Anda di halaman 1dari 12

SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

PEMANFAATAN INFORMASI AKUNTANSI UNTUK MENGHINDARI


ESKALASI KOMITMEN PADA LEVEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN

EFFRIYANTI
Universitas IBA Palembang

Summary

The Objective of this research is to examine accounting information as strategy


to help decision maker avoiding commitment escalation. Given strategy include
unambiguous feed back strategy, project progress report, and giving information of
future advantage to individual or group of decision maker. Sums of 182 students of
Accounting Department, Faculty of Economic, Gadjah Mada University participate in
this experiment. The result of the test shows that the three strategies can significantly
help decision maker avoiding commitment escalation problem. However, surprisingly the
result of the test show that strategy to give future benefit information significantly tends
to direct the group to commitment escalation. The test is also performed to observe
whether there is polarization of individual or group decision. Statistic results give
support that when the three strategies are given to individual and group of decision
maker and group polarization occurred.

Key word: commitment escalation, accounting information strategy, individual-group


decision

PENDAHULUAN
Pengambilan keputusan yang rasional diturunkan dari teori ekonomi mikro
dengan asumsi bahwa manusia cenderung memaksimalkan utility functionnya. Model
ekonomi klasik mengasumsikan bahwa kepentingan manajer dengan perusahaan sejalan
dan identik. Asumsi ini memberikan pemahaman seolah-olah kepentingan manajer
sebagai individu sudah sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Pendekatan dengan
menggunakan teori keagenan dapat menjelaskan tentang perilaku individu dalam
pengambilan keputusan. Penelitian Harrison dan Harrell (1993) mengembangkan sebuah
pandangan yang lebih luas tentang pembuatan keputusan ekonomi rasional yang berdasar
pada kerangka teori keagenan. Pandangan ini menunjukkan bahwa konflik kepentingan
muncul pada saat individu dikontrak untuk bertindak dalam upaya memenuhi kepentingan
ekonomi perusahaan, namun sebenarnya individu tersebut termotivasi untuk
memaksimumkan kepentingan ekonominya sendiri.
. Model keagenan berasumsi bahwa adanya dorongan agen untuk mengabaikan
kepentingan perusahaan disebabkan karena agen memiliki kesempatan (opportunity to
shirk). Informasi privat yang dimiliki agen dapat dijadikan sebagai media untuk
memanfaatkan kesempatan ini. Teori keagenan menyatakan bahwa kedua hal tersebut
dapat menimbulkan masalah adverse selection. Adverse selection merupakan kondisi
dimana pihak perusahaan tidak dapat mengetahui secara pasti apakah manajer
menunjukkan kemampuannya dengan maksimal dalam menjalankan tugasnya
(Eisendhardt, 1989).
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengambilan keputusan di bidang
ekonomi biasanya beranggapan bahwa pengambil keputusan adalah seorang yang
rasional. Beberapa penelitian menemukan bahwa asumsi rasionalitas tersebut sering
“dilanggar”. Seringkali manajer membuat keputusan yang memperlihatkan bahwa dia
lebih mementingkan kepentingan individu dibandingkan kepentingan perusahaan. Namun,
kadangkala manajer sendiri tidak sadar bahwa keputusan yang diambilnya merugikan
perusahaan.
Keputusan untuk tetap melanjutkan suatu proyek, bahkan ketika suatu prospek
kondisi ekonomi yang tidak diharapkan mengindikasikan bahwa proyek harus dihentikan,
disebut eskalasi (Ruchala, 1999). Seringkali eskalasi dijabarkan sebagai “throwing good

747
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

money alter bad”. Menurut Ross dan Staw (1993) terdapat tiga situasi yang menyebabkan
eskalasi menjadi sesuatu yang menyulitkan yaitu biaya-biaya yang telah dikorbankan
(sunk cost) dalam serangkaian arah (tindakan), pengambil keputusan memiliki kesempatan
untuk merubah, dan konsekuensi mengenai perubahan yang penuh dengan ketidakpastian.
Arkes dan Blumer (1985) menganjurkan untuk menggunakan teori prospek (Kahneman dn
Tversky, 1979) untuk menjelaskan pengaruh sunk cost. Mempertimbangkan sunk cost
dalam proses pengambilan keputusan akan mengakibatkan pengambil keputusan enggan
untuk menarik diri karena adanya peningkatan sunk cost.
Kanodia et al. (1989) menjabarkan eskalasi sebagai permasalahan yang serupa
dengan adverse selection. Kanodia et al. (1989) menjabarkan eskalasi sebagai keputusan
manajer yang tidak rasional karena meskipun tidak sadar secara langsung maupun tak
langsung manajer cenderung mengabaikan kepentingan perusahaan dan lebih
mementingkan kepentingan ekonomi pribadinya. Adanya asimetri informasi antara
manajer dengan perusahaan mengakibatkan manajer yang memiliki inisiatif terhadap
suatu proyek akan melanjutkan proyek tersebut, meskipun proyek tersebut tidak
menguntungkan, dibandingkan manajer yang tidak terlibat langsung dari awal. Dalam hal
ini, selain karena manajer menginginkan outcome final juga karena manajer merasa
memiliki ikatan emosional dan takut kredibilitasnya menurun apabila proyek tersebut
dihentikan (Harrel dan Harrison, 1994; Ross dan Staw, 1993).
Apapun sifatnya, adverse selection maupun escalation of commitment merupakan
suatu kondisi yang harus dihindari. Penelitian-penelitian yang terdahulu lebih
memfokuskan pada upaya identifikasi terhadap faktor-faktor penentu permasalahan di
atas. Penelitian ini mencoba untuk menguji strategi yang dapat digunakan untuk
membantu manajer terhindar dari escalaion trap.
Salah satu cara yang ditawarkan Harrison dan Harrell (1993) adalah dengan
mengembangkan sistem informasi yang lebih lengkap guna mengurangi private
information. Eisendhardt (1989), juga mengemukakan pendapat yang senada dengan
Harrison dan Harrell (1993), yaitu bahwa informasi yang diberikan kepada principal dapat
digunakan untuk memverifikasi perilaku manajer (agen). Informasi tersebut dapat
membatasi kesempatan tindakan agen untuk melakukan shirking karena agen akan
menyadari bahwa ia tidak dapat menipu principal.
Simonson dan Staw (1992) memberikan masukan mengenai beberapa tehnik
yang dapat digunakan untuk menghindari perilaku eskalasi komitmen dengan
mengembangkan sistem informasi yang lengkap. Ghosh (1997) mengajukan tiga prosedur
pengendalian akuntansi yang dapat digunakan, yaitu: (1) umpan balik yang tidak ambigu,
(2) progress report, dan (3) future benefit. Diusulkannya ketiga prosedur tersebut karena
proyek investasi memiliki indikasi aliran pendapatan dan biaya yang akan datang.

TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Escalation of Commitment
Penelitian-penelitian sebelumnya memberi pemahaman yang bervariasi mengenai
komitmen (Angle dan Perry, 1981). Dalam penelitian ini, komitmen ditekankan pada
tingkat keterikatan individu pada suatu proyek. Sesaat setelah individu memutuskan
untuk terlibat pada suatu proyek, secara otomatis kesuksesan proyek menjadi tanggung
jawabnya.
Komitmen penting untuk mengikat individu dalam perkembangan tugas lebih
lanjut yang ternyata tidak/kurang menyenangkan dengan tingkat kesulitan yang relatif
tinggi. Namun, disisi lain, komitmen memberi pengaruh negatif. Komitmen mengarahkan
individu untuk berperilaku dysfunctional, atau dengan kata lain mengarah pada tindakan
eskalasi komitmen.
Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan eskalasi komitmen
adalah self-justification theory. Teori ini menjelaskan bahwa manajer yang dari awal
telah memiliki tanggung jawab atas suatu proyek akan cenderung melanjutkan proyek
tersebut meskipun kondisi prospek ekonomi mengindikasikan proyek sebaiknya
dihentikan dibandingkan manajer yang tidak terlibat dari awal (Brockner, 1992). Ross

748
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

dan Staw (1993), menjelaskan tiga situasi yang dapat menyebabkan eskalasi menjadi
suatu masalah, yaitu biaya-biaya yang telah dikorbankan (sunk cost), kesempatan untuk
merubah keputusan, dan konsekuensi perubahan yang penuh dengan ketidakpastian.
Arkes dan Blumer (1985) menganjurkan untuk menggunakan teori prospek (Kahneman
dan Tversky, 1979) untuk menjelaskan pengaruh sunk cost. Dalam serangkaian tindakan
pelaksanaan suatu proyek, sunk cost secara terus-menerus mengalami peningkatan hal ini
yang mengakibatkan manajer enggan untuk menarik diri.
Eskalasi juga dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan agency theory.
Pandangan ini mengasumsikan bahwa individu dimotivasi untuk mengambil keputusan
yang memaksimumkan kepentingan ekonomi pribadi mereka. Dua kondisi yang
mendorong manajer untuk bereskalasi adalah:
1. Incentive to shirk. Kondisi ini terjadi ketika kepentingan ekonomi manajer
berbeda dengan kepentingan perusahaan yang mengakibatkan manajer
terdorong untuk mengabaikan kepentingan perusahaan
2. Asymmetry information. Kondisi ini terjadi pada saat terdapat informasi yang
tidak simetris, dalam hal ini manajer memiliki informasi privat.
Kerangka teori keagenan berasumsi bahwa adanya dorongan manajer untuk mengabaikan
kepentingan perusahaan disebabkan karena manajer memiliki kesempatan untuk
mengabaikan kepentingan tersebut (opportunity to shirk). Adanya informasi privat
merupakan media untuk memanfaatkan kesempatan.

Antecedent of Escalation
Self-justification theory dan prospect theory secara tidak langsung menjelaskan
faktor-faktor yang menentukan terjadinya eskalasi komitmen lebih ke arah faktor
psikologis. Staw dan Ross (1986) mengkategorikan antecedent eskalasi lebih ke arah
lingkungan objektif suatu proyek atau ke stándar pengambilan keputusan yang ekonomis.
Antecedent tersebut dimasukkan ke dalam empat kategori utama, yakni: proyek,
psikologi, sosial dan struktur.

Gambar 1. Antecedent of Escalation


(Nulden, 1996b)

Project Faktors

Psychological Escalating
Social Faktors
Faktors Situations

Organizational
Faktors
• Project. Sasaran utama adalah atribut-atribut yang melekat. Proyek akan terus
berlanjut dengan komitmen yang tinggi jika merupakan investasi jangka panjang
dengan payoff yang besar (Sabherwal, Sein et al., 1994). Low salvage value dan high
closing cost (Drummond, 1995; Staw dan Ross, 1987), passive decision (Brockner,
Shaw dan Rubin, 1979), lack of alternative (McCain, 1986).
• Psychological. Berkaitan dengan cara pandang individu terhadap situasi yang optimis
dan menjanjikan (Brockner, 1992). Faktor psikologi ini juga berkaitan dengan
perilaku manajer yang enggan untuk mengaku bahwa keputusannya di awal salah
(Staw dan Ross, 1987). Sejumlah peneliti menyarankan untuk menggunakan teori

749
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

prospek (Kahneman dan Tversky, 1979) untuk menjelaskan pengaruh faktor


psikologi ini dalam proses pengambilan keputusan.
• Social. Merupakan faktor pendorong terjadinya eskalasi yang berasal dari pihak
eksternal dimana individu terlibat langsung didalamnya. Berhubungan dengan
pengaruh budaya, sosial, dan interpersonal seperti external justification, kompetisi
(Haunschild, Davis-Blacke dan Fichman, 1994), dan “hero effect” yang mendorong
manajer untuk melanjutkan keadaan yang kurang menguntungkan tersebut (Staw dan
Ross, 1980).
• Organizational. Berkaitan dengan lingkungan struktur dan politis suatu proyek.
Termasuk didalamnya kondisi administrative inertia (Staw dan Ross, 1989),
dukungan politis (Pfeffer, 1981) maupun interorganizational interaction (Nuldén,
1996).

De-escalation Strategy
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah
dengan mengembangkan sistem informasi yang lebih baik (Harrel dan Harrison, 1993).
Pemberian informasi ini dapat digunakan perusahaan untuk memverifikasi perilaku
manajer sehingga dapat membatasi kesempatan tindakan manajer untuk melakukan
shirking karena manajer menyadari bahwa dia tidak dapat menipu perusahaan
(eisendhardt, 1989).
Penelitian ini menggunakan prosedur pemberian informasi akuntansi yang telah
dikembangkan Ghosh (1997) dari penelitian Simonson dan Staw (1992). Ketiga prosedur
tersebut adalah: (1) menyediakan umpan balik yang tidak ambigú, (2) telaah kemajuan
proyek (progress report), dan (3) mengevaluasi dampak dari setiap perubahan dalam
perencanaan awal terhadap hasil proyek termasuk evaluasi keuntungan yang akan datang
dan tambahan aliran kas keluar (future benefit).

Ambiguous Feedback
Perilaku eskalasi lebih responsif dalam menghadapi dilema dibandingkan
perbuatan salah karena penguatan komitmen menjadikan adanya kesempatan tambahan
untuk strategi dalam bekerja maupun menyimpan lebih banyak informasi (Bowen, 1987).
Konsep dan manipulasi feedback yang ambigu, mengindikasikan suatu arah tindakan
gagal yang tidak didefinisikan dengan baik. Feedback mendorong suatu pencarian
strategi-strategi alternatif yang seharusnya tidak ambigu. Namun, bukti empiris
memperlihatkan pengambil keputusan cenderung hanya melihat informasi yang
mendukung keputusan awal dan tetap berkomitmen pada tindakan awal.

H1a : Eskalasi komitmen akan mengalami peningkatan saat umpan balik yang
diberikan pada level pengambil keputusan individu adalah ambigu
dibandingkan pemberian umpan balik yang tidak ambigu

Progress Report
Berkaitan dengan bounded rationality. Beberapa hasil penelitian keperilakuan
memberikan bukti yang memperlihatkan bahwa individu biasanya tidak mengevaluasi
seluruh informasi yang tersedia sebelum menjangkau suatu keputusan. Fenomena ini
memperlihatkan bahwa manajer cenderung menyederhanakan proses revaluasi terhadap
keputusan-keputusan awal (Suartana, 2003). Logika ini menyarankan bahwa prosedur
yang baik menjamin bahwa pengambil keputusan dapat melakukan evaluasi terhadap
alasan-alasan mengapa terjadi penyimpangan dari anggaran sebelumnya untuk membuat
keputusan investasi tambahan.

H1b : Mempersiapkan progress report dapat membantu level pengambil


keputusan individu terhindar dari eskalasi komitmen

750
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Future Benefit
Reaksi peningkatan komitmen terhadap historical cost mengindikasikan tidak
adanya informasi mengenai keuntungan-keuntungan yang akan datang dari tambahan
aliran kas keluar. Staw (1976) memperlihatkan bahwa pengambil keputusan yang tidak
diinformasikan mengenai keuntungan potensial atas tambahan investasi dimasa
mendatang, cenderung mengadopsi suatu pola yang salah dari kelanjutan investasi.
Dengan kata lain, future benefit merupakan strategi yang tepat untuk mereduksi ekalasi
komitmen (Simonson dan Staw, 1992).

H1c : Pemberian informasi future benefits atas tambahan investasi dapat


menghindari permasalahan eskalasi komitmen pada level pengambil
keputusan individu

Namun, pengambilan keputusan di dunia usaha tidak hanya dilakukan oleh


manajer secara individu tetapi juga dapat merupakan suatu hasil kesepakatan secara
kolektif yang akhirnya menjadi keputusan kelompok manajer. Rutledge dan Harrel (1994)
melakukan penelitian yang memberikan hasil bahwa interaksi kelompok akan
mengarahkan keputusan kelompok lebih ekstrim daripada keputusan individu. Hasil ini
mengindikasikan bahwa saat individu tergabung dalam suatu kelompok, dia akan menjadi
lebih risk-seeking dibandingkan sebelumnya. Sehingga terdapat kemungkinan terjadi
eskalasi.
Keil (1995) dan Nulden (1996) yang menyatakan bahwa eskalasi komitmen juga
dapat dihindari melalui pengawasan terhadap keputusan yang diambil individu maupun
kelompok, maka dari uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2a : Eskalasi komitmen akan mengalami peningkatan saat umpan balik yang
diberikan pada level pengambil keputusan kelompok adalah ambigu
dibandingkan pemberian umpan balik yang tidak ambigu

H2b : Mempersiapkan progress report dapat membantu level pengambilan


keputusan kelompok terhindar dari eskalasi komitmen

H2c : Pemberian informasi future benefits atas tambahan investasi dapat


menghindari permasalahan eskalasi komitmen pada level pengambil
keputusan kelompok

Isenberg (1986) dan Rutledge dan Harrell (1994) menjelaskan bahwa terdapat
perubahan (polarisasi) hasil keputusan individu dengan kelompok. Saat beberapa individu
tergabung dalam suatu kelompok maka keputusan yang telah dibuat oleh individu
mengalami perubahan. Pergeseran keputusan akibat pertimbangan resiko yang dibuat
oleh pembuat keputusan ketika membuat keputusan secara individual dan sebagai
anggota kelompok (keputusan kelompok) dikenal dengan istilah risky shift. Isenberg
(1986), menyatakan bahwa keadaan ini biasanya terjadi ketika posisi pradiskusi awal
anggota kelompok mempengaruhi diskusi kelompok selanjutnya. Senada dengan Isenberg
(1986), Rutledge dan Harrell (1994) menyatakan bahwa pergeseran keputusan terjadi
karena tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab atas keputusan kelompok. Brown
dalam Solomon (1982) juga memperlihatkan bahwa individu biasanya hanya ingin
menanggung resiko setidak-tidaknya sama dengan resiko yang ditanggung oleh orang lain
dalam anggota kelompok.
Faktor berikutnya yang dapat mengarahkan perbedaan ekstrim keputusan
individu-kelompok adalah pengaruh informasi. Isenberg (1986) menunjukkan bahwa
diskusi kelompok dapat menyebabkan individu-individu dalam kelompok mengubah
keputusannya ke arah yang sama karena diskusi tersebut mengarahkan anggota kelompok
dengan argumen-argumen persuasif yang mendukung. Hal ini senada dengan Bazerman
(1994) yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki bounded rationality.

751
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Keterbatasan ini mengakibatkan individu tidak dapat menggunakan semua informasi yang
tersedia untuk dijadikan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Namun,
secara signifikan Cohen dan Bailey (1997) dan Gruenfeld et al. (1996) dalam Ghosh
(1997) menyatakan bahwa proses kognitif dan afektif kelompok dapat memperbaiki hal
ini.
Penjelasan pengaruh lingkungan sosial sebagai faktor yang dapat mengubah
keputusan individu-kelompok dapat ditelaah dengan menggunakan teori perbandingan
sosial (social comparison theory). Teori ini menyatakan bahwa individu cenderung
merepresentasikan dirinya sesuai dengan yang diinginkan lingkungan sosial. Hal ini
mengakibatkan setiap individu dalam kelompok akan menyesuaikan pola berfikir dan
mengambil keputusan yang relatif senada dengan interaksi dalam kelompok.
Kebanyakan penelitian cenderung mendukung pernyataan bahwa interaksi
kelompok mengarahkan keputusan kelompok berbeda daripada keputusan individu.
Namun, hasil yang berbeda diberikan Trotman et al. (1983). Menggunakan sistem
pengendalian internal sebagai variabel pembanding, Trotman menemukan hasil yang
tidak berbeda antara respon individu maupun respon kelompok. hasil ini jelas tidak
konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Maka, selanjutnya dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:

H3a : Strategi umpan balik yang ambigu akan meningkatkan eskalasi komitmen
dalam proses pengambilan keputusan individu dibandingkan kelompok

H3b : Strategi progress report lebih mereduksi eskalasi komitmen dalam proses
pengambilan keputusan individu dibandingkan kelompok

H3c : Strategi future benefit lebih mereduksi eskalasi komitmen dalam proses
pengambilan keputusan individu dibandingkan kelompok

METODOLOGI PENELITIAN
Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan mahasiswa sebagai subyek penelitian. Subyek yang
dipilih adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas gadjah Mada Yogyakarta yang
terdiri dari mahasiswa pada Program Reguler, Swadaya, Magister Akuntansi dan
Magister of Science.

Desain Eksperimen
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunkan eksperimen. Eksperimen
didesain dengan menggunakan factorial design 2x4 between subjects. Dalam eksperimen
ini, partisipan akan melalui dua tahap. Tahap pertama, partisipan akan mengerjakan
eksperimen secara individu. Kemudian tahap berikutnya partisipan diminta untuk bekerja
secara kelompok. Satu kelompok terdiri dari dua atau lebih partisipan. Desain eksperimen
secara keseluruhan dapat dilihat dalam tabel 2.
Gambar 2
Experiment Design 2x4 Between Subject

Treatment Condition
Feedback Progress Future
Baseline
ambigu Report Benefit

Decision Individu A b c d
Maker’s Group E f g h

752
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Tugas-tugas yang diberikan untuk partisipan disesuaikan dengan treatment


(kondisi perlakuan) yang diperoleh. Penempatan acak (random assignment) partisipan
pada setiap treatment dilakukan dengan tujuan agar masing-masing kelompok (kondisi
perlakuan) dapat dibandingkan dengan variabel dependen (Cooper dan Emory, 1996).
Penjelasan atas keempat perlakuan adalah sebagai berikut:

• Baseline (titik rujukan).


Kondisi ini paralel dengan responsibility tinggi. Kondisi ini menyediakan umpan
balik yang tidak ambigu mengenai analisa penjualan yang menyangkut informasi
tentang laporan laba rugi yang lalu, penyebab khusus perubahan laba/rugi yang
berasal dari investasi awal, dan informasi mengenai kemungkinan perbaikan yang
akan datang.
• Feedback yang ambigu.
Pada kondisi ini partisipan akan menerima informasi yang sama dengan kondisi
baseline. Perbedaan perlakuan yang diberikan adalah semua informasi mengenai
analisa penjualan disajikan secara ambigu.
• Progress Report.
Kondisi ini serupa dengan kondisi baseline. Treatment yang diberikan adalah adanya
pemahaman tambahan bahwa pengambil keputusan diharuskan membuat laporan
kemajuan proyek secara berkala (progress report)
• Future Benefit.
Kondisi ini serupa dengan kondisi baseline. Satu hal yang membedakan adalah pada
kondisi ini subyek akan diberi informsi tambahan mengenai keuntungan yang akan
datang yang berasal dari tambahan investasi
Untuk melihat polarisasi keputusan individu – kelompok, maka pada tahap
dimana partisipan diminta bekerja secara berkelompok akan diberikan kondisi perlakuan
yang sama dengan kondisi perlakuan saat partisipan bekerja secara individu. Cara ini
digunakan untuk dapat memastikan lebih lanjut apakah terjadi polarisasi keputusan
individu-kelompok.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini memodofikasi instrumen yang dikembangkan Ghosh (1997).
Partisipan akan diberi peran sebagai seorang manajer. Langkah pertama, partisipan
diminta menentukan lokasi untuk cabang baru. Langkah kedua, partisipan dideskripsikan
telah menjalani dua tahun pertama sejak pembukaan cabang baru. Seperti yang telah
dijanjikan sebelumnya, pada akhir tahun kedua ini, partisipan diperkenankan untuk
membuat proposal permohonan dana investasi tambahan guna memperlancar operasional
cabang baru tersebut. Sejak awal perusahaan telah menjanjikan tambahan dana investasi
sebesar Rp 1,7 M. Namun, sebelum mengajukan proposal, partisipan diberi informasi
mengenai kondisi cabang baru selama dua tahun pertama, informasi-informasi yang
menyebabkan kegagalan pencapaian target penjualan dan prediksi pasar di tahun-tahun
mendatang juga diberikan. Dengan informasi-informasi ini, partisipan diminta untuk
menganalisa keadaan sebelum mengajukan proposal permohonan dana investasi
tambahan.

Variabel Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah strategi yang dapat digunakan
untuk menghindari pengambil keputusan dari eskalasi komitmen (feedback yang tidak
ambigu, progress report, dan future benefit) dan tipe pengambil keputusan (individu dan
kelompok). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan investasi.
Pengukuran keputusan investasi ini dapat dilihat pada keputusan investasi yang dibuat
partisipan dalam eksperimen.

Metode Analisis Data


Hipotesis akan diuji dengan menggunakan alat statistik Univariate ANOVA.
Namun sebelumnya, terlebih dahulu akan dilakukan Levene’s Test. Pengujian ini

753
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

bertujuan untuk memenuhi asumsi ANOVA, yaitu apakah keseluruhan sampel memiliki
varians yang sama.

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI


Deskripsi Statistik dan Analisis Data
Sebanyak 182 mahasiswa berpartisipasi dalam eksperimen ini. Beberapa data
tidak dapat diproses lebih lanjut karena salah dalam mengisi manipulation check dan
tidak mengisi instrumen secara lengkap. Saat mengisi instrumen, sampel harus telah
mendapatkan mata kuliah Akuntansi Biaya, Akuntansi Manajemen, dan Manajemen
Keuangan.

Manipulation Check
Manipulation Check dilakukan untuk menguji logis tidaknya suatu pertanyaan
atau instruksi dalam eksperimen. Hasilnya dapat digunakan untuk menegaskan bahwa
partisipan memahami tugas-tugas yang diberikan sehingga dapat disimpulkan bahwa
treatment yang diberikan cukup berhasil.

Tabel 1
Hasil Manipulation Check

Condition
Keterangan Ambiguous Progress Future
Baseline
Feedback Report Benefit
n : 40 n : 40 n : 37 n : 38
Decision

Ind
Maker's

mean : 0.89 mean : 0.84 mean : 0.93 mean : 0.88


n : 21 n : 23 n : 20 n : 23
Group
mean : 0.92 mean : 0.85 mean : 0.95 mean : 0.90

Pengujian Hipotesis 1a, 1b, dan 1c


Tabel 2 (individu) memperlihatkan bahwa hasil dari kedua keputusan partisipan
(ekspansi maupun perluasan pasar) pada kondisi feedback yang ambigu memiliki nilai
rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada kondisi baseline. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemberian feedback yang tidak ambigu dapat membantu pengambil keputusan
terhindar dari eskalasi komitmen.
Tabel 2 (individu) juga memperlihatkan bahwa kedua keputusan untuk kondisi
progress report dan future benefit memiliki nilai rata-rata yang relatif lebih rendah
dibandingkan kondisi baseline. Hal ini menunjukkan bahwa mengharuskan manajer
membuat laporan secara berkala serta pemberian keuntungan masa depan secara
signifikan dapat membantu manajer terhindar dari eskalasi komitmen.
Pengujian Hipotesis 2a, 2b, dan 2c
Tabel 2 (kelompok) menunjukkan nilai rata-rata pada kondisi baselinemengalami
peningkatan pada kondisi feedback ambigu. Hal ini mendukung hipotesis 2a bahwa
pemberian umpan balik yang ambigu dapat menimbulkan eskalasi komitmen pada level
pengambilan keputusan kelompok. Hasil penelitian juga mendukung hipotesis 2b. Hal ini
dapat dilihat pada penurunan nilai rata-rata antara kondisi baseline dengan kondisi
progress report. Namun, peningkatan nilai rata-rata kondisi future benefit dari kondisi
baseline mengindikasikan bahwa hipotesis 2c tidak didukung.

754
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Tabel 2
Mean Comparison (Scheffe's) of Recommendations with Baseline Condition

Individu Kelompok
Market Market
Expansion Expansion
Condition Support Support
Decision Decision
Decision Decision
Std Std Std Std
Mean Mean Mean Mean
dev. dev. dev. dev.
1 Baseline
(unambiguous feedback,
no progress report, and no
future benefits
information) 8.25 1.256 7.90 1.374 8.05 1.203 8.14 1.389
2 Ambiguous Feedback 9.30a 1.114 8.95b 1.280 9.26a 0.915 9.39b 1.270
3 Progress Report 6.59a 0.856 6.27b 1.194 6.90a 1.021 6.85b 1.348
4 Future Benefits 7.18a 0.955 7.03b 1.150 9.30a 1.396 9.39b 1.305

a
Expansion decision: Significantly different from the baseline condition, p = 0.05
Market support decision: Significantly different from the baseline condition, p =
b
0.05

Pengujian Hipotesis 3a, 3b, dan 3c


Pengujian hipotesis 3a, 3b, dan 3c masih menggunakan alat analisa yang sama
yakni Multivariate ANOVA dengan Multiple Comparisons Scheffe’s Test. Namun, data
yang digunakan adalah data perbedaan rata-rata antara pengambil keputusan individu
dengan pengambil keputusan kelompok. Tabel 3 menunjukkan perbedaan nilai rata-rata
antara pengambil keputusan berdasarkan ketiga strategi untuk kedua keputusan. Nilai
rata-rata untuk masing-masing strategi didapat dari perbedaan masing-masing kondisi
ambigu feedback, progress report, dan future benefit terhadap kondisi baseline. Hasilnya
mengindikasikan bahwa hipotesis 3a, hipotesis 3b, dan hipotesis 3c terdukung. Dengan
kata lain, dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% dapat dipastikan bahwa terjadi
polarisasi hasil keputusan individu dengan hasil keputusan kelompok.

KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh dari
strategi fedback unmbiguous, progress report, dan pemberian informasi future benefit
dalam menghindari permasalahan eskalasi komitmen. Metode penelitian yang digunakan
adalah eksperimen. Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari
jawaban responden terhadap pertanyaan diakhir instrumen penelitian. Instrumen yang
digunakan merupakan modifikasi instrumen yang telah dikembangkan Ghosh (1997).
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan multivariate ANOVA. Hasil
pengujian hipotesis mengindikasikan dukungan terhadap hasil penelitian Ghosh (1997)
bahwa ketiga strategi dapat digunakan untuk membantu pengambil keputusan individu
terhindar dari permasalahan eskalasi.
Selain melihat pengaruh ketiga strategi terhadap level pengambil keputusan
individu penelitian ini juga mengamati pengaruh ketiga strategi terhadap level pengambil
keputusan kelompok. Bazerman (1994) yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki
bounded rationality mengindikasikan keputusan yang diambil individu belumlah
dilakukan secara optimal. Kelompok, yang merupakan gabungan dari beberapa individu,
dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
polarisasi keputusan individu kelompok. Pemahaman ini mendasari penelitian ini untuk

755
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

menguji kembali ketiga strategi tersebut pada level kelompok. Hasilnya memberi
dukungan secara statistik bahwa strategi pemberian umpan balik yang tidak ambigu dan
progress report memang secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dapat
membantu kelompok terhindar dari permasalahan eskalasi komitmen. Namun, di luar
perkiraan, strategi pemberian informasi future benefit memberikan hasil berbeda. Kondisi
ini dapat disebabkan karena kelompok cenderung risk-seeking. Polarisasi keputusan
individu kelompok biasany dikenal dengan istilah risky shift (Isenberg, 1986). Saat
beberapa individu bergabung dalam suatu kelompok mereka cenderung menjadi risk-
seeking. Hal ini mungkin disebabkan pertimbangan bahwa resiko yang yang mungkin
akan terjadi dihadapi bersama-sama. Rutledge dan Harrel (1994), menyatakan bahwa
pergeseran keputusan individu-kelompok terjadi karena pendistribusian tanggung jawab
tidak telalu jelas. Tidak ada seorangpun dalam kelompok yang merasa bertanggung jawab
penuh atas resiko yang akan terjadi. Sehingga pertimbangan terhadap resiko seringkali
terabaikan. Hasil akhir memperlihatkan bahwa strategi progress report merupakan stategi
yang paling baik untuk diterapkan, baik level pengambilan keputusan individu maupun
kelompok untuk menghindari terjadinya permasalahan eskalasi komitmen.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yakni: lebih mengutamakan
validitas internal dibandingkan validitas eksternal, kasus yang disajikan berbentuk
abstraksi dan merupakan penyederhanaan dari permasalahan dunia nyata, dan sistem
penelitian yang menggunakan sistem one shot. Sebaiknya, penelitian yang berkaitan
dengan rasionality dilakukan lebih dari satu kali.
Penelitian dalam bidang ini masih sangat luas. Penggunaan skenario yang lebih
kompleks dan realistis dapat merupakan langkah yang baik dalam pengujian di masa yang
akan datang. Pertimbangan dilakukan meliputi materialitas penyajian angka, realitas
permasalahan sehingga dapat lebih menangkap kasus-kasus nyata yang terjadi di
lapangan.
Kekompleksan tidak hanya meliputi skenario, namun juga pertimbangan dalam
pemakaian sampel.penelitian yang akan datang akan lebih baik jika menggunakan praktisi
sebagai sampel penelitian. Hal ini bertujuan agar hasil penelitian lebih dapat digeneralisir,
secara tidak langsung meningkatkan validitas eksternal. Penelitian berikutnya mungkin
dapat menggunakan basisteori lain untuk menjelaskan fenomena eskalasi, seperti
Atribution Theory, Social Learning Theory, Expectancy Theory dan Operant
Conditioning (Mc.Cain, 1986).

REFERENSI

Angle, H.L. dan J.L. Perry. 1981. An empirical assessment of organizational commitment
and organizational effectiveness. Administrative Science Quarterly, Vol. 26, p: 1-
13.
Arifin, Amril. 2004. Pengaruh framing pada keputusan akuntansi managerial dalam
perspektif individu-kelompok; pengujian atas prospect theory dan fuzzy-trace
theory. Tesis. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Arkers, H.R. dan Blumer. 1985. The psychology of sunk cost. Organizational Behavior
and Human Decision Processes, Vol. 35, p: 124-140.
Bazerman, M.H. 1994. Judgment in Managerial Decision Making. 3rd.ed., New York,
NY: Wiley.
Bowen, M.G. 1987. The escalation phenomenon reconsidered: Decision dillemmas or
decision errors? Academy of Management Review, Vol. 12, p: 37-61.
Brockner, Joel. 1992. The escalation of commitment to a failing course of action: Toward
theoretical progress. Academy of Management Review, Vol. 17. No. 1, p: 39-61.
Brockner, J., M.C. Shaw dan J.Z. Rubin. 1979. Factors affecting withdrawal from an
escalating conflict: Quitting before it’s too late. Journal of Experimental Social
Psychology, Vol. 15, p: 492-503.

756
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Chang, C. Janir dan Joanna L. Y. Ho. 2004. Judgment and decision making in project
continuation: A study of students as surrogates for experienced managers.
ABACUS, Vol.40. No. 1, p: 94-116.
Cooper, Donal R. dan Pamela S. Schinedler. 2001. Business Research Methods. Mc-
Graw-Hill & Irwin, Singapore, 7th Edition.
Drummond, H. 1995. De-escalation in decision making: A case of a disastrous
partnership. Journal of Management Studies, Vol. 32, p: 265-281.
Eisendhardt, K.M. 1989. Agency theory: An assessment and review. Academy of
Management Review, Vol.14, p: 57-74.
Ghosh, Dipankar. 1997. De-escalation Strategies: Some Experimental Evidence.
Behavioral Research in Accounting, Vol.9, p: 88-112.
Goedono, Mohamad dan Heibatollah Sami. 2003. Managers’ adverse selection in
resource allocation: A laboratory experiment. Advances in Management
Accounting, Vol. 11, p: 225-249.
Gudono dan Bambang Hartadi. 1998. Apakah teori prospek tepat untuk kasus Indonesia?:
Sebuah replikasi penelitian Tversky dan Kahneman. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 1, No. 1, p: 29-42.
Harrell, Adrian dan Paul Harrison. 1994. An incentive to shirk, privately held
information, and managers’ project evaluation decisions. Accounting,
Organizations and Society, Vol.19, No. 7, p: 569-577.
Harrison, Paul D. dan Adrian Harrell. 1993. Impact of “adverse selection” on managers’
project evaluation decisions. Academy of Management Journal, Vol. 36, No. 3, p:
635-643.
Haunschild, P.R., Davis-Blake A. dan M. Fichman. 1994. Managerial overcommitment in
corporate acquisition processes. Organization Science, Vol. 5, p: 528-540.
Isenberg, Daniel J. 1986. Group polarization: A critical review and meta-analysis.
Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 50, No. 6, p: 1141-1151.
Kahneman, D. dan Tversky. 1979. Prospectory: An analysis of decisions under risk.
Econometrica,Vol.47, p: 263-291.
Kanodia, Chandra, Robert Bushman dan John Dickhout. 1989. Escalation errors and the
sunk cost effect: An explanation based on reputation and information asymmetries.
Journal of Accounting Research, Vol. 27, No. 1, p: 59-77.
Keil, M. 1995. Pulling the plug: Software project management and the problem of project
escalation. Working Paper, Georgia State University, Atlanta.
Keil, M., B.C.Y. Tan, K-K Wei dan T. Saarinen. 2000. A cross-cultural study on
escalation of commitment behavior in software projects. MIS Quarterly, Vol. 24.
Mc.Cain, Bruce E. 1986. Continuing investment under condition of failure: A laboratory
study of the limit to escalation. Journal of Applied Psychology, Vol.2, p: 280-284.
Nulden, Urban. 1996a. Escalating? Who? Me? Unpublished, Goteborg University,
Sweden.
______. 1996b. Failing Projects: Harder to Abandon than to Continue. Unpublished,
Goteborg University, Sweden.
______. 1996c. Escalation in IT Projects: Can We Afford to Quit or Do We Have to
Continue? Unpublished, Goteborg University, Sweden.
Pfeffer, J. 1981. Power in Organizations. Cambridge, MA: Ballinger
Ross, J. dan Barry M. Staw. 1993. Organizational Escalation and Exit: Lessons from the
Shoreham Nuclear Power Plant. Academy of Management Journal, Vol.36, No.4, p:
701-732.
Royer, Isabelle. 2002. Escalations in Organizations: The Role of Collective Belief.
Unpublished, Université Paris-Dauphine.
Ruchala, Linda V. 1999. The Influence of Budget Goal Attainment on Risk Attitudes and
Escalation. Behavioral Research in Accounting, Vol.11, p: 161-191.
Rutledge, Robert W. dan Adrian M. Harrell. 1994. The impact of responsibility and
framing of budgetary information on group-shifts. Behavioral Research in
Accounting, Vol. 6, p: 92-100.

757
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Sabherwal, Rajiv dan Maung K. Sein. 1994. Why organizations increase commitment to
failing information systems projects. Unpublished.
Santoso, Singgih. 2003. Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Schulz, Axel K-D. dan Mandy M. Cheng. 2002. Persistence in capital budgeting
reinvestment decisions – personal responsibility antecedent and information
asymmetry moderator: A note. Accounting and Finance, Vol. 42, p: 73-86.
Sekaran, Umma. 2000. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. John
Wiley & Sons, Inc. Singapore. 3rd Edition.
Simonson, Itamar, dan Barry M. Staw. 1992. Deescalation Strategies: A comparison of
techniques for reducing commitment to losing courses of action. Journal of Applied
Psychology, Vol. 77, No. 4, p: 419-426.
Suartana, I Wayan. 2003. Strategi reduksi eskalasi komitmen sunk cost. Simposium
Nasional Akuntansi IV, Oct, p: 984-993.
Solomon. 1982. Probability asessment by individual auditor and audit teams: An
empirical investigation. Journal of Accounting Research, Vol. 20, p: 689-710.
Staw, B. M. 1976. Knee-deep in the big muddy: A study escalation commitment to
chosen course of action. Organizational Behavior and Human Decision Processes,
Vol. 16, p: 27-44.
Staw, B. M. 1981. The Escalation of Commitment to a Course Action. Academy of
Management Review, Vol. 6, No. 4, p: 577-587.
Staw, B.M. dan J. Ross. 1980 Commitment in an experimenting society: A study of the
attribution of leadership from administrative scenarios. Journal of Applied
Psychology, Vol. 65, p: 249-260.
Staw, B. M. dan J. Ross. 1986. Understanding Behavior in Escalation Situations. Science,
Vol. 246, p: 216-220.
______. 1987. Behavior in escalation situations: Antecedents, prototypes,and solutions.
Research in Organizational Behavior, p: 39-78, Greenwich, CT: Jai Press.
Staw, B. M. dan J. Ross. 1989. Understanding behavior in escalation situations. Science.
Vol. 246, p: 216-220.
Trotman, K.T., P.W. Yetton dan I.R. Zimmer. 1982. Individual and group judgment of
internal control system. Journal of Accounting Research, Vol. 21, p: 289-292.
Tversky, A. dan D. Kahneman. 1981. The framing of decisions and the psychology of
choice. Science, Vol. 211, p: 453-458.

758

Anda mungkin juga menyukai