Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia, seperti yang dikatakan sejumlah ahli di bidang geologi dan geografi. Berolakasi dikawasan yang rawan gempa. Dimana Indonesia terletak pada lajur sumber gempa yang membentang sepanjang tidak kurang dari 5.600 KM mulai dari Andaman sampai kebusur Banda Timur, Lajur Kemudian menerus ke wilayah Maluku hingga Sulawesi Utara, pantai selatan Jawa,NTB dan NTT serta Maluku merupakan daerah rawan gempa bumi dan tsunami.

Gambar 1.1 Peta Daerah Sebaran Bencana di Indonesia (Sumber BMG)

Berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika, sejak April hingga 27 mei 2006 terjadi 30 kali terjadi gempa, dimana berkekuatan antara 5,9 skala richter termasuk yang terjadi di sekitar Yogyakarta dan Klaten1. Selain itu juga terjadi bencana tsunami di Nias dan Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Dalam 10 tahun terakhir pada periode 1991-2000, tidak kurang dari 75 tsunami terjadi di Indonesia Sebanyak 85% bencana tsunami itu atau 64 peristiwa terjadi di wilayah timur Indonesia.
1

Sumber : BMG D.I.Yogyakarta

2 Dan telah memakan korban diantaranya adalah tsunami flores 1992 (korban 2100 orang), Banyuwangi 1994 (korban 238 orang), dan Biak 1996 (korban 160 orang), Taliabu, Maluku (1998); dan Banggai (2000). Sebelumnya gempa terjadi di Sumatra pada 28 Maret 2005 menewaskan 361 orang serta gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 129.498 orang dan 37.606 lainnya hilang. Sejak tahun 2002-2005 bencana Indonesia mencapai 1.429 bencana. Sejak tahun 2002 hingga 2005 bencana Indonesia mencapai 1.429 bencana alam meliputi tanah longsor, banjir, kebakaran, wabah, angin topan, gempa bumi, pasang surut air, letusan gunung api, konflik social, kecelakaan, banjir dan tanah longsor, dan gempa bumi dan tsunami, dengan korban jiwa sebanyak 132.772 dan kerusakan rumah mencapai 375.389 unit. Dimana kondisi masyarakat masih sangat terbatas tentang pengetahuan tentang manajemen penanggulangan bencana dan pengungsian. Selain itu juga kurangnya atau lambatnya informasi yang datang atau disampaikan kemasyarakat. Sehingga masyarakat sebagian tidak sempat mengungsi, menyelamatkan nyawa diri sendiri, keluarga, harta benda, dan lain-lain. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi lagi dan ditemukan solusi yang tepat. Penanganan dan bantuan dari beberapa bencana alam ini, salah satunya adalah berupa dapur umum. Entah dari TNI, PMI, maupun masyarakat umum, dimana terdapat berbagai macam jenis dapur umum, dari bentuk tenda peleton, rumah / posko yang dijadikan dapur, dan mobil dapur / caravan. Berdasarkan survey di lapangan (Bojonegoro dan Yogyakarta sebagai salah satu sample) khususnya para korban pengungsi dan petugas dapur ( dari masyarakat, Taruna Tanggap Bencana (TAGANA)), pendirian tenda masih dianggap seadanya, dan dirasa masih kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. Dimana tenda sebagian besar hanya menggunakan atap terpal yang masing-masing ujung diikatkan ke pohon, rumah penduduk, posko, dan tenda peleton, dimana seharusnya tenda ini digunakan untuk tidur dan mengungsi, bukan buat tenda dapur. Sedangkan dapur berbentuk mobil atau caravan, dimana semua kebutuhan dan peralatan dapur ada semua didalam mobil dan tinggal di bawa ke lokasi bencana.

3 Cara dan system ini sangatlah lebih praktis karena semua kebutuhan dapur sudah tersedia dan hanya sekali angkut dalam satu mobil. Tetapi dalam hal ini juga ada kekurangannya, dimana tidak dapat memenuhi kebutuhan atau bantuan secara menyeluruh, karena dimensi yang terbatas dan kurang, truk atau mobil yang digunain berupa mini bus (travel), tidak adanya tempat istirahat buat operator, tempat buat logistic, tempat obat-obatan, maupun tenda buat korban bencana. Seluruh bentuk bantuan dan dapur umum yang ada dianggap masih kurang karena, jumlah bantuan makanan yang diterima pengungsi hanya satu kali dalam sehari karena kurangnya bantuan. Disamping itu korban gempa juga antri makanan, dimana bantuan tidak merata, akibatnya warga mulai kelaparan , selain itu ribuan korban terinfeksi penyakit seperti ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), muntaber, dan diare2. Maka inilah muncul sebuah ide untuk desain dapur umum untuk bencana dimana dapur dengan konsep caravan, dimana model caravan ini nantinya mudah dalam pengoperasian , dapat dipindah-pindah, dan dapat memenuhi kebutuhan pengungsi baik berupa logistic, makanan mentah, tenda, dan tempat istirahat. 1.2 DEFINISI JUDUL Judul Definisi Studi Desain Dapur : Desain Dapur Umum Bencana Dengan Konsep Kompaktor : : Kajian / Telaah untuk menghasilkan sebuah produk : Rancang Bangun : Suatu tempat, biasanya di dalam rumah di mana seseorang melakukan aktivitas mengolah dan menyediakan bahan makanan atau pangan. Bencana : Bencana alam Karavan : Trailler/gerbong dalam ukuran besar yang ditarik mobil/truk yang didalamnya bisa digunakan beraktifitas (misal tempat

tinggal,berdagang,dll.)

Sumber : Jawa Pos,Kamis 8 Oktober 2009

1.3 KOMPAKTOR/KARAVAN DAN KEUNGGULANNYA Karavan adalah trailler / gerbong dalam ukuran besar yang ditarik mobil / truk yang didalamnya bisa digunakan beraktifitas (misal tempat tinggal, berdagang, kantor, ruang baca, toilet, dll), jadi bentuknya seperti 4ias4iner. Dengan menggunakan konsep caravan pada dapur umum pasca bencana akan lebih memudahkan saat menangani, persiapan, dan pengiriman dalam hal dapur umum (khususnya makanan). Dimana penerapan konsep ini berfikir jangka panjang, yaitu dari segi keawetan dan kepraktisan. Dari segi keawetan, bentuk caravan sangatlah mampu bertahan puluhan tahun, karena caravan berbahan alumuniun plat dan besi. Sedangkan dapur umum yang berbentuk tenda dari kain vynil / parasit / dsb. dimana mudah sobek,tidak tahan panas, dan mampu bertahan (dari segi keawetan bahan) + 4 tahun. Padahal dapur umum pasca bencana ini digunakan terus-menerus, mengingat letak geografis Indonesia berada di ring of fire, sehingga rawan sekali terkena bencana alam. Dari segi kepraktisan, dimana dengan menggunakan konsep caravan, dimana semua kebutuhan akan dapur umum (seperti peralatan memasak,dapur,tempat logistic,tempat istirahat,dan meja racik) sudah tersedia didalamnya dan tinggal mengoperasikan/ mengirimkan ke lokasi bencana tanpa harus dengan

persiapan/meminjam peralatan memasak (dalam konsep caravan ini, yang dipersiapkan hanya dalam hal logistic). Jadi dengan menggunakan konsep caravan, waktu yang digunakan lebih efisien dan praktis dalam hal mengoperasikan. Sedangkan dapur umum yang menggunakan tenda/mobil pengangkut, harus mempersiapkan dahulu semua peralatan dapur dan tenda. Dimana harus mencari pinjaman ke Dinas Sosial setempat, jika Dinas Sosial tidak mencukupi/tidak menyediakan , maka mencari Pinjaman ke Dinas Sosial lainnya. Belum lagi proses memasukkan peralatan dan tenda dapur umum ke mobil dan mengirimkannya. Dengan system ini memerlukan proses atau beberapa tahapan, jadi banyak memakan waktu dan kurang praktis. Kendala menggunakan konsep caravan ini mungkin hanya dari segi produksi,biaya, dan dimensi yang besar.

Tapi kendala itu dapat diselesaikan dengan mengubah bentuk caravan tersebut. Dimana mengurangi /membuang space dari caravan jadi dimensi caravan lebih kecil dan padat tanpa ruang yang kosong. Dengan mengurangi space dan tanpa mengurangi fungsi yang maksimal dari caravan ini 5ias menurunkan biaya produksi. Sehingga lebih efisien lagi. 1.4 KEADAAN BENCANA ALAM DI INDONESIA Indonesia dilihat dari kondisi geologis merupakan daearah rawan bencana khususnya gempa bumi dan tsunami. Pasca meletusnya Gunung Krakatau yang menimbulkan tsunami besar di tahun 1883, setidaknya telah terjadi 17 bencana tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad (1900-1996). Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara dan Pangandaran Jawa Barat. Korban yang meninggal mencapai kurang lebih 173.000 jiwa. 27 Mei 2006, Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah diporakporandakan gempa bumi dengan kekuatan 5,9 SR. Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki patahan aktif dan memungkinkan terjadinya potensi bencana gempa bumi maupun tsunami. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai jumlah penduduk 3.43.543 jiwa dengan presentase jumlah penduduk laki-laki 50,16 % dan jumlah perempuan 49,84% Menurut daerah persentase penduduk kota mencapai 60,57% dan penduduk desa mencapai 39,31% (Susenas 2007). Dan memiliki luas daerah 3185,80 km2 yang terbagi dalam : Kotamadya Yogyakarta (32,5 km2) Kabupaten Bantul (506,85 km2)

Kabupaten KulonProgo (586,27 km2) Kabupaten GunungKidul (1485,36 km2) Kabupaten Sleman (574,82 km2)

Keadaan Geografis, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di antara : 7 30 sampai dengan 815 Lintang Selatan 110 sampai d052 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabuapten Magelang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Wonogiri. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo.

Gambar 1.2 Peta wilayah Kab.Yogyakarta

Daerah ini dipilih karena letak geografis yogyakarta yang rawan sekali terkena bencana alam, dimana berada di jalur vulkanik sehingga rentan terhadap risiko letusan gunung berapi, termasuk patahan lempeng bumi di wilayah ini yang sering mengalami pergeseran sehingga rawan terjadi bencana alam, seperti gempa dan tanah longsor.

Pada tanggal 27 Mei 2006, pukul 05.55 WIB, dengan pusat gempa Samudera Indonesia dengan kedalaman 33 KM dari permukaan laut selatan, posisi 8.26 LS dan 110.310 BT 37 KM dari kota Yogyakarta, terjadi gempa. Dimana telah memakan banyak korban, diantaranya : Meninggal dunia Kab.Bantul Kab.Sleman Kab.Gunung Kidul Kodya Yogya Kab.Kulon Progo Kab.Magelang Luka-luka Luka berat Luka ringan Rumah rusak Rusak berat/total/roboh : 24.819 Unit : 2.192 Orang : 1.721 Orang : 4983 Orang : 3.080 Orang : : : : : . 1.74 Orang 39 Orang 1.29 Orang 15 Orang 1 Orang

Maka dari itu hanya diambil studi kasus di 3 kabupaten di yogyakarta yang menjadi korban dan terdapat korban yang cukup besar / parah yaitu : 1. Kab.Bantul 2. Kab.Sleman 3. Kodya Yogya Dengan identifikasi : 1. Banyak luka-luka berat dan ringan 2. Hancur/rusak/robohnya rumah penduduk 3. Putusnya akses jalan karena retakan akibat gempa 4. Terisolasinya pengungsi yang menyebabkan lambannya penyaluran bantuan Sedangkan untuk mengetahui kesiapan dan penangan pasca bencana khususnya dalam pengopersian dapur diambil dari petugas dapur umum PMI Yogyakarta, Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsi yogyakarta, serta warga

Kab.Bantul,Sleman,yogyakarta yang ikut serta dalam menangani bencana dan ikut serta dalam dapur umum.

Gambar 1.3 Kondisi gempa di Yogyakarta

Gambar 1.4 Kondisi gempa di Yogyakarta

1.5 LATAR BELAKANG MASALAH Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap kali diterpa bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan manajemen dan fasilitas penanggualangan pasca bencana yang baik.

Intensitas bencana yang terjadi di Indonesia, sepanjang tahun 2008 di Indonesia terjadi lebih dari lima bencana alam besar yang terjadi dan merupakan bencana nasional.

Manajemen pasca bencana yang masih terkesan lambat, lambatnya penanganan , khususnya pasokan bantuan makanan yang masih sering terjadi, kurang meratanya bantuan makananan yang diterima pengungsi.

Belum adanya fasilitas yang memadai untuk dapur bencana, fasilitas yang ada masih belum mememenuhi kebutuhan dan pelayanan dapur umum pasca bencana. Dimana dapur umum hanya berupa tenda ala kadarnya untuk memasak,bahkan tidak menutup kemungkinan juga tanpa tenda untuk dapur / memasak.

Berikut beberapa contoh kasus penggulangan bencana di Indonesia : - Pasca gempa yang mengguncang Bengkulu dan Sumatera secara umum, tidak ditemukan posko umum serta dapur umum di Bengkulu secara keseluruhan, termasuk di MukoMuko. Area bencana yang mencakup wilayah yang sangat luas, bisa dibayangkan, jarak dari Kota Bengkulu ke Kabupaten MukoMuko saja bisa memakan waktu perjalanan hingga 9 jam. Jika dihitung jarak, tidak kurang dari 300 km. Sepanjang area tersebut tidak satupun ditemukan dapur umum, meski sepanjang jalan itu pula bisa ditemukan tak terhitung tenda-tenda darurat pengungsi. Tidak hanya dapur umum, tenda peleton yang biasa dipakai untuk sejumlah pengungsi pun tidak cukup laku untuk ditempati. Memang bukan hanya di MukoMuko, melainkan secara keseluruhan tidak akan ditemukan dapur umum tersebut. Karena mereka lebih suka berkumpul sama keluarga masing-masing, dari pada ketempat pengungsian / tenda peleton / dapur umum. - Gempa bumi di Yogyakarta, Dimana setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memerintahkan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan pasukan di sekitar Yogyakarta dan sekitarnya untuk melakukan langkah cepat tanggap darurat. Rombongan presiden sendiri langsung terbang pada sorenya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta. Karena bencana ini merupakan bencana nasional dan tingkat kerusakan / korban yang terkena dampak bencana ini cukup besar. Beberapa bantuan dari Negara-negara internasional juga datang dan berupa uang kebanyakan, sedangjan OXFAM dan UNICEF memberikan sejumlah tenda dan perbekalan darurat kepada para korban.

10

Jepang, Singapura dan Malaysia diinformasikan akan mengirimkan tim ke wilayah bencana. Dari pihak PMI memberikan pertolongan dengan mendirikan Rumah Sakit Lapangan. Dalam hal ini tidak ditemukan dapur umum bencana di daerah Yogyakarta ini, malah kebanyakan bantuan berupa uang saja yang ada. Padahal peran dan bantuan dapur umum sangatlah penting. Dari kasus kasus penanggulangan bencana di atas bahwa fasilitas yang digunakan masih belum memadai, dimana peralatan dapur dan kapasitas bantuan khususnya makanan tidak mencukupi / tidak merata, butuh waktu yang lama, 3 jam lebih untuk tahap persiapan / pendirian tenda hingga proses makanan jadi/masak, padahal dalam hal ini dibutuhkan kecepatan dalam menanggulangi bencana yang terjadi. khususnya dapur umum. Padahal peran dapur umum ini sangatlah penting. Berikut ini dalah contoh beberapa dapur bencana yang ada di Indonesia :

Gambar 1.5. Dapur umum bencana di Indonesia

Gambar 1.6 Dapur umum bencana di Indonesia

11

Ada beberapa permasalahan yang harus digarisbawahi dari kondisi dapur bencana eksisting yang ada saat ini: Tidak efisien, dapat dilihat pada gambar bahwa dapur umum pasaca bencana yang banyak dipakai adalah dapur dengan konstruksi tenda. Tidak higienis, karena penggunaannya yang darurat dan digunakan oleh banyak orang maka seringkali aspek kebersihan dan kesahatan justru banyak diabaikan. Fasilitas tidak memadai, karena mengutamakan kecepatan tanpa diimbangi oleh persiapan yang matang, tidak jarang fasilitas yang ada pada dapur umum tidak memadai. Tidak ergonomis, dapur umum yang dibuat dalam waktu singkat dalam kondisi darurat hanya mengutamakan aspek fungsi. Meskipun pada pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat memunculkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kesehatan pemakai.

Sedangkan kita bisa lihat fasilitas penggulangan bencana khusunya dapur di luar negeri lebih lengkap dengan desain yang lebih baik sehingga dapat menjangkau daerah daerah bencana dengan lebih efektif. Berikut contoh beberapa desain dapur bencana di luar negeri :

Gambar 1.7 Dapur umum di luar negeri (Inggris)

12

Gambar 1.8 Dapur umum di luar negeri (Amerika)

Tentunya kita tidak bisa mengambil secara langsung desain dapur bencana yang ada di luar negeri karena tidak sesuai dengan kondisi demografis masyarakat Indonesia. Disini desain produk menjembatani permasalahan yang ada dengan solusi terbaik , Tugas akhir ini bertujuan untuk menemukan inovasi desain dapur bencana yang mobile dan portable yang sesuai dengan kondisi demografis serta kebutuhan masyarakat Indonesia. Manajemen pasca bencana dalam pelaksanaanya

membutuhkan kecepatan dan fleksibilitas yang tinggi. Hal ini berimbas pada pemenuhan fasilitas yang mampu mengakomodasi kebutuhan dalam kegiatan mitigasi bencana. Dapur umum pasca bencana pun seharusnya memiliki kemampuan mobilitas yang tinggi. Dapur umum pasca bencana yang baik harus dapat memenuhi kaidah sebagai berikut, yaitu : (a) Sehat, (b) Aman, (c) Nyaman, (d) Efisien, (e) Mobile. Pada tahap awal akan diidentifikasi kebutuhan di dapur berdasar pada kecenderungan perilaku konsumen (antara lain kegiatan inti di dapur : memasak mencuci menyimpan makanan/peralatan dan membagikan makanan. Selain itu perlu diperhatikan juga kegiatan mendirikan dapur umum ini, seperti membangun konstruksi hingga memasang bagian-bagian dapur umum). Setelah kebutuhan keseluruhan aktivitas di dapur itu terindentifikasi, dilakukan telah ergonomi untuk mendukung kegiatan di dapur umum secara optimal. Rekomendasi ergonomi itu akan menjadi masukan dalam membuat rancang bangun desain dapur umum bencana yang mobile dan portable.

13

1.6 RUMUSAN MASALAH Dapur umum bencana yang ada sebagian besar didirikan atas swadaya masyarakat sendiri dibantu dari pihak PMI, SATKORLAK, TNI, Dinas Sosial Jadi masyarakat mendirikan tenda/dapur umum di depan rumah tiap 2 RT (rukun Tetangga). Bahkan ada sebagian juga yang tidak ada dapur umum, dan hanya menunggu bantuan datang. 1.6.1 PERMASALAHAN DARI OPERATOR (PMI,SATKORLAK,PMI) Berdasarkan survey dilapangan, dari pihak operator dapur umum mengalami permasalahan, yaitu : 1. Tidak adanya tempat istirahat untuk petugas dapur umum, padahal berdasarkan survey wawancara petugas rata-rata bekerja didapur umum sekitar 12-24 jam sehari. 2. Pendirian tenda yang memakan waktu relative lama (sekitar 30 menit) bisa lebih, karena harus mencari atau meminjam tenda beserta peralatan dapur di Dinas Sosial setempat. Dan jika tidak tersedia / kurang dalam Dinas Sosial setempat, maka mencari ke Dinas Sosial lainnya. Selain itu juga tenda yang digunakan adalah tenda peleton, namun hanya untuk storage atau tempat istirahat saja. Sedangkan untuk tenda dapur, petugas menggunakan terpal yang tiap ujungnya di ikatkan pada pohon, dengan alasan biar lebih luas dan tidak panas. 3. Tidak adanya tempat untuk mencuci peralatan memasak. 4. Fasilitas dan jumlah peralatan memasak yang kurang mencukupi untuk melayani jumlah pengungsi yang jumlahnya sangat besar, sehingga operator saat proses memasak harus menunggu peralatan yang lain. Sehingga operator harus bekerja ekstra yang menimbulkan kelelahan. 1.6.2 PERMASALAHAN DARI KORBAN BENCANA / PENGUNGSI Dari survey lapangan, didapatkan permasalahan yang dialami para korban / pengungsi, yaitu : 1. Lambatnya distribusi bantuan makanan yang dikirimkan dan tidak merata

14

2. Kurangnya bantuan kesehatan yang kurang maximal 3. Warga yang terisolasi tidak mendapatkan bantuan makanan 4. Jatah makanan yang diterima korban hanya 2X dalam sehari, karena bantuan makanan yang datang tidak dapat memenuhi korban bencana / pengungsi 1.6.3 PERMASALAHAN DARI SPONSOR / DONATUR Masalah juga terjadi pada pihak sponsor / donator, permasalahn yang terjadi adalah : 1. Tidak adanya yang mengkoordinir bantuan dari pihak donator / sponsor. 2. Terjadinya penjarahan bantuan sebelum sampai ke pos satkorlak, kasus ini terjadi di bantul ketika terjadi gempa 3. Kurangnya data korban dan wilayah korban sehingga distribusi bantuan kurang merata. 1.7 BATASAN MASALAH WHAT Dapur umum untuk melayani 500 orang Pengguna dapur umum 6-8 orang (termasuk operator pembungkus nasi, dan tidak menutup kemungkinan operator dapur ini lebih, karena banyaknya operator yang bertugas membungkus nasi, karena petugas selalu kewalahan dalam membungkus nasi, karena faktor banyaknya nasi yang dibungkus).

WHEN Dapur umum digunakan saat pasca bencana Dapur umum ini diletakkan/didirikan diatas dataran yang baik/datar, dataran berbatuan, dataran kering,dataran yang tidak terlalu becek/ tanahnya tandus.

WHERE Dapur umum ini didirikan di daerah yang terkena bencana alam pada tahap darurat

15

Jenis bencana alam berupa : gempa bumi,tapi tidak menutup kemungkinan juga dapat digunakan pada saat bencana tanah longsor, angin topan, kebakaran, dan banjir.

WHO Pengguna dapur umum ini dioperasikan oleh TNI, PMI, dan TAGANA yang sudah terlatih dalam dapur umum

HOW
Desain dapur umum dengan system kompaktor dengan cara ditarik truk dan

diangkat. Karena jumlah bantuan logistik pada saat bencana alam sangat banyak yang berdatangan dan mengirimkan bantuan, maka dalam hal ini hanya menyediakan kompaktor dapur umum dimana berisi peralatan dapur dan memasak, dan tempat istirahat,

1.8 TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan mendesain dapur umum pasca bencana berbentuk kompaktor adalah untuk menghasilkan dapur umum yang dapat membantu para korban bencana khususnya dalam hal makanan, dimana dapat memenuhi kebutuhan makanan korban bencana min. 3 kali sehari, selain itu juga memperhatikan kebutuhan operator dapur (tempat istirahat). Mempermudah, mempercepat, dan praktis dalam hal pengiriman dapur umum dan bantuan makanan ke lokasi bencana alam. Memberi kemudahan dan kenyamanan bagi user. Menjadikan dapur umum berbentuk caravan yang dapat berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain (mobile) dan mudah dibawa (portable) dalam bentuk kompaktor, dimana semua fasilitas memasak, makanan, dan tempat istirahat. Sehingga lebih efektif.

Anda mungkin juga menyukai