Anda di halaman 1dari 20

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia di Panti Wreda 1. Lansia Mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan

kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Penggolongan lansia menurut Depkes menjadi tiga kelompok yakni (Azis, 1994) : - Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. - Kelompok lansia (65 tahun ke atas). - Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Peneliti dapat menentukan batasan lansia dari berbagai sumber diatas yaitu disebut lansia atau lanjut usia jika umur 55 tahun keatas. a. Beberapa masalah umum bagi orang usia lanjut (Hurlock, 1980), antara lain : 1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya karena penyakit kronik yang lama dideritanya, sehingga harus tergantung pada orang lain.

2) Status ekonominya sangat terancam sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya. 3) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik yang lemah. 4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat. Untuk mengatasi masalah ini, panti wreda menawarkan kesempatan yang baik sekali bagi para lanjut usia tersebut. 5) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah. 6) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa. 7) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa. 8) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang yang berusia lanjut dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat dengan kegiatan yang lebih cocok. b. Perubahan yang terjadi pada lansia 1) Perubahan fisik - biologik Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada penurunan atau berkurangnya fungsi alat indera dan sistem saraf mereka seperti penurunan jumlah sel dan cairan intra sel, pesarafan, system kardiovaskuler, system pernafasan, system gastrointestinal, system endokrin dan sistem musculoskeletal.

Perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya. (J.W.Santrock, 2002). 2) Perubahan psikis Perubahan psikis pada lansia adalah besarnya individual differences pada lansia. Lansia memiliki kepribadian yang berbeda

dengan sebelumnya. Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidak inginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat beinteraksi (Hurlock, 1980). 3) Perubahan sosial Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002). 4) Perubahan kehidupan keluarga Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari. 2. Panti Wreda Panti Wreda adalah tempat dimana berkumpulnya orang orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta, dan ini sudah merupakan kewajiban Negara untuk menjaga dan memelihara setiap warga negaranya (UU No.12 Tahun 1996 Direktorat Jenderal, Departemen Hukum dan HAM). Panti Wreda merupakan suatu tempat yang akan menjadi tempat perkembangan interaksi sosial, dikarenakan mereka akan hidup bersama dengan sesama lanjut usia, selain itu pada panti werda, mereka akan mendapatkan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk memberdayakan

para orang lanjut usia agar tetap produktif. Perkembangan fisik dan kesehatan orang lanjut usia akan mendapat kontrol yang efektif (J.W Santrock, 2002).

B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari dari hasil lapangan pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia (Stuart, 2007). Menurut John Robert Powers (1977), konsep diri adalah kesadaran dan pemahaman terhadap dirinya sendiri yang meliputi ; siapa aku, apakah kemampuanku, apakah kekuranganku, apakah kelebihanku, apakah perananku, dan apakah keinginanku. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Stuart and Sundeen (1991), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : a. Teori Perkembangan: Konsep diri belum ada waktu lahir kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam melakukan

kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan perkembangan malalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman/ pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal. Kemampua pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri /masyarakat serta aktualisasi diri dengan

merealisasikan potensi yang nyata. b. Significant Other (orang yang terpenting /terdekat) : Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain,

10

belajar diri sendiri malalui cemin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan intepretasi dari pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi olah orang terdekat, remaja dipengaruhi leh orang lain yang dekat denga dirinya, pengaruh orang dekat /orang penting sepanjan siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi. c. Self Perception (persepsi diri sendiri) : Yaitu persepsi idividu terhadap diri sendiri ,serta pesepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibebtuk malalui pandangan dri yang positif dapat berfnsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingungan. Sedangkan konsep diri yang negative dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart and Sundeen penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang-rentang respon onsep diri yaitu :

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Diri Positif

Harga Diri Rendah

Kekacauan Identitas

Depersonalisasi

Skema 2.1 Rentang Respon Konsep Diri Stuart and Sundeen (1991)

3. Pembagian Konsep Diri Konsep diri terbagi menjadi beberapa komponen . Pembagian konsep diri tersebut di kemukakan oleh Gail W. Stuart ( 2007), yang terdiri dari :

11

a. Citra tubuh Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh seseorang : 1) Operasi, seperti : mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya dapat mengubah citra tubuh. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastic, protesa dan lain-lain. 2) Kegagalan fungsi tubuh, seperti hemipelgi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf. 3) Waham yang berkaitan denganbentuk dan fungsi tubuh, seperti sering terjadi pada kien gangguan jwa, klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan. 4) Tergantung pada mesin, seperti : klien intensif care yang memandang mobilisasi sebagai tantangan, akibatya sukar mendapatkan informasi umpan balik dengan penggunaan intensif care dipandang sebagai gangguan. 5) Perubahan tubuh, hal ini berkaian dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal. 6) Umpan balik interpersonal yang negative, umpan balik ni adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri. 7) Standar social budaya, hal ini berkaitan dengan kultur social budaya masing-masing orang berbeda dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan

12

pengaruh pada citra tubuh tiap individu, seperti adanya perasaan minder. Beberapa gangguan pada citra tubuh tersebut dapat

menunjukkan tanda dan gejala, seperti : 1) Syok psikologik, merpakan reaksi emosinal terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk

mempertahankan keseimbangan diri. 2) Menarik diri, klien menjadi sadar akan kenyataan, ingn lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosioal. Kien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. 3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap, tanda dan gejala gangguan ini adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan citra tubuh yaitu : menolak untuk menolak dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak social sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negative terhadap tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. b. Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu. Menurut Ana Keliat (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu : kecenderungan individu

13

menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor budaya akan mempengaruhi indvidu dalam menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri. c. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart and Sundeen, 1991). Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Faktor-faktor yang

mempengaruhi harga diri, seperti : 1) Perkembangan individu, faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. 2) Ideal diri tidak realistis, individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. 3) Gangguan fisik dan mental, gangguan ini dapat membuat indiidu dan keluarga merasa rendah diri. 4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi, orang tua yang mempunyai harga diri rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. d. Performa peran Peran yang ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 1992). Serangkaian

14

pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. e. Identitas pribadi Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi atau penilaian yang merupakan sintesa semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh. Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. 4. Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri a. Usia Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugastugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat

menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial. b. Intelegensi Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya.

15

c. Pendidikan Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah. d. Status Sosial dan Ekonomi Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana

penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan

lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. e. Hubungan keluarga Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f. Orang lain Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Stuart (1991), menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Stuart mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh

16

orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya. g. Kelompok Rujukan (Reference Group) Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Stuart (1991), ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.

C. Depresi 1. Pengertian Depresif merupakan gangguan suasana perasaan depresif atau Episode Depresif dulu dikenal sebagai Neurosa depresif, disebut juga gangguan distimik, berada dalam kelompok gangguan suasana perasaan (mood/afektif). Menurut Phillip L. Rice (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Leitenberg & Wilson (1986), menyatakan bahwa mereka yang depresi menunjukkan kontrol diri rendah yaitu evaluasi diri yang negatif, harapan terhadap performance rendah, suka menghukum diri dan sedikit memberikan hadiah terhadap diri sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Beck (1985) yang menyatakan bahwa depresi menunjukkan pada : a. Suasana mood yang dapat berubah seperti kesedihan, kesepian dan pesimis. b. Konsep diri negatif yang dihubungkan dengan rasa bersalah dan rendah diri.

17

c. Keinginan-keinginan regresif dan menghukum diri sendiri, keinginan menghindar, bersembunyi atau keinginan untuk mati. d. Perubahan-perubahan vegetatif seperti gangguan makan, gangguan tidur dan kehilangan libido. e. Perubahan tingkat aktivitas seperti malas atau gelisah. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, disimpulkan bahwa depresi adalah suatu kelompok gangguan klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subyektif adanya penderitaan berat, simtom-simtom yang muncul seperti kesedihan, keputusasaan, perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, gangguan makan, gangguan tidur, menarik diri, kehilangan konsentrasi, ide yang meloncat-loncat, tegang, kehilangan energi dan munculnya pikiran atau ide bunuh diri. Penelitian ini mengacu pada definisi dari teori Beck yang menyatakan bahwa depresi menunjuk pada suasana mood yang depresif, konsep diri negatif, keinginan-keinginan regresif serta adanya perubahan-perubahan vegetatif dan perubahan pada tingkat aktivitas. 2. Bentuk-bentuk Depresi Gangguan depresi dibedakan dalam dua bentuk. Pertama adalah bentuk gangguan depresi yang ditandai dengan episode depresi. Bentuk depresi ini muncul dalam gejala-gejala seperti rasa sedih, tidak berdaya, murung, munculnya perasaan bersalah dan berdosa, jika depresinya semakin berat maka akan timbul perasaan putus asa diikuti munculnya keinginan mati dan ide bunuh diri. Kedua berupa gangguan depresi bipolar yang kadang disebut juga dengan gangguan manic depresif, yang ditandai dengan perubahan drastis antara manic dan depresi (Sulistyorini, 2005). Depresi diklasifikasikan dalam empat model yaitu (Wiramiharja, 2004) : a) Depresi model endogenus dan reaktif. Depresi endogenus adalah depresi yang sumbernya karena faktor biologis sedangkan depresi reaktif bersumber karena faktor-faktor psikologis.

18

b) Depresi model primer dan sekunder. Depresi primer tidak didahului oleh suatu penyakit, sedangkan depresi sekunder didahului oleh penyakit fisik atau penyakit mental. c) Depresi model unipolar dan bipolar. Depresi bipiolar mempunyai riwayat episode mania atau hipomania, sedangkan depresi unipolar tidak mempunyai sejarah episode mania atau hipomania. d) Depresi model psikotik dan depresi neurotik. Depresi psikotik adalah depresi yang parah sedangkan depresi neurotik adalah depresi yang lebih ringan. 3. Menurut Iskandar (1994), penyebab atau alasan menjadi depresi adalah : a) Kekecewaan : hampir semua penderita depresi mengeluh adanya 1 atau lebih kekecewaan dalam hidupnya. b) Terperangkap : banyak penderita depresi yang merasa dirinya

diperangkap baik secara fisik maupun psikis. c) Penolakan : pada wanita penolakan kasih sayang sering membawa ke arah depresi, sedangkan pada pria penolakan oleh kelompok tertentu sering membuat depresi. d) Pasca kuasa : hilangnya kekuasaan pada sebagian orang menimbulkan runtuhnya harga diri dan juga ketakutan akan kehilangan kemasyuran dan kekayaan. e) Kurang percaya diri : harapan seseorang yang terlalu berlebihan sehingga tidak pernah bias dicapainya. f) Perbandingan yang pincang : penderita depresi sering kecewa karena membandingkan dirinya dengan orang lain. g) Tujuan yang tidak rasional : banyak tuntutan yang dicari orang yang tidak realistik yang menyebabkan kekecewaan. h) Penyakit kronis : depresi dan penyakit kronik mengkin dapat terjadi secara bersamaan karena adanya perubahan fisik yang dihubungkan dengan penyakit yang merupakan penyebab dari depresi dan individu akan menunjukkan reaksi psikologis.

19

Grayson (2006) menambahkan, beberapa kondisi kronis dapat menjadi penyebab terjadinya depresi, tetapi resiko terjadinya depresi akan meningkat seiring dengan semakain beratnya penyakit. Resiko terjadinya depresi secara umum antara 10-25% pada wanita dan 510% pada laki-laki. Bagaimanapun juga orang dengan penyakit kronik mempunyai resiko tinggi terjadi depresi yaitu 25-33%. i) Ambivalensi : adalah siap mendua, misalnya disatu pihak merasa benci dilain pihak juga suka / sikap takut tetapi merasa hormat, marah tetapi kasihan dan sebagainya. j) Kepribadian : kepribadian memegang peranan penting dalam depresi. Kepribadian melankolis adalah paling beresiko terkena depresi arena kepribadian ini bersifat sensitive, mudah tersinggung dan tidak ingin disalahkan, kadang-kadang romantic dan menerima penderitaan sebagaian dari hidupnya. 4. Tanda dan Gejala Ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni (Frank J.Bruno, 1997) : a) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan. b) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. c) Terjadi gangguan tidur, yaitu tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur, tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. d) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.

20

e) Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau selalu merasah lelah atau capai dan ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis. f) Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, menyia-nyiakan hidup, tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali terjadi. g) Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk menfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, tidak bisa berkonsentrasi. h) Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung. i) Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. Tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. Frank menambahkan bahwa tidak ada aturan yang pasti untuk setiap orang. tetapi merupakan konvensi untuk menyatakan bahwa kalau lima atau lebih dari tanda-tanda atau gejala itu ada dan selalu terjadi, maka sangat mungkin seseorang mengalami depresi. Lain halnya jika seseorang mnegalami gejala pada nomor h, yakni punya keinginan untuk bunuh diri, maka Frank menganjurkan seseorang untuk segera mencari bantuan profesional secepat mungkin. 5. Tingkat Depresi Menurut Maslim (1996) dalam bukunya PPDGJ III, pedoman diagnosis episode Depresi adalah sebagai berikut :

21

a. Kelompok I : selama paling kurang dari 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat, kegembiraan dan berkurangnya energi yang mengakibatkan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. b. Kelompok II : keadaan diatas paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari dialami akan disertai gejal-gejala sebagai berikut ; konsentrasi dan perhatian berkurang, gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun), pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang. Periode

berlangsungnya gejala lebih pendek dari 2 minggu dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. c. Kelompok III : gejal-gejala tersebut diatas menyebabkan hambatan psikososial, cacat fungsi pekerjaan, hubungan sosial dan kegiaan sehari-hari. Dan Tingkat Depresi dapat dibedakan atas : a. Tingkat Dpresi Ringan : harus ada 2 gejala dari kelompok 1, disertai minimal 2 gejala dari kelompok 2 (sedikit kesulitan dalam melanjutkan pekerjaan, hubungan sosial dan kegiatan sehari-hari). b. Tingkat Dpresi Sedang : harus ada 2 gejala dari kelompok 1, disertai minimal 2 dari kelompok 2 dan hambatan psikososial sedang dari kelompok 3. c. Tingkat Dpresi Berat : harus ada gejala dari kelompok 1, minimal 4 gejala dari kelompok 2 dan hambatan psikososial berat dari kelompok 3 (tidak dapt melanjutkan kegiatan). 6. Pengukuran Tingkat Depresi Pengukuran tingkat depresi menggunakan instrument

pertanyaan yang dirancang oleh Yesavage (1983), dikutip R.Siti Maryam dkk, dalam bukunya Mengenal Usia Lanjut dan

Perawatannya. Merupakan skala pengukuran depresi yang dapat

22

digunakan sebagai instrument penyaringan di Komunitas dan Klinik. Instrument ini terdiri dari 30 item pertanyaan, dengan analisa hasil; nilai 6-15 adalah depresi ringan sampai sedang, 16-30 adalah depresi berat dan 0-5 adalah keadaan normal.

D. Penyakit Kronik Kronik, istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi yang terjadi dalam periode lama, berulang, terjadi perlahan-lahan dan makin serius. Berbeda dengan akut, kondisi kronik adalah proses yang terjadi secara perlahan, makin lama makin parah atau menjadi berbahaya (Norwitz, 2006). Akut adalah suatu gangguan atau penyakit yang

timbulnya (onset) cepat, atau berlangsung dalam waktu pendek (tidak lama), dalam kurun waktu jam, hari hingga minggu atau baru terserang kurang dari 2 minggu, sedangkan kronik artinya gangguan atau penyakit yang berlangsung lama (berbilang bulan atau tahun) atau dikenal sebagai penyakit menahun. Misalnya: hipertensi, diabetes melitus, kusta, psoriasis, dan lain-lain. Penyakit kronik menunjukkan gejala relative singkat dan biasanya bersifat berat dan mungkin dapat mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada. Penyakit kronik berlangsung lama, biasanya lebih dari 6 bulan, dan dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jadi, akut maupun kronis tidak terlalu ada relevansinya dengan tingkat keparahan suatu penyakit tetapi berkaitan dengan waktu atau durasi dideritanya penyakit tersebut ( Potter dan Perry, 2005). Penyakit kronik merupakan penyakit yang telah lama diderita dan biasanya tidak mendapatkan pengobatan yang lengkap dan dikonrol dengan diet, olah raga dan menjaga kesehatan. Contoh penyakit kronik adalah DM, Penyakit Jantung, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Ginjal, Lupus dan Multiple Sclerosis. Seseorang dengan diagnosis penyakit kronik harus mengatur pola hidup untuk mempertahankan kondisi yang stabil.

23

Penyakit ini mungkin dapat mempengaruhi perubahan dalam hidupnya yaitu cara melihat dirinya sendiri dan ataupun untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk alasan tertentu, keputusasaan dan rasa sedih adalah hal yang normal. Penyakit kronik ini dapat menyebabkan terjadinya depresi (Grayson, 2006).

24

E. Kerangka Teori Lansia Perubahan pada lansia : 1. 2. 3. 4. Perubahan fisik - biologik Perubahan psikis Perubahan sosial Perubahan kehidupan keluarga Penyakit Kronik

Tingkat Depresi : Konsep Diri Berat Sedang/Ringan Normal

Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori (sumber : Maslim, 1996 ; Hurlock, 1980 ; Iskandar, 1994 ; Stuart and Sundeen, 1991 )

25

F. Kerangka Konsep Variabel Independen Konsep Diri Gambar 2.3 Kerangka Konsep Variabel Dependen Tingkat Depresi

G. Variabel Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah Konsep Diri sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Depresi.

H. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara Konsep Diri dengan Tingkat Depresi pada lansia yang menderita penyakit kronik di Panti Wreda Pengayoman Semarang.

Anda mungkin juga menyukai