Anda di halaman 1dari 24

BRAIN ABSCESS

Ade Rahmayani, Linda, Shofiyah Latief

I.

PENDAHULUAN
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus, dan protozoa.(1) Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.(2) Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun angka mortalitas tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat.(1) Diagnosis sering terlambat karena

gejala abses otak tidak khas. Tindakan operasi tidak selalu dapat dilakukan karena lokasi abses tidak dapat dicapai atau adanya abses multipel. Kapsul yang tebal dan adanya berbagai mikroorganisme penyebab baik aerob, anaerob, campuran, jamur, atau, parasit mempersulit pemilihan antibiotika yang akan digunakan.(3) Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.(2) Riwayat sebelumnya menderita penyakit otitis media, mastoiditis, sinusitis supuratif, atau infeksi pada wajah, kulit kepala, atau tengkorak, bronkiektasis, abses paru, empyema, dan endokarditis bakterial juga diketahui menyebabkan abses otak.(4) Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial, serta gejala neurologis fokal sesuai lokalisasi abses. Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis dari abses otak jelek.(2)

II. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian yang sebenarnya dari abses otak tidak diketahui pasti. Laki-laki lebih sering menderita daripada perempuan.(2) Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 hingga 50 tahun, namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia. Paien mengalami sakit kepala dan tanda neurologis fokal dengan lokasi abses yang

bervariasi. Tanda peningkatan ICP (khususnya mual, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran) adalah yang paling sering ditemukan.(4)

III. ETIOLOGI
Abses otak dapat berasal dari beberapa sumber infeksi, yaitu fokus infeksi dekat misalnya otitis media, mastoiditis, sinusitis paranasalis, dan fokus infeksi jauh misalnya dari paru-paru dan jantung, luka penetrasi, operasi, dan akibat komplikasi meningitis bakterialis. Keberhasilan mengetahui penyebab abses sangat dipengaruhi oleh cara pembiakan.(3) Bakteri yang sering ditemukan dalam abses otak adalah Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Proteus, dan E.Coli. Kira-kira 75% dari abses otak disebabkan oleh bakteri-bakteri tersebut dan 25% sisanya disebabkan oleh mikroorganisme lainnya. Kebanyakan abses mengandung salah satu bakteri. Kira-kira 15% dari abses otak mengandung dua atau lebih kuman patogenik, dan 20% dari abses ternyata steril.(5) Pada penyakit jantung bawaan sianotik sering ditemukan

Streptococcus, sedangkan bila abses terjadinya pasca kraniotomi, sering ditemukan Staphylococcus atau Streptococcus.(3) Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Adapun jamur penyebab abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides, dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang,

Entamoeba histolityca, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses otak secara hematogen.(2) Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),

endokarditis bakterial akut dan subakut, dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri

cerebri media, terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.(1) Sekitar 20% fokus infeksi abses otak berasal dari infeksi telinga tengah, merupakan suatu komplikasi serius. Otitis media supuratif adalah penyakit yang berpotensi serius, terutama tipe maligna karena dapat menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa.(6) Abses juga dapat dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Penyebab abses yang jarang dijumpai adalah Osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas pada wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi, luka tembak di kepala, dan septikemia.(1) Berdasarkan sumber infeksi, dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak : (1) 1. Infeksi sinus paranasalis dapat menyebar secara retrograd

thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau

temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. 2. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. 3. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau temporalis. 4. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. 5. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. 6. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. 7. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan segmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.

IV. ANATOMI OTAK DAN SAWAR DARAH OTAK


Otak dihubungkan dengan sumsum tulang belakang, mengatur baik proses tidak sadar dan mengkoordinasi sebagian besar gerakan yang disadari. Lebih jauh lagi, otak merupakan pusat kesadaran, membuat manusia dapat berpikir dan belajar.(7) Otak memiliki berat sekitar satu perlima puluh berat tubuh keseluruhan, rata-rata 1,4 kg pada orang dewasa. Secara anatomi, otak memiliki empat struktur utama, yaitu: (7) 1. Serebrum besar, seperti kubah

2. Diensefalon yang ada di bagian lebih dalam. Terdiri atas talamus dan struktur di dekatnya 3. Cerebelum, di bagian belakang bawah 4. Batang otak, di bagian dasar Ciri otak yang paling jelas adalah serebrum, yang membentuk lebih dari empat per lima jaringannya. Serebrum memiliki tampilan berlekuk karena permukaan yang berlipat-lipat, yang disebut korteks serebrum. Lekukan otak disebut sulkus jika dangkal dan disebut fisura jika dalam. Fisura dan beberapa sulkus besar membagi empat daerah fungsional yang disebut lobus. Lobus terbagi empat bagian, yaitu frontal, parietal, oksipital, dan temporal. Gerigi di permukaan otak disebut girus.(7)

Gambar 1 . Anatomi Otak(8)

Mekanisme yang mengontrol lingkungan unik otak adalah sawar darah otak. Sawar darah otak berfungsi melindungi susunan darah pusat dari milieu darah dan mempertahankan homeostasis lingkungan mikro otak.

Keuntungan sawar agak dikurangi oleh kenyataan bahwa ia menahan antibiotika, neurotransmitter tertentu (misal dopamin), dan obat yang secara potensial berguna lainnya.(9) Neuron-neuron, sel-sel glia, cairan ekstraseluler otak, dipisahkan dari darah oleh sawar darah otak. Sawar darah otak dicirikan sebagai lapisan seluler yang sempurna dan kontinyu dari sel-sel endotel yang disegel oleh tight junction. Komunikasi sel ke sel normal antara astocyte, pericyte, sel endotel dan neuropil yang mengelilingi penting bagi ekspresi fenomena sawar darah otak dan mekanisme homeostasisnya. Transpor, fungsi yang dimediasi reseptor dan enzim, memainkan peran penting dalam regulasi komposisi cairan ekstraseluler otak. Molekul, di atas ukuran yang dibatasi, yang bersirkulasi dalam darah dapat memperoleh akses menuju ruang interstisial hanya jika terdapat sistem transpor khusus untuk molekul tersebut yang terdapat dalam endotel kapiler otak. Sistem demikian untuk asam amino, transferin, insulin, Ig G, dan albumin terkationasi menjamin bahwa SSP secara tetap menerima senyawa yang dibutuhkan.(9) Pada proses infeksi, kuman patogen masuk melalui penetrasi pada paraseluler dan transeluler. Kerusakan sawar darah otak mungkin disebabkan karena terjadi migrasi lekosit dari darah dalam jumlah besar melalui dinding kapiler otak. Kerusakan sawar darah otak ini secara klinis berguna untuk pemberian antibiotika yang tidak larut dalam lemak. Pada infeksi susunan saraf pusat, mekanisme terjadinya kerusakan sawar darah otak tidak hanya karena adanya kuman patogen dalam meningen, tetapi

juga karena terjadinya fragmentasi dinding sel, endotoksin, dan aktifitas dari sel-sel lekosit.(10)

V.

PATOFISIOLOGI
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik. Adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh, sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis. Tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt dari kanan ke kiri maka bakteri yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel.(2) Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi leukosit disertai udem, perlunakan, dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblast, dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas, tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif

terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.(2) Kebanyakan abses terletak di substansi alba, karena pendarahan disitu kurang intensif dibandingkan dengan substansi grisea. Reaksi dini dari jaringan otak terhadap kuman yang bersarang disitu ialah edema dan kongesti yang disusul dengan perlunakan dan pembentukan nanah. Fibroblast sekitar pembuluh darah bereaksi dengan berproliferasi. Astroglia ikut berperan juga dan membentuk kapsul. Jika kapsul pecah, nanah tiba di ventrikel dan menimbulkan kematian.(5) Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium, yaitu : (1) 1. Stadium serebritis dini (Early cerebritis), hari 1-3 Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear, limfosit, dan sel plasma dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. 2. Stadium serebritis lanjut (Late cerebritis), hari 4-9 Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-inzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag

besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. 3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early capsule formation), hari 10-13 Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang menyebar membentuk kapsul kolagen. Reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat. 4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late capsule formation), hari 14 atau lebih Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut : a. Bentuk pusat nekrosis di isi oleh acellular debris dan sel-sel radang. b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

10

c. Kapsul kollagen yang tebal. d. Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

VI. GAMBARAN KLINIS


Tidak ada gejala patognomonik untuk abses otak, gejala abses otak tergantung dari lokasi abses, besar abses, virulensi organisme, derajat edema, dan respon tubuh terhadap infeksi. Trias yang terdiri dari tanda infeksi, tanda peninggian intrakranial, dan gejala neurologis fokal ditemukan pada 50% penderita. Pada stadium serebritis, terdapat sakit kepala, demam, letargi, dan kejang. Tapi sering pula tidak terlihat manifestasi klinis, sehingga proses penyakitnya terlihat akibat adanya lesi desak ruang. Gejala dapat menjadi progresif, terlihat dengan adanya kelainan saraf lokal dan tekanan intrakranial yang meningkat. Sakit kepala, muntah, dan kesadaran menurun dan disertai dengan hemiparesis, hemianopia atau kelainan neurologi lainnya. Walaupun gejala klinis sering terlihat, adakalanya tidak terdapat gejala selama beberapa waktu, keluhan hanya berupa demam yang hilang timbul, dan serangan sakit kepala.(3) Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik, karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam ventrikel. Gejala yang terjadi seperti mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan

11

dalam mengambil keputusan, gangguan intelegensi, dan kadang-kadang kejang.(2,4) Abses pada lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran atas kontralateral, dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi apabila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Gangguan lain yaitu tidak mampu menyebut objek, tidak mampu membaca, menulis, atau mengerti kata-kata.(2,4) Abses pada lobus parietalis memiliki gejala berupa gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal, hemianopia homonim, disfasia, akalkulia, dan agrafia. Sedangkan abses pada serebellum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri, nistagmus, sakit kepala suboksipital, kaku leher, dan gangguan berjalan.(2,4)

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan, yaitu :(1,11,12,13)

12

1. Jumlah leukosit : 10.000-20.000/cm3 (60-70%) 2. Laju endap darah meningkat : 45 mm/jam (75-90%) 3. Kultur darah 4. Analisa Liquor Cerebrospinal: leukosit dapat mencapai 100.000/l atau lebih saat abses pecah dan memasuki ventrikel dan asam laktat meningkat sampai lebih dari 500mg. Pemeriksaan ini dilakukan bila terbukti tidak ada peningkatan tekanan intracranial melalui pemeriksaan CT scan atau pun MRI. Karena lumbal punksi, yang dilakukan untuk mendapatkan sampel LCS, bila dilakukan pada keadaan tekanan intracranial yang tinggi, dapat menyebabkan terjadinya coning (seperti herniasi otak lewat foramen magnum, menyebabkan koma dan kematian) tinggi.

B. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Biasanya proses dimulai dengan serebritis lokal dengan

perlunakan, peradangan, dan hiperemi. Perubahan nekrotik mulai di tengah diikuti pencairan dan pembentukan nanah. Fibroblast dan gliosis yang melingkari serebritis akhirnya membentuk kapsul, mula-mula tidak rata, lama kelamaan lebih tegas. Biasanya jaringan disekitarnya memperlihatkan tanda edema dan jaringan tersebut dimasuki oleh sel lekosit polimorfonuklear dan sel plasma, tidak perlu terdapat sel limfosit. Lama kelamaan terbentuk jaringan nekrosis yang membentuk

13

kapsul. Dan waktu yang diperlukan untuk membentuk jaringan nekrosis ini adalah antara 4-6 minggu.(3)

Gambar 2 . Spesimen menunjukkan jumlah netrofil pada pus dan kapsul granulomatosa fibrosa pada abses kronis(14)

C. PEMERIKSAAN EEG Pemeriksaan EEG untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 1-3 siklus/detik pada lokasi abses.(2)

D. RADIOLOGI 1. FOTO POLOS KEPALA Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral. Tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat mengidentifikasi adanya abses.(2)

14

Gambar 3 Peninggian tekanan intracranial menunjukan gambaran convolutional markings. Foto tersebut diambil pada pasien perempuan usia 7 tahun dengan craniosynostosis tipe mikrosefalus yang mengalami peninggian tekanan intracranial sehubungan dengan kelainan yang (15) dideritanya.

2. ARTERIOGRAFI Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan arteriografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan.(2)

3. CT SCAN KEPALA Selain mengetahui lokasi abses, CT scan juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.(2) Pada CT scan tampak area hipodens di daerah korteks atau persambungan kortikomeduler yang bisa soliter atau multipel. Pada pemberian media kontras tampak enchancement berbentuk cincin sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak edema perifokal.(16)

15

Gambar 4a CT scan tanpa kontras. Tampak area hipodens pada lobus

frontalis kanan dengan perifokal edema.(16)

Gambar 4b Sesudah kontras. Tampak

penyangatan berbentuk cincin, tegas ditepi lesi. (16)

Gambar 5 Kepala panah menunjukkan dinding abses yang tebal. Anak panah kecil gambaran meninges,

menunjukkan hiperdens dari

yang mengartikan adanya kemungkinan hubungan dengan meningitis.(18)

16

4. MRI KEPALA MRI saat ini juga banyak digunakan, selain memberi diagnosis yang lebih cepat, juga lebih akurat.(2)

Gambar 6 Abses otak streptococcal kronis pada anak 7 tahun a.menunjukkan pusat lesi massa dengan gambaran hyperintense membentuk cincin (panah hitam) dan edema perifer pada lobus frontal kiri. b.Gadolinium yang disempurnakan pada gambaran T1-weighted dengan magnetisasi kontras menunjukkan peningkatan gambaran cincin. c.gambaran DW menunjukkan komponen kistik pusat sebagai area hyperintense. d.peta
(14)

ADC

menunjukkan penurunan ADC dari komponen ini.

Gambar 7a T2-tertimbang (kiri) menunjukkan

adanya TB abses di lobus parietal kanan yang dikelilingi luas.


(18)

oleh

edema

yang

17

Gambar 7b Dengan tertimbang kontras baik.


(18)

peningkatan (kanan), abses

kontras akumulasi dinding

T1khas sangat

dalam

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Hidrosefalus, kadang-kadang sukar dibedakan dengan abses otak pada pasien di bawah 2 tahun.(2)
Gambar 8 Tanduk anterior dan temporal pada ventrikel lateral serta ventrikel ketiga dan keempat yang melebar. Ruang terluar dari CSF dengan kaliber normal. Tampak gambaran hipodens (panah hitam) yang tersebar pada periventricular, yang menunjukkan tekanan ventrikel meningkat. Juga terdapat tanda infark pada kapsul eksternal kiri (panah putih).(18)

2.

Tumor otak seperti astrositoma mempunyai gambaran klinik seperti abses otak. Dengan pemeriksaan CT scan dapat dibedakan keduanya.(2) Pada pemeriksaan CT atau MRI pada astrositoma biasanya muncul sebagai massa dengan lokasi meliputi hemisfer.

18

Gambaran astrositoma sering kistik dan sedikit hipodens pada gambaran unenhanced.(19)

Gambar 9 Astrositoma tahap awal pada posisi frontal kanan. (19)

Gambar 10 Sensitif terhadap media kontras.(19)

3.

Tumor kistik atau nekrotik sulit dibedakan dengana abses otak pada gambaran MR konvensional. Abses memiliki ADC (Apperent Diffusion Coefficient) rendah, sedangkan ADC pada tumor

bervariasi.(14)

19

Gambar 11 Glioblastoma Multiforme pada wanita 69 tahun. a. Gambaran T2-tertimbang menunjukkan hiperintens pada pusat massa lesi dengan sinyal pelek rendah dan edema perifer pada lobus frontal kanan. b. Gadoliniumenhanced pada gambar T1-tertimbang dengan transfer magnet kontras menunjukkan massa dengan bentuk cincin irreguler. c. Gambaran DW menunjukkan komponen pusat fibrosis sebagai hypointense (panah). d. Peta ADC menunjukkan peningkatan ADC dari komponen fibrosis (panah).(14)

IX.

PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi terapi bedah dan terapi konservatif. Untuk menghilangkan penyebab, dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi, dan pemberian antibiotik.(3)

20

Faktor-faktor

yang

dipertimbangkan

dalam

menentukan

penatalaksanaan sebagai berikut (2) 1. Bila gejala klinis belum berlangsung lama (kurang dari 1 minggu) atau kapsul belum terbentuk. 2. Sifat-sifat abses : a. Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasi b. Besar abses c. Soliter atau multipel. Pada abses multipel tidak dilakukan operasi Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada hasil pemeriksaan bakteriologik, dapat diberikan antibiotik secara polifarmasi ampisilin/penisilin dan kloramfenikol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan.(2)

X.

PROGNOSIS
Tergantung dari : (2) 1. Cepatnya diagnosis 2. Derajat perubahan patologis 3. Soliter atau multipel 4. Penanganan yang adekuat

21

Dengan alat-alat yang canggih, dewasa ini abses otak pada stadium dini dengan lebih cepat didiagnosis, sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih baik dari multipel.(2)

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim AA. 2005. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 38 :


324-327.

2. Kamaluddin MT. 1993. Abses Otak. Cermin Dunia Kedokteran. No.38 : 2527

3. Supatra N. 2006. Abses Otak pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Dexa
Media. Volume 19 :127-130

4. Price SA. 2002. Abses Otak. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi


Generalisata in Patofisiologi. Hartwig MS. Volume 2. EGC. Jakarta

5. Mardjono M. 2008. Abses Serebri. Mekanisme Infeksi Susunan Saraf in


Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta

6. Widodo S.

2011. Karakteristik Abses Otak Otogenik. Cermin Dunia

Kedokteran. Volume 38: 267-269

7. Parker S. 2009. Otak. Sistem Saraf in Ensiklopedia Tubuh Manusia.


Erlangga. Jakarta

8. Kahn M. 2007. Anatomy Review : The Brain. Available at


http://ocw.tufts.edu/Content/51/lecturenotes/673766/674604

9. Zulham. 2005. Sawar Darah Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume


38 : 199-203

10. Japaradi I. 2002. Sawar darah Otak. USU Digital Library.

23

11. Medscape Reference. 2012. Brain Abscess Workup. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/212946-workup

12. Medscape

Reference.

2012.

Lumbal

Puncture.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/80773-overview#showall

13. Davey P. 2006. Abses Serebri. Infeksi Susunan Saraf Pusat in At a Glance
Medicine. Erlangga. Jakarta

14. Moritani T. 2005. Brain Abscess. Infectious Disease in Diffusion-Weighted


MR Imaging of the Brain. Springer. New York

15. Mightys World Health Site. 2011. Craniosynostosis. Available at


http://www.mightysworld.com/syndrome-omim/craniosynostosis.html

16. Rasad S. 1999. Abses Serebri. Tomografi Komputer Kepala in Radiologi Diagnostik. Sjair Z. Volume 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 17. Ahuja AT. 2006. Brain Abscess. Central Nervous System in Medical Imaging Radiology for Students and Trainees. Yuen EH. Cambridge University. New York

18. Eastman GW. 2006. Brain Abscess. Intracranial Infectious in Getting Started
in Clinical Radiology. Thieme. New York

19. Scarabino T. 2006. Particular Forms of Infarcton. Cerebrovascular


Emergencies in Emergency Neuroradiology. Springer. New York

24

Anda mungkin juga menyukai