Anda di halaman 1dari 9

Ilegal logging

DISUSUN OLEH: GALUH SITI MUJI HAERANI

KELAS: XI IPA 3 SMA NEGERI 1 NUNUKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


Illegal Logging adalah issue penting di negeri ini. Yang kadang kurang populis berita dan critanya. Suatu hal yang ironi, negeri dengan jutaan hektar hutan hijau, cerita pembabatan hutan yang illegal hanya menjadi berita pinggiran. Jutaan dollar kerugian finansial dengan dampak ekologi yang luar biasa untuk negei ini, masih adakah yang perduli. Siapapun Anda, pemegang keputusan, aparat terkait, pengusaha atau yang dirugikan maupun rakyat biasa, silahkan bergabung dan posting issue penting negeri ini agar para pihak terkait perhatikan. Mungkin tidak bisa merubah semuanya, namun setidaknya keberanian anda bersuara ada disini.

Abad 21 merupakan abad di mana umat manusia mengalami evolusi dan kemajuan yang cukup signifikan di berbagai aspek. Dalam beberapa hal yang dahulunya belum dapat teratasi, kini telah dapat ditangani dengan berbagai alat modern yang mutakhir. Namun, sejalan dengan hal tersebut, ada beberapa dampak yang ditimbulkan. Salah satunya dalam hal pemanfaatan sumber daya alam, khususnya hutan. Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pemanfaatan dan pengelolaan sektor kehutanan adalah salah satu bagian yang essensial dalam pengelolaan lingkuan hidup dimana telah menjadi sorotan bukan hanya nasional, akan tetapi telah menjadi wacana global. Hal ini dapat dilihat dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi yang diselenggarakan oleh PBB di Rio Jeneiro pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992 yang juga merupakan peringatan 20 tahun Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio Jeneiro menghasilkan suatu konsesus tentang beberapa bidang penting khususnya prinsip-prinsip kehutanan yang tertuang dalam dokumen dan perjanjian: Non-Legally Binding Authorotative Statement of Principle for a Global Condesus on Management, Conservation and Sustainable Development of all Types of Forest dan Bab 11 dari Agenda 21 Combating Deforestion. Kemudian dalam pertemuan ketiga dari Komisi Pembangunan Berkelanjutan (CSD-COmmision of Sustainable Development) disepakati untuk membentuk Intergovermental Panel on Forest (IPF) untuk melanjutkan dialog dalam kebijakan kehutanan skala global. Prinsip-prinsip tentang Kehutanan tersebut kemudian dijabarkan dalam UU Kehutanan Indonesia, yaitu UU No.4 Tahun 1999. Tak dapat dipungkiri, eksistensi hutan sangatlah essensial dan memiliki bebagai manfaat baik secara langsung (tangible)ataupun secara tidak langsung (intangible). Secara langsung, hutan memainkan perannya sebagai tempat penyedian kayu, habitat bagi berbagai flora dan fauna, dan sebagai lokasi beberapa hasil tambang. Disamping itu, secara tidak langsung, hutan dapat dijadikan lokasi rekreasi, perlindungan dan perkembangan biodiversitas, pengaturan tata air, dan pencegahan erosi. Salah satu masalah yang menjadi dilema dari periode ke periode yang menyangkut hutan di Indonesia ialah pembalakan liar (illegal logging). Stephan Devenish, ketua Misi Forest law Enforecment Governance and Trade dari Uni Eropa mengatakan bahwa illegal logging adalah penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Nampaknya, illegal logging merupakan masalah krusial yang sangat sulit untuk diatasi bahkan diminimalisir oleh negara kita. Dengan semakin maraknya praktek pembalakan liar, kawasan hutan di Indonesia telah memasuki fase kritis. Seluruh jenis hutan di Indonesia mengalami pembalakan liar sekitar 7,2 hektar hutan per menitnya, atau 3,8 juta hektar per tahun.

Tentunya, ini akan mengancam keanekaragaman hayati bahkan dapat menurunkan level kekayaan biodiversitas di Indonesia serta secara langsung dapat mengganggu keseimbangan alam yang telah tercipta. Menurut estimasi pemerintah, praktek illegal logging per tahunnya telah membuat negara mengalami defisit sebesar Rp 30 triliun atau Rp 2,5 triliun per bulannya. Tentunya, angka ini sangatlah fantastis, ditambah lagi kerugian ini empat kali dari APBN yang telah dianggarkan pemerintah untuk sektor kehutanan. 1.2 Tujuan Penulisan a). Menganalisis berbagai penyebab yang mendorong semakin maraknya praktek illegal logging di Indonesia b). Menganalisis pelaku (subject) praktek illegal logging di Indonesia c). Mengetahui dampak (effect) yang ditimbulkan dari praktek illegal logging di Indonesia d). Menganalisis berbagai cara efektif untuk mengurangi praktek illegal logging di Indonesia 1.3 Metode Penulisan

Metode penulisan yang diimplementasikan dalam makalah ini ialah motode pustaka, yakni dengan menggali berbagai data yang dibutuhkan dari buku. Selanjutnya dengan metode diskusi. Diskusi dilakukan antar sesama anggota kelompok dan pihak lain yang memilki informasi yang berelasi dengan judul yang diusung pada makalah ini. Kemudian, dalam proses penyelesaian makalah juga menggunakan data yang diperoleh via internet. II.PERUMUSAN MASALAH 1). Apakah hakekat illegal logging? 2). Siapakah pelaku illegal logging di Indonesia? 3). Apakah penyebab yang menstimulasi praktek illegal logging di Indonesia? 4). Apakah dampak dari praktek illegal logging di Indonesia? 5). Bagaimanakah cara yang efektif untuk meminimalisir praktek illegal logging di III. 3.1 PEMBAHASAN Hakikat Pembalakan Liar (Illegal Logging) Indonesia?

Menurut Tacconi, pembalakan liar atau kegiatan hutan ilegal meliputi semua tindakan ilegal yang berhubungan dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non-kayu. Kegiatan itu meliputi tindakan yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan pengangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga pengelolaan keuangan. Menurut Simpul Papua, Illegal Logging ada dua jenis yaitu: 1). Yang dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan dalam izin yang dimiliki, 2). Melibatkan pencuri kayu dimana pepohonan ditebang orang yang sama sekali tidak memiliki hak legal untuk menebang pohon. Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2001 menyebutkan bahwa Illegal Logging adalah penebangan kayu di kawasan hutan dengan tidak sah.

Sedangkan menurut Haryadi Kartodiharjo, 2003 mengatakan bahwa Illegal Logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak dan atau pemegang ijin melakukan penebangan melebihi dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan. Selanjutanya, menurut LSM Indonesia Telapak, 2002 berpendapat bahwa Illegal Logging ialah operasi atau kegiatan kehutanan yang belum mendapat izin dan yang merusak. Illegal Logging meliputi serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan. Pelanggaran ini terjadi disemua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu gelonggongan, tahap pemprosesan, dan tahap pemasaran, serta meliputi cara-caraa yang korup untuk mendapatkan akses ke hutan dan pelanggaran keuangan seperti penghindaran pajak (Wahyu Catur adinugroho,2009). Forest watch Indonesia dan Global Forest Watch berpendapat bahwa selain Illegal Logging ada juga istilah pembalakan liar, kerusakan hutan, pembalakan liar dan pembalakan yang merusak. Pembalakan illegal ialah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan, dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Illegal Logging menurut UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU Kehutanan), kategori illegal logging menurut Pasal 50, antara lain: mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (ilegal), merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalamkawasan hutan, membakar hutan, dan lain-lain. Dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila kegiatantersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging yang sesuai peraturan, (3)lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan, (4) produksi kayu,apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada batas diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, (6) pelaku, apabila orangperorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukumdibidang kehutanan, dan (7) penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu diseludupkan Jadi, pada hakikatnya, pembalakan liar (illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. 3.2 Pelaku Illegal Logging di Indonesia

Masyarakat biasa Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku illegal logging. Masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga melakukan illegal logging untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Selain itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai pekerja ataupun buruh di suatu perusahaan/organisasi. 2. Kalangan Pejabat Pejabat dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam kasus illegal logging. Karena apa? Karena mereka memiliki kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang disalahgunakan, mereka

dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk menjalankan aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi protector para cukong kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah yang terkadang dapat membuat para cukong kayu terbebas dari jeratan hukum. Dari pemberian izin yang illegal ini, tentunya para pejabat terkait akan mendapatkan profit materi dari para cukong kayu ataupun perusahaan terkait. 3. Industri/Perusahaan Satu lagi subjek yang tak kalah krusialnya dari praktek illegal logging ialah para industri dan perusahaan. Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para industri/perusahaan melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama dengan kalangan tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya perusahaan/industri skala kecil saja yang terlibat, bahkan beberapa perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan illegal logging. 3.3 Penyebab yang Menstimulasi Praktek Illegal Logging di Indonesia

Isu illegal logging saat ini sudah menjadi isu global yang selalu menjadi objek pembicaraan dan kajian oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, akademisi, NGO dan organisasi masyarakat sipil. Kasus ini tidak pernah selesai dibicarakan. Dari tahun ke tahun isu tersebut justru semakin memanas, karena penyelesaiannya tak kunjung mencapai titik temu. Berikut merupakan beberapa penyebab yang pendorong maraknya praktek illegal logging di Indonesia: a). Masalah Ekonomi Pada umumnya mata pencarian masyarakat kawasan hutan adalah bertani dan berkebun. Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, banyak lahan pertanian dan perkebunan beralih fungsi menjadi permukiman. Hal ini berkonsekuensi pada semakin berkurangnya lapangan pekerjaan yang kemudian berdampak pada rendahnya tingkat perekonomian masyarakat. Sudah menjadi tabiat manusia, kadangkala dalam kondisi terhimpit ekonomi, akal sehat menjadi tidak berfungsi. Sehingga memiliki tendensi menghalalkan sesuatu walaupun bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Bagi mereka yang berdekatan dengan hutan memiliki tendensi untuk nekat menjual kayu hutan. Mengapa demikian? Karena hal ini yang paling cepat bagi mereka untuk bisa memenuhi kepulan asap di rumah. Beberapa kasus yang ditemukan oleh petugas kehutanan ternyata memang masyarakat yang melakukan penebangan kayu mengaku terpaksa karena tidak ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari hari mereka. Ada pula awalnya adalah hanya mengambil kayu bakar yang dilakukan oleh ibu-ibu. Namun kemudian menjadi usaha setelah adanya para cukong kayu sebagai pembeli. Selain itu, banyak juga ditemukan pelakunya ternyata dari kalangan orang kaya secara materi. Mereka ini biasanya melakukanya karena faktor keserakahan.

b). Pola kemitraan yang dibangun pemerintah dengan masyarakat. Selama ini masyarakat hanya diarahkan untuk menjaga dan memelihara hutan tanpa memikirkan bagaimana agar keberadaan hutan juga memiliki kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Bahkan lebih ekstrim lagi masyarakat bukanya diberdayakan tetapi diperdaya. Banyak pula programprogram pengembangan ekonomi yang dilakukan, namun sayangnya tidak didasarkan pada potensi yang dimiliki masyarakat. Sehingga program-program yang dicanangkan menjadi sia-sia. c). Perkembangan Teknologi Evolusi teknologi yang pesat mendorong kemampuan orang untuk mengeksploitasi hutan khususnya untuk illegal logging semakin mudah dilakukan, karena dengan berkembangnya teknologi untuk menebang pohon tidak memerlukan waktu yang lama sebab alat-alatnya semakin canggih.

d). Budaya Yang dimaksud di sini adalah kebiasaan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di dalam memperlakukan hutan yang berkonsekuensi pada terancamnya eksistensi hutan. Misalnya saja, ada keyakinan pada masyarakat tertentu bahwa jika membangun masjid atau tempat-tempat umum lainya bahan bahan kayunya harus diambilkan dari hutan yang disertai dengan ritual-rutual tertentu. Ada pula kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun yang sudah tertanam pada masyarakat tertentu yang kemudian menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk dihentikan. Misalnya kebiasaan mengambil kayu dihutan yang dilakukan mulai dari orang tua kemudian diikuti oleh anak-anaknya secara turun-temurun. Dalam prakteknya, para pelaku kadangkala menggunakan cara-cara licik. Agar terhindar dari hukum, biasanyapohon kayu terlebih dahulu dibuka kulitnya agar cepat mati. Ada pula disuntikkan racun pada pohon kayu. Sebenarnya faktor budaya ini berkaitan dengan memudarnya nilai nilai kearifan lokal. Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat kawasan hutan sebagai mahluk berbudaya berkebutuhan untuk mengekpresikan budayanya. Bagi mereka, hutan merupakn tempat sekaligus sebagai sarana terbaik penyelenggaraan ritual. Oleh karenanya, banyak ritual-ritual keselamatan yang penyelenggaraanya dikaitkan dengan keberadaan hutan. Kondisi ini kemudian akan mendorong masyarakat untuk menjaga dan memelihara hutan. Namun, kondisi saat ini nilai-nilai lokal sudah hampir hilang, tidak lagi diterapkan. Sehingga orang masuk hutan secara serampangan tanpa tata krama dan merusaknya. e). Penegakan Hukum Disinyalir bahwa masih terjadi konspirasi antara pelaku illegal logging dengan aparat. Hal ini dibuktikan dengan masih berkeliaranya para pelaku illegal logging. Masih ada ditemukan Saw Mill yang tidak berizin tetap beroperasi. Pengakuan oknum pemilik Saw Mill, leluasanya dia mengoperasikan mesinnya karena aparat juga mendapatkan jatah dari hasilnya. f). Penjagaan dan pengawasan aparatur masih belum berjalan dengan baik Hal ini di karenakan tidak seimbangnya jumlah personil aparat dengan jumlah hutan di Indonesia. Penyebab lain adalah adanya pengawas yang masih melakukan kerja sama dengan pelaku illegal logging yang hasilnya pasti akan semakin parah dari kondisi sebelumnya. g). Kesenjangan ketersediaan bahan baku Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentingan industri dan kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37 juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya penebangan kayu secara liar. Disamping itu terdapat permintaan kayu dari luar negeri, yang mengakibatkan terjadinya penyelundupan kayu daam jumlah besar. Dibukanya kran ekspor kayu bulat menyebabkan sulinya mendeteksi aliran kayu illegal lintas batas. h). Kelembagaan Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah dilakukannya penebangan liar, disamping lemahnya pengawasan instansi kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui pemberian hak penebangan hutan skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan fragmentasi hutan. 3.4 Dampak Illegal Logging

a). Kepunahan berbagai varietas hayati Illegal logging yang kian marak tentunya akan merusak bahkan menghilangkan habitat asli dari berbagai flora dan fauna. Dengan rusaknya habitat mereka, maka mereka akan kesulitan untuk melangsungkan kehidupannya, seperti kesulitan mencari makan akibat sumber makanan mereka yang ditebang, tidak adanya tempat untuk berkembang biak dan sebagainya. Contoh nyata ialah populasi orang hutan yang terancam punah, khususnya di Pulau Kalimantan yang diakibatkan illegal logging dan pengalih fungsian

hutan menjadi perkebunan sawit. Selain itu, populasi gajah Sumatra juga terancam punah akibat pembalakan hutan. Para ahli mengestimasikan apabila hal ini tidak ditangani dengan serius, generasi mendatang hanya akan mengetahui flora dan fauna tersebut melalui fosil ataupun foto-foto saja. b). Menimbulkan Bencana Alam Pohon-pohon ditebangi hingga jumlahnya semakin hari semakin berkurang menyebabkan hutan tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam jumlah yang besar,sehingga air tidak dapat meresap ke dalam tanah. Tentunya, ini bisa menyebabkan banjir,seperti yang terjadi belum lama ini yaitu bencana banjir bandang di Wasior, Papua yang menewaskan hampir 110 orang. Contoh lainnya ialah banjir yang setiap tahunnya menjadi langganan di Jakarta. Banjir di ibu kota Indonesia terjadi karena kurangnya daerah serapan air akibat adanya pengalih fungsian hutan menjadi pemukiman. Dengan pengalih fungsian ini, fungsi hutan juga akan menurun. c). Menipisnya Cadangan Air Seperti yang kita ketahui, salah satu fungsi hutan ialah tempat cadangan air. Dengan semakin maraknya illegal logging akan mengurangi eksistensi hutan, maka cadangan air bersih juga akan berkurang. Itulah sebabnya, di Indonesia sering terjadi kekeringan air khususnya pada musim kemarau. d). Merusak Lapisan Tanah Ketika eksistensi hutan menurun, maka hutan akan tidak optimal untuk menjalankan fungsinya menjaga lapisan tanah sehingga akan memperbesar probabilitas terjadi erosi yang nantinya dapat mengakibatkan lapisan tanah hilang dan rusak. e). Penyebab Global Warming Isu global warming pastilah tidak asing di telinga kita. Isu ini tidak hanya menyedot perhatian sebagian masyarakat tertentu, tetapi telah menjadi masalah global. Global warming membawa dampak berupa bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, seperti angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang tinggi, dan sulitnya memprediksi cuaca yang mengakibatkan para petani yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering mengalami gagal panen. Global warming juga mengakibatkan semakin tingginya suhu dunia, sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan pulau-pulau di dunia akan semakin hilang terendan air laut yang semakin tinggi volumenya. Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di Indonesia yang menjadi paru- paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar. f). Berkurangnya Pendapatan Negara Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging mencapai Rp 30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). h). Dilihat dari aspek sosial, illegal logging menimbulkan berbagai konflik hak atas hutan, konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta masyarakat adat setempat. i). Dilihat dari aspek budaya seperti illegal logging dapat memicu ketergantungan masyarakat terhadap hutan yang pada khirnya akan dapat merubah perspektif dan perilaku masyarakat adat setempat terhadap hutan. 3.5 Cara Efektif Meminimalisir Illegal Logging di Indonesia

1. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging. Penerapan sanksi menurut undang-undang yaitu bedasarkan Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undangundang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dengan kata lain, barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) 2. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu. 3. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan penadahan. Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu illegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi (corporate crime). 13 4. Dalam era otonomi daerah pemerintah mendorong dan memperkuat peran pemda provinsi maupun kabupaten/kota serta sektor lainnya secara maksimal dalam menanggulangi illegal logging melalui peningkatan keterpaduan sinergisitas pembangunan kehutanan dan pembangunan wilayah, penggalangan dana pengamanan hutan dan pembangunan jaringan kerja dan informasi. 5. Untuk menanggulangi illegal logging di daerah perbatasan antara lain mengupayakan diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPU) sehingga dapat menyentuh aktor intelektual dan para pemodal yang selama ini belum tersentuh. 6. Hal lain yang diupayakan adalah memobilisasi berbagai sektor pembangunan untuk mengarahkan pembangunan pada daerah-daerah rawan illegal logging dan gangguan hutan lainnya, agar dapat meredam atau merealisasikan gejolak kebutuhan lapangan kerja dan usaha. Dilakukan pula pelibatan masyarakat sipil dalam pemberantasan illegal logging dengan pendekatan kesejahteraan masyarakat melalui program social forestry dan collaborative management, yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat setempat. IV. PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Illegal logging merupakan salah satu kasus di sektor kehutanan Indonesia yang tidak bisa diremehkan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya baik secara langsung maupun tidak langsung cukup bersifat signifikan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penebangan kayu secara liar (illegal logging) merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini tetap dilakukan dengan itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar pihak. 4.2 Rekomendasi Berkenaan dengan illegal logging, sebaiknya semua pihak turut bahu membahu dalam meminimlisir praktek ini, karena tanpa adanya kerjasama antara pihak pemerintah dan masyarkat, maka praktek illegal logging akan sulit untuk dikecilkan presentasenya. Ditambah lagi, pemberantasan illegal logging bukanlah tanggung jawab suatu kalangan saja, tapi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Pemerintah sebaiknya menjalakan fungsinya dengan baik dan benar sebagai aparat yang mengawasi dan menegakkan hukum yang berlaku, jangan sampai malah menjadi pelanggar (pelaku) dari aturan yang telah dibuat. Selain itu, pemerintah juga perlu mengadakan atau menjalin kemitraan dengan masyarakat. Dengan kemitraan ini, antar pihak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bekerja sama. Di lain pihak, masyarakat sebaiknya bisa menjadi kontrol yang peka atas kinerja pemerintahan dalam menjalakan fungsinya dan berpartisipasi aktif dalam memberantas illegal logging, bukan hanya bisa menyalahkan dan memojokkan pemerintah tanpa berbuat apapun yang akan memperkeruh suasana tanpa solusi yang jelas. V.DAFTAR PUSTAKA - Kementrian Kehutanan. 2010. Statistik Kehutanan Indonesia (Foresty Statistics of Indonesia) 2009. Jakarta - http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/54 http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/04/23/problematika-penanganan-illegallogging-di-indonesia/ - http://www.isai.or.id/?q=bagian+pertama-pembabat+hutan+bernama+illegal+logging+ - http://eprints.undip.ac.id/8332/

Anda mungkin juga menyukai