Anda di halaman 1dari 238

CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) INFARK

1.

KONSEP DASAR MEDIS

1.1 Pengertian CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234). CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131) 1.2 Etiologi menurut. Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

1.

Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya: Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding pembuluh darah Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan

aliran darah cerebral 2. Arteritis: radang pada arteri Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli: Penyakit jantung reumatik Infark miokardium Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

1.3 Faktor resiko terjadinya stroke Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236): 1. 2. Hipertensi. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel

kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif. 3. 4. 5. 6. 7. Kolesterol tinggi Obesitas Peningkatan hematokrit Diabetes Melitus Merokok

1.4 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan patologi serangannya (Brasherz, 2008: 274) a. b. c. d. Oklusi aterotrombotik pada arteri ekstra kranial (terutama pada bitur kasio karotis atau intrakranial) Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infark miokard terbaru aneurismaventrikel, gagal jantung kongestif/ penhyakit vaskular Lakunar akibat infark cerebral dalam pada arteri lentikulostrista Hemodinamik akibat penurunan perfusi cerebral global.

1.5 Tanda dan Gejala Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-260), yaitu: 1. Lobus Frontal a. Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu

menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak. b. Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan). c. Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi

terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi. 2. Lobus Parietal

a. Dominan : 1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh). 2) Defisit bahasa/komunikasi Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).

b. Non Dominan Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain: Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise) Disorientasi (waktu, tempat dan orang) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan tepat)

Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat Disorientasi kanan kiri

3. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta. 4. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh 1.6 Pemeriksaan Penunjang Periksaan penunjang pada pasien CVA infark: 1. Laboratorium : a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam

Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252) b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju

endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)

2.

Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)

dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal

jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122) 3. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa

stroke (Prince,dkk ,2005:1122). 4. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia

fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122). 5. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan

memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122) 6. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk ,2005:1123). 7. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140). 8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

1.7 Penatalaksanaan

Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14): 1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan : a. Mempertahankan saluran nafas yang paten b. Kontrol tekanan darah c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif. 2. Terapi Konservatif a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler. d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan: 1) 2) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg Osmoterapi antara lain :

3) 4) 5) 6)

Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari Posisi kepala head up (15-30) Menghindari mengejan pada BAB Hindari batuk Meminimalkan lingkungan yang panas

1.8 Komplikasi Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253) 1. Dalam hal imobilisasi: a. Infeksi pernafasan (Pneumoni), b. Nyeri tekan pada dekubitus. c. Konstipasi 2. Dalam hal paralisis:

a. Nyeri pada punggung, b. Dislokasi sendi, deformitas 3. Dalam hal kerusakan otak: a. Epilepsy b. sakit kepala 4. Hipoksia serebral 5. Herniasi otak 6. Kontraktur 1.9 WOC (Terlampir) 2. 2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian.

Pengkajian asuhan keperawatan (Doengoes, 2000) a. Identitas

biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi. b. Keluhan utama Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien. c. Riwayat kesehatan sekarang Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi, d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain). e. Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.

f.

Riwayat psikososial-spiritual

Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri. g. Kebutuhan 1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,

disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas 2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder

berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus 3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah

lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia) 4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

2.2 Pemeriksaan Fisik a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi. b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur

c. Sistem neurologi 1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien 2) Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark 3) Pemeriksaan saraf kranial a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan

visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. c) Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan

konjugat unilateral disisi yang sakit d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat e) Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal. d. Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine

e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual f. g. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin

mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut. h. Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau

hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik. 2.3 Diagnosa Keperawatan Menurut ( Barbara Engram, 1998, Doengoes, 2000, Lynda, Juall). a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi secret dan ketidak mampuan batuk efektif sekunder akibat

cedera serebrovoskular yang ditandai dengan adanya sekret pada saluran pernapasan, suaran napas ronkhi, adanya suara nafas tambahan. b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler.

c.

Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas yang ditandai dengan ketidakmampuan

dalam eliminasi urine, ketidakmampuan miksi. d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan. f. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan yang ditandai dengan

disorientasi terhadap waktu tempat dan orang, konsentrasi buruk berubahan proses berpikir yang kacau. g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot h. Gangguan eliminasi alvi(kontispasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat

stroke yang ditandai dengan pasien belum BAB selama 4 hari/konstipasi, teraba distensi abdomen. i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai

dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi. 2.4 Intervensi dan Rasional a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi secret dan ketidakmampuan batuk efektif sekunder akibat

cedera serbrovaskuler yang ditandai dengan adanya sekret pada saluran pernapasan, suaran napas ronkhi, adanya suara nafas tambahan

Tujuan: pasien menunjukkan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil: ronkhi tidak terdengar Px menunjukkan batuk yang efektif, frekuensi nafas 16- 20 x/menit. Intervensi: 1) Jelaskan kepada klien mengapa terdapat penumpukan secret di saluran pernapasan dan kegunaan batuk efekif . R/ pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. 2) Beri minum hangat jika keadaan memungkinkan R/ membantu pengenceran secret sehingga mempermudah pemngeluaran 3) Ajarkan pasien batuk efektif. R/ batuk yang efektif dapat mengeluarkan secret dari saluran pernapasan. 4) Lakukan pengisapan lender, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. R/ pengisapan lender dilakukan untuk mengurangi adanya penumpukkan secret dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. 5) Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator R/ mengatur ventilasi dan melepaskan secret karena relaksasi notot brokosposme.

6) Observasi keadaan umum TTV R/ mengetahui keberhasilan tindakan. b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kerusakan neuromuskular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidak mampuan bergerak , keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot. Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan kriteria hasil: 1) Ekstremitas tidak tampak lemah 2) Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri 3) Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri Intervensi: 1) Jelaskan pada pasien akibat dari terjadinya imobilitas fisik R/ imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak. 2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam R/ menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan 3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang sakit

R/ gerakan aktif memberikan dan memperbaiki massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. 4) Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang tidak sakit R/ mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan 5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien R/ peningkatan kemampuan daam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi 6) Observasi kemampuan mobilitas pasien R/ Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah di lakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. c. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera serebrovaskuler Tujuan:Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil :tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas normal HB: 13,4 17,6 dan Albumin: 3,2 - 5,5 g/dl. Intervensi : 1) Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien R/ nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot

2) Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan R/ untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien 3) Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan R/ memudahkan klien untuk menelan 4) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan R/membantu dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol muskuler 5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT R/membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu memasukan secara peroral.

6) Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi R/ mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya d. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat

stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen. Tujuan: pasien mampu memenuhai eliminasi alvi dengan kriteria hasil:

1) pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat 2) konsistensi feses lembek 3) tidak teraba distensi abdomen Intervensi: 1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi. R/ konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus. 2) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat. R/ diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler 3) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi. R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler 4) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien. R/ aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic 5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria, enema)

R/ pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.

e. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas sekunder akibat stroke. Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1) Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka 2) Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka 3) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi: 1) Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi R/ menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 2) Ubah posisi tiap 2 jam R/ menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol 3) Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi

R/ mempertahankan keutuhan kulit 4) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit. R/ menghindari kerusakan-kerusakan kapiler f. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu

tempat orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan. Tujuan : meningkatnya persepsi sensorik secara optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1) Adanya perubahan kemampuan yang nyata 2) Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat dan orang Intervensi: 1) Tentukan kondisi patologis klien R/ untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan 2) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi R/untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien 3) Latih klien untuk melihat suatu objek dengan telaten dan seksama

R/agar klien tidak kebinggungan dan lebih konsentrasi 4) Observasi respon prilaku klien seperti menanggis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat R/ untuk mengetahui keadaan emosi klien. g. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan dengan

kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan. Tujuan : proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil: 1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi 2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi 1) Berikan metode alternatif komunikasi misalnya bahasa isyarat R/ memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 2) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi R/ mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain 3) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak

R/ mengurangi kecemasan dan kebinggunan pada saat berkomunikasi 4) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien R/mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif 5) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi R/memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi 6) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan Bicara R/ melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar. h. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas. Tujuan : klien mampu mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1) Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia 2) Tidak ada distensi bladder Intervensi: 1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering

R/ berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih 2) Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam R/pembatasan cairan pada malam hari mencegah terjadinya enuresis 3) Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih ( rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal) R/ melatih dan membantu penggosongan kandung kemih 4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan R/ kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urien sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih 5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikit 2000cc perhari bila tidak ada kontraindikasi) R/ hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu ginjal. i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien. Kurang

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yanf dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi. Tujuan: Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan kriteria hasil: 1) Pasien dan keluarga tahu tentang penyakit yang diderita.

2)

Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan keperawatan.

Intervensi: 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.

R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan kebenaran informasi yang didapat. 2) Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.

R/ Penjelasan tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah wawasan pasien dan keluarga. 3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

R/ Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.(1999) Diagnosa Keperawatan.(2000) alih bahasa Monica Ester.Jakarta : EGC

Doengus, Maryln.(1993). Rencana asuhan keperawatan.(1999).alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.

Henger, Barbara R.(2003).Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. EGC:Jakarta

Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan holistic Edisi VI volume II. EGC:Jakarta

Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. salemba medika: jakarta.

Price, Sylvia A.(2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. alih bahasa Huriawati, Hartanto.(2005). Jakarta:EGC

Asuhan Keperawatan Stroke atau CVA (cedera cerebrovaskular)

Nov 14

Posted by Saktya Yudha Ardhi Utama

2.1 Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

2.2 Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi :

Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :

Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan serebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.

Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan ini beradal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Stroke Nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :

1)

TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan

spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

2)

Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses

dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

3)

Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali

oleh serangan TIA berulang.

2.3 Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:

1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

6. Policitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

2.4 Patofisiologi

a. Stroke non hemoragik

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombosis, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan :

Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan, Edema dan kongesti di sekitar area

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.

b. Stroke hemoragik

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilataasi pembuluh darah otak.

2.5 Tanda dan Gejala

Perbedaan antara Stroke Nonhemoragik dengan Stroke Hemoragik

Gejala (Anamnesa)

Stroke Nonhemoragik

Stroke Hemoragik Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak Saat aktivitas

Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Peringatan Bangun pagi/istirahat +++

Nyeri kepala + 50% TIA Kejang +/Muntah + +

Kesadaran menurun -

Kadang sedikit +++ Koma.kesadaran menurun Kaku kuduk ++ + + + Sejak awal Hampir selalu +/+++

Tanda kernig Edema pupil Perdarahan retina Bradikardia

Hari ke-4

Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD) Pemeriksaan darah pada LP Rontgen Angiografi CT scan + +

Kemungkinan pergeseran glandula pineal Aneurisma, AVM, massa intrahemister.vasospasme

Oklusi, stenosis

Densitas berkurang (lesi hipodensi) Massa intrakranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)

Oftalmoskop Fenomena silang

Silver wire art Perdarahan retina atau korpus vitreum Lumbal fungsi

Tekanan Warna Eritrosit

Normal

Jernih

< 250/mm3

Meningkat

Merah

>1000/mm3 Arteriografi EEG Oklusi Ada pergeseran Bergeser dari bagian tengah

Di tengah

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.

Pengaruh terhadap status mental

Tidak sadar : 30% 40%

Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

Daerah arteri serebri posterior

Nyeri spontan pada kepala

Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

Hemiplegia alternans atau tetraplegia

Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

Stroke hemisfer kanan

Hemiparese sebelah kiri tubuh

Penilaian buruk

Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

2. Stroke hemisfer kiri

mengalami hemiparese kanan

perilaku lambat dan sangat berhati-hati

kelainan bidang pandang sebelah kanan

disfagia global

afasia

mudah frustasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan

kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

Gambaran perbedaan perdarahan Intraserebral dan Subarachnoid

Gejala

PIS

PSA Timbulnya

Nyeri Kepala

Kejang

Kesadaran

Tanda rangsangan meningen

Hemiparese

Ganguan saraf otak

Dalam 1 jam

Hebat

Umum

Menurun

+ (tidak ada)

++

1-2 menit

Sangat hebat

Sering fokal

Menurun

Sementara

+++

+ (tak ada)

2.6 Prognosis

Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya. Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas.

Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan Tanda-tanda vital diusahakan stabil Bed rest Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT Penatalaksanaan spesifik berupa:

Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik

Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, menurunkan TIK yang tinggi , tindakan pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher; Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA; Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut; Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

2.8 Rehabilitasi

Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan.

Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.

2.9 Komplikasi

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan :

Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis; Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh; Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala Hidrosefalus

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.10 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:

1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:

1) Interupsi aliran darah

2) Gangguan oklusif, hemoragi

3) Vasospasme serebral

4) Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler

2) Kelemahan, parestesia

3) Paralisis spastis

4) Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

1) Kerusakan sirkulasi serebral

2) Kerusakan neuromuskuler

3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial

4) Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

2) Kerusakan perseptual/ kognitif

3) Nyeri/ ketidaknyamanan

4) Depresi

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:

1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:

1) Kurang pemajanan

2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi

3.3 Perencanaan

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhuungan dengan penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)

1) Tujuan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten

2) Kriteria hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR normal, Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat, Tidak ada sputum

3) Intevensi :

a) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Mengetahui adanya sumbatan nafas.

b) Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan lain)

Rasional : Posisi yang sesuai untuk respirasi yang optimum

c) Lakukan penghisapan sekret dan pasang orofaringeal tube jika kesadaran menurun

Rasional : membebaskan saluran nafas dari sekret

d) Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam

Rasional : membantu menggelontorkan secret agar mudah dikeluarkan

e) Kolaborasi:

- Pemberian oksigen

- Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll

- Pemberian obat sesuai kebutuhan

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam darah.

b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.

1) Tujuan : kesadaran penuh, tidak gelisah

2) Kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

3) Intervensi :

a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.

b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.

c) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

c. Diagnosa keperawatan ketiga : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

1) Tujuan : dapat melakukan aktivitas secara minimum

2) Kriteria hasil: mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

3) Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan

b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.

d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional:

program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam

keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

d. Diagnosa keperawatan keempat : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

1) Tujuan : dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2) Kriteria hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga

3) Intervensi :

a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral

b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)

Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud

e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

e. Diagnosa keperawatan kelima : perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.

1) Tujuan : tidak ada perubahan perubahan persepsi.

2) Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.

3) Intervensi :

a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.

b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.

d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.

e)

Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.

Diagnosa keperawatan keenam: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

1)

Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2)

Kriteria hasil : klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal

3)

Intervensi;

a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri

b) Bantu klien dalam personal hygiene.

Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien

c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari

Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi

d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan

Diagnosa keperawatan ketujuh : gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.

1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri

2) Kriteria hasil : mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

3) Intervensi;

a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.

Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.

b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.

c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.

Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.

d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.

Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.

Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

Diagnosa keperawatan kedelapan : kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya

2) Kriteria hasil : berpartisipasi dalam proses belajar

3) Intervensi;

a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien

Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien

b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.

Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien

c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.

Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya

d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga

e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir

Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir. About these ads Rate this:

CVA / STROKE INFARK April 28, 2008 Leave a comment Go to comments

5 Votes

I.PENDAHULUAN. CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi. Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun. II.PENYEBAB dan KLASIFIKASI.

Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah. Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 : 1.Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah : Perokok. Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung ) Tekanan darah tinggi. Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia). Transient Ischemic Attack ( TIAs) 2.Faktor resiko yang tak dapat di rubah : Usia di atas 65. Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang meningkatkan resiko serangan stroke). DM. Keturunan ( Keluarga ada stroke).

Pernah terserang stroke. Race ( Kulit hitam lebih tinggi ) Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ). Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam : 1. Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ). 2. Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ). 3. Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis. KLASIFIKASI : Secara klinis stroke di bagi menjadi : 1. Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ). 2. Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ). 3. Stroke Hemoragik. 4. Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.

Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84. III.PATOFISIOLOGI

IV.TANDA DAN GEJALA. 1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala : Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus. Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis. Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral. Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh. Keluhan kepala pusing. Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ). 2.Kelumpuhan dan kelemahan. 3.Penurunan penglihatan. 4.Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ). 5.Pelo / disartria. 6.Kerusakan Nervus Kranialis.

7.Inkontinensia alvi dan uri. V.PENATALAKSANAAN MEDIK. A.PEMERIKSAAN PENUNJANG. 1.LABORATORIUM. Hitung darah lengkap. Kimia klinik. Masa protombin. Urinalisis. 2.DIAGNOSTIK. SCAN KEPALA Angiografi serebral. EEG. Pungsi lumbal.

MRI. X ray tengkorak

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORAGIK

STROKE NON HEMORAGIK

A. Definisi Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67) Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

B. Etiologi Penyebab-penyebabnya antara lain: 1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak ) 2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain ) 3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak) (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

C. Faktor resiko pada stroke 1. 2. 3. Hipertensi Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif) Kolesterol tinggi

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Obesitas Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral) Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi) Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar estrogen tinggi) penyalahgunaan obat ( kokain) konsumsi alkohol

(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

D. Manifestasi klinis Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.Gejala-gejala itu antara lain bersifat: a. Sementara Timbul hanya sebebtar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.

b.Sementara,namun lebih dari 24 jam Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND) c. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang dissebut progressing stroke atau stroke inevolution d. Sudah menetap/permanen

(Harsono,1996, hal 67)

Gangguan yang muncul tertulis pada tabel.

NO

DEFISIT NEUROLOGIK

MANIFESTASI

1.

DEFISIT PENGLIHATAN

LAPANG

a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang z Tidak menyadari orang/objek ditempat kehilangan peglihatan

penglihatan)

z Mengabaikan salah satu sisi tubuh z Kesulitan menilai jarak

b. Kehilangan penglihatan Kesulitan melihat pada malam hari perifer Tidak menyadari objekatau batas objek

z Penglihatan ganda c. Diplopia

DEFISIT MOTORIK a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama

b. Hemiplegia z Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama

c. Ataksia

Berjalan tidak mantap, tegak Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar

berdiri yang luas

d. Disatria z Kesulitan dalam membentuk kata

e. Disfagia

Kesulitan dalam menelan

3.

DEFISIT SENSORI Parestesia (terjadi pada sisi z Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh berlawanan dari lesi) z Kesulitan dalam proprisepsi

DEFISIT VERBAL a. Afasia ekspresif Ketidakmampuan berbicara menggunakan simbol

b. Afasia reseptif

Tidak c. Afasia global

mampu

menyusun

kata-kata

yang

diucapkan

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

5.

DEFISIT KOGNITIF

Kehilangan memori jangka pendek dan

panjang z Penurunan lapang perhatian

z Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi z Alasan abstrak buruk z Perubahan penilaian

E.

Patway

F. Pemeriksaan Penunjang 1. CT Scan 6. DEFISIT EMOSIONAL Kehilangan kontrol diri Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia Labilitas emosional Penurunan toleransi pada situasi yang dan adanya infark 2. Angiografi serebral

menimbulkan stres membantu menentukan penyebab stroke secara Menarik diri Rasa takut, bermusuhan dan marah Perasaan isolasi spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri 3. Pungsi Lumbal menunjukan adanya tekanan normal

tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan

4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena 7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal (DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

G. Penatalaksanaan 1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral . 2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

H.KOMPLIKASI Hipoksia Serebral Penurunan darah serebral

Luasnya area cedera (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

I. Pengkajian 1. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )

Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.

gangguan penglihatan

2. Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.

Data obyektif: Hipertensi arterial Disritmia, perubahan EKG Pulsasi : kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3. Integritas ego Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:

Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia, anuria distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

5. Makan/ minum Data Subyektif: Nafsu makan hilang Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia

Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif: Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring ) Obesitas ( factor resiko )

6. Sensori neural Data Subyektif: Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA ) nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati Penglihatan berkurang Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama ) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:

Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan

gangguan fungsi kognitif Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek

tendon dalam ( kontralateral ) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral ) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata

komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral

7. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:

Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

8. Respirasi Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )

Tanda: Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

9.Keamanan Data obyektif: Mottrik/sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali

Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri

10. Interaksi social Data obyektif: Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

11. Pengajaran / pembelajaran Subjektif Data : Riwayat hipertensi keluarga, stroke penggunaan kontrasepsi oral

12. Pertimbangan rencana pulang menentukan regimen medikasi / penanganan terapi bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah

(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

J. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputunya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral Dibuktikan oleh : perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan deficit sensori , bahasa, intelektual dan emosional perubahan tanda tanda vital

Tujuan Pasien / criteria evaluasi ; terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motor menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

Intervensi : Independen tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK monitor dan catat status neurologist secara teratur monitor tanda tanda vital evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0 Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral .

Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi

Kolaborasi berikan suplemen oksigen sesuai indikasi

berikan medikasi sesuai indikasi : Antifibrolitik, missal aminocaproic acid ( amicar ) Antihipertensi Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine. Manitol

2. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuscular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif Dibuktikan oleh : Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan

kekuatan otot. Tujuan Pasien / criteria evaluasi ; tidak ada kontraktur, foot drop. Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaanya Terpeliharanya integritas kulit

Intervensi Independen Rubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring ) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysisi flaksid. Pertahankan kepala dalam

keadaan netral Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi Bantu meningkatkan keseimbangan duduk Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau menormalkan sirkulasi Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang

Kolaboratif konsul kebagian fisioterapi Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi

3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih. Ditandai : Gangguan artikulasi Tidak mampu berbicara / disartria ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensip

Tujuan pasien / criteria evaluasi Pasien mampu memahami problem komunikasi Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi Menggunakan sumber bantuan dengan tepat

Intervensi Independen Bantu menentukan derajat disfungsi

Bedakan antara afasia denga disartria Sediakan bel khusus jika diperlukan Sediakan metode komunikasi alternatif Antisipasi dan sediakan kebutuhan paien Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas Bicara dengan nada normal

Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara

4. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan) Ditandai ; Disorientasi waktu, tempat , orang Perubahan pla tingkah aku Konsentrasi jelek, perubahan proses piker

Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh Perubahan pola komunikasi Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.

Tujuan / criteria hasil : Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya. Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi

Intervensi Independen Kaji patologi kondisi individual Evaluasi penurunan visual Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh Sederhanakan lingkungan

Bantu pemahaman sensori Beri stimulasi terhadap sisa sisa rasa sentuhan Lindungi psien dari temperature yang ekstrem Pertahankan kontak mata saat berhubungan Validasi persepsi pasien

5. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot Ditandai dengan : kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toiletng

Kriteria hasil: Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri

Intervensi: Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan ssehari-hari Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasiensendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan

urinal,bedpan. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikanpada kebiasaan pola nornal tersebut. Kadar makanan yang berserat,anjurkan

untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.

Kolaborasi; - Berikan supositoria dan pelunak feses - Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi 6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir kriteria hasil: Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas

Ekspansi dada simetris Bunyi napas bersih saaatauskultasi Tidak terdapat tanda distress pernapasan GDA dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi: Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal Penghisapan sekresi Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam Berikan oksigenasi sesuai advis Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

8.

Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun,hilang rasa ujung lidah

Ditandai dengan: Keluhanmasukan makan tidak adekuat Kehilangan sensasi pengecapan Rongga mulut terinflamasi

Kriteria evaluasi: Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi specifik untukmerangsang nafsu makan BB stabil Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat

Intervensi; Pantau masukan makanan setiap hari Ukur BB setiap hari sesuai indikasi Dorong pasien untukmkan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang

menyenangkan

Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah

Kolaborasi: Pemberian anti emetikdengan jadwal reguler Vitamin A,D,E dan B6 Rujuk ahli diit Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral

(DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305)

DAFTAR PUSTAKA

1. Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996 2. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993 3. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996 4. 5. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002 Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000

6. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

Oleh :

RIZKIA FELISANNY PICAL

0806418431

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2008

A. Pengertian

Cerebrovaskular accident atau stroke merupakan gangguan neurology yang disebabkan oleh adanya gangguan pada peredaran darah di otak (Black, 1997)

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam ekspresiku-blogspot 2008)

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :

1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik

2. Strok iskemik atau stroke non hemoragik

Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan, secara patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat

B. Anatomi Peredaran Darah Otak

Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat kegiatan metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut.

Pembuluh darah utama yang mendarahi otak ialah sepasang arteria karotis interna dan sepasang arteria vertebralis. Dari kedua sumber pendarah itu akan berhubungan membentuk kolateral yang disebut sirkulus Willisi. Sistem kolateral juga dijumpai pada pembuluh-pembuluh yang berada di dalam jaringan otak. Penyaluran darah selanjutnya melalui sistem vena yang akan bermuara ke dalam sinus duramatris.

Pada permukaan otak, arteri pendarah membentuk anastomosis yang cukup, sedangkan anastomosis di dalam jaringan otak lebih sedikit. Pembuluh darah dari arteri permukaan yang menembus/memasuki jarigan otak, secara fungsional dapat dianggap sebagai end artery.

Sistem Karotis

Pembuluh utama ialah arteri carotis kommunis yang mempercabangkan selain arteria karotis eksterna juga arteri karotis interna yang akan banyak mendarahi bangunan intrakranial terutama dalam hal ini ialah hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteria karotis interna adalah: a. oftalmika, a. komunikans posterior, a. khoroidal anterior, a. serebri anterior, a. komunikans anterior, a. serebri media.3

Sistem Vertebrobasiler

Dengan sepasang arteri vertebralis yang kemudian bersatu menjadi arteri basilaris, akan mendarahi batang otak dan serebellum dengan tiga kelompok arteri yakni: median, paramedian, dan arteri sirkumferensial. Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang a. serebri posterior.1,3

C. Etiologi Penyebab-penyebabnya antara lain: 1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak ).

Trombus yang lepas dan

menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal disebut embolus.

2.

Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )

Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari penelitian epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskmik otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25 % disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20 % oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara ,tumor, metastase, bakteri, benda asing

3. Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)

D. Factor resiko

Obesitas, hiperkolesterolemia, merokok, stress emosional, TIA, penyakit jantung emboli, diabetes mellitus, penyakit ateriosklerotis, hipertensi, polisitemia, atrial fibrilasi, hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gagal jantung, penggunaan kokain dan konsumsi alcohol yang berlebihan.

E. Pemeriksaan Penunjang 1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark 2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri 3. Pungsi Lumbal - menunjukan adanya tekanan normal - tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan 4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik 6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena 7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

(DoengesE, Marilynn,2000)

F. Gejala Klinik

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.

Gejala utama gangguan peredaran darah otak iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskmik dan edema.

Gangguan peredaran darah otak akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah normal.

Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilar. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :

1. Gangguan penglihatan 2. Gangguan bicara, disfasia atau afasia 3. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral 4. Ganguan sensorik

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan :

1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital

2. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak 3. Gangguan motorik 4. Gnggguan koordinasi 5. Drop attack 6. Gangguan sensorik 7. Gangguan kesadaran

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.

Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna. 3

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah.

Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi.

H. Pengkajian a. Pengkajian Primer - Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk - Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi - Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut b. Pengkajian Sekunder 1. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: - kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. - mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot ) Data obyektif: - Perubahan tingkat kesadaran - Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum. - gangguan penglihatan 2. Sirkulasi Data Subyektif: - Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.Data obyektif:

- Hipertensi arterial - Disritmia, perubahan EKG - Pulsasi : kemungkinan bervariasi - Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal 3. Integritas ego Data Subyektif: - Perasaan tidak berdaya, hilang harapanData obyektif: - Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan - kesulitan berekspresi diri 4. Eliminasi Data Subyektif: - Inkontinensia, anuria - distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )

5. Makan/ minumData Subyektif: - Nafsu makan hilang - Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK - Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia - Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif: - Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring ) - Obesitas ( factor resiko ) 6. Sensori neural Data Subyektif: - Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA ) - nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. - Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati - Penglihatan berkurang

- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama ) - Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Data obyektif: - Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif - Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral ) - Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral ) - Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. - Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil - Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik - Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral 7. Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif: - Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: - Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial 8. Respirasi Data Subyektif: - Perokok ( factor resiko ) 9.Keamanan Data obyektif: - Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan - Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit - Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali - Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri 10. Interaksi social Data obyektif: - Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi (Doenges E, Marilynn,2000)

Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Pasien :

Nama Mahasiswa :

Ruang

NPM

No. M.R

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan / sasaran

Intervensi

Rasional

1.

2.

3.

Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darahm gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serevral dan edema serebral

DS :

Defisit sensori, bahasam intektual dan emosi.

DO :

Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori

Perubahan TTV

Gelisah

Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual / kognitif.

DS:

Klien enggan untuk bergerak

DO :

Penurunan kemampuan untuk bergerak

Keterbatasan rentang gerak

Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus, kelemahan/kelelahan umum.

Setelah

x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien akan :

Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya atau membaik, fungsi kognitif dan motorik sensori.

Menunjukkan TTV stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Setelah

x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien akan :

Mempertahankan posisi optimal dari fungsi

Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh

Mempertahankan integritas kulit

Setelah

x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien akan :

Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi

Menerima pesan-pesan melalui metode-metode alternatif

Memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mengerti

MANDIRI

Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian / penyebab khusus selama koma / penurunan perfusi serebral dan potensial

terjadinya peningkatan TIK.

Memantau dan mencatat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normal atau standar

Pantau TTV, Seperti : adanya hipertensi, frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur, catat pola irama dari pernapasan.

Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.

Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang dan persepsi.

Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.

Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas klien sesuai indikasi.

Cegah terjadinya mengedan saat defekasi

KOLABORASI

Memberikan oksigen sesuai indikasi]

Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilantin

Mandiri

Mengkaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dengan cara yang benar. Klasifikasikan melalui skala 0-4

Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya

Melakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua pada saat masuk. Menganjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal,

meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan telapak tangan

Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak

Tinggikan tangan dan kepala

Kolaborasi

Memberikan tempat tidur dengan matras bulat sesuai indikasi

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan ambulasi pasien.

Mandiri

Mengkaji tipe/ derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat

pengertian sendiri.

Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhanan ulangi dengan kata atau kalimat sederhana

Menunjukkan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan nama tersebut

Menganjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien, seperti membaca surat,

diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga.

Kolaborasi

Konsultasikan kepada ahli terapi wicara

Mempengaruhi penetapan intervensi.

Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP. TIA merupakan tanda terjadi trombosis baru

Memantau dan mengidentifikasi jika terjadi perubahan yang tiba-tiba atau signifikan

Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik

Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena. Mengidentifikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian.

Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi / perfusi serebral.

Aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK.

Valsava manuver dapat meningkatkan TIK

Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat

Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan / kadar terapetik

Mengidentifkasikan kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Membantu dalam pemilihan intervensi

Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan dan kerusakan pada kulit

Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu mencegah terjadinya kontraktur.

Penggunaan penyanggga dapat menurunkan resiko terjadinya sublukasio lengan dan sindrom bahu-lengan

Meningkatkan aliran balik vema dan membantu mencegah terbentuknya edema.

Meningkatkan distribusi merara berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu untuk mencegah kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus.

Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan

Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi

Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.

Melalukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

Melalukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan pencipataan komunikasi yang efektif.

Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan terapi.

REFERENSI

Black, Joyce M. 1997. Medical Surgical Nursing fifth edition : clinical managemen for continuity of care. Philadelfia : WB. Saunders company

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Non Hemoragik. Diambil dari http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-stroke-nonhemoragik/

askep strok non hemoragik

BAB I PENDAHULUAN

Definisi Stroke adalah sindrom klinis yang awal, timbulnya mendadak progresi cepat berupa defisit neurologis lokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih, dapat langsung menimbulkan kematian yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Etiologi

Penyebab utama terjadinya stroke adalah : 1. Trombosis Merupakan penyebab tersering dan stroke trombosis, ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke, biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis. 2. Embolisme Merupakan urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus berasal dari suatu trombus dalam jantung. 3. Perdarahan Serebri Termasuk dalam urutan ketiga dari semua penyebab utama stroke. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Manifestasi Klinik Gejala utama adalah defisit neurologik mendadak/subakut, yang didahului gejala prodromal, biasanya terjadi waktu istirahat atau bangun pagi.

Faktor Resiko

- Yang tidak dapat diubah - Yang dapat diubah meningkat, obesitas.

: :

Usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium. Hipertensi, diabetes melitus, merokok penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit

Penatalaksanaan Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC, pertimbangan intubasi bila keadaan stupor atau koma/gagal napas. Pasang jalur intravena, beri O2 : 2-4 liter/menit melalui kanole nasal dan hindari pemberian makanan melalui mulut. Pemeriksaan EKG dan foto thoraks, pengambilan sampel untuk pemeriksaan darah tegakkan diagnosa berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, CT-Scan kepala.

Pencegahan - Memasyarakatkan gaya hidup sehat, bebas stroke - Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko - Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin - Penggunaan obat-obat sesuai dosis

- Tindakan-tindakan invasif

Pemeriksaaan Diagnostik - Angiografi serebral - CT-Scan - Pungsi lumbal - MEG : Membantu menemukan penyebab stroke. : Menemukan adanya edema, hematoma, iskemia kepala dan infark. : Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral dan tekanan intrakranial. : Mengidentifikasi masalah dan mungkin memperlihatkan adanya lesi spesifik.

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM

BAB II CONTOH KASUS

I.

PENGKAJIAN

A. Identitas Klien Nama Umur Kelamin Status Pendidikan Terakhir : Tn J.W : 60 Tahun : Laki-laki : Kawin : SMA

Pekerjaan Agama Suku/Bangsa Alamat Tgl. MRS Tgl. Pengkajian

: Swasta : Kristen Protestan : Minahasa/Indonesia : Talete II Ling I : 05 Agustus 2006 : 12 Agustus 2006

B. Identitas Penanggung Jawab Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Hubungan dengan klien : M.W : 26 Tahun : Perempuan : IRT : Talete II Ling I : Anak

II.

RIWAYAT KESEHATAN

A. Keluhan utama Tangan kiri dan kaki kiri lemah, lidah kaku B. Riwayat penyakit sekarang

Tangan kiri dan kaki kiri lemah dan sulit untuk digerakan. Yang dirasakan penderita kurang lebih 3 jam sebelum masuk rumah sakit dan juga lidah terasa kaku, sulit untuk berbicara dan mulut moncong baru pertama kali dirasakan oleh penderita dan bibir miring ke kiri, kejang tidak ada, pusing tidak ada, sakit kepala tidak ada. Oleh keluarga, penderita di bawah ke RSU Bethesda Tomohon. C. Riwayat penyakit dahulu Penderita pernah mengalami penyakit hipertensi kurang lebih 6 tahun yang lalu, obat terkontrol. D. Riwayat penyakit keluarga Berdasarkan pengkajian, dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit stroke dan hipertensi. E. Keluhan saat pendataan

Saat pendataan, penderita mengeluh tangan kiri dan kaki kiri masih lemah, sulit untuk digerakan, sulit untuk berbicara dengan jelas, pasien nampak cemas.

III.

POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

1. Nutrisi / cairan - Sebelum sakit : Makan Minum - Saat kaji dapat dihabiskan. Minum ; 5-6 gelas/hari kurang lebih 1000 ml, jenis : air putih. : Makan ; ; ; frekuensi 3x /hari, jenis : nasi, ikan, buah, nafsu makan baik. 5-6 gelas/hari kurang lebih 1000 ml, jenis : air putih, kopi, teh. frekuensi 3x /hari, jenis : nasi, ikan, sayur, buah atau bubur, nafsu makan baik, porsi makan yang disajikan

2. Istirahat dan tidur - Sebelum sakit : Tidur Malam ; 7-8 jam (jam 21.00-06.00) Tidur Siang ; 1-2 jam

- Saat kaji

: Tidur Malam ; 6-7 jam, tidak ada gangguan tidur. Tidur siang ; - 1 jam.

3. Eliminasi - Sebelum sakit : BAB ; 1x /hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan. BAK ; 4-5x /hari, warna kuning, jernih, bau khas amoniak. - Saat kaji : BAB ; 1x /hari, konsistensi lembek, warna kuning, bau khas. BAK ; 3-4x /hari, warna kuning jernih, bau khas amoniak, volume kurang lebih 200 cc tiap kali BAK. 4. Personal hygiene - Sebelum sakit - Saat kaji : Mandi 1-2x /hari, sikat gigi, cuci rambut, ganti baju sesuai kebutuhan. : Pasien hanya di lap dengan kain basah dan ganti baju dibantu oleh perawat dan keluarga.

5. Aktivitas dan olahraga - Sebelum sakit - Saat kaji : Di rumah pasien tidak mengalami gangguan aktivitas dan bekerja dengan baik. : Aktivitas pasien terbatas, pasien merasa lemah saat akan beraktivitas.

6. Ketergantungan Merokok Alkohol Obat-obatan : Pasien merokok 3-4 batang / hari : Kadang-kadang : Obat darah tinggi (Captopril)

IV.

PEMERIKSAAN FISIK

Penampilan Umum - Keadaan umum - Kesadaran : Pasien tampak lemah. : Compos mentis

- Tanda-tanda vital Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu Badan : : : : 130/80 mmHg 88 x/m 22 x/m 36,8 0C

Kulit Kepala - Inspeksi - Palpasi Mata penglihatan. Telinga Hidung : :

Warna kulit albino, lembab, teraba hangat, turgor kulit baik, tidak adanya lesi.

Bentuk kepala bulat, simetris, warna rambut kuning keemasan bersih dan terpelihara. Kulit kepala licin, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada lesi kulit. : Simetrsi kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icterus, tidak terdapat secret, tidak menggunakan alat bantu

: :

Bentuk simetris, pendengaran baik, tidak ada serumen. Mukosa hidung baik, warna merah muda, tidak ada nyeri tekan daerah sinus.

Mulut

Bibir agak miring ke kiri, mukosa oral warna merah muda, kemampuan berbicara terganggu, kata-kata yang diucapkan

oleh pasien kurang jelas. Leher Dada - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi Jantung - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi Abdomen : : : : : Tampak denyutan apeks jantung, sternum dan iga tidak terangkat. Tidak teraba pukulan jantung atau getaran vibrasi denyut apeks teraba. Dari batas resonansi paru sampai jantung terdengar suara redup pada garis midklavikular. Ritme reguler, bunyi S1-S2 normal, irama teratur. : : : : Pernapasan tenang, bentuk toraks sedikit cembung, gerakan toraks simetris, saat bernapas usaha minimal. Trakea terletak digaris tengah, tidak ada nyeri tekan pada toraks, tidak teraba massa. Resonansi (intensitas keras, nada rendah, durasi panjang). Suara normal. : Tidak terdapat pembengkakan kelenjar getah bening, vena jugularis tidak ada kelainan.

- Inspeksi

Umbilikus terletak di garis tengah, sedikit di bawah pusat abdomen, menonjol keluar. Bentuk simetris agak cembung, tidak

terlihat massa. - Palpasi - Perkusi - Auskultasi Genetalia Anus Ekstremitas : : : : : : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, denyutan nada aorta abdominal teraba, di daerah abdomen atas. Tidak ada acites. Tidak ada bising usus. Bersih, tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Ekstremitas atas Ekstermitas bawah : Tangan kiri lemah, sulit untuk digerakan, pada tangan kanan terpasang Infus RL 20 tetes/menit. : Kaki kiri lemah dan sulit untuk digerakan, akral hangat.

V.

DATA SOSIAL

- Hubungan dengan lingkungan keluarga dan orang lain baik, tidak ada masalah. - Peran dalam keluarga sebagai kepala keluarga. - Individu pendukung lain : istri dan anak-anak

- Bahasa yang digunakan sehari-hari : bahasa Melayu Manado atau bahasa Indonesia.

VI.

DATA PSIKOLOGIS : Pasien adalah orang yang dapat mengendalikan emosinya. : Pasien biasanya mendiskusikan masalahnya dengan istrinya. : Pasien kooperatif, pasien menerima setiap tindakan yang diberikan, dan mau menjawab setiap pertanyaan yang

- Status emosional - Perilaku koping - Saat pengkajian

diberikan, meskipun terkadang apa yang diucapkan pasien kurang jelas.

VII.

DATA SPIRITUAL : Pasien menganut agama Kristen Protestan. : Pasien yakin dengan agama yang dianutnya.

- Agama - Keyakinan

- Ketaatan beribadah - Keyakinan tentang penyakit - Keyakinan tentang penyembuhan VIII. DATA PENUNJANG - Diagnosa medik - Terapi medik

: Pasien aktif dalam kegiatan ibadah kolom dan ibadah pada hari Minggu. : Pasien yakin bahwa penyakit adalah gangguan kesehatan. : Pasien yakin bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan.

: Stroke Non Hemoragik : Infus RL 20 tetes/menit Neurotam 4 x 3 gram/IV Brainact 1 x 500 mg / IV

Ranitidin 2 x 1 ampul/IV

PENGELOMPOKKAN DATA Data Subjektif : - Pasien mengeluh tangan kiri dan kaki kiri lemah serta sulit digerakan. - Pasien mengeluh sulit untuk berbicara. - Pasien mengeluh lemah untuk beraktivitas. - Pasien mengatakan lidah kaku.

Data Objektif : - Keadaan umum lemah - Kemampuan berbicara pasien terganggu, kata-kata yang diucapkan kurang jelas. - Tangan kiri dan kaki kiri lemah. - Terpasang Infus RL 20 tetes/m pada tangan kiri.

- Tanda-tanda Vital : TD N R SB : 130/80 mmHg : 88 x/m : 22 x/m : 36,8 0C

- Kebutuhan ADL (makan, minum, BAK/BAB, mandi, ganti pakaian) dibantu oleh perawat dan keluarga.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

ANALISIS DATA

DATA

PENYEBAB

MASALAH

Data Subjektif :

Interupsi aliran darah ke otak

Kerusakan mobilitas fisik

- Pasien mengeluh tangan kiri dan kaki kiri lemah, sulit untuk digerakan. Gangguan/kerusakan neuromuskuler Data Objektif : Kelemahan/kelumpuhan atau seluruh

Tangan kiri dan kaki kiri sebagian

lemah.

anggota badan

Data Subjektif :

Emboli vaskuler serebri Gangguan

- Pasien mengeluh sulit untuk

berbicara Pasien mengatakan lidah

Kerusakan kortikospinalis

traktus komunikasi verbal

kaku

Gangguan fungsi nervus VII Data Objektif : - Kemampuan berbicara pasien terganggu Kata-kata yang diucapkan dan nervus vagus Afasia

kurang jelas.

DATA

PENYEBAB

MASALAH

Data Subjektif : Pasien mengeluh

Pemasangan alat infasif

Kelemahan/kelum- Gangguan puhan badan sebagian pemenuhan ADL

tangan kiri dan kaki kiri masih lemah Pasien mengeluh untuk

Ketidakmampuan

lemah beraktivitas.

Keterbatasn aktivitas Data Objektif :

melakukan aktivitas

Kebutuhan

ADL

(makan,

minum,

BAB/BAK, mandi, ganti pakaian) dibantu oleh perawat dan keluarga. - Terpasang Infus RL 20 tetes/m pada Pemenuhan ADL terganggu

tangan kiri TD N R SB : 130/80 mmHg : 88 x/m : 22 x/m : 36,8 0C

DIAGNOSA TUJUAN KEPERAWATAN

PERENCANAAN IMPLEMENTASI INTERVENSI RASIONAL EVALUASI

Kerusakan mobilitas fisik Pasien b/d gangguan/kerusakan meningkatkan neuromuskuler, ditandai dengan ;

dapat 1. kemampuan

Pantau 1.

Mengetahui -

Mengukur Tgl.12 Agustus 2006 S : Tangan kiri dan kaki kiri masih lemah. untuk O : Pasien tidak

kecenderungan tingkat

kemampuan pasien

yang mobilitas dan fungsi fungsional, fisik dalam batasan perubahan fisiologis. Setelah kemajuan

kesakitan dengan mengajarkan pasien memakai

dan atau kemajuan. yang

diberikan tindakan terjadi. Data Subjektif : - Pasien mengeluh tangan kiri dan kaki kiri lemah Keluhan lemah hilang. Data Objektif : - Ekstremitas dapat keperawatan dengan kriteria hasil : 2. ekstremitas Sokong dalam 2.

tangan mampu

memegang

Membantu yang lemah untuk benda dalam waktu memegang tangan yang lama. kuat, tapi A : Tangan kiri dan kaki kiri masih lemah pasien tidak dapat memegang benda Menurunkan arteri

mendeteksi

posisi fungsionalnya.

perubahan keadaan yang klien. 3.

3. Anjurkan latihan tekanan gerak aktif atau pasif dengan untuk semua meningkatkan

dalam waktu yang P : Lanjutkan tindakan lama. keperawatan -

- Tangan kiri dan kaki kiri digerakan pasien lemah.

ekstremitas. 4. pasien menggunakan ekstremitas baik menyokong ekstremitas lemah. 5. dengan dokter untuk terapi. yang

sirkulasi perifer. Untuk bantal dari menopang ekstremitas lemah. yang Meletakkan dibawah untuk

Instruksikan 4. meningkatkan

mobilitas dan fungsi punggung yang fisiologis untuk ekstremitas.

Kolaborasi 5. Terapi yang tepat dokter/tim dapat mempercepat neurology proses pemulihan. pemberian pasien Mengajarkan latihan

gerak aktif dengan mengangkat tangan kiri, tetapi pasien tidak mampu

mengangkat tangan kiri karena terasa

lemah.

DIAGNOSA TUJUAN KEPERAWATAN

PERENCANAAN IMPLEMENTASI INTERVENSI RASIONAL EVALUASI

Gangguan verbal b/d

komunikasi Komunikasi gangguan kembali

verbal 1.

Pantau derajat 1.

Mengetahui -

Membantu Tgl. 12 Agustus 2006 S : Pasien mengeluh sulit untuk berbicara : Kata-kata yang

membaik disfungsi,

perubahan

yang kemampuan pasien

fungsi nervus VII (nervus setelah facialis dan nervus vagus) tindakan yang ditandai dengan ;

diberikan kemampuan pasien terjadi dalam tahap dalam dalam berbicara. 2. proses komunikasi. Membantu berkomunikasi dengan

keperawatan

Perhatikan 2.

bercakap- O

dengan kriteria hasil : Data Subjektif : - Pasien mengeluh sulit untuk berbicara Pasien dapat dengan berbicara baik.

kesalahan komunikasi

dalam pasien dan merealisasikan makna

cakap

dengan diucapkan

pasien

isi pasien, tapi pasien kurang jelas yang mengatakan dalam untuk sulit A : Masalah belum teratasi, pasien sulit untuk berbicara P : Lanjutkan rencana keperawatan dan klien Memberi pada

berikan umpan balik. atau

terkandung ucapannya. 3. Bicara dengan normal dan 3. respon mengakibatkan frustasi menyebabkan terpaksa,

berbicara

karena lidah terasa kaku.

Data Objektif : - Kemampuan berbicara pasien terganggu. Kata-kata yang

Kata-kata

yang nada

Memfokuskan dapat

diucapkan jelas atau berikan waktu pada dapat dimengerti pasien berespon. untuk

misalnya pertanyaan

bicara kasar. 4. Mempertahankan 4. Berikan respon kemampuan dalam kepercayaan diri pada pasien komunikasi. 5.

pasien dan pasien merespons pertanyaan dan

diucapkan kurang jelas.

klien dalam proses pemulihan.

perawat, tapi katakata diucapkan yang oleh

Meningkatkan pasien kurang jelas.

penciptaan

5. keluarga

Anjurkan komunikasi

yang

efektif pada pasien.

memperhatikan usahanya untuk

tetap berkomunikasi dengan pasien.

DIAGNOSA TUJUAN KEPERAWATAN

PERENCANAAN IMPLEMENTASI INTERVENSI RASIONAL EVALUASI

Gangguan kebutuhan kerusakan

pemenuhan Kebutuhan ADL b/d dapat setelah yang tindakan keperawatan

ADL 1.

Pantau 1.

Mengetahui keadaan dan keadaan

Memantau Tgl. 12 Agustus 2006 pasien, umum S : Tangan kiri dan kaki kiri masih lemah. O : - Kebutuhan ADL dibantu Terpasang RL 20

terpenuhi kemampuan pasien perkembangan diberikan dalam beraktivitas. pasien perencanaan intervensi.

neuromuskuler, ditandai dengan ;

tampak lemah. Mengajarkan untuk

dengan kriteria hasil 2. Observasi tingkat ; Data Subjektif : Kebutuhan ADL kemampuan motorik. gerak

2. mengetahui perkembangan

Untuk pasien

mengangkat tangan dan kaki kiri pasien Infus

- Pasien mengeluh tangan dilakukan kiri dan kaki kiri lemah.

sendiri 3.

Bantu

pasien pasien. 3. Bantuan yang agar ADL

belum

mampu tetes/menit A : Masalah belum

tanpa bantuan. Pasien dapat

dalam

pemenuhan

mengangkat tangan dan kaki kiri.

- Pasien mengeluh lemah untuk beraktivitas.

kebutuhan ADL.

diberikan kebutuhan

teratasi ADL dibantu P : Lanjutkan rencana Mengganti tindakan keperawatan. pasien pakaian dan

melakukan aktivitas sesuai toleransi. 4. Berikan motivasi untuk

pasien terpenuhi. memenuhi 4. ADL meningkatkan mandiri semangat dalam Untuk pakaian dengan pasien yang

Data Objektif : - Kebutuhan ADL (makan, minum, BAB/BAK, ganti pakaian) dibantu oleh

kebutuhan secara

bersih

sesuai toleransi. 5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL

memenuhi merapikan tempat tidur pasien.

kebutuhan ADLnya.

perawat dan keluarga. - Terpasang Infus RL 20 tetes/m pada tangan kiri - TD : 130/80 mmHg N R : 88 xm : 22 x/m

kebutuhan pasien.

5. Peran serta dari keluarga memberikan dukungan moril pada pasien dalam akan

keterbatasannya.

SB : 36,8 0C

Diposkan oleh rama di 05:47

Anda mungkin juga menyukai