Anda di halaman 1dari 9

Pada berbagai bentang alam di muka bumi terdapat berbagai macam formasi hutan berdasarkan tempat tumbuhnya.

Di Indonesia, terdapat tujuh macam formasi hutan yaitu hutan hujan tropika, hutan musim, hutan kerangas, hutan gambut, hutan rawa, hutan pantai dan hutan mangrove. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggrisgrove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrovedigunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Food and Agricultural Organization (FAO, 2003) mengartikan mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan.

Secara umum, penyebaran mangrove di dunia dibagi ke dalam dua kelompok : The Old World Mangrove yang meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa. Kelompok ini disebut Grup Timur. The New World Mangrove yang meliputi pantai atlantik dari Afrika dan Amerika,Meksiko, dan pantai Pasifik Amerika, dan kepulauan Galapagos. Kelompok ini disebut Grup Barat.

Walsh (1974) mencoba menjelaskan perbedaan pengembangan komunitas mengrove di dunia dengan membedakan lima persyaratan mendasar bagi mangrove untuk tumbuh: 1)suhu tropik, 2)daratan aluvial, 3)pantai yang tidak bergelombang besar, 4)salinitas dan 5)tingkat pasang surut air laut. Kelima faktor lingkungan tersebut yang mempengaruhi pembentukan dan luasan mangrove, komposisi jenis, zonasi, karakteristik struktural lanilla, dan fungsi ekosistem itu sendiri.

II.

KLASIFIKASI HUTAN MANGROVE

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia,Aegicer as, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus) yang termasuk ke dalam 8 famili. Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan

mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora,Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae(Xylocarpus) (Bengen, 2001).

Mangrove diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok mayor, kelompok minor dan kelompok asosiasi mangrove. Pengertian masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut :

2.1

Kelompok mayor Kelompok ini merupakan vegetasi dominan dan merupakan komponen yang memperlihatkan karakter morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponennya penyusunnya berbeda taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadi di hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai ke dalam komunitas daratan. Di Indonesia, mangrove yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Rhizopora apiculata, R. mucronata, Sonneratia alba, Avicennia marina, A. officinalis, Bruguiera gymnorhiza, B. cylinrica, B. parvifolia, B. sexangula, Ceriops tagal, Kandelia candel, Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis. Kelompok minor (vegetasi marginal) merupakan komponen yang tidak termasuk elemen yang

menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni. Jenis-jenis ini biasanya bersekutu dengan mangrove yang tumbuh pada pinggiran yang mengarah ke darat dan terdapat secara musiman pada rawa air tawar, pantai, dataran landai, dan lokasi-lokasi mangrove lain yang marginal. Walaupun jenis ini ada di mangrove, tetapi jenis-jenis ini tidak terbatas pada zona litoral.Jenis-jenis ini yang penting di Indonesia adalah Bruguiera cylindrica, Lumnitzera racemosa, Xylocarpus moluccensis, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Ficus retusa, F. microcorpa, Pandanus spp., Calamus erinaceus, Glochidion littorale, Scolopia macrophylla, dan Oncosperma tigillaria.

Asosiasi mangrove merupakan komponen yang jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuhtumbuhan darat.

Oleh:Asihing Kustanti, S.Hut., M.Si.

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Luas dan Penyebaran 2 Lingkungan fisik dan zonasi

o o o

2.1 Jenis tanah 2.2 Terpaan ombak 2.3 Penggenangan oleh air pasang

3 Bentuk-bentuk adaptasi 4 Perkembangbiakan 5 Suksesi hutan bakau 6 Kekayaan flora

o o

6.1 Penyusun utama 6.2 Penyusun minor

7 Artikel terkait 8 Rujukan 9 Pranala luar

[sunting]Luas

dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia. [sunting]Lingkungan

fisik dan zonasi

Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.

Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasitertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah: [sunting]Jenis

tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liatbercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang. [sunting]Terpaan

ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang. Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar. [sunting]Penggenangan

oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering. Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha). [sunting]Bentuk-bentuk

adaptasi

Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Tegakan api-api Avicennia di tepi laut. Perhatikan akar napas yang muncul ke atas lumpur pantai.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memilikilentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampirtawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun. [sunting]Perkembangbiakan Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya. Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon. Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh. Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul. Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat tidur (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur. [sunting]Suksesi

hutan bakau

Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebuthydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau. Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas. Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang. Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering. Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan. Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu. [sunting]Kekayaan

flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya. Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Noor dkk, 1999). Berikut ini adalah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta jumlah jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986). [sunting]Penyusun

utama
Suku Genus, jumlah spesies

Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae atau Verbenaceae) Avicennia (api-api), 9

Combretaceae

Laguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2

Arecaceae

Nypa (nipah), 1

Rhizophoraceae

Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8

Sonneratiaceae [sunting]Penyusun

Sonneratia (pidada), 5

minor

Paku laut, Acrostichum aureum.

Suku

Genus, jumlah spesies

Acanthaceae

Acanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2

Bombacaceae

Camptostemon, 2

Cyperaceae

Fimbristylis (mendong), 1

Euphorbiaceae

Excoecaria (kayu buta-buta), 2

Lythraceae

Pemphis (cantigi laut), 1

Meliaceae

Xylocarpus (nirih), 2

Myrsinaceae

Aegiceras (kaboa), 2

Myrtaceae

Osbornia, 1

Pellicieraceae

Pelliciera, 1

Plumbaginaceae

Aegialitis, 2

Pteridaceae

Acrostichum (paku laut), 3

Rubiaceae

Scyphiphora, 1

Sterculiaceae [sunting]Artikel

Heritiera (dungun)2, 3

terkait

Anda mungkin juga menyukai