Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. TB paru sebenarnya sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Dibuktikan dengan penemuan kerusakan tulang vertebra thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan jaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 - 4000 SM. Robert Koch menemukan MTB pada tahun 1882, semacam bakteri berbentuk batang. Diagnosis secara mikrobiologis dimulai sejak tahun 1882, terlebih lagi setelah Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat pada tahun 1896. Pada permulaan abad 19, insidens penyakit TB di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Usaha-usaha untuk mengurangi angka kematian dilakukan seperti perbaikkan lingkungan hidup, nutrisi, dll, tapi hasilnya masih kurang memuaskan. 1 Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun 1944 ketika seorang perempuan dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama Streptomicin. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik ( PAS ). Dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid pada tahun 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turut pirazinamid pada tahun 1954 dan etambutol 1952, rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini2. Angka insidens kasus dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi. Namun, dari tahun 1985 hingga 1992, kasus TB meningkat hingga 20 %. Lebih dari 80 % kasus baru TB yang dilaporkan adalah berusia lebih dari 25 tahun. Kira kira 5 hingga 100 populasi yang baru terinfeksi akan berkembang menjadi TB paru, 1 hingga 2 tahun setelah terinfeksi. Pada 5 % kasus akan berkembang menjadi penyakit klinis di masa yang akan datang, sedangkan 95 % sisanya tidak. Sekitar 10 % individu yang

terinfeksi akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun, risiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif, khususnya pada mereka yang terinfeksi HIV. Berdasarkan data CDC tahun 1996, angka penyakit TB pada orang yang terinfeksi HIV dengan tes tuberkulin kulit positif adalah 200 hingga 800 kali lebih besar daripada angka untuk seluruh penduduk Amerika Serikat. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Baik di Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang.1

1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: Apakah yang dimaksud dengan tuberkulosis? Bagaimana etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnostik klinis, dan terapi dari tuberkulosis? Apakah yang dimaksud dengan DOTS?

1.3 Tujuan Pada makalah ini akan dibahas tentang tuberkulosis terutama mengenai diagnostik kliniknya dan terapinya.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI Tuberkulosis paru adalah infeksi bakteri yang sangat menular disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Organ utama yang terinfeksi adalah paruparu, tapi infeksi dapat menyebar pada organ lain.

2.2 ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan (seperti yang tampak pada gambar 2). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun - tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.2

Gambar 2. Mikroskopik Mycobacterium tuberculosis

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan

tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

2.3 EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai "Global Emergency". Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.3

Gambar 1. Insidens TB di dunia (WHO, 2004) 3 WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 550.000 kasus TB. Sedangkan data Departemen Kesehatan pada tahun 2001 di Indonesia terdapat 50.443 penderita dengan TB BTA (+) yang diobati (23% dari perkiraan penderita TB BTA (+). dari kasus berusia 15 49 tahun dan baru 20% yang tercakup dalam program pembrantasan TB yang dilaksanakan pemerintah. Menurut WHO (1999), di Indonenia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil 4

penelitian kusnindar 1990, jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk; 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk; 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Mengacu pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya. Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipa kasus TB dan Kasus baru TB Paru BTA Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, Insidensi kasus baru TB BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru TB Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SAKIT TBC Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini : 1. Faktor Sosial Ekonomi. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.5 2. Status Gizi. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoerang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. 3. Umur. Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru. 4. Jenis Kelamin. Penyakit TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuanyang meninggal akibat TB Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum wanita lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agen penyebab TB Paru.

2.5 CARA PENULARAN Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri MTB yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Penderita TB yang menular adalah penderita dengan basil-basil TB di dalam dahaknya dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk-batuk, bersin, dan ketawa keras akan menghembus keluar percikan-percikan dahak halus (droplet nuclei), yang berukuran 5 mikron dan yang akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya 6

tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru. Jika hinggap di saluran pernapasan yang agak besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir selama pernapasan ini. Tetapi jika berhasil masuk sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkeolus, droplet nuclei akan menetap dan menimbulkan suatu infeksi TB (US PHS, 1991; CROFTON et al, 1992). Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi tranmisi ini. Pertama-tama ialah jumlah basil dan virulensinya. Dapatlah dimengerti bahwa makin banyak basil didalam dahak penderita makin besarlah bahaya penularan. Dengan demikian, para penderita dengan dahak yang sudah positif pada pemeriksaan langsung dengan mikroskop (untuk ini minimal harus ada 100.000 basil dalam 1 ml sputum) akan jauh lebih berbahaya dari mereka yang positif pada perbenihan, yang jumlah basilnya di dalam dahak jauh lebih sedikit (minimal 1000 basil dalam 1 ml sputum) (WHO, 1974). Cara batuk memegang peranan penting. Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau pada saat batuk penderita menutup mulut dengan kertas tissue. Factor lain adalah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan dibawah terik matahari sangat kecil.2 Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni lain yang serumah. Dengan demikian, bahaya penularan terbesar terdapat di perumahan yang berpenghuni padat dengan ventilasi yang jelek serta cahaya matahari kurang/tidak dapat masuk. Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat yang ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun 1950-1960.

Anda mungkin juga menyukai