Anda di halaman 1dari 4

A.

Teori Motivasi

Proses Dasar Motivasi: 1. Kebutuhan. Kebutuhan diciptakan setiap kali ada ketidakseimbangan fisiologis atau psikologis. Sebagai contoh, kebutuhan ada ketika sel-sel dalam tubuh yang kekurangan makanan dan air atau ketika kepribadian ini dirampas orang lain yang berfungsi sebagai teman atau sahabat. Meskipun kebutuhan psikologis mungkin didasarkan pada kekurangan, kadang-kadang mereka tidak. Sebagai contoh, seorang individu dengan kebutuhan yang kuat untuk maju mungkin memiliki sejarah keberhasilan yang konsisten. 2. Drive. Dengan beberapa pengecualian, 3 drive, atau motif (dua istilah ini sering digunakan secara bergantian), yang dibentuk untuk meringankan kebutuhan. Sebuah drive fisiologis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kekurangan dengan arah. Drive fisiologis dan psikologis yang berorientasi pada aksi dan memberikan energi dorong ke arah mencapai insentif. Mereka berada di jantung dari proses motivasi. Contoh-contoh dari kebutuhan akan makanan dan air dijabarkan ke dalam kelaparan dan haus drive, dan kebutuhan untuk teman-teman menjadi drive untuk afiliasi. 3. Insentif. Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, yang didefinisikan sebagai sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi drive. Dengan demikian, mencapai insentif akan cenderung untuk mengembalikan keseimbangan fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi atau memotong drive. Mendapatkan makanan, air minum, dan temanteman akan cenderung untuk mengembalikan keseimbangan dan mengurangi drive yang sesuai. Makanan, air, dan teman-teman adalah insentif dalam contoh ini. Dimensi-dimensi dasar dari proses motivasi berfungsi sebagai titik tolak untuk hal ini. Setelah diskusi tentang motif primer dan sekunder, karya-motivasi teori dan aplikasi yang lebih langsung berhubungan dengan studi dan penerapan perilaku organisasi dan manajemen sumber daya manusia diperiksa. Abraham Maslow, dalam karya klasik, menguraikan unsur-unsur teori motivasi keseluruhan. Menggambar terutama dari psikologi humanistik dan pengalaman klinis, ia berpikir bahwa motivasi seseorang kebutuhan bisa diatur secara hirarkis. Pada intinya, ia percaya bahwa sekali suatu tingkat kebutuhan puas, tidak lagi berfungsi untuk memotivasi. Semakin tinggi

tingkat berikutnya Kebutuhan harus diaktifkan dalam rangka untuk memotivasi individu. Maslow mengidentifikasi lima tingkat dalam hirarki kebutuhannya, secara singkat, berikut:

1. Physicological needs. Tingkat yang paling dasar dalam hirarki, kebutuhan fisiologis, umumnya sesuai dengan kebutuhan primer. Kebutuhan kelaparan,

haus, tidur, dan seks adalah beberapa contoh. Menurut teori ini, setelah kebutuhan dasar puas, mereka tidak lagi memotivasi. 2. Safety needs. adalah tingkat kedua kebutuhan secara kasar setara dengan kebutuhan keamanan. Maslow menekankan emosional serta keselamatan fisik. Seluruh organisme dapat menjadi mekanisme penggangu keamanan. Namun, seperti halnya dari kebutuhan fisiologis, sekali keamanan tersebut kebutuhan puas, mereka tidak lagi memotivasi. 3. Love needs. Tingkat ketiga atau menengah, kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan afiliasi. Seperti Freud, Maslow tampaknya miskin pilihan kata-kata untuk mengidentifikasi tingkatnya. Penggunaan kata cinta memiliki konotasi menyesatkan banyak, seperti seks, yang notabene adalah kebutuhan fisiologis. Mungkin kata yang lebih tepat menggambarkan tingkat ini akan belongingness atau kebutuhan sosial. 4. Esteem needs. Tingkat harga diri merupakan kebutuhan yang lebih tinggi dari manusia. Kebutuhan kekuasaan, prestasi, dan status dapat dianggap sebagai bagian dari tingkat ini. Maslow menunjukkan bahwa tingkat harga berisi baik harga diri dan harga diri dari orang lain. 5. Self Actualization needs. Kontribusi besar Maslow, ia menggambarkan tingkat ini sebagai puncak dari semua kebutuhan yang lebih rendah, menengah, dan tinggi dari manusia. Orang yang memiliki menjadi aktualisasi diri adalah pemenuhan diri dan

telah menyadari semua potensi yang dimiliki. Akibatnya, aktualisasi diri adalah motivasi seseorang untuk mengubah persepsi diri menjadi kenyataan.

B.

Kasus Motivasi Kehadiran di Kantor Cabang PLN Salah satu Cabang Perusahaan Listrik Negara (PLN) dihadapkan pada persoalan tingkat ketidakhadiran pegawai yang cukup tinggi. Pada hari setiap Senin dan Jumat kurang lebih 26% pegawai tidak masuk kerja. Berdasarkan hasil rapat yang diikuti oleh para pimpinan PLN tersebut, hal ini sudah membudaya dan sulit diperbaiki sebab banyak karyawan yang mempunyai pekerjaan tambahan di luar kantor. Seorang Kabag Kepegawaian, baru saja mengikuti pelatihan mengenai

pengembangan sumberdaya manusia pada salah satu perguruan tinggi ternama. Setelah mengikuti pelatihan, Ia terinspirasi untuk mengadakan perubahan dalam manajemen kepegawaian. Karena setelah dianlisis secara ekonomi, tingkat ketidakhadiran pegawai ini dapat merugikan perusahaan 1 juta Rupiah per minggu. Kabag Kepegawaian yakin, dengan perubahan ini akan dapat mengurangi kerugian. Kabag Kepegawaian mengajukan untuk menyelesaikan masalah ini kepada atasannya, Kepala Cabang PLN. Rencananys adalah sebagai berikut: Setiap hari Jumat pukul 15.00 diadakan undian yang akan ditarik setiap minggu. Kartu absen semua pegawai yang bekerja penuh mentaati jam kerja pada minggu itu akan dimasukkan ke dalam kotak undian. Setiap minggu 2 orang pemenang akan mendapatkan hadiah berupa Voucher Rp 500.000,- Pada setiap akhir bulan juga akan diadakan undian bulanan dimana pegawai yang tidak pernah absen saja yang akan diikutkan dalam undian. Undian bulanan menyediakan hadiah bagi satu pemenang berupa Voucer seharga 1 juta Rupiah. Rencana ini disetujui oleh Pimpinan dan dilaksanakan pada bulan berikutnya. Setalah berjalan selama empat bulan, diadakan evaluasi terhadap tingkat ketidakhadiran pegawai. Hasilnya berkat kebijakan tersebut tingkat ketidakhadiran per minggu hanya sekitar 2 persen.

C.

Analisis Kasus Berdasarkan proses dasar motivasi kasus yang terjadi di kantor cabang yaitu rendahnya tingkat kehadiran karyawan berawal dari kebutuhan hidup yang semakin meningkat, sehingga banyak karyawan yang mengambil pekerjaan tambahan diluar pekerjaan yang dijabat saat ini. Namun yang menjadi masalah, pekerjaan tambahan ini dilakukan pada saat pekerjaan utamanya berlangsung. Sehingga tingkat kehadiran di pekerjaan utamanya rendah. Kebutuhan muncul dari semakin tingginya konsumsi pribadi dan keluarga. Sehingga mengharapkan adanya insentif lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namunyang terjadi drive yang dipilih salah, yang merugikan perusahaan dimana ia bekerja. Sedangkan berdasarkan teori motivasi maslow, yang dilakukan oleh kabag Kepegawaian PLN masih memenuhi level 1 dan level 2, yaitu masih berupa reward materi. Tetapi hal ini tetap akan menjadi masalah, karena karyawan yang dating hanya mendapatkan reward tersebut tanpa memahami apa yang sesungguhnya ia kerjakan. Berdasarkan hasil dari penerapan solusi yang diberikan oleh Kabag. Kepegawaian hal ini berhasil meningkatkan kehadiran karyawan. Tetapi hal ini belum tentu bisa meningkatkan performa atau kualitas kerja. Penulis menyarankan, selain memberikan reward materi sebaiknya pihak kepegawaian mampu mengedukasi karyawan untuk memahami apa tujuan dari yang dikerjakan, sehingga setiap karyawan mencapai level tertinggi menurut teori maslow, yaitu bekerja sebagail aktualisasi diri (self actualization).

Anda mungkin juga menyukai