Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BISNIS BUDAYA DAN ETIKA Disusun oleh: HARYUDA EKA PUTRA (105020207111012) M.

ARIF FITRIAWAN (105020200111031) MUHAMMAD AULIA L. (105020200111094) SANDRO FEBRIANT (105020200111076) HAMID DIMAS (105020200111073)

MAKALAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

BUDAYA DAN ETIKA

1. Pendahuluan Budaya sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dapat dianggap sebagai cirri khas yang membedakan sebuah organisasi satu dengan yang lainnya. Kita juga harus menyadari bahwa kita masih hidup dalam sebuah kultur yang didalam ada etika, ada norma, sopan santun, dan juga tata karma, maka secara umum bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu yang luhur dalam mengatur hidup kita. Dicontohkan sekitar beberapa bulan lalu, upaya yang dilakukan WWF-Indonesia untuk melakukan pelestarian penyu di Bali, nyaris berhenti saat berhadapan dengan argumentasi agama. Penyu merupakan syarat mutlak untuk upacara adat yang tidak dapat digantikan. Setelah terbuka dialog dengan pemuka agama di tahun 2004, kini untuk upacara adat disepakati kuota 200 ekor penyu per tahun dan Bali memiliki Turtle Conservation Center di Pulau Serangan yang dibuka secara resmi beberapa waktu yang lalu. Demikian pula dengan adanya globalisasi menuntut lahirnya bisnis yang dijalankan dengan nilai-nilai moral yang universal yang dapat diterima secara global.

2. Konsep Budaya Secara umum, individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilaku mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana pegawai bereperilaku dan apa yang seharusnya mereka lakukan. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh

budaya yang dianut oleh organisasi tersebut, atau diistilahkan sebagai budaya organisasi (Hellriegel, et.al., 1995: 446; Steven Ott, 1999: 2; Newstroom dan Davis, 2002: 91; Jaques dalam Rollinson (2002: 566; Gibson et.al., 2003: 31; Schein, 2004:9). Teori Manajemen Modern menekankan pentingnya perilaku manajerial dalam melaksanakan tugasnya, perilaku tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh budaya organisasi. Baik buruknya layanan manajerial ditentukan oleh perilaku manajerial. Puas atau tidaknya konsumen, pelanggan, nasabah atau klien tergantung pada perilaku pemberi layanan. Inilah sebabnya budaya organisasi merupakan bagian bidang manajemen yang mendapat perhatian khusus dari para peneliti manajemen (Kroeber dan Kluckhohn dalam Adler, 1991: 15; Schermerhorn, Hunt, dan Osborn, 1991; Huczynki dan Buchanan, 2001: 624; Dorfman dan House, 2004: 51-64; Kreitner dan Kinichi, 2007; Robbins dan Jugde, 2009). Berdasarkan pandangan tersebut, maka budaya organisasi sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut, dan dianggap sebagai cirri khas yang membedakan sebuah organisasi satu dengan organisasi lainnya. Budaya yang kuat merupakan pengungkit yang kuat untuk mengarahkan perilaku, dan membantu para pegawai untuk bekerja dengan lebih baik, khususnya dengan dua cara yaitu (Kotter dan Hesket, 1992: 15-16) dengan sistem peraturan informal yang mengartikan bagaimana orang-orang harus

memanfaatkan sebagian besar waktunya dan memotivasi orang supaya cenderung bekerja lebih keras lagi dengan menyediakan struktur, standard dan suatu sistem nilai.

Untuk membentuk budaya yang kuat, perusahan terlebih dahulu harus mengenali jenis budaya yang dimiliki perusahaan, dan kemampuan dari top management untuk membentuk budaya sesuai dengan kebutuhan pasar. Sebagaimana dikemukakan Kotter & Hesket (1992: 12) menjelaskan budaya yang kuat adalah budaya yang bisa menciptakan suatu ikatan antara perusahaan dan para pegawainya, dan bisa mengilhami tingkatan produktivitas yang berbeda dari perusahaan lainnya. Budaya yang kuat juga memungkinkan orang untuk merasa lebih baik tentang apa yang mereka lakukan, sehingga mereka cenderung bekerja lebih keras (Harrison & Stokes, 1992: 8). Terdapat banyak keuntungan bila perusahaan memiliki budaya yang kuat, adaptif, dan kompetitif, yakni: (1) budaya perusahaan sangat menentukan etika kerja. Caranya, banyak perusahaan member hadiah kepada karyawan yang tidak pernah terlambat sampai setahun penuh hari kerja. Dari budaya ini muncullah perilaku dan mental sikap disiplin; (2) Budaya perusahaan member arah pengembangan bisnis. Adanya evaluasi terhadap visi, misi, struktur, maka budaya perusahaan mendukung terhadap kejelasan arah pengembangan bisnis; (3) budaya perusahaan mampu meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Budaya yang dinamis dan kreativitas memberikan jaminan tumbuhnya kreativitas pada semua level, maka para pegawainya tidak akan terjebak dalam aktivitas rutin; (4) budaya perusahaan mengembangkan kualitas barang dan jasa. Bila ada komitmen, sistem nilai, maka gerak organisasi dalam menekankan masalah mutu akan terjaga dengan baik; (5) Budaya perusahaan memotivasi pegawai mencapai prestasi tinggi pertumbuhan dan perkembangan perusahaan menjadi tanggung jawab bersama (Zwell, 2000; Dorfman, 2004; Denison dan Schlue, 2004; Camero, 2006; Robbins dan Judge, 2009). Hampden-Turaer (1990: 23) mengelompokkan karakteristik budaya, yaitu: (1) Budaya dibentuk oleh individu, suatu budaya organisasi berasal dari para anggota organisasi yang potensial, mereka menggunakan budaya untuk memperkuat gagasan, perasaan, dan informasi yang sejalan dengan kepercayaan

mereka; (2) Budaya dapat menghasilkan keunggulan. Suatu budaya mewujudkan keinginan dan aspirasi dan para anggota organisasi, sehingga budaya dapat menciptakan kepuasan dan merupakan sumber motivasi yang kuat; (3) Budaya adalah suatu penguatan. Keberhasilan para anggota organisasi dapat timbul karena mereka telah mengalami saat-saat awal organisasi mulai terbentuk, dan bagaimana mereka menciptakan dan mengembangkan norma-norma, nilai atau prosedur. Budaya organisasi akan kuat jika para anggotanaya membutuhkan jaminan keamanan dan kepastian; (4) Penguatan-penguatan budaya cenderung untuk diperbanyak. Budaya organisasi dapat membawa dampak positif, seperti: mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik, atau dampak negatif, seperti rasa iri di kalangan karyawan terhadap perusahaan lain yang memiliki budaya yang berbeda; (5) Budaya dapat diterima dan memiliki sudut pandang yang logis. Untuk dapat menghargai budaya organisasi, seseorang harus memahami bahwa segala perilakunya didasari oleh apa yang menjadi kepercayaannya. Anggapan bahwa budaya merupakan hal yang tidak logis biasanya muncul karena individu salah menggunakan dasar pemikiran mereka sendiri; (6) Budaya organisasi membekali para anggotanya dengan kontinuitas dan identitas; (7) Apabila para anggota organisasi menganut, memperkokoh dan memperbanyak nilai yang sama, organisasi tersebut akan dapat menghadapai setiap perubahan lingkungan, dan tetap pada identitasnya, serta terjamin kelanjutan usahanya. Lebih jauh Cameron (2006) menjelaskan bahwa biasanya prosews perubahan terlebih perubahan budaya akan sulit terjadi atau tidak dapat terjadi karena sulit tahu tentang apa yang dibicarakan dan tentang apa fokus yang dibicarakan. Menurut Cameron dari banyak indikator indikator keefektifan organisasi muncul 4 dimensi budaya yang dapat diterangkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 Dimensi Budaya Organisasi MARKET People are competitive and goal-oriented HIERARCHY Procedure govern What people do ADHOCRACY People stick their necks out and take risks CLAN It is like an extended family Sumber: Cameron (2006:52) 1) The Hierarchy Culture Garis wewenang (authority) pengambilan keputusan yang jelas, peraturan dan prosedur standar, pengendalian dan mekanisme akuntabilitas di nilai dan dihargai sebagai kunci untuk sukses. Budaya ini dicirikan oleh suatu formasi dan keberadaannya terstruktur untuk bekerja. Prosedur mengendalikan apa yang dilakukan para personil. Pimpinan (leader) yang efektif adalah koordinator dan penyelenggara (organizer) yang baik. Menjaga atau memelihara organisasi berjalan mulus adalah penting. Kemudian organisasi jangka panjang adalah stabilitas, kemampuan yang dapat diramalkan dan efisiensi. Peraturan dan kebijakan formal memegang atau mempertahankan 2006:94). 2) The Market Culture Rancangan baru yang terkait dengan organisasi yang akan menghadapi tantangan kompetitif baru ditunjukkan sebagai bentuk organisasi pasar (market). Terminologi market tidak sama dengan fungsi pemasaran ataupun pelanggan di dalam pasar tertentu. Jenis organisasi ini organisasi secara bersama-sama (Cameron,

diorientasikan menuju lingkungan eksternal dari pada internal. Fokus pada interaksi dengan (terutama) konstituante eksternal mencakup pemasok, pelanggan, kontraktorm pemegang lisensi, pemerintah dan seterusnya (Cameron, 2006:94). Fokus utama pasar adalah melakukan transaksi (pertukaran, penjualan, kontrak) dengan konstituante lainnya untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Nilai inti yang mendominasi jenis organisasi market adalah kompetisi dan produktivitas. Kompetisi dan produktivitas di dalam organisasi market dicapai melalui suatu penekanan kuat pada posisi eksternal dan pengendalian. Diasumsikan bahwa suatu tujuan yang jelas dan strategi yang agresif membawa produktivitas dan kemampuan akan laba. Sukses didefinisikan dari segi pangsa pasar dan penetrasi. 3) The Clan Culture Disebut Clan karena jenis organisasinya mirip dengan keluarga besar. Nilai dan tujuan dibagi, kesatupaduan, kepribadian, partisipatif dan rasa kebersamaan yang diserap, merupakan jenis organisasi dengan budaya Clan (Cameron, 2006: 94). Karakteristik dari jenis organisasi dengan budaya Clan adalah kerja tim, program keterlibatan pegawai, dan komitmen korporat kepada para pegawai. Beberapa pra anggapan dasar didalam suatu budaya Clan adalah lingkungan yang dapat dikelola dengan baik melalui kerja tim (tidak individual) dan pengembangan pegawai, sedangkan pelanggan dianggap sebagai mitra. 4) The Adhocracy Culture Akar kata dari adhocracy adalah adhoc, yaitu menunjukkan sementara, spesialisasi, unit yang dinamis. Adhocracy adalah mirip dengan sementara. Asumsinya adalah bahwa inovatif dan memelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi, terutama dalam bisnis mengembangkan produk dan jasa baru, dan menyiapkan untuk masa depan (Cameron, 2006: 94).

Tugas

utama

manajemen

adalah

membantu

atau

memupuk

perkembangan kewiraswastaan, kreativitas, dan aktivitas untuk memotong hal-hal yang tidak diperlukan (tidak punya nilai tambah). Tujuan utama adhocracy adalah memupuk atau membantu perkembangan kemampuan beradaptasi, fleksibilitas dan kreatifitas. Tantangan penting dari organisasi adalah untuk memproduksi produk dan jasa inovatif dan beradaptasi dengan cepat peluang baru. Studi Cameron telah mengidentifikasi dimensi keefektifan organisasi untuk menyelidiki sejauh ana budaya yang kuat adalah lebih efektif dari pada budaya lemah, budaya yang serasi (sesuai atau congruent), dan keefektifan dibedakan diantara berbagai jenis budaya organisasi. Hasil studi ditemukan bahwa kekuatan budaya dan kecocokan / keserasian organisasi dibandingkan dengan jenis budaya. Dengan demikian tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara budaya kuat dan lemah dan antara budaya yang serasi (congruent) dan budaya tidak serasi (incongruent) dan berbagai dimensi keefektifan organisasi (seperti pengambilan keputusan, struktur dan strategi yang digunakan), akan tetapi ada perbedaan signifikan ketika membandingkan berbagai jenis budaya. Denison (2004) mengemukakan bahwa ada empat prinsip integrative mengenai hubungan timbal balik antara budaya organisasi dan efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip itu antara lain : 1. Keterlibatan (involvement) Keterlibatan merupakan factor kunci dalam budaya organisasi. Organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku (clan) dari pada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma dan tradisi-tradisi. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dapat bergantung pada system manajemen yang terbentuk berdasarkan consensus. 2. Konsistensi

Teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas organisasi dan bahwa system keyakinan, nilai dan symbol yang dihayati serta dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada kemampuan mereka dalam mencapai consensus dan melakukan tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah system control implicit yang berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam tercapainya koordinasi daripada system control eksternal yang bergantung pada peraturanperaturan eksplisit. 3. Adaptabilitas Menurut Denison (2004) untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas organisasi, seseorang harus menjabarkan system norma-norma dan keyakinan-keyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu organisasi agar bias menerima, menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya terjadi perubahan-perubahan perilaku internal untuk tetap bias bertahan hidup, tumbuh dan berkembang 4. Penghayatan misi member dua pengaruh besar pada fungsi perusahaan yaitu : (1) Menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran social dan sasaran eksternal bagi industri serta mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran institusi; (2) Memberikan kejelasan dan arah/ tujuan. Kesadaran akan misi memberikan arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Selanjutnya Denison (2004) mengemukakan bahwa keempat aspek diatas bias diintegrasikan melalui: (1) Keterlibatan dan konsistensi membicarakan dinamika internal sebuah organisasi, tetapi tidak membicarakan interaksi organisasi dengan lingkungan eksternal; (2) Adaptabilitas dan penghayatan misi memfokuskan hubungan antara organisasi dengan lingkungan eksternal. Selain itu penelitian yang pernah dilakukan oleh Jesper B. Sqrensen (2002) tentang budaya

yang kuat melalui keandalan perusahaan. Jesper mengatakan bahwa salah satu konsekuensi penting dari budaya perusahaan yang kuat adalah meningkatkan konsistensi perilaku individu di dalam perusahaan, dimana kuatnya budaya perusahaan bergantung pada strategi yang diterapkan. Dalam penelitian Jesper kinerja organisasi bergantung pada dua factor yaitu konsistensi perusahaan dalam melakukan rutinitas organisasi dan rutinitas disesuaikan dengan perubahan lingkungan. Hasil penelitian Jesper mengungkapkan bahwa budaya perusahaan yang kuat akan meningkatkan kinerja organisasi. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Chou (2004) yang meneliti perilaku spesifik sumber daya manusia dengan model kepemimpinan transformal dan transaksional. Hasil penelitian menunjukkan dengan kepemimpinan, pemimpin mempengaruhi perilaku karyawan diperoleh kinerja yang baik melalui komitmen yang tinggi yang dimiliki karyawan dalam meningkatkan aktivitas kerja. Penelitian yang senada dilakukan oleh Crongvist, Low dan Nilson (2007) pengaruh budaya perusahaan dala bentuk kebijakan perusahaan, dimana kebijakan perusahaan diwarisi secara turun temurun oleh pemimpin pendahulunya untuk mempengaruhi perilaku karyawan. Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pemilik perusahaan melalui kepemimpinannya sebagai dasar untuk membentk budaya yang kuat yang diciptakan lewat kepemimpinan dalam mempengaruhi perilaku karyawan lewat komunikasi yang baik, pengontrol yang baik melalui aturan-aturan dan kebijakan yang dibuat perusahaan sehingga karyawan memiliki komitmen yang tinggi dalam bekerja, karena budaya yang kuat mampu menciptakan komitmen yang tinggi diantara karyawan dalam bekerja. Budaya organisasi merupakan gaya dan cara hidup dari suatu organisasi yang merupaka pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Budaya organisasi adalah pola kepercayaan, nilai, ritual, mitos para anggota suatu organisasi yang mempengaruhi perilaku

semua individu dan kelompok di dalam organisasi, ditambahkan juga bahwa budaya mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan organisasi, seperti bagaimana keputusan dibuat, siapa yang membuatnya, bagaimana imbalan dibagikan, bagaimana orang diperlakukan, dan bagaimana organisasi member respon kepada lingkungannya. Pengertian budaya menurut Susanto (2000) : 1. Budaya perusahaan adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan SDM dalam menjalankan kewajiban dan merupakan landasan berperilaku dalam organisasi. 2. Budaya perusahaan adalah suatu nilai-nilai yang menjadi pedomam SDM untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi sehingga mereka mengetahui bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. 8.3 Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku dan Sistem Nilai Kast (1996) mengatakan budaya organisasi mempengaruhi perilaku dan sebagai system nilai serta kepercayaan yang dianut bersama, berinteraksi dengan anggota organisasi, struktur dan system pengawasan untuk menghasilkan norma-norma perilaku. Robbin (2001) berpendapat bahwa budaya organisasi terbentuk melalui 3 tahapan proses : 1. Bermula dari filosofi yang ditetapkan oleh pendiri organisasi seperti tradisi, kepercayaan dan ideology 2. Proses seleksi anggota organisasi untuk mencari kesesuaian antara nilainilai individu dengan filosofi organisasi 3. Proses sosialisasi system nilai perusahaan berjalan baik, maka akan terbentuk budaya organisasi 8.4 Pentingnya Budaya Organisasi

Budaya organisasi dinilai penting, karena : 1. Budaya menentukan suatu kepribadian organisasi secara keseluruhan dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku para anggotanya 2. Budaya yang dapat diamati ditemukan dalam upacara, ritual, cerita, pahlawan dan symbol-simbol organisasi 3. Budaya ini berisikan penyebaran nilai-nilai yang mendasari organisasi 4. Dalam organisasi-organisasi budaya yang kuat, para anggotanya berkelakukan dengan pemahaman yang mendukung pencapaian tujuantujuan penting organisasi 5. Para manajer membuat penyebaran nilai-nilai dan penggunaan cerita, upacara, pahlawan dan bahasa yang baik untuk memperkuat nilai-nilai ini dalma kehidupan sehari-hari 8.5 Fungsi Budaya Organisasi 1. Budaya memberikan nuansa identitas bagi karyawan 2. Budaya membantu menimbulkan komitmen karyawan terhadap sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri 3. Budaya menambah stabilitas perusahaan sebagai suatu system social 4. Budaya adalah kerangka referensi bagi karyawan agar digunakan untuk menerima berbagai kegiatan organisasional dan juga sebagai pedoman bagi perilaku yang tepat

8.6 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Budaya Organisasi 8.6.1 Karakteristik Sosial Masyarakat Karakteristik social masyarakat dimana perusahaan beroperasi merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi. 8.6.2 Tipe Masyarakat Bisnis Tipe masyarajat bisnis juga mempengaruhi pembentukan gaya organisasi. Perilaku yang hidup di tengah masyarakat bisnisnya sedikit banyak dipengaruhi karakteristik industri dan semakin homogeny suatu masyarakat bisnisnya, memiliki ciri yang baku dan terdapat kode etik para professional yang menjadi pedoman umum bagi professional yang bekerja pada perusahaan terkait dalam menjalankan bisnisnya. 8.6.3 Kapabilitas dan Kemampuan Kendali Perusahaan Pembentukan budaya organisasi juga dipengaruhi oleh sejarah berdiri dan berkembangnya perusahaan tersebut. Para pendiri memiliki peran penting dalam meletakkan pondasi perusahaan dengan menanamkan visi, nilai-nilai dan normanorma yang harus diikuti para pekerja agar mampu menjalankan dan memacu kegiatan usaha yang diharapkan oleh para pendirinya. Untuk menanamkan budaya yang kuat, perusahaan terlebih dahulu harus mengenali jenis budaya yang dimiliki perusahaan dan kemampuan dari top management untuk membentuk budaya sesuai dengan kebutuhan pasar. 8.7 Hubungan Etika dan Budaya Penegakan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penetapan kebijakan dari mulai proses produksi sampai proses pemasaran yag bersifat etis. Etika dalam implementasinya selalu dipengaruhi oleh factor agama dan budaya. Factor agama dan budaya mempengaruhi proses perumusan etika bisnis dalam dua hal: (1) Agama dan budaya dianggap sebagai sumber utama

hukum, peraturan dan kode etik. (2) Agama dan budaya lebih independen dalam etika bisnis dibanding jenis etika bisnis lainnya. Terdapat tiga factor utama yang memungkinkan terciptanya iklim etika dalam perusahaan: 1. Terciptanya budaya perusahaan yang baik 2. Terbangunnya suatu fungsi organisasi berdasarkan saling percaya 3. Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai Disini terlihat bahwa komunikasi antar pegawai ataupun komunikasi atasan dan bawahan memegang peran agar iklim etika dapat tercapai, tentunya budaya yang baik akan mendorong terciptanya lingkungan bisnis yang beretika. Terdapat beberapa alasan yang mendorong dilakukannya tindakan tidak etis dalam dunia bisnis, walaupun bertentangan dengan pribadi: 1. Untuk mencapai keuntungan perusahaan 2. Sudah berlaku umum di masyarakat 3. Karena keinginan atasan 8.8 Kendala dalam mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis Beberapa kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis yang etis, yaitu: 1. Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat awah 2. Factor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor.

Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis 3. Factor system politik dan kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan system ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN Di sini dapat juga kita lihat bahwa bagaimanapun budaya perusahaan akan mempengaruhi perilaku etis perusahaan atau lebih spesifiknya perorangan dalam perusahaan tersebut untuk bertindak etis. 8.9 Pengaruh Etika terhadap Budaya Etika personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjtunya mempengaruhi budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kinerja.

Anda mungkin juga menyukai