Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, turunan tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar, nyamplung, kapok, kacang tanah. Senyawa utama biodiesel adalah ester yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut:
Gambar 1. Rumus Bangun Ester Secara definisi biodiesel seperti yang banyak beredar di media, adalah bahan bakar cair yang diformulasikan untuk mesin diesel dan terbuat dari sumber daya hayati (bio-oil). Pada dasarnya biodiesel adalah senyawa ester metilletil dan asam-asam lemak yang dihasilkan dail reaksi antara minyak nabati dengan metanol/etanol. Minyak nabati sebagai sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan tergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat di suatu tempat/negara. Sebagai contoh adalah minyak jagung, kanola, kelapa dan kelapa sawit yang kemudian menghasilkan produk dengan nama SME (Soybean Methyl Ester), RME (Rapeseed Methyl Ester), CME (Coconut Methyl Ester), dan POME (Palm Oil Methyl Ester). Mengingat tingkat urgensi dari pengembangan biodiesel yang dirasa telah mendesak dan tingkat kemampuan produksi minyak sawit nasional saat ini maupun masa mendatang yang cukup tinggi (sekitar 6,5 juta ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 15 juta ton pada 2012) maka jenis biodiesel yang dipandang perlu untuk segera dikembangkan adalah biodiesel berbasis minyak sawit. Pilihan pada jenis biodiesel dari sawit ini selaras dengan upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk hilir industri sawit dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap persaingan pasar sawit dunia yang diperkirakan akan makin ketat di masa mendatang. Pengembangan energi alternatif biodiesel telah marak dilakukan di berbagai belahan dunia karena persediaan bahan bakar fosil dunia diperkirakan akan habis dalam hitungan puluhan tahun kemudian. Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui. Sebagai seorang process engineer, penulis mendukung penuh
program pemerintah dalam mencanangkan program pemerintah untuk mengembangkan teknologi biodiesel ini. Adapun beberapa kelebihan dari teknologi biodiesel ini, yaitu: 1. Biodiesel atau metil ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. 2. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa terjadi perubahan pada mesin lain yang menggunakannya. 3. 4. Biodiesel bersifat dapat diperbaharui (renewable), dapat terurai (biodegradable) Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), 5. 6. mampu mengurangi emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan racun (non toxic). Selain itu, dalam segi ekonomi, teknologi biodiesel juga membawa pengaruh positif, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Menguatkan (security of supply) bahan bakar diesel yang independen dalam negeri. Mengurangi impor bahan bakar minyak dari negara lain. Meningkatkan kesempatan kerja orang indonesia di dalam negeri. Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri di dalam negeri. Memperbesar basis sumber daya bahan bakar minyak nabati (BBN).
Biodiesel dapat dibuat dengan cara memproses bahan bakar nabati dalam berbagai tahap untuk memperoleh metil ester (biodiesel), yang kemudian biodiesel ini dicampur dengan bahan bakar fosil lainnya, misalnya: solar. Hasil campuran itu disebut B10,B20 dengan tujuan agar bahan bakar B10, B20 ini mempunyai sifat-sifat fisis mendekati sifat-sifat fisis solar sehingga B10, B20 dapat dipergunakan sebagai pengganti solar yang kini persediaannya kian menipis. Sifat sifat fisis yang perlu diperhatikan adalah viskositas, densitas, titik nyala (flash point), titik kabut (cloud point), kadar air dan bilangan iodin.
Persentase Komposisi
42,7 10,3 -
Sifat Fisis CPO: Nama: Triglyceride Rumus molekul : C57H104O6 Warna: Kemerahan Wujud (30C, 1 atm): Cair
Biodiesel dapat dibuat dengan dua macam cara yaitu secara biologis dan secara kimiawi
biodiesel
Karena mahalnya harga katalis biologis dibandingkan katalis kimiawi, maka penggunaan katalis biologis tersebut dilakukan dengan cara immobilisasi pada katalis. Teknik katalisasi biologis ini sekaligus memungkinkan dilakukannya proses kontinu dalam produksi biodiesel. Temperatur optimum reaksi ini adalah 40C. Meskipun harga katalis biologis mahal, namun sintesis biodiesel menggunakan biokatalis mampu memperbaiki kelemahan katalis alkali (NaOH), yaitu tidak bercampur homogen, sehingga pemisahannya mudah dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik tanpa adanya reaksi samping yang tidak diinginkan. Selain itu, penggunaan biokatalis di lingkungan beralkohol menyebabkan biokatalis terdeaktivasi secara cepat dan stabilitasnya menjadi buruk. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka dilakukan sintesis biodiesel melalui rute non-alkohol agar aktivitas dan stabilitas biokatalis tetap tinggi. Biokatalis yang digunakan adalah Candida Rugosa lipase dalam bentuk tersuspensi. Metil asetat sebagai pensuplai gugus alkil direaksikan dengan trigliserida dari minyak kelapa sawit. Reaksi dilakukan dalam reaktor batch dan HPLC (High-Performance Liquid Chromatography) digunakan untuk menganalisa reaktan dan produk.
Gambar 2. HPLC
Hasil menunjukkan bahwa lebih dari 86% rantai asam lemak dari trigliserida minyak kelapa sawit berhasil dikonversikan menjadi biodiesel pada kondisi konsentrasi biokatalis sebesar 4 %-wt substrat, rasio mol minyak:alkil sebesar 1:12 selama 50 jam reaksi. Biodiesel yang diproduksi akan semakin bertambah apabila lama waktu reaksi bertambah dan jumlah konsentrasi biokatalis bertambah.
Metil Asetat
Pengadukan
Pengambilan sampel
Reaksi (t = 50 jam)
Analisa HPLC
menggunakan alkohol berlebih untuk mendorong reaksi ke arah kanan karena reaksi ini adalah reaksi reversible yang terjadi pada temperatur ruang dan berjalan dengan lambat.
Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi Mekanisme reaksi transesterifikasi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1. Tahap pertama adalah penyerangan ikatan karbonil pada trigliserida oleh anion dari alkohol dan membentuk zat antara tetrahedral. 2. Tahap kedua, dimana zat antara tetrahedral bereaksi dengan alkohol dan terbentuk anion dari alkohol. 3. Tahap ketiga, dimana zat antara tetrahedral mengalami transfer proton sehingga terbentuk ester dan alkohol. Pada reaksi transesterifikasi yang menggunakan katalis alkali (NaOH), bilangan asam dari minyak nabati yang digunakan harus kurang dari satu. Jika bilangan asamnya lebih dari satu, maka minyak nabati yang harus dinetralisir terlebih dahulu dengan menambahkan jumlah alkali sehingga basa yang digunakan dapat berfungsi sebagai katalis dan penetralisir asam. Bilangan asam yang tinggi disebabkan oleh adanya kandungan asam lemak bebas pada minyak nabati. Ada beberapa proses transesterifikasi adalah sebagai berikut : 1. Proses Transesterifikasi Dengan Proses Batch Proses ini menggunakan unit operasi dua tahap secara batch, tiap tahap terdiri atas tangki reaktor dan tangki pengendapan sehingga sering disebut sistem pencampuran dan pengendapan. Kelebihan proses ini adalah kualitas produk yang didapat cukup baik, tetapi produksi methyl esternya tidak kontinyu.
2. Proses Transesterifikasi Kontinu Proses ini menggunakan kolom reaktor sentrifugal. Proses ini terdapat dua siklus tertutup, yaitu tertutup alkohol dan siklus tertutup air untuk ekstraksi gliserol dan pemurnian dengan pencucian dari ester. 3. Proses Transesterifikasi Henkel Proses ini menggunakan reaktor dari tangki pengendapan. Kondisi operasinya pada tekanan 9000 KPa dan temperatur 240C. Kelebihan proses ini adalah kualitas methyl ester relatif baik dengan tingkat kemurnian tinggi dan warna minyak yang terang. Kekurangannya adalah konsumsi energi yang besar. Pada dasarnya, proses transesterifikasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan gliserin dalam minyak nabati karena jika dipanaskan, gliserin akan membentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat dan proses ini bertujuan juga untuk menurunkan viskositas minyak nabati. Ada beberapa proses untuk menetukan proses yang tepat dan sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan biodiesel. Rekasi untuk mengubah minyak menjadi biodiesel yang paling sering digunakan adalah dengan reaksi transesterifikasi. Untuk rekasi ini dapat ditempuh dengan tiga cara yang berbeda untuk menghasilkan biodiesel, yaitu : 1) Transesterifikasi minyak atau lemak dengan methanol dengan menggunakan katalis basa. 2) Transesterifikasi minyak atau lemak dengan methanol dengan menggunakan katalis asam. 3) Konversi minyak menjadi asam lemak dan kemudian methyl ester dengan katalis asam. Dari beberapa metode pembuatan biodiesel dari minyak nabati, metode transesterifikasi adalah metode yang sering digunakan karena relatif sederhana tanpa membutuhkan peralatan yang rumit dan juga bahan bahan yang diperlukan dapat diperoleh dengan mudah. Proses yang dipilih untuk pembuatan biodiesel dari CPO ini adalah proses transesterifikasi minyak sawit dan metanol karena proses ini berlangsung pada tekanan atmosferik dan temperatur yang lebih rendah dari proses esterifikasi. Selain itu, bahan baku yang digunakan adalah minyak sawit sehingga proses transesterifikasi lebih sesuai.