lama reaksi bersifat kuadratik terhadap respon kadar EPA. Semakin banyak penambahan enzim dengan lama reaksi tertentu, kadar EPA semakin meningkat sampai titik optimal. Semakin meningkat konsentrasi enzim, kadar EPA yang diperoleh akan menurun seiring dengan lamanya reaksi. Semakin banyak konsentrasi enzim menyebabkan kadar EPA meningkat, hal ini dikarenakan roses sintesis

merupakan reaksi satu tahap dimana reaksi hidrolisis dan esterifikasi berlangsung secara bolak-balik, sehingga dimungkinkan konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA yang telah tergabung dengan fosfolipid mengalami proses hidrolisis kembali. Penentuan Kondisi Optimum Titik optimum variabel fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dengan perbandingan antara 2,5:1-4,5:1. Titik optimum konsentrasi enzim diperkirakan 10-30%, sedangkan titik optimum lama reaksi diperkirakan berada pada titik 18-30 jam. Untuk mengetahui titik optimum dari masingmasing variabel secara tepat maka dilakukan analisis kanonik. Persamaan yang digunakan dalam analisis kanonik adalah persamaan dalam bentuk kode sebagai berikut : Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx X1 = rasio fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA, X2 = konsentrasi enzim (%), dan X3 = lama reaksi (jam), sedangkan Y sebagai respon EPA. Hasil perhitungan matriks kanonik menunjukkan level yang terbaik dari tiap variabel. Nilai variabel yang diperoleh dari rasio fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA (1:3,77), konsentrasi enzim 30% (b/b), dan lama reaksi sintesis 24,08 jam. Ketiga nilai tersebut digunakan sebagai perlakuan untuk mendapatkan fosfolipid terstruktur tinggi EPA. Menurut perhitungan matriks kanonik dari hasil persamaan, diperoleh prediksi kadar EPA pada fosfolipid terstruktur adalah 22,81%. 3.3.3 Verifikasi Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA Antara fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro dan konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dilakukan sintesis enzimatis oleh enzim lipase Rhizomucor miehei melalui reaksi asidolisis karena konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA banyak dalam bentuk asam lemak bebas sehingga akan bereaksi dengan ester dari fosfolipid kedelai.

Dari 20 perlakuan didapat kondisi terbaik yaitu rasio antara fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA xxxx, konsentrasi enzim xxx (b/b) dan lama reaksi xx jam. Dari perlakuan tersebut diduga menurut analisa respon permukaan, kadar EPA pada fosfolipid terstruktur xxx %. Namun dari hasil penelitian ini, kondisi optimum yang didapat xxx %.

3.4

Karakterisasi Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA

a. Asetone Insoluble (AI)


Hasil analisa mutu pada fosfolipid terstruktur tinggi EPA menunjukkan nilai Aceton Insoluble (AI) xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx b. Hexane Insoluble (HI) Hasil analisa mutu Hexane Insoluble (HI) pada fosfolipid terstruktur sebesar xxxxxxxxxxxxxx c. Toluene Insoluble (TI) Hasil analisa mutu Toluene Insoluble (TI) yaitu sebesar xxxxxxxxxxxxxx Dengan adanya penyisipan asam lemak tinggi EPA, maka nilai TI akan semakin meningkat. d. Bilangan Asam Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak yang ada dalam bahan minyak akibat reaksi hidrolisis ataupun pemanasan. Semakin tinggi bilangan asam maka semakin banyak minyak yang terhidrolisis. e. Bilangan Peroksida Hasil analisa bilangan peroksida fosfolipid terstruktur tinggi EPA yaitu xxxxxx mek/Kg. Hal ini menandakan bahwa fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro mampu menghambat terjadinya oksidasi primer. f. Profil Asam Lemak Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA Kadar EPA fosfolipid terstruktur yaitu xxxx, dan asam lemak yang paling tinggi adalah asam linoleat. Pada Tabel 6 disajikan perbandingan profil minyak hasil samping penepungan ikan lemuru, konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA, fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro, dan fosfolipid terstruktur tinggi EPA perlakuan terbaik.

Tabel 6. Perbandingan Profil Minyak Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru, Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA, Fosfolipid Kedelai varietas Anjasmoro, dan Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA
Asam Lemak Struktur Minyak Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (%) Konsentrat Asam Lemak Omega-3 Tinggi EPA(%) Fosfolipid Kedelai Varietas Anjasmoro (%) Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA (%)

27,90 13,97 13,24 0,55 2,20 15,87 2,10 13,58 29,45

3,33 19,57 15,68 2,79 1,90 28,36 23,38 51,74

26,97 1,05 11,86 48,64 5,26 -

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa komposisi asam lemak pada fosfolipid terstruktur tinggi EPA tidak hanya terdiri dari EPA dan DHA saja, tetapi memiliki banyak asam lemak lain. Jika dibandingkan, komposisi asam lemak pada konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dengan fosfolipid terstruktur mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena adanya proses asidolisis.

g.

Profil Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA Hasil pada kromatografi lapis tipis fraksi fosfolipid terstruktur secara berurutan adalah PI>PE>PA>PC. Fraksi PI memiliki derajat inkoporasi kadar EPA tertinggi yaitu xxxx% sedangkan PE xxxx%, PA xxxx% dan PC xxxxxx%. Jika didasarkan pada kuantifikasi KLT diketahui urutan jenis fosfolipid dari yang tertinggi hingga terendah pada fosfolipid terstruktur tinggi EPA yaitu PA>PC>PI>PE.

h. Profil Asam Lemak Pada Jenis-Jenis kedelai varietas Anjasmoro, presentase kadar Fraksi Fosfolipid asam oleat menurun. Hal ini dikarenakan Jenis asam lemak tertinggi pada adanya sintesis secara enzimatis yang salah masing-masing jenis fosfolipid terstruktur satu gugusnya digantikan oleh asam lemak tinggi EPA adalah asam oleat. Jika omega-3 tinggi EPA. Pada Tabel 7 disajikan dibandingkan dengan kadar asam oleat fraksi presentase jenis-jenis asam lemak pada jenis phospatidilinositol pada fosfolipid murni fraksi fosfolipid. Tabel 7. Profil Jenis-Jenis Asam Lemak pada Jenis Fraksi Fosfolipid Kedelai varietas Anjasmoro dan Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA
Kadar relatif (%luas area)* Kadar relatif (%luas area) Fosfolipid Kedelai varietas Anjasmoro Fosfolipid Terstruktur Tinggi EPA PI PC PE PA PI PC PE PA 3,97 12,66 0,60 3,80 27,82 1,29 0,45 5,65 2,91 9,02 14,40 1,56 0,13 2,62 0,22 0,35 19,29 1,97 20,09 0,94 8,68 8,28 0,15 2,24 17,46 21,44 20,31 23,86 0,57 6,46 18,86 38,80 5,43 6,80 4,41 8,17 3,86 0,85 3,57 31,41 37,44 30,82 53,39 9,74 11,86 43,33 9,18 27,98 8,09 0,91 4,89 5,18 2,35 4,37 1,87 7,69 1,25 1,50 11,48 66,91 5,51 65,53 5,92 1,40 3,59 2,09 0,72 5,48 7,88 0,31 66,91 13,39 65,53 6,23 Keterangan :*dihitung berdasarkan presentase relative luas puncak jenis asam lemak terhadap jumlah luas puncak seluruh asam lemak pada kromatogram. PI (Phosphatidilinositol), PC (Phosphatidilkolin), PE (Phosphatidiletanolamin), PA (Asam fosfatidat) Asam Lemak Rumus

i. Nilai Hidrofilik Lipofilik Balance


Hasil analisa nilai HLB fosfolipid terstruktur tinggi EPA yaituxxxxxxxx, sehingga lebih cocok diaplikasikan pada pengemulsi minyak dalam air (o/w) karena memiliki kepolaran yang tinggi dan lebih banyak berinteraksi dengan air. Menurut hasil

penelitian Kuniawati (2011), nilai HLB dari fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro adalah 5 dimana memiliki sistem pengemulsi air dalam minyak (w/o). Setelah dilakukan modifikasi pada gugus sn-1 dan sebagian sn-2 oleh asam lemak tinggi EPA maka nilai HLB yang ditunjukkan semakin tinggi. Hal ini

disebabkan karena adanya proses modifikasi secara enzimatis terhadap fosfolipid kedelai varietas Anjasmoro oleh asam lemak tinggi EPA yang akan mempengaruhi tingkat kejenuhan fosfolipid terstruktur. Penyisipan asam lemak tinggi EPA pada proses modifikasi fosfolipid menyebabkan fosfolipid terstruktur yang tersisipi asam lemak lebih cenderung membentuk sistem emulsi minyak dalam air. 4. KESIMPULAN

1. Kondisi optimum yang didapat sesuai


dengan metode respon permukaan yaitu fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA xxx, penambahan enzim xxxxxxxx%, dan lama reaksi xxxxx jam dengan perkiraan kadar EPA yang diketahui dari metode respon permukaan sebesar xxxxxxx% sedangkan kadar EPA kondisi optimum setelah verifikasi sebesar xxxxx. Tingkat akurasi data yaitu xxxx%. 2. Minyak hasil samping penepungan lemuru mengandung EPA 15,87%, EPA+DHA 29,45% dan konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA mengandung EPA sebesar 28,36%, EPA+DHA 51,74% sehingga dapat diketahui pengayaan EPA sebesar 1,79 dan pengayaan EPA+DHA 1,76 dengan metode kristalisasi pe;arut suhu rendah. 3. Perlakuan kondisi optimum dengan perbandingan fosfolipid kedelai:konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA (1:3,77), penambahan enzim 30%, dan lama reaksi 24,08 jam dihasilkan urutan derajad inkoporasi EPA dari yang tertinggi ke terendah yaitu xxxxxxxx

samping penepungan ikan lemuru, konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA dan fosfolipid terstruktur tinggi EPA. 3. Perlu dilakukan pengujian terkait dosis fosfolipid terstruktur secara in vivo yang dapat memberikan efek positif terhadap kesehatan. 4. Perlu dilakukan pengujian terkait toksisitas fosfolipid terstruktur yang dihasilkan dalam penelitian ini secara in vivo 5. Perlu dilakukan pengujian umur simpan fosfolipid terstruktur tinggi EPA 6. Perlu dilakukan pengujian residu aseton pada konsentrat asam lemak omega-3 tinggi EPA, residu aseton dan heksana pada fosfolipid terstruktur tinggi EPA 7. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait aplikasi fosfolipid terstruktur tinggi EPA metode asidolisis enzimatis pada produk pangan. 5. DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Andi Offset. Yogyakarta. AOAC. 1996. Official Methods of Analysis. 16th ed. Vol 2. Virginia, USA. Cristie, W.W. 2002. Lipid Analysis. The Oily Press. Bridgwater, UK. Egger, D., Whtje, E., and Adlercreutz, P. 1997. Characterization and Optimalization of Phospholipase A2 Catalized Synthesis of Phosphatidylcholine. Biochim. Biophys. Acta 1343:76-84 Elizabeth, J. 1997. Studi Inkoporasi Enzimatik EPA dan DHA pada Trigliserida Mnyak Ikan Tuna dan Crude Palm Oil. Disertasi. IPB. Bogor. Estiasih, T. 2009. Minyak Ikan Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Haraldsson, G. G. And Thorarensen, A. 1999. Preparation of Phospholipids

4. Nilai HLB fosfolipid terstruktur tinggi


EPA sebesar xxxxxx sehingga sesuai apabila diaplikasikan pada produk pangan yang mempunyai sistem emulsi oil in water (o/w), contohnya seperti susu cair. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh kecepatan dan metode pengadukan selama proses sintesis fosfolipid terstruktur secara asidolisis enzimatis terhadap inkoporasi EPA 2. Perlu dilakukan pengujian logam berat (raksa, timbal, arsen) pada minyak hasil

10

Highly Enriched with Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acids by Lipase. JAOCS., 76 (10) : 11431149. Hariyadi, P. 1995. Synthesis of Moniesters & Mono- & Diacylglicerols from Butter Oil by Lipase Catalyzed Esterification in Microaqueous Media. Disertation Univ. Of Wisconsin Madison USA. Hendrasaputra, D. 2008. Optimasi Proses Kristalisasi Urea pada Pembuatan Konsentrat Asam Lemak Omega-3 dari Minyak hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Kurniawati, D. 2011. Optimasi Proses Water Degumming pada Ekstraksi Lesitin dari Minyak Kedelai Varietas Unggul Anjasmoro. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Lyberg A.M., Adlercreutz, P. 2005. Enzymatic and Chemical Synthesis of Phosphatidhylcholine Regioisomers Containing Eicosapentaenoic Acid or Docohexanoic Acid. Eur. J Lipid Sci Technol.107:279-290.

Park, P.W and Goins, R.E. 1994. In Situ Preparation of Fatty Acids Methyl Ester for Analysis of Fatty Acid Composition in Food. J. Food Sci., 59(6):1262-1266. Peng, L., Xu, X., Mu, H., Hoy, C-E., and Adler-Nissen J. 2002. Production of Structured Phospholipids by Lipase-Catalyzed Acidolysis: Optimazion. Vikbjerg, A. F. 2006. Enzyme Catalyzed Production of Phospholipids WITH Modified Fatty Acids Profile. PhD Thesis. BioCentrum-DTU.Technical University of Denmark. Vikbjerg, A.F., T.L. Andresen, K. Jorgensen, H. Mu, and X. Xu. 2007. Oxidative Stability of Liposomes Composed of Docosahexanoic Acid-Containing Phospholipids. Wang C, Chung M, Lichtenstrein A, Balk E, Kupelnick B, Devine D, Lawrence A, and Lau J. 2004. Effect of Omega-3 Fatty Acids on Cardiovascular Disease. Agency for Healthcare and Quality Pub. No. 04-E009-2.

Maulana, S. 2011. Asidolisis Enzimatis pada Sintesis Fosfolipid Terstruktur dari Lesitin Kedelai Komersial dan Asam Lemak Omega-3 dari Minyak Hasil Samping Pengalengan Tuna. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Montgomery, D.C, Vadde, K.K. and Syrotiuk, V.R. 2006. Optimizing Protocol Interaction Using Response Surface Methodology. http://www.library.stttelkom.ac.id. Diakses Tanggal 17 Mei 2011. Nzai, J.M, and Proctor, A. 1998. Phospholipids Determination In Vegetable Oil by Thin-Layer Cromathography and Imaging Densitometry. J. Food Chem. 63 (4):571-576.

11

Anda mungkin juga menyukai