Anda di halaman 1dari 7

ENVIRO 5 (1): 48-54, Maret 2005, ISSN: 1411-4402

 2005 PPLH-Lemlit UNS Surakarta.

Pola Distribusi dan Asosiasi Tumbuhan Bawah pada Tegakan Akasia


(Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. di Savana Kramat Taman Nasional
Baluran JawaTimur

The Distribution and Association of Undergrowth Plant on Stand of Acacia (Acacia


nilotica) (L.) Willd. ex. Del. in Kramat Savanna Baluran National Park, East Java
1,2
DJUFRI
1. Jurusan PMIPA FKIP Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh NAD 23111
2. Mahasiswa Program Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 16144

Diterima: 11 September 2004. Disetujui: 30 Desember 2004.

ABSTRACT pada tanah dengan kandungan liat yang tinggi, tetapi dapat
juga tumbuh pada tanah lempung berpasir yang dalam dan
The research was done in Baluran National Park, Banyuwangi di area dengan curah hujan yang tinggi. Umumnya tumbuh
East Java in April to June 2004. The objectives of this research di dekat jalur air terutama di daerah yang sering mengalami
were: to determine of species composition, importance value banjir dan sangat toleran terhadap kondisi salin. Tumbuhan
of species, diversity index and evenness index, similarity
ini dapat tumbuh pada area yang menerima curah hujan
index, distribution pattern of species, and species association.
This research used the quadrat method. The determination of kurang dari 350-1500 mm per tahun. Spesies ini dilaporkan
the species distribution was calculated using Poisson sangat sensitif terhadap kebekuan/dingin, namun dapat
distribution formula and the determination of association was tumbuh pada area dimana rata-rata temperatur bulanan
calculated using contingency table. The results of this sangat dingin yaitu 16oC (Gupta, 1970). Menurut Duke
research indicated that, there were 25 species of the plant (1983) A. nilotica berasal dari Mesir Selatan lalu tersebar ke
including 12 familiy. The importance value was between 1,05- Mozambique dan Natal, kemudian diintroduksi ke Zanzibar,
72,95, and species with hight importance value is Brachiria Pemba, India dan Arab. Saat ini A. nilotica merupakan
reptans, Thespesia lanpas, and Oplismenus burmanii. The
gulma yang menimbulkan masalah serius di Afrika Selatan.
diversity index was between 1,5265-2,6456, and evenness
index was between 0,1223-0,1981. The distribution pattern of Hal yang sama terjadi di Taman Nasional Baluran
species indicated that 13 species were distribution in a Banyuwangi Jawa Timur.
clumped, 6 species were in a reguler, and 6 species were at Di Taman Nasional Baluran dijumpai beberapa spesies
random distribution pattern. The determine of association flora eksotik, yang keberadaannya cukup mengganggu
indicated that 1 species were very higth category of keutuhan ekosistem asli kawasan tersebut. Salah satu
association index is Thespesia lanpas, and 1 species were spesies flora eksotik yang cukup mengganggu
higth category of association index is Brachiria reptans. keseimbangan ekosistem Baluran adalah A. nilotica.
Spesies yang diintroduksi ke Indonesia merupakan sub
Key words: Acacia nilotica, distribution pattern, association,
Baluran National Park. spesies indica. Introduksi dilakukan pada tahun 1850,
melalui Kebun Botani di Calcuta (India) untuk menjadikan
tumbuhan ini sebagai salah satu tumbuhan yang memiliki
PENDAHULUAN nilai komersial yaitu sebagai penghasil getah (gum) yang
berkualitas tinggi. Namun setelah tumbuhan ini ditanam di
Akasia berduri (Acacia nilotica) (L.) Willd. ex. Del. Kebun Raya Bogor, ternyata produksi getahnya sangat
diperkirakan berasal dari India, Pakistan, dan juga banyak rendah sehingga pohon-pohon tersebut ditebang 40 tahun
ditemukan di Afrika. Sekarang ini telah dikenal beberapa kemudian. Introduksi tumbuhan ini ke Taman Nasional
spesiesnya seperti A. nilotica sub spesies indica, A. Baluran di Banyuwangi Jawa Timur pada tahun 1969 ber-
leucoploea Willd., A. farnesiana Willd., A. ferruginea DC., A. tujuan sebagai sekat bakar untuk menghindari menjalarnya
catechu Willd., A. horrida (l.f) Willd., A. sinuata (Lour.) api dari savana ke kawasan hutan jati (Anonim, 1999).
Merr., A. pennata Willd., dan A. senegal Willd. (Brenan, Invasi A. nilotica di Taman Nasional Baluran telah
1983). Akasia tersebar luas di Afrika tropika dan subtropika menyebabkan terdesaknya berbagai spesies rumput
dari Mesir dan Mauritania sampai Afrika Selatan. Beberapa sebagai komponen utama penyusun savana Baluran.
spesies tersebar luas di Asia Timur seperti Birma. A. Invasi A. nilotica menyebabkan pertumbuhan rumput
nilotica sub spesies indica juga tumbuh di Ethiopia, terdesak, sehingga dipandang dari aspek ketersedian
Somalia, Yaman, Oman, Pakistan, India, dan Birma. makanan bagi herbivora sudah tidak memadai, oleh
Kemudian juga berhasil ditanam di Iran, Vietnam (Ho Chi karenanya satwa mencari makanan alternatif yang lain,
Min City), Australia (Sydney dan Queensland) dan di salah satunya adalah daun dan biji A. nilotica. Namun
Carribean (Brenan, 1983). Sub spesies ini umum dijumpai sebagai sumber makanan utama, rumput tetap tidak dapat
tergantikan (Sabarno, 2002). Fenomena ini tentunya dapat
mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem
♥ Alamat korespondensi: Taman Nasional Baluran, misalnya berkurang dan
Jl. Ceremai Ujung No. 18, RT 04, RW 02, menyusutnya makanan utama bagi herbivora. Kondisi ini
Bantar Jati Atas, Bogor 16153
Tel.: +62-251-359860. Fax.: +62-251-384242 pada gilirannya dapat mengancam keberadaan satwa
e-mail: arjan_abdullah@yahoo.com
DJUFRI – Acacia nilotica di TN Baluran 49

herbivora di kawasan ini. Kondisi savana Baluran saat ini s

sedang mengalami proses perubahan dari ekosistem H' = − ∑ ( pi ) (ln pi )


i =1
terbuka yang didominasi suku Poaceae (rumput-rumputan)
pi = ni/N
menjadi areal yang ditumbuhi A. nilotica. Pada tempat-
ni = Jumlah nilai penting satu spesies
tempat tertentu pertumbuhan Acacia ini sangat rapat
N = Jumlah nilai penting seluruh spesies
sehingga membentuk kanopi tertutup, akibatnya beberapa
ln = Logaritme natural (bilangan alami)
rumput tidak mampu hidup di bawahnya. Kejadian ini
Agar nilai Indeks keanekaragaman Spesies (H’) Shanon-
kemungkinan disebabkan karena kompetisi kebutuhan
Wiener dapat ditafsirkan maknanya maka digunakan kriteria
cahaya atau adanya faktor alelopati. Untuk memperoleh
dari Barbour et al., (1987) yang dimodifikasi oleh Djufri
jawaban atas penomena tersebut perlu dilakukan kajian
(2003). Nilai H’ biasanya berkisar dari 0-7.
mengenai A. nilotica ini (Djufri, 2004; Mutaqin, 2002).
• Jika H’ = < 1 kategori sangat rendah
Sejauh ini belum diperoleh informasi tentang pengaruh
• Jika H’ = > 1-2 kategori rendah
kerapatan tegakan A. nilotica terhadap komposisi dan
keanekaragaman tumbuhan bawah, oleh karenanya perlu • Jika H’ = > 2-3 kategori sedang (medium)
dilakukan suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk • Jika H’ = > 3-4 kategori tinggi
mengetahui: (i) komposisi spesies yang mampu hidup di • Jika H’ = > 4 kategori sangat tinggi
bawah tegakan A. nilotica, (ii). nilai penting (NP), indeks Selanjutnya untuk mengetahui Indeks kemerataan
keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (e) dan indeks spesies pada seluruh stasiun pengamatan digunakan
similaritas (IS), (iii) pola distribusi spesies, dan (iv) asosiasi rumus menurut Krebs (1978) sebagai berikut:
di antara spesies yang hidup di bawah tegakan pohon A. E = H’/H max atau E = H’/Log2 S
nilotica. H max = Log2 S
H’ = Indeks keanekaragaman spesies
S = Jumlah spesies
BAHAN DAN METODE Untuk mengetahui tingkat kesamaan vegetasi pada
seluruh unit sampel, maka dihitung nilai Indeks similaritas
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan (IS) (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974; Krebs, 1978;
Juni 2004 di Taman Nasional Baluran Jawa Timur (TNB). Ludwig dan Reynolds, 1988) sebagai berikut:
Sebelum dilakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu 2c
IS = x 100%
dilakukan observasi dan pembuatan stasiun pengamatan ( a + b)
(segmentasi). Luas seluruh kawasan savana Kramat 600 IS = Indeks similaritas
ha, dari luas keseluruhan tersebut diambil sampel 10%, c = Jumlah spesies yang sama terdapat pada stand I dan II
penetapan ini berdasarkan pertimbangan bahwa masing- a = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada stand I
masing stasiun pengamatan adalah homogen. Dengan b = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada stand II
demikian, unit sampel penelitian ini adalah 60 ha. Dari 60 Untuk menentukan tingkat kemiripan antar stasiun
ha dibedakan atas 3 stasiun pengamatan berdasarkan pengamatan digunakan kriteria sebagai berikut:
karakter kerapatan tegakan A. nilotica yaitu (i). Savana • Kemiripan sangat tinggi bila IS > 75%
Kramat tanpa tegakan pohon A. nilotica, selanjutnya • Kemiripan tinggi bila IS > 50%-75%
disebut SKR0 (kontrol), (ii). Savana Kramat dengan tingkat • Kemiripan rendah bila IS > 25-50%
kerapatan tegakan pohon A. nilotica 1500-2500 pohon/ha, • Kemiripan sangat rendah bila IS < 25%.
selanjutnya disebut SKR1, dan Savana Kramat dengan Penentuan pola penyebaran spesies menggunakan
kerapatan tegakan pohon A. nilotica > 2500 pohon/ha, model distribusi Poisson, dengan menghitung nilai Chi-
selanjutnya disebut SKR2. Penelitian ini menggunakan 2 2 2
Kuadrat (χ ). Bila nilai χ hitung < dari pada χ tabel, maka pola
metode kuadrat, pada unit sampel yang luasnya 60 ha
distribusi adalah acak (random). Jika terjadi sebaliknya
ditetapkan sebanyak 15 stasiun pengamatan dengan luas
maka pola distribusi adalah non acak. Untuk kasus ini ada
setiap stasiun 4 ha. Selanjutnya pada setiap stasiun
dua kemungkinan pola distribusi spesies yaitu teratur
pengamatan dicuplik sampel sebanyak 10 kuadrat seluas 2
(reguler) dan mengelompok (clumped). Langkah yang
m2, dengan demikian diperoleh kuadrat sampel (ulangan)
ditempuh adalah dengan menghitung nilai varian (V). Jika V
sebanyak 150 kuadrat. Penentuan jumlah kuadrat dengan
= > 1 maka pola distribusi mengelompok, dan jika V = < 1
teknik seri tiga (Syafei, 1994), dan penentuan luas kuadrat
maka pola distribusi teratur (Barbour et al. 1987 dan
sampel berdasarkan teknik kurva minimum area (Barbour et
Goldsmith, 1986).
al., 1987; Setiadi dan Muhadiono, 2001); penentuan jumlah
Untuk menentukan asosiasi di antara spesies
kuadrat sampel menggunakan teknik seri tiga (Syafei, 1994).
tumbuhan, menggunakan tabel kontingensi 2 X 2. Asosiasi
Variabel yang diamati mencakup jumlah spesies, nilai
negatif bila terdapat lebih banyak kuadrat yang hanya berisi
kerapatan mutlak (KM), frekuensi mutlak (FM). Pengenalan
spesies A atau B dari pada yang diharapkan menurut ke-
spesies di lapangan mengacu pada buku Backer dan
sempatan, dan terdapat kuadrat yang berisi kedua spesies
Bakhuizen (1963, 1965, 1968); Steenis (1978); dan
yang teramati (ta) lebih sedikit dari pada yang diharapkan
Soerjani dkk., (1987). Bila dengan menggunakan buku
(dh) menurut kesempatan. Bila terjadi sebaliknya, maka
tersebut masih ada spesies yang belum teridentifikasi,
asosiasi positif. Selanjutnya hasil tersebut diuji dengan
maka dibuat spesimen herbarium untuk diidentifikasi lebih
perhitungan indeks asosiasi yaitu Indeks Ochiai (IO), de-
lanjut di Herbarium Bogoriense Bogor.
ngan ketentuan jika nilai indeks mendekati 1 maka asosiasi
Untuk menghitung nilai penting (NP) setiap spesies di-
semakin maksimum. Rumusnya dikemukakan oleh Barbour
gunakan rumus menurut Cox (1978); Shukla dan Chandell
et al. (1987), Ludwig dan Reynold (1988), sebagai berikut:
(1982) sebagai berikut: NP = frekuensi relatif (FR) + kera-
patan relatif (KR). Hasil perhitungan nilai penting selanjut-
a IO = Indeks Ochiai
nya digunakan sebagai nilai untuk mengetahui besarnya IO = a = Spesies A dan B hadir
indeks keanekaragaman spesies (H’) pada suatu komunitas a+b a+c
b = Spesies A hadir dan B tidak hadir
dengan menggunakan rumus berikut: (Barbour et al., 1987).
c = Spesies B hadir dan A tidak hadir
50 ENVIRO 5 (1): 48-54, Maret 2005

perubahan dan bersifat racun bagi tumbuhan lainnya.


HASIL DAN PEMBAHASAN Senyawa tersebut dapat dilepaskan dari akar yang masih
hidup atau organ-organ tumbuhan lainnya, seperti bunga,
Komposisi spesies daun, buah, dan biji. Produksi senyawa yang bersifat racun
Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat dikemukakan tersebut merupakan mekanisme penting, sehingga suatu
bahwa komposisi spesies yang hidup di savana Kramat spesies dapat menekan pertumbuhan spesies yang lainnya.
Taman Nasional Baluran Jawa Timur berjumlah 25 spesies, Menurut Eussen; Patrick dalam Djufri (1999) menyatakan
mencakup 12 familia baik yang dijumpai di daerah tanpa bahwa senyawa alelopati pada konsentrasi tertentu dapat
tegakan A. nilotica (SKR0) maupun di daerah yang dijumpai menurunkan kemampuan pertumbuhan tumbuhan, karena
tegakan A. nilotica (SKR1 dan SKR2). Dengan demikian transportasi asam amino dan pembentukan protein
dapat dikemukakan bahwa hanya spesies ini yang mampu terhambat. Selain itu, alelopati juga sangat menghambat
hidup di tempat tersebut. Jumlah rata-rata spesies yang pertumbuhan akar semai, perkecambahan biji,
dijumpai di daerah terbuka lebih banyak dibandingkan pertumbuhan, sistem perakaran, dan tumbuhan menjadi
dengan daerah ternaungi oleh tegakan A. nilotica (Tabel 3). layu bahkan dapat menyebabkan kematian. Rice (1974)
Pada daerah terbuka dijumpai sebanyak 18 spesies, memberi penjelasan lebih rinci bahwa alelopati dapat
sedangkan di daerah ternaungi sebanyak 8-12 spesies. menghambat proses berikut perbanyakan dan
Dengan demikian, fakta ini tentunya mengindikasikan perpanjangan sel, aktivitas GA dan IAA, penyerapan hara
bahwa ada pengaruh tingkat kerapatan tegakan A. nilotica mineral, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata,
terhadap kehadiran tumbuhan bawah. Hal ini sangat terkait sintesis protein dan aktivitas enzimatis. Dengan demikian,
dengan perbedaan penetrasi sinar matahari pada ketiga spesies yang mampu hidup di bawah tegakan A. nilotica
karakter lokasi yang diamati, radiasi matahari merupakan merupakan spesies yang telah mampu mengembangkan
faktor penting bagi tumbuhan. Energi matahari mempunyai mekanisme adaptasi dan toleransi terhadap alelopati yang
tiga efek penting dalam proses fisiologi tumbuhan yaitu: (i). dikeluarkan oleh A. nilotica, sehingga berhasil bertahan
Efek panas yang mempengaruhi pertukaran panas jaringan hidup (survive) di tempat tersebut.
tumbuhan dan lingkungan, proses transpirasi, respirasi, Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dikemukan
reaksi biokimia dalam fotosintesis dan metabolisme lainnya, bahwa jumlah spesies yang hidup di savana Kramat yang
(ii). Efek fotokimia yaitu fotosintesis, dan (iii). Efek terbuka jauh lebih banyak dibandingkan dengan savana
morfogenik berperan dalam regulasi dan stimulan dalam yang ditumbuhi oleh pohon A. nilotica dengan kerapatan
berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan (Pitono 1000-2500/ha, dan jauh lebih sedikit lagi spesies yang
et al., 1996; Junawati dan Muhammad, 1997). mampu hidup pada savana yang telah berubah menjadi
hutan A. nilotica. Bila gejala ini terus berlangsung pada
Tabel 1. Komposisi tumbuhan bawah yang dijumpai di savana seluruh savana yang ada di Taman Nasional Baluran, maka
Kramat yang terbuka setelah perlakuan pemberantasan A. nilotica. tidak mustahil komunitas savana akan hilang.
Konsekuensinya adalah hilangnya spesies rumput yang
Bentuk menjadi makanan utama bagi herbivora yang hidup di
Nama daerah Nama ilmiah Familia
hidup kawasan ini. Di samping itu, savana yang menjadi salah
Widoro bekol Zyzipus rotundifolia Rhamnaceae Ap satu keunikan dan andalan kawasan ini akan menjadi
Akasia berduri A. nilotica Mimosaceae Ap
terancam. Oleh karenanya, diharapkan adanya upaya yang
Pilang Acacia leprosula Mimosaceae Ap
Rumput gunung Oplismenus burmanii Poaceae H serius dari semua pihak terutama pihak pengelola di bawah
Bayapan Brachiaria reptans Poaceae H naungan Departemen Kehutanan dan Perkebunan
Petai cina Leucaena leucocepala Mimosaceae Ap (Dephutbun) sehingga kerusakan yang meluas akibat invasi
Nyawon Vernonia cinerea Asteraceae S A. nilotica dapat dicegah sedini mungkin melalui program
Kapasan Thespesia lanpas Malvaceae S yang kongkrit dan komprehensif meskipun membutuhkan
Tuton Dactyloctenium aegyptium Poaceae H tenaga dan dana yang tidak sedikit, bila kita memang
Biduri Calotropis gigantea Asclepiadaceae S sepakat bahwa kelestarian savana di kawasan ini harus
Lamuran kecil Politrias amaura Poaceae H
tetap dilestarikan atau ada pemikiran lain yang
Kemangi gunung Ocimum basilicum Lamiaceae H
Pegagan Centela asiatica Apiaceae H beranggapan bahwa upaya penanggulangan cukup seperti
Orok-orok Crotalaria setriata Fabaceae H dilakukan selama ini, sembari menunggu adanya temuan
Putri malu Mimosa pudica Mimosaceae H baru bahwa A. nilotica akan dapat dimanfaatkan secara
Kekosongan Moghania macrophylla Fabaceae H lestari (sustainable).
Tarum Indigofera sumatrana Fabaceae H
Sidagori Sida rhombifolia Malvaceae H Nilai penting (NP)
Jarong lelaki Stachytarpeta indica Lamiaceae H Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dikemukakan
Jarong Achyrantes aspera Amaranthaceae H
bahwa mengacu pada kriteria yang telah ditentukan, maka
Pedangan Cleome rutudisperma Capparidaceae H
Gletengan Synedrella nudiflora Asteraceae H hanya satu spesies yang masuk dalam kategori NP tinggi
Susukan Desmodium heterophylla Fabaceae H (72,95%) yaitu bayapan (Brachiaria reptans), dua spesies
Meniran Phyllantus debilis Euphorbiaceae H kategori NP tinggi yaitu kapasan (Thespesia lanpas) NP
Lamuran merah Dichantium coricosum Poaceae H 50,29%, dan rumput gunung (Oplismenus burmanii) NP
Keterangan S = Ap = anakan pohon, S = semak; H = herba. 43,85%, serta hanya satu spesies kategori NP sedang NP
27,61% yaitu lamuran merah (Dichantium coricosum).
Sedangkan 21 spesies yang lainnya mempunyai NP dalam
Di samping faktor cahaya yang berpengaruh terhadap kategori rendah < 18%. Dengan demikian, dapat dikemuka-
rendahnya jumlah spesies yang hidup di bawah tegakan A. kan bahwa spesies yang mempunyai NP tinggi tersebut di
nilotica dibandingkan dengan daerah terbuka (tanpa te- atas merupakan spesies yang mendominasi kawasan
gakan pohon A. nilotica) kemungkinan disebabkan adanya savana Kramat Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
pengaruh zat alelopati yang dikeluarkan oleh A. nilotica Spesies yang mempunyai NP tinggi dan sangat tinggi
yang menyebabkan lingkungan sekitarnya mengalami tersebut di atas dalam ekologi tumbuhan dikenal sebagai
DJUFRI – Acacia nilotica di TN Baluran 51

spesies istimewa (exclusive) dalam hal nilai kuantitatif baik spesies, pada daerah SKR1 sebanyak 12 spesies, dan
frekuensi, kerapatan, dan dominansi. Di samping itu, SKR2 sebanyak 8 spesies. Dengan demikian, tingkat kera-
spesies tersebut dapat digunakan sebagai spesies indikator patan tegakan A. nilotica telah menyebabkan gangguan
pada komunitas tegakan A. nilotica pada basis yang setara, pada lingkungan tumbuhan yang hidup di bawahnya,
baik topografi maupun kondisi habitat dan lingkungan sehingga jumlah spesies yang dapat beradaptasi dan
mikronya. Sedangkan spesies yang lainnya memiliki NP toleran terhadap kondisi demikian jumlahnya terbatas. Hal
yang rendah (< 18%). Gejala demikian umum dijumpai ini kemungkinan besar erat kaitannya dengan keterbatasan
pada tipe vegetasi yang mengarah kepada kondisi klimaks intensitas sinar matahari akibat naungan, atau karena ada
dan stabil. Hal tersebut sangat relevan dengan kesimpulan pengaruh alelopati dan kompetisi dari A. nilotica terhadap
Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) bahwa komposisi tumbuhan yang hidup di bawahnya.
komunitas yang terinvasi terbentuk untuk jangka waktu Spesies yang mempunyai NP tinggi dan sangat tinggi
yang lama akan memperlihatkan fisiognomi, fenologi, daya tersebut di atas dalam ekologi tumbuhan dikenal sebagai
regenerasi yang relatif lambat dan mantap, sehingga spesies istimewa (exclusive) dalam hal nilai kuantitatif baik
dinamika floristik komunitas yang terinvasi tidak terlalu frekuensi, kerapatan, dan dominansi. Di samping itu,
nyata dan mencolok. Pergantian dan regenerasi spesies spesies tersebut dapat digunakan sebagai spesies indikator
seolah-olah tidak tanpak nyata. Sebagai konsekuensinya pada komunitas tegakan A. nilotica pada basis yang setara,
jarang dijumpai spesies tertentu yang mendominasi baik topografi maupun kondisi habitat dan lingkungan
komunitas yang bersangkutan. mikronya. Sedangkan spesies yang lainnya memiliki NP
yang rendah (< 18%). Gejala demikian umum dijumpai
Tabel 2. Nilai penting (%) spesies pada seluruh stasiun pada tipe vegetasi yang mengarah kepada kondisi klimaks
pengamatan. dan stabil. Hal tersebut sangat relevan dengan kesimpulan
Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) bahwa komposisi
Nilai komunitas yang terinvasi yang terbentuk untuk jangka
Rata-
Spesies penting/Stasiun Jumlah
rata waktu yang lama akan memperlihatkan fisiognomi, fenologi,
I II III
Brachiaria reptans 40,35 84,25 94,24 218.84 72,95
daya regenerasi yang relatif lambat dan mantap, sehingga
Thespesia lanpas 32,65 48,70 69,53 150,88 50,29 dinamika floristik komunitas yang terinvasi tidak terlalu
Oplismenus burmanii 30,60 42,00 58,96 131,56 43,85 nyata dan mencolok. Pergantian dan regenerasi spesies
Dichantium coricosum 25,.60 22,93 34,30 82,83 27,61 seolah-olah tidak tanpak nyata, sebagai konsekuensinya
Politrias amaura 24,12 22,44 - 46,56 15,52 jarang dijumpai spesies tertentu yang mendominasi
Synedrella nudiflora 20,16 10,12 21,65 51,93 17,31 komunitas yang bersangkutan.
Dactylocteenium aegyptium 19,67 16,55 - 36,22 12,07 Hasil perhitungan Indeks kemerataan spesies menun-
Achyrantes aspera 15,15 16,12 - 31,27 10,42
jukkan nilai relatif homogen berkisar dari 0,1096-0,2294
Mimosa pudica 13,10 - - 13,10 4,37
Vernonia cinerea 11,45 - - 11,45 3,82
(Tabel 3). Perbedaan pada setiap stasiun pengamatan
Sida rhombifolia 10,76 14,33 12,56 37,65 12,55 terlalu kecil. Mengacu pada Tabel 3, dapat dikemukakan
Desmodium heterophylla 7,95 - - 7,95 2,65 bahwa Indeks keanekaragaman dan Indeks kemerataan
Zyzipus rhotundifolia 7,04 - - 7,04 2,35 merupakan dua hal yang berbeda, demikian juga halnya
Stachytarpeta indica 6,72 8,51 - 15,23 5,08 antara kekayaan spesies dan keanekaragaman spesies.
Phyllantus debilis 6,46 - 8,76 15,22 5,07 Menurut Barbour et al. (1987) adakalanya kekayaan
Cleome rutidosperma 4,73 - - 4,73 1,58 spesies berkorelasi positif dengan keanekaragaman, tetapi
Moghania macrophylla 3,40 - - 3,40 1,13 kondisi lingkungan di sepanjang areal kajian sangat
A. nilotica 3,32 - - 3,32 1,11
Centela asiatica 3,32 - - 3,32 1,11
heterogen, sehingga dapat menurunkan kekayaan spesies
Indigofera sumatrana 3,32 7,71 - 11,03 3,68 disertai dengan peningkatan keanekaragaman spesies. Hal
Leucaena leucocepala 3,24 - - 3,24 1,08 tersebut dapat terjadi karena setiap stasiun pengamatan
Crotalaria setriata 2,46 6,34 - 8,80 2,92 mempunyai jumlah individu yang sangat bervariasi.
Calotropis gigantea 2,30 - - 2,30 0,77 Kemerataan akan menjadi maksimum dan homogen, jika
Acacia leprosula 1,09 - - 1,09 0,36 semua spesies mempunyai jumlah individu yang sama
Ocimum basilicum 1,05 - - 1,05 0,35 pada setiap unit sampel. Gejala demikian sangat jarang
Jumlah 300 300 300 900 300 terjadi di alam, karena setiap spesies mempunyai daya
Rata-rata 100 100 100 300 100
adaptasi dan toleransi serta pola sejarah hidup yang
berbeda terhadap kondisi habitat yang ada. Demikian juga
bila dikaitkan dengan stadia perkembangan mulai dari
Indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E) berkecambah sampai mati. Selain itu kondisi lingkungan di
Indeks keanekaragaman spesies pada seluruh stasiun alam sangat kompleks dan bervariasi. Pada lingkungan
pengamatan berbeda, pada SKR0 sebesar 2,6456 (kategori level makro mungkin bersifat homogen, tetapi pada
sedang), pada SKR1 sebesar 2,0820 (kategori sedang), lingkungan level mikro dapat teridiri dari mikrositus-
dan pada SKR2 sebesar 1,5265 (kategori rendah). mikrositus yang sangat heterogen. Mikrositus yang relatif
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dikemukakan bahwa sama akan ditempati oleh individu yang sama, kondisi
ada kecenderungan dimana semakin banyak spesies yang demikian akan mempengaruhi pola distribusi di alam secara
dijumpai pada unit sampling maka semakin besar nilai alami (Djufri, 1995). Pernyataan ini sangat relevan dengan
Indeks keanekaragaman di daearah tersebut. Misalnya, data yang dihasilkan dalam penelitian ini bahwa pada
pada SKR0-2 dijumpai 25 spesies, nilai Indeks seluruh stasiun pengamatan nilai kemerataannya relatif
keanekaragamannya sebesar 2,7219. Sedangkan pada homogen. Dengan demikian, fakta ini memberi indikasi
SKR2-5 dijumpai 6 spesies, nilai Indeks keanekaragaman bahwa kondisi lingkungan pada seluruh kawasan relatif
1,1047. Selanjutnya data pada Tabel 3 juga homogen. Menurut Clement dalam Weaver dan Frederic
mengindikasikan bahwa tingkat kerapatan tegakan A. (1978) bahwa tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator
nilotica berpengaruh langsung terhadap nilai Indeks lingkungan.
keanekaragaman Spesies di tempat tersebut. Jumlah rata-
rata spesies pada daerah terbuka (SKR0) sebanyak 18
52 ENVIRO 5 (1): 48-54, Maret 2005

Tabel 3. Nilai Indeks keanekaragaman Spesies (H’) dan Indeks 6-7; 6-8; 6-9; 6-10; 6-11; 7-8; 7-9; 7-10; 7-11; 8-9; 8-10; 10-
kemerataan Spesies (E) seluruh stasiun pengamatan. 11; 10-12; 10-13; 10-14; 10-15; 11-12; 11-13; 11-14; `11-
15; 12-13; 12-14; 12-15; 13-14; 13-15; dan 14-15.
Stasiun Jumlah Sedangkan kombinasi yang lainnya memiliki Indeks
Lokasi H’ E
Pengamatan Spesies
similaritas rendah. Hasil ini memberikan indikasi bahwa
SKR0-1 20 2,5718 0,1286
SKR0-2 24 2,7219 0,1134 komunitas tumbuhan bawah pada tegakan A. nilotica dapat
SKR0-3 19 2,5413 0,1338 dibedakan atas tiga kelompok yang berbeda sangat tegas
I SKR0-4 21 2,6519 0,1263 yaitu: (i). Komunitas tanpa tegakan A. nilotica (SKR0)
SKR0-5 25 2,7412 0,1096 dengan 25 spesies. (ii). Komunitas dengan kerapatan
Total 169 13,2281 0,6117 tegakan A. nilotica 1500-2500 pohon/ha (SKR1) dengan 12
Rata-rata 18 2,6456 0,1223 spesies, dan (iii). Komunitas dengan kerapatan tegakan A.
SKR1-1 14 2,1073 0,1505 nilotica > 2500 pohon/ha (SKR2) dengan spesies 7 spesies,
SKR1-2 9 2,0642 0,2293 masing-masing spesies yang dijumpai disajikan pada Tabel
SKR1-3 12 2,0756 0,1730
2. Berdasarkan nilai Indeks similaritas pada matriks maka
II SKR1-4 10 2,0713 0,2071
SKR1-5 13 2,0914 0,1608 telah berhasil diklasifikasikan komunitas yang diteliti.
Total 158 10,4098 0,9207
Rata-rata 12 2,0820 0,1841 Pola distribusi spesies
SKR2-1 10 2,0713 0,2071 Melalui pendekatan distribusi Poisson dapat diketahui
SKR2-2 6 1,1794 0,1966 bahwa dari 25 spesies yang ditemukan di wilayah penelitian
SKR2-3 9 2,0642 0,2294 13 spesies di antaranya (52%) pola distribusi
III SKR2-4 7 1,2130 0,1733 mengelompok, 5 spesies (20%) pola distribusi teratur, dan
SKR2-5 6 1,1047 0,1841 7 spesies (28%) pola distribusi acak (Tabel 5). Dengan
Total 38 7,6326 0,9905 demikian, dapat dikemukakan bahwa spesies penyusun
Rata-rata 8 1,5265 0,1981 savana Kramat Taman Nasional Baluran Jawa Timur
Keterangan: SKR0 = Savana Kramat tanpa tegakan pohon Acacia, cenderung mempunyai pola distribusi mengelompok.
SKR1 = Savana Kramat dengan kerapatan pohon A. nilotica 1500-
2500/ha dan SKR2 = Savana Kramat dengan kerapatan pohon A.
Terlepas dari pengaruh faktor lingkungan dan kompetisi,
nilotica > 2.500/ha. hasil tersebut relevan dengan kesimpulan Barbour et al.
(1987) bahwa pola distribusi spesies di alam cenderung
Indeks similaritas (IS) mengelompok (clumped), sebab tumbuhan bereproduksi
Perhitungan Indeks similaritas bertujuan untuk memban- dengan biji yang jatuh dekat induknya atau dengan rimpang
dingkan komposisi dan variasi nilai kuantitatif spesies pada yang menghasilkan anakan vegetatif masih dekat induknya.
seluruh stasiun pengamatan. Nilai ini selanjutnya akan Pola distribusi spesies tumbuhan dipengaruhi oleh
mengindikasikan bahwa unit sampling yang diper- perbedaan kondisi tanah, sumberdaya, dan kompetisi. Hasil
bandingkan jika mempunyai nilai Indeks similaritas yang pengukuran sampel tanah di lapangan khususnya pH dan
besar berarti mempunyai kemiripan komposisi dan nilai kelengasan tanah menunjukkan perbedaan relatif kecil, pH
kuantitatif spesies yang sama, demikian juga sebaliknya. berkisar 6,803-7,214 dan kelengasan berkisar 14,02-16,43.
Dalam ekologi tumbuhan teknik ini dapat dipakai untuk Keadaan yang relatif homogen tersebut tidak berpengaruh
mengklasifikasikan berbagai vegetasi berdasarkan nilai terhadap pola distribusi spesies, demikian juga terhadap
kuantitatifnya. Hasil perhitungan Indeks similaritas pada kehadiran spesies pada seluruh sampling yang diamati. Bila
seluruh stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4. faktor yang mempengaruhi kehadiran spesies pada suatu
Hasil perhitungan Indeks similaritas menunjukkan tempat relatif kecil, maka ini merupakan kesempatan
bahwa stasiun pengamatan yang mempunyai Indeks semata dan biasanya menghasilkan pola distribusi spesies
similaritas kategori sangat tinggi (IS = > 75%) adalah secara acak (Greig-smith dalam Djufri 2002). Hasil
kombinasi antara stasiun pengamatan 3-4; 3-5; dan 11-14. perhitungan pola distribusi spesies di wilayah penelitian
Sedangkan yang tergolong kategori tinggi (IS = > 50%- menunjukkan kenyataan yang berbeda, karena sebagian
75%) yaitu kombinasi antara stasiun pengamatan 1-2; 1-3; besar spesies (52%) menunjukkan pola distribusi menge-
1-4; 1-5; 2-3; 2-4; 2-5; 2-6; 3-4; 3-5; 3-6; 3-7; 4-5; 4-6; 4-7; lompok. Dengan demikian, tentu ada faktor lain yang lebih

Tabel 4. Hasil perhitungan Indeks similaritas (IS) dan Indeks Desimilaritas (ID) pada seluruh stasiun pengamatan

I N D E K S S I M I L A R I T A S (IS)
Stasiun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 63,75 70,14 66,13 57,14 40,17 37,15 36,47 27,15 30,60 27,14 20,80 21,90 24,17 25,70
2 36,25 65,14 59,00 65,40 67,12 40,17 37,50 20,17 31,15 39,50 32,43 20,19 20,40 19,43
3 29,86 34,86 78,14 76,40 69,14 59,72 34,16 27,90 24,52 32,17 28,41 31,76 21,12 30,15
4 33,87 41,00 21,86 54,17 60,14 57,14 40,72 30,15 36,52 27,12 32,79 34,41 20,91 21,14
5 42,86 34,60 23,60 45,83 35,17 32,24 30,41 31,14 27,12 20,54 27,13 30,54 27,14 20,50
6 59,83 32,88 30,86 39,86 64,83 70,43 71,14 59,47 60,41 57,54 30,11 28,14 20,54 25,17
7 62,85 59,83 40,28 42,86 67,76 29,57 66,19 60,43 61,90 54,92 27,12 20,90 21,12 26,13
8 63,53 62,50 65,84 59,28 69,59 28,86 33,81 57,12 56,93 30,54 24,16 19,70 27,16 20,84
9 72,85 79,83 72,10 69,85 68,86 40,53 39,57 42,88 40,73 20,94 19,80 21,74 20,86 22,76
10 69,40 68,85 75,48 63,40 72,88 39,59 38,10 43,07 59,27 70,84 74,13 66,19 59,14 50,62
11 72,86 60,50 67,83 72,88 79,46 42,86 45,08 69,46 79,06 29,16 55,76 54,12 79,12 74,17
12 79,20 67,57 71,59 67,21 72,87 69,89 72,88 75,84 80,20 25,87 44,24 67,19 64,50 68,20
13 78,10 79,81 68,24 65,59 69,46 71,86 79,10 80,70 78,26 33,81 45,88 32,81 70,84 69,14
14 75,83 79,60 78,88 79,09 72,86 79,46 78,88 72,84 79,14 40,86 20,88 35,50 29,16 59,47
15 74,30 80,57 69,85 78,86 79,50 74,83 73,87 79,16 77,24 49,38 25,83 31,80 30,86 40,53
I N D E K S D E S I M I L A R I T A S (ID)
DJUFRI – Acacia nilotica di TN Baluran 53

Tabel 5. Pola distribusi spesies tumbuhan bawah pada tegakan A. beradaptasi dan toleran terhadap tegakan A. nilotica,
nilotica di savana Kramat. spesies yang dimaksud adalah putrimalu (Mimosa pudica),
orok-orok (Crotalaria setriata), kokosongan (Moghania
2 Pola macrophylla), jarong lelaki (Stachytarpeta indica), jarong
Spesies X -htg V
distribusi
(Achyrantes aspera), tarum (Indigofera sumtrana), dan
1. Brachiria reptans 320,25 3,12 Mengelompok
2. Dichantium coricosum 306,09 3,04 Mengelompok meniran (Phyllantus debilis).
3. Oplismenus burmanii 283,80 3,80 Mengelompok Menurut Barbour et al. (1987) bila spesies berasosiasi
4. Ocimum basilicum 250,54 2,45 Mengelompok positif maka akan menghasilkan hubungan spasial positif
5. Centela asiatica 218,64 2,15 Mengelompok terhadap patnernya. Kalau satu patner didapatkan dalam
6. Thespesia lanpas 209,71 2,08 Mengelompok sampling, maka kemungkinan besar akan ditemukan patner
7. Dactyloctenium aegyptium 183,11 1,75 Mengelompok lainnya tumbuh di dekatnya. Dua spesies saling
8. Politrias amaura 167,12 1,65 Mengelompok beradaptasi satu sama lain dan hadir dalam pola
9. Vernonia cinerea 166,45 1,64 Mengelompok
mengelompok. Hal yang berbeda pada spesies yang
10. Mimosa pudica 156,72 1,53 Mengelompok
11. Crotalaria setriata 155,47 1,52 Mengelompok berasosiasi negatif, mereka saling mengusir (menjauh) satu
12. Moghania macrophylla 140,13 1,35 Mengelompok sama lain dan hadir dalam pola teratur. Jika tidak ada
13. Synedrella nudiflora 132,79 1,28 Mengelompok interaksi di antara spesies, lokasi satu spesies tidak
14. Acacia nilotica 98,79 0,97 Teratur berpengaruh terhadap lokasi spesies lain, dan dua spesies
15. Acacia leprosula 68,14 0,66 Teratur tersebut tersebar secara acak.
16. Leucaena leucocepala 65,32 0,64 Teratur
17. Stachytarpeta indica 58,90 0,57 Teratur Tabel 6. Asosiasi A. nilotica terhadap tumbuhan bawah di savana
18. Achyrantes aspera 43,12 0,42 Teratur Kramat.
19. Zyzipus rotundifolia 10,89 - Acak
20. Indigofera sumatrana 9,87 - Acak Chi- Tipe Tingkat
21. Sida rhombifolia 8,76 - Acak Spesies Pasangan spesies
square asosiasi asosiasi
22. Cleome rutudisperma 6,62 - Acak Brachiria reptans 35,98 + 0,63
23. Desmodium heterophylla 4,36 - Acak Dichantium coricosum 11,43 + 0,23
24. Phyllantus debilis 3,78 - Acak
Oplismenus burmanii 25,14 + 0,10
25. Calotropis gigantea 2,80 - Acak
Ocimum basilicum 5,14 + 0,43
Keterangan: χ2 tabel = 11,35 dengan db = 3, dan taraf
Centela asiatica 6,73 + 0,12
kepercayaan 99%. Pengamatan April-Juni 2004.
Thespesia lanpas 5,17 + 0,76
Dactyloctenium aegyptium 2,43 + 0,42
Politrias amaura 5,47 + 0,13
berpengaruh terhadap pola distribusi di wilayah penelitian,
Vernonia cinerea 2,97 + 0,09
tetapi bukan faktor pH dan kelengasan tanah yang diukur
Mimosa pudica 1,86 - 0,24
dalam penelitian ini. Gejala demikian dapat dipelajari de- Crotalaria setriata 1,87 - 0,32
ngan mengukur variabel lingkungan lainnya, serta mem- Moghania macrophylla 2,87 + 0,23
pelajari pengaruh kompetisi terhadap kehadiran spesies. Acacia
Synedrella nudiflora 7,34 + 0,17
Gejala yang menarik lainnya bahwa spesies dengan nilotica
Acacia nilotica 23,87 + 0,45
pola distribusi mengelompok umumnya dari bentuk hidup Acacia leprosula 20,14 + 0,18
(life form) rumput yaitu bayapan (Brachiaria reptans), tuton Leucaena leucocepala 17,12 + 0,20
(Dactyloctenium aegyptium),lamuran merah (Dichantium Stachytarpeta indica 9,23 - 0,09
coricosum), dan lamuran kecil (Politrias amaura). Spesies Achyrantes aspera 5,12 - 0,08
ini secara fisiognomi mendominasi seluruh kawasan Zyzipus rotundifolia 11,97 + 0,32
dengan areal penutupan (cover ground) mencapai 70%. Indigofera sumatrana 7,54 - 0,03
Dengan demikian, jika dikaitkan dengan fungsi savana di Sida rhombifolia 4,67 + 0,31
kawasan ini sebagai sumber makanan (feeding ground) Cleome rutudisperma 2,54 + 0,21
bagi herbivora berupa mamalia besar, misalnya banteng Desmodium heterophylla 3,31 + 0,18
Phyllantus debilis 2,13 - 0,04
(Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kerbau liar
Calotropis gigantea 2,09 - 0,03
(Bubalus bubalis), dan kijang (Muntiacus muntjak) masih
Keterangan: SKR0 = Savana Kramat tanpa tegakan pohon Acacia,
dapat diharapkan terutama pada musim hujan yaitu SKR1 = Savana Kramat dengan kerapatan pohon A. nilotica 1500-
Nopember-Maret. Sementara pada musim kemarau April- 2500/ha dan SKR2 = Savana Kramat dengan kerapatan pohon A.
Oktober kondisi savana di kawasan ini kering kerontang, nilotica > 2.500/ha.
dan puncaknya pada bulan Juli-Oktober. Sehingga bila
ditinjau dari aspek ketersedian makanan bagi herbivora
sudah tidak memadai. Dalam kondisi demikian, biasanya Asosiasi positif di antara dua spesies dengan indikasi
herbivora mencari makanan di tempat lain, misalnya di nilai frekuensi observasi (fo) lebih tinggi dibandingkan
kawasan hutan yang selalu hijau (evergreen forest) yang dengan nilai frekuensi diharapkan (fh), ini memberikan
berbatasan dengan komunitas savana, meskipun makanan indikasi interaksi yang baik untuk satu spesies atau bagi
yang tersedia tidak sebanyak di savana. kedua spesies, misalnya mutualisme, komensalisme, dan
rantai makanan antara herbivora dengan tumbuhan.
Asosiasi spesies Sedangkan asosiasi negatif di antara dua spesies dengan
Hasil perhitungan seluruh pola asosiasi tegakan pohon indikasi nilai frekuensi observasi (fo) < dibandingkan nilai
A. nilotica terhadap tumbuhan bawah disajikan pada Tabel frekuensi yang diharapkan (fh), memberikan indikasi
6. Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa 19 asosiasi bersifat merugikan terhadap satu spesies,
spesies (76%) berasosiasi positif dengan tegakan A. misalnya kompetisi, alelopati, predator, dan pengembalaan
nilotica dan 6 spesies (24%) berasosiasi negatif. Fakta (grazing). Mengacu pada Tabel 6 di atas, dikaitkan dengan
lapangan ini mengindikasikan bahwa ada 6 spesies yang ketersedian makanan bagi satwa yang hidup di savana
berasosiasi negatif dengan A. nilotica artinya tidak dapat Kramat Baluran dapat dikemukakan bahwa spesies rumput
54 ENVIRO 5 (1): 48-54, Maret 2005

sebagai makanan utama herbivora di kawasan ini misalnya UCAPAN TERIMAKASIH


banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kerbau
liar (Bubalus bubalis), dan kijang (Muntiacus muntjak), Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat
menunjukkan asosiasi positif terhadap A. nilotica, misalnya Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini
bayapan (Brachiaria reptans), lamuran merah (Dichantium melalui Beasiswa Penyelenggaraan Pendidikan
coricosum), dan tuton (Dactyloctenium aegyptium). Dengan Pascasarjana (BPPS) dan Kepala Taman Nasional Baluran
demikian, ditinjau dari aspek ketersediaan makanan, maka di Jawa Timur serta seluruh stafnya yang telah memberikan
savana Kramat masih dapat menyediakan kebutuhan ijin dan bantuan fasilitas, sehingga penelitian ini dapat
makanan satwa di tempat tersebut, walaupun dari aspek berlangsung sebagaimana diharapkan.
kualitas dan kuantitas masih perlu dikaji lebih jauh terkait
dengan konsep daya dukung (carryng capacity) suatu
savana. DAFTAR PUSTAKA
Hasil perhitungan tingkat asosiasi spesies tumbuhan
bawah terhadap tegakan A. nilotica menunjukkan bahwa Anonim. 1999. Rancangan Pencabutan Seedling/Anakan Hasil
Pembongkaran secara Mekanis, 150 ha di Savana Bekol. Banyuwangi:
hanya 2 spesies yang memperlihatkan nilai indeks asosiasi Taman Nasional Baluran.
yang maksimum yaitu kapasan (Thespesia lanpas) dengan Backer, A.C. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1963. Flora of Java
nilai indeks 0,76, dan bayapan (Brachiaria reptans) dengan (Spermatophyte only). Vol. I. Groningen: NV. Noordhoff.
nilai indeks 0,63. Sedangkan yang lainnya mempunyai nilai Backer, A.C. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1965. Flora of Java
(Spermatophyte only). Vol. II. Groningen: NV. Noordhoff.
indeks asosiasi rendah (< 0,50). Dengan demikian, dapat Backer, A.C. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1968. Flora of Java
dikemukakan bahwa dominasi Thespesia lanpas dan (Spermatophyte only). Vol. III. Groningen: NV. Noordhoff.
Brachiaria reptans akan menentukan perkembangan Barbour, G.M., J.K. Burk, and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology.
New York: The Benyamin/Cummings Publishing Company.
savana di kawasan ini untuk masa yang akan datang. Bila Brenan, J.P.M. 1983. Manual on Taxonomy of Acacia species; Present
ditinjau dari kepentingan ketersedian makanan bagi Taxonomy of Four Species of Acacia (A. albida, A. senegal, A.
herbivora, maka dominasi Brachiaria reptans sangat nilotica, A. tortilis). Rome: FAO.
menguntungkan bagi satwa, karena spesies ini merupakan Cox, G.W. 1978. Laboratory Manual of General Ecology. New York: WM.C.
Brown Company Publisher.
makanan yang sangat digemari oleh banteng, rusa. kerbau Djufri. 1995. Inventarisasi Flora Sepanjang Proyek Krueng Aceh untuk
liar, dan kijang. Namun, dominasi Thespesia lanpas sangat Menunjang Perkuliahan Ekologi dan Taksonomi Tumbuhan. Banda
merugikan, karena spesies ini tidak dimakan oleh banteng, Aceh: Puslit Unsyiah Darussalam.
Djufri. 1999. Pengaruh Konsentrasi Alelopati Ekstrak Daun dan Akar Kayu
kerbau liar, rusa, dan kijang. Di samping itu spesies ini juga Putih (Eucalyptus urophylla) Terhadap Viabilitas Perkecambahan Be-
bersifat gulma yang sangat agresif dalam menguasai berapa Jenis Suku Fabaceae. Banda Aceh: Puslit Unsyiah Darussalam.
tempat, karena bentuk hidupnya berupa semak yang Djufri. 2002. Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi, dan Interaksi Spesies
ukurannya lebih besar dari kelompok rumput. Akibatnya Tumbuhan Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran
Jawa Timur. Biodiversitas 3 (1): 181-188.
rumput yang hidup di bawahnya ternaungi, sehingga Djufri. 2003. Analisis Vegetasi Spermatophyta di Taman Hutan Raya
mengganggu bahkan dapat mematikan spesies rumput. (TAHURA) Seulawah Aceh Besar. Biodioversitas 4 (1): 30-34.
Oleh karenanya, antisipasi terhadap perkembangan Djufri. 2004. REVIEW: Acacia nilotica (L.) Willd. ex Del. dan Permasalahan-
nya di Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Biodiversitas. 5 (2): 96-104.
Thespesia lanpas harus segera dilakukan, sehingga fungsi Duke. 1983. Medicinal Plants of the Bible. New York: Trado-Medic Books.
savana di kawasan ini dapat dipertahankan tetap optimal. Goldsmith. 1986. Discription and analysis of vegetation. In Chapmann, S.B.
and P.D. Moore (eds). Methods in Plant Ecology. London: Blacwell
Scientific Publication.
Gupta, R.K. 1970. Resource survey of gummiferous Acacias in Western
KESIMPULAN Rajasthan. Tropical Ecology 11. 148-161.
Junawati, M. dan H. Muhammad. 1997. Peranan lingkungan fisik terhadap
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat dikemukan produksi. Dalam D. Sitepu, Sudiarto, Nurliani Bermawie, Supriadi,
Deciyanto Soetopo, Rosita S.M.D., Hernani dan Amrizal, M. Rivai (eds).
beberapa kesimpulan sebagai berikut ; (i). Spesies yang Jahe. Monograf No. 3. Bogor: Balittro.
dijumpai di savana Kramat Taman Nasional Baluran Jawa Krebs, C.J. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and
Timur sebanyak 25 spesies yang terdiri dari 12 familia. (ii). Abundance. New York: Harper and Row Publisher.
Spesies yang mendominasi dengan nilai penting (NP) Ludwig, J.A. and J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. Washington DC.:
Government of the United States of America.
sangat tinggi dan tinggi adalah bayapan (Brachiaria Mueller-Dombois, D. and H.H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of
reptans), kapasan (Thespesia lanpas), dan rumput gunung Vegetation Ecology. New York: Wiley and Sons.
(Oplismenus burmanii). (iii). Indeks keanekaragaman Mutaqin, I.Z. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing
Invasif. Upaya Penanggulangan Tanaman Eksotik Acacia nilotica di
Sepesies (H’) di daerah terbuka lebih tinggi (2,6456) Kawasan Taman Nasional Baluran. Jakarta: Kantor Menteri Negara
dibandingkan dengan daerah yang ternaungi oleh tegakan Lingkungan Hidup.
Acacia nilotica (2,0820-1,5265). (iv). Pada seluruh Pitono, J., M. Junawati, dan Ngadiman. 1996. Pengaruh naungan terhadap
kombinasi stasiun pengamatan menghasilkan nilai Indeks pertumbuhan dan produksi terna tanaman sambiloto. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia 3 (1): 39-40.
similaritas (IS) pada umumnya rendah, hanya sebagian Rice, E.L. 1974. Allelopathy. New York: Academic Press.
saja yang menghasilkan IS yang tinggi, misalnya kombinasi Sabarno, M.Y. 2002. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas. 3 (1):
stasiun pengamatan 3-4, dan 11-14 (lihat matrik IS). (v). 207-212.
Setiadi, D. dan I. Muhadiono. 2001. Penuntun Praktikum Ekologi. Bogor:
Dari 25 spesies penyusun savana yang diteliti, 13 di Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
antaranya mempunyai pola distribusi mengelompok, 5 Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
spesies dengan pola distribusi teratur, dan 7 spesies Shukla, R.S. and P.S. Chandel. 1982. Plant Ecology. New Delhi: S. Chand &
dengan pola distribusi acak. (vi). Pada umumnya spesies Ram Nagar Company Ltd.
Soerjani, M., A.J.G.H. Kosterman, dan G. Tjitrosoepomo. 1987. Weeds of
yang hidup di bawah tegakan Acacia nilotica berasosiasi Rice in Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
positif dengan Acacia nilotica, kecuali 6 spesies yang Steenis, G.C.C.J. van. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta:
menunjukkan asosiasi negatif yaitu: putri malu (Mimosa Pradnya Paramita.
Syafei, E. 1994. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Bandung:
pudica), orok-orok (Crotalaria setriata), jarong lelaki Laboratorium Ekologi Institut Teknologi Bandung.
(Stachytarpeta indica), jarong (Achyrantes aspera), tarum Weaver, J.E. and E.C. Frederic. 1978. Plant Ecology. New Delhi: Tata
(Indigofera sumatrana) dan meniran (Phyllantus debilis). McGraw-Hill Publishing Company Ltd.

Anda mungkin juga menyukai