Anda di halaman 1dari 8

Pertumbuhan Janin Terhambat

A. Pengertian Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 percentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 percentil atau FL/AC > 24.2,4,5 Hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan atau infeksi. B. Prevalensi Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi uteroplasenta, dan 20% hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang karena disebabkan oleh kelainan genetik atau kerusakan lingkungan. Tidak semua PJT adalah KMK dan tidak semua KMK menderita PJT. Hanya 15% KMK badannya kecil karena PJT.4 Kejadian PJT bervariasi antara 3-10%, yang lebih penting kita harus mengetahui bahwa kematian perinatal PJT adalah 7-8 kali dari bayi normal.3,4 Kematian intrauterin terjadi pada 26% PJT.3 C. Klasifikasi Dikenal ada 3 macam PJT, yaitu : 1) PJT tipe I atau dikenal juga sebagai tipe simetris

Terjadi pada kehamilan 0-20 minggu, terjadi gangguan potensi tubuh janin untuk memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin. Prognosisnya buruk. 2) PJT tipe II atau dikenal juga sebagai tipe asimetris

Terjadi pada kehamilan 28-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertrofi), misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi plasenta. Prognosisnya baik.

3)

PJT tipe III adalah kelainan di antara kedua tipe di atas

Terjadi pada kehamilan 20-28 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan hiperplasia dan hipertrofi sel, misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu, kecanduan obat, atau keracunan. Prognosisnya dubia. D. Faktor Risiko Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan-pengamatan factor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dan umur kehamilannya. 1) Faktor-faktor risiko PJT

a. Lingkungan sosio-ekonomi rendah. b. Riwayat PJT dalam keluarga. c. Riwayat obstetri yang buruk d. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah. e. Komplikasi obstetri dalam kehamilan. f. Komplikasi medik dalam kehamilan.

2)

Faktor-faktor risiko PJT sebelum dan selama kehamilan

I. Faktor yang terdeteksi sebelum kehamilan a. Riwayat PJT sebelumnya. b. Riwayat penyakit kronis. c. Riwayat APS (Antiphospolipid syndrome). d. Indeks Massa tubuh yang rendah. e. Maternal hypoxia II. Terdeteksi selama kehamilan a. Riwayat makan obat-obatan tertentu.

b. Perdarahan pervaginam c. Kelainan plasenta. d. Partus prematurus. e. Kehamilan ganda. f. Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan.

E. Etiologi 1) Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpentiug

a. Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan berat tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah dengan 10-12 kg b. Penyakit ibu kronik Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung sianotik, diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua penyakit ini dapat menyebabkan pre-eklampsia yang dapat membawa ke PJT c. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik 2) a) b) c) Faktor Anak Kelainan kongenital. Kelainan genetik Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela, sitomegalovirus, dan

herpes). Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin. Banyak tipe seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, dan herpes

simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.1 3) Faktor plasenta

a. Kelainan plasenta sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan nutrisi yang baik bagi janin seperti, abruptio plasenta, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), korioangioma, dan plasenta previa b. Kehamilan kembar c. Twin-to-twin transfusion syndrome

F. Diagnosis Beberapa teknik yang banyak digunakan sebagai berikut: 1) Pengukuran tinggi fundus uteri.

Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat selama kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal, dan cukup akurat untuk mendeteksi banyak janin yang kecil untuk masa kehamilan (Gardosi dan Francis, 1999).1 Kekurangannya yang utama adalah ketidak tepatannya. Jensen dan Larsen (1991) serta Walvaren dkk. (1995) menemukan bahwa pengukuran simfisis-fundus membantu mengidentifikasi hanya 40 persen bayi-bayi seperti itu. Jadi, bayi yang kecil untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau terdiagnosis berlebihan. Meskipun demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi pentingnya pengukuran fundus yang dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan sederhana. Bila ukurannya lebih dari 2 sampai 3 cm dari tinggi seharusnya, pertumbuhan janin yang tidak sesuai dapat dicurigai.

2)

Pemeriksaan dengan ultrasonografi

Bila terduga telah ada hambatan pertumbuhan janin misalnya karena pada kehamilan itu terdapat faktor-faktor risiko seperti hipertensi, pertambahan berat badan ibu hamil tidak mencukupi, atau tinggi fundus uteri jauh tertinggal atau ibu hamil dengan diabetes melitus dengan komplikasi vaskuler, pemeriksaan lanjutan dengan uji yang lebih sensitif perlu dilakukan untuk konfirmasi. Kriteria ultrasonografi untuk pertumbuhan janin terhambat terutama peningkatan rasio panjang femur dari lingkaran perut, peningkatan lingkar kepala dari lingkar perut dan oligohidramnion. Pemeriksaan dengan ultrasound real-time akan bisa membedakan hambatan pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri, selain dari itu dapat pula mengukur berat janin, gangguan pertumbuhan kepala (otak), kelainan kongenital dan olighidramnion. 3) Penilaian volume cairan ketuban

Pada hambatan pertumbuhan intrauterin terutama pada kehamilan yang berlatar belakang hipertensi sering disertai oligohidramnion. Oligohidramnion bisa berakibat tali pusat terjepit dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba. Oleh sebab itu penilaian volume cairan ketuban perlu dipantau dari minggu ke minggu dengan pesawat ultrasonografi. 4) Pemeriksaan Doppler Velosimetri

Pemeriksaan Doppler velosimetri arteria umbilikalis bisa mengenal adanya pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskuler dari plasenta. Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang menunjukkan tahanan yang tinggi. Pada kelompok dengan rasio S/D (systolic and diastolic ratio) yang tinggi > 3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang tinggi dan karenanya dianggap adalah indikasi untuk terminasi kehamilan. 5) Pemantauan kegiatan kerja jantung janin

Bila hambatan pertumbuhan intrauterin itu berlatar belakang kekurangan gizi disebabkan kurang makan atau hambatan pertumbuhan intrauterin itu karena ibu merokok jarang sekali bisa menyebabkan kematian janin. Untuk maksud ini dilakukan pemeriksaan contraction stress test (CST) atau uji beban kontraksi setiap minggu dengan menginfus oksitosin atau merangsang puting susu ibu untuk membangkitkan kontraksi pada uterus. Pemeriksaan non-

stress test(NST) atau uji tanpa beban dua kali seminggu dikatakan lebih baik lagi untuk memantau kesehatan janin terlebih bila bersama dengan pemeriksaan profil atau tampilan biofisik janin yang dilakukan setiap minggu. 6) Uji Biokimiawi

Pemeriksaan ini tak lain adalah pemeriksaan fungsi plasenta yang terutama bermanfaat untuk mengetahui kesehatan janin pada keadaan maternal yang patologik yang telah disertai oleh insufisiensi fungsi plasenta dimana produksi bahan-bahan tersebut oleh plasenta semuanya semakin berkurang. Pemeriksaan kadar AFP (alfa-feto protein) serum ibu dalam kehamilan berusia sekitar 16 minggu memperlihatkan bahwa nilai tinggi sampai lebih dari pada dua kali lipat nilai ratarata sering kali akan disertai oleh kelahiran preterm atau kemudian berkembang menjadi hambatan pertumbuhan intrauterin. Ini misalnya terjadi pada kasus dengan solusio plasenta dini ( pada kehamilan 16 minggu) yang menyebabkan perembesan AFP janin kedalam darah maternal sehingga kadarnya dalam darah ibu menjadi tinggi. Kerusakan plasenta kemudiannya dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhannya yang pada ujungnya berakibat kepada pertumbuhan janin.

7)

Penambahan berat badan ibu

Penambahan berat badan ibu juga dapat menentukan ukuran dari bayi. Wanita yang bertubuh kecil biasanya mempunyai bayi yang lebih kecil. Diagnosis tersebut diatas disesuaikan berdasarkan tingkat pengetahuan, skill dan peralatan yang dimiliki baik para bidan, dokter umum, dokter spesialis obgin atau konsultan fetomaternal.

G. Komplikasi Neonatus Adapun komplikasi pada neonatal antara lain : 1) 2) 3) Mekonium. Hipotermia. Hipoglikemia.

4) 5) 6) 7)

Hipokalsemia dan hiponatremia. Trombositopenia. Polisitemia dan biperbilirubinemia. Kematian perinatal.

H. Penatalaksanaan Kecacatan dan kematian janin meningkat sampai 2-6 kali pada janin dengan PJT. Tatalaksana untuk kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah : PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggu b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama

melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat catch-up pertumbuhan setelah dilahirkan. I. Pencegahan Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.

J. Prognosis Prognosis PJT (terutama tipe II) lebih baik daripada bayi lahir kurang bulan, tetapi sering pada anak ini memperlihatkan juga gangguan pertumbuhan setelah lahir. Prognosis PJT tipe I (terutama dengan kelainan multipel) buruk.

Anda mungkin juga menyukai