Anda di halaman 1dari 41

STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa:

Wimba Candrikaningrum NIM : 030.07.273 Dokter Pembimbing: Dr.H.R.Setyadi,Sp.A Tanda tangan :

I.

IDENTITAS Data Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Keterangan Asuransi No. RM Pasien Ayah Ibu An. D Tn.K Ny.T 3 tahun 34 tahun 30 tahun Laki-laki Laki-laki Perempuan Jl. Nakula RT 07/RW 06 Slerok, Tegal Islam Islam Islam Jawa Jawa Jawa SMA SD Pegawai Ibu rumah tangga 1.500.000 Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Jamkesmas 609530

II.

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu, ayah dan nenek penderita pada tanggal 1 Maret 2013, pukul 19.00 WIB di ruang Melati.
A. Keluhan Utama : BAB Cair 10-20x/hari

B. Riwayat Penyakit Sekarang Kronologis: Pasien datang diantar ibunya ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 28 Februari dengan rujukkan ODHA, Diare kronis, dan Marasmus. Pasien mengeluh diare sudah sejak 1 bulan ini. Diare dapat terjadi 20x/hari, masih ada ampas
1

walaupun sedikit, lebih banyak air, warna kekuningan, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Ibu pasien mengaku apabila setelah minum susu selalu diare. Pasien juga mengeluh demam, dan demam dirasa naik turun sejak beberapa bulan ini. Pasien juga sempat mengeluhkan muntah-muntah di rumah, sebanyak 2x/hari, isi muntahan berisi makanan dan minuman yang baru dimakan. Pasien menjadi sulit untuk makan karena nafsu makan menurun. Dikarenakan juga terdapat banyak timbul sariawan, juga mempertambah nafsu makan menurun. Pasien lebih ingin untuk minum daripada makan. Ibu pasien menyebutkan sejak usia 4 bulan, pasien sering sakit dan dirawat di rumah sakit. Dan ayah pasien menyebutkan bahwa pada saat usia 9 bulan, pasien diketahui positif HIV. Namun semenjak usia 2 tahun, pasien lebih sering sakitsakitan seperti demam atau diare dan berat badan menjadi sangat turun dan badan pasien menjadi sangat kurus. Pasien menjadi sangat lemah untuk melakukan aktifitas dan bermain.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien semenjak usia 4 bulan, sering di rawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama seperti diare. Keluarga pasien mengaku kurang lebih sudah keluar masuk rawat rumah sakit sebanyak 9 kali dengan keluhan yang sama. Terakhir di rawat di RSUD Kariadi bulan Desember tahun lalu selama 20 hari dengan keluhan diare dan demam.
D. Riwayat Penyakit Keluarga

Orang tua pasien merupakan ODHA.


III.

RIWAYAT PASIEN Pasien adalah anak tunggal.

A. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Kehamilan Perawatan Antenatal Penyakit Kehamilan : Rutin periksa ke bidan : Tidak ada
2

Kelahiran Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi

: Rumah Sakit : Dokter : SC : Cukup bulan (9 bulan) : 3100 gram : 45 cm : ibu tidak tahu : ya : ibu tidak tahu : tidak ada

Berat badan lahir Panjang badan lahir Lingkar kepala Langsung menangis Nilai APGAR Kelainan bawaan

Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik B. Riwayat Tumbuh Kembang Pertumbuhan gigi pertama Psikomotor Nenek pasien mengaku kalau pasien baru bisa berjalan sendiri sejak usia 2 tahun. C. Riwayat Makanan

: 7 bulan

Ibu mengaku sempat memberikan ASI hanya satu bulan Selanjutnya minum susu formula

Pasien makan 2-3 kali sehari, namun saat makan pasien sering merasa tidak nafsu makan. Lebih ingin minum daripada makan. Kesan : kuantitas makanan kurang, kualitas makanan kurang D. Riwayat Imunisasi
VAKSIN BCG DPT/ DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B 0 bulan 2 bulan 2 bulan 0 bulan DASAR (umur) 4 bulan 4 bulan 1 bulan 6 bulan 6 bulan 9 bulan 6 ulan ULANGAN (umur) 3

Kesan : Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap

E. Riwayat Keluarga Corak Reproduksi No Umur 1 3 tahun Jenis Kelamin Hidup Hidup Lahir Mati Sakit Abotus Mati Keterangan

Susunan keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

F. Riwayat Lingkungan Perumahan Kepemilikan Rumah : Rumah Pribadi Pasien tinggal bersama kedua orangtua di kawasan yang padat penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 6 x 18 m, beratap genteng, lantai disemen dengan 4 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan ruang makan yang jadi satu dengan dapur. Cahaya matahari dapat masuk melalui jendela.Kamar mandi ada 1 dan terdapat di dalam rumah.Penerangan dengan listrik. Air berasal dari PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 2 kali dalam sebulan dan aliran air di dalamnya lancar. Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik G. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
PENYAKIT Diare Asma UMUR + PENYAKIT Morbili Parotitis UMUR PENYAKIT Hamofilia Jantung UMUR 4

Radang tenggorokan Tuberkulosis Kejang Ginjal

DBD Demam Cacingan Alergi

+ -

Cacar Difteri Kecelakaan Operasi

IV.

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 1 Maret 2013, jam 19.00 WIB, di ruang Melati.

Keadaan umum Kesan umum Tingkat kesadaran Berat badan Tinggi badan Status gizi : tampak sakit sedang : compos mentis : 8 kg : 89 cm : perhitungan status gizi menurut standar baku antropometri NCHS
-

BB/U = 8/17 x 100% = 47,05 % BB rendah TB/U = 89/96 x 100% = 92 % TB normal BB/TB = 8/14 x 100% = 57,14% Status Gizi Buruk Kesimpulan: Berat Badan rendah, Tinggi badan normal, Status Gizi Buruk

Tanda Vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernafasan Kepala Bentuk Rambut Wajah : Normocephali, ubun-ubun cekung : hitam kemerahan , distribusi merata : Simetris, tampak kurus, tampak pucat
5

: tidak dilakukan pemeriksaan : 108x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal. : 38.0C diukur pada axilla kanan : 32x/menit

Mata Alis mata Bulu mata Kelopak mata Konjungtiva Sklera Kornea Pupil : Hitam, ditribusi merata : Hitam, distribusi merata : Oedema (-/-), ptosis (-), retraksi palpebra (-), cekung (+/+) : Konjungtiva anemis (+/+) : Ikterik (-/-) : Jernih : Bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+) : Secara aktif (+), Simetri

Pergerakan bola mata Telinga Daun telinga Serumen Sekret Hidung Bentuk Nafas cuping hidung Septum deviasi Sekret Epistaxis Cavum nasi Mulut Bibir Lidah Gigi Pharynx Tonsil

: Normotia : (+/+) : (-/-)

: Normal : (-) : Tidak ada : (-/-) : (-/-) : Cukup lapang

: Sianosis (-), bagian dalam terdapat sariawan : Lidah tidak kotor, Bersih, Papil jelas terlihat : Oral higienis baik : Mukosa faring hiperemis (-) : Tonsil T2 T2 tidak hiperemis
6

Leher Bentuk Trakea Thyroid KGB JVP Toraks Inspeksi :( paru-paru ) : Simetris, normal : Lurus di tengah : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : 5-2 cmH20

Pernafasan simetris dalam keadaan statis dan dinamis Kontraksi otot otot bantu pernafasan (-) Retraksi suprasternal (-) Retraksi sela iga (-) Pulsasi ictus cordis tidak tampak Palpasi Perkusi :Gerakan nafas statis dan dinamis simetris :Sonor

Auskultasi :Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), ekspirasi memanjang Jantung: S1, S2 reguler, irama sinus Bunyi jantung tambahan (-) Murmur (-), Gallop (-) Abdomen Inspeksi : Cekung

Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit Palpasi : Supel, defans muscular (-)Nyeri tekan (-) ,hepar & lien tidak teraba membesar, ginjal ballotment (-), turgor menurun Perkusi : Timpani
7

Extremitas Akral hangat, oedem atas (-/-) dan bawah (-/-), purpuraatas (-/-) bawah (-/-), sianosis atas(-/-) bawah (-/-). Ekstremitas atas dan bawah terlihat kurus. Otot lemah.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 28 Februari 2013


Pemeriksaan 28/02/13 Hematologi Lekosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit 6.6 3.7 L 8.9 L 28.8 L 77.8 24.1 L 30.9 L 488 Diff count Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit 0.2 0 L 44.7 L 34.8 2.3 Laju Endap Darah LED 1 jam LED 2 jam 43 L 85 L Urin Lengkap Warna Kuning Kuning 0-15 mm/jam 0-25 mm/jam 0-1% 2-4% 50-70% 25-40% 2-8 % 6.0-17.0/ul 3.9-5.9/ul 11.5-13.5 g/dL 34-40 % 76-96 U 27-31 pcg 33.0-37.0 g/dL 150-400.103/ul Nilai rujukan

Kekeruhan pH Protein Reduksi Berat jenis Bilirubin Urobilinogen Keton Nitrit Eritrosit Lekosit

Jernih 5.0 Negatif Negatif 1005 Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Negatif Feses

Jernih 4.8-7.8 negatif negatif 1003-1030 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Konsistensi Warna Darah Lekosit Eritrosit Silinder Yeast Amoeba Telor Cacing

Encer Coklat Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Widal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

St-O St-H

Negatif Negatif

Negatif Negatif

S pt-AH

Negatif

Negatif

VI.

RINGKASAN DATA DASAR Anamnesis Pasien datang diantar ibunya ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 28 Februari dengan rujukkan ODHA, Diare kronis, dan Marasmus. Pasien mengeluh diare sudah sejak 1 bulan ini. Diare dapat terjadi 20x/hari, masih ada ampas walaupun sedikit, lebih banyak air, warna kekuningan, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Pasien juga mengeluh demam, dan demam dirasa naik turun sejak beberapa bulan ini. Pasien juga sempat mengeluhkan muntah-muntah di rumah, sebanyak 2x/hari, isi muntahan berisi makanan dan minuman yang baru dimakan. Pasien menjadi sulit untuk makan karena nafsu makan menurun. Ibu pasien menyebutkan dari usia 4 bulan, pasien sering sakit dan dirawat di rumah sakit. Dan ayah pasien menyebutkan bahwa pada saat usia 9 bulan, pasien diketahui positif HIV. Namun semenjak usia 2 tahun, pasien lebih sering sakit-sakitan seperti demam atau diare dan berat badan menjadi sangat turun dan badan pasien menjadi sangat kurus. Pasien mengaku keluar masuk rawat rumah sakit sebanyak 9 kali sejak usia 4 bulan dengan keluhan yang sama. Terakhir di rawat di RSUD Kariadi bulan Desember tahun lalu selama 20 hari dengan keluhan diare dan demam. Orang tua pasien merupakan ODHA. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, tampak sakit sedang, dengan nadi 108x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler, equal; suhu 38.0C; pernafasan 32x/menit. Dengan berat badan 8 kg dan tinggi badan 89cm, kesan perhitungan status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB rendah, TB normal dan status gizi buruk. Wajah pasien tampak kurus dan pucat, kelopak mata terlihat cekung, konjunctiva anemis, perut terlihat cekung, turgor menurun, ektremitas

10

bawah dan atas terlihat kurus dan otot lemah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat Hb yang rendah, yaitu 8,9 g/dl.

VII. DAFTAR PERMASALAHAN - AIDS


- Demam, muntah

- Diare kronis - Anemia - Gizi buruk VIII. DIAGNOSIS BANDING


-

AIDS : stadium klinis 1/2/3/4 Diare kronis:


o o

Diare kronis ec HIV Diare kronis ec infeksi bakteri/parasit

Gizi buruk: o Marasmus o Kwarshiokor

IX.

DIAGNOSA KERJA
- AIDS stadium klinis 3 - Diare Kronis ec HIV - Gizi buruk: Marasmus

X.

PENATALAKSANAAN
- IVFD 2A 10 tpm - Ondancentron 3x 1/4 gram iv 11

- Cefotaxim 3 x 1/3 gram iv

- Po: o Sanprima 2x1 tab o Nystatin drop 3x1ml o Curliv Syr 3x1cth o PCT syr 3x1 cth -

Aminofusin 150 cc/hari Tranfusi PRC 125cc Formula-100

XI.

PEMERIKSAAN ANJURAN

Periksa darah, urin rutin ulang Konsul gizi

XII. PROGNOSIS
o o o

Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam

:Dubia ad malam : Dubia ad malam :Dubia ad malam

12

ANALISA KASUS Pasien laki-laki berusia 3tahun datang ke IGD RSUD Kardinah dengan rujukkan ODHA, diare kronis dan marasmus. Pasien mengeluh diare sudah kurang lebih sebulan ini, sebanyak 10-20x/hari. Pasien juga merasa demam naik turun, sempat muntah setelah konsumsi makanan dan susu, dan membuat nafsu makannya menurun. Sejak usia 2 tahun, keluarga pasien mengeluh bahwa pasien lebih sering sakit-sakitan, dan sering keluar masuk rumah sakit, dan telah dirawat di rumah sakit sebanyak 9x sejak usia 4 bulan dengan keluhan yang sama seperti diare, muntah dan demam. Keluarga pasien juga mengeluh bahwa sejak usia 2,5 tahun badan pasien menjadi semakin lebih kurus. HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV. Salah satu penularan HIV AIDS antara orang tua dan anak dapat melalui air susu ibu yang diberikan ke bayi. Pada kasus ini, orang tua pasien merupakan ODHA, dan setelah melahirkan, ibu pasien sempat memberikan ASI selama sebulan pada pasien ini. Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Sehingga imunitas seseorang tersebut akan menurun. Pada ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Pada ODHA, biasanya tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus. Pada kasus ini pasien sudah menunjukan gejala-gejala tersebut disaat usia pasien baru berusia 3 tahun dengan timbul demam yang naik turun, diare berulang, sering sariawan dan penurunan berat badan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, diare, tuberculosis, infeksi jamur dan lain-lain.
13

Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan) Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Pada pasien dikasus ini sudah terdapat tanda-tanda utama tersebut sehingga pasien pada kasus ini sudah masuk ke tahapan AIDS stadium klinis 3. Pada kasus ini, pasien mengeluh diare sebanyak 10-20x/hari selama 1 bulan ini. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi labih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan /tanpa darah dan/atau lendir. Kasus ini termasuk diare kronik karena diare ini berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Selain diare, pasien sempat muntah di rumah apabila setelah makan atau minum susu. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering. Pada pasien ini juga terdapat gizi buruk berdasarkan NCHS. Dan pada penderita kurang kalori protein terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa usus halus mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya terjadi defisiensi enzim yang dikeluarkan oleh organ-organ tersebut (laktase, maltase, sukrase, HCl, tripsin, pankreatin, lipase dan sebagainya) yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan sempurna. Makanan yang tidak diabsorbsi tersebut akan menyebabkan tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus meningkat yang menyebabkan terjadinya diare osmotik. Selain itu juga akan menyebabkan overgrowth bakteri yang akan menambah beratnya malabsorbsi dan infeksi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, tampak sakit sedang dengan berat badan 8 kg dan tinggi badan 89cm, kesan perhitungan status gizi berdasarkan NCHS, pasien mempunyai BB rendah (47,5%), TB normal (92%) dan status gizi buruk (57,14%). BB/U apabila BB/TB <70% didapatkan kesan anak mempunyai gizi buruk. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Pada kasus ini, pasien termasuk gizi rendah yang marasmus. Marasmus adalah gizi buruk berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Tanda-tanda marasmus yang terdapat pada pasien ini adalah nafsu makan sangat menurun, berat badan turun sampai terlihat sangat kurus, wajah pasien tampak kurus, pucat, ubun-ubun dan kelopak mata terlihat cekung,
14

konjunctiva anemis, perut terlihat cekung, ektremitas bawah dan atas terlihat kurus disertai otot lemah. Pada kasus marasmus juga sering terdapat diare kronis sebagai komplikasinya. Pada pasien ini diberikan aminofusin 150cc/hari. Aminofusin merupakan larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan vitamin, terutama untuk anak-anak dan bayi. Aminofusin merupakan larutan nutrisi parenteral pada prematur dan bayi. Memberi protein pembangun, elektrolit, vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral tidak cukup atau tidak memungkinkan, kasus di mana kebutuhan protein meningkat, defisiensi protein atau katabolisme protein. Lalu pasien diberikan formula WHO 100, yang merupakan formula tambahan yang mengandung energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml. Mineral mix merupakan salah satu komponen dalam pembuatan Formula WHO (Formula 75 dan 100 ) yang digunakan dalam Tatalaksana Anak Gizi Buruk untuk memenuhi kekurangan zat gizi mikro pada pada anak gizi buruk. Dengan berat badan 8 kg, kebutuhan kalori pada pasien ini sekitar 800kkal (untuk 10 kg pertama,berat badan akan dikalikan100kkal), dan kebutuhan protein sekitar 1624gr (2-3gr/kgbb).

15

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV AIDS DEFINISI HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. EPIDEMIOLOGI Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan 15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. PENULARAN HIV ditularkan melalui : a. Lewat cairan darah: Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah.

b. Lewat cairan sperma dan cairan vagina : HIV dapat menular melalui hubungan seks penetratif yang tidak aman sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina) ; atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin terjadi dalam hubungan seks anal. c. Lewat Air Susu Ibu : Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan penularan dari ibu ke
16

bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif. ETIOLOGI Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus diketemukan oleh Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (national Institute of Health, USA 1984) menemukan Virus HTLV-III ( Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberi nama resmi HIV. PATOGENESIS HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk ke dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di permukaannya (CD4+ T cell). Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase. Proses sampai step ini hampir sama dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi (integration). Proses ini dilakukan oleh enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus seumur hidup (a life long infection). Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa digunakan sebagai vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri.
17

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina.Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi . Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosi CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan steady-state beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu. Antibodi muncul di sirkulasi dalm beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level steady state. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.

Klasifikasi WHO tentang imunodefisiensi HIV menggunakan CD4+ Nilai CD4+ menurut umur < 11 bula n (%) > 35

Imunodefisi ensi Tidak ada

12-35 bulan (%) > 30

36-59 bulan (%) > 25

> 5 tahun (sel/mm )


3

> 500
18

30 35 Ringan 25 30 Sedang <25 Berat


PATOFOSIOLOGI

25 30

20 25

350499

2025

1520

200349

<20

<15

<200 atau <15%

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, di mulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-pogresor). Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejalagejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll. Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahu tidak menunjukkan gejala, secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV. Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid,
19

yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ.Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi. Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bias mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari. MANIFESTASI KLINIS Gejala infeksi HIV Pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanyasembuh sendiri dan amapi 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus. Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan kaena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi. Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat


20

Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan) Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :


Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan) Kelainan kulit dan iritasi (gatal) Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha. Perbedaan antara HIV dan AIDS, yaitu: A. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi/penyakit. B. AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun,oleh karena adanya virus HIV di dalam darah Infeksi HIV/AIDS berbahaya, karena telah banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal Gejala muncul setelah 2 - 10 tahun terinfeksi HIV. Pada masa tanpa gejala sangat mungkin menularkan kepada orang lain. Setiap orang dapat tertular HIV/AIDS. Belum ada vaksin dan obat penyembuhnya. Perjalanan Penyakit dan Gejala yang Timbul Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk antibodi secara sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa orang tersebut telah tertular HIV. Masa 3 bulan ini sering disebut dengan masa jendela Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes darah sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, namun pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan orang tersebut menderita AIDS, atau dia tampak sehat. Masa dengan gejala, ini sering disebut masa sebagai penderita AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan sampai 2 tahun dan kemudian meninggal Stadium WHO untuk HIV/AIDS pada Anak dengan Infeksi HIV
21

Stadium Klinis 1 Tanpa gejala (asimtomatis)

Stadium Klinis 2

Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasani Erupsi papular pruritis Infeksi virus kutil yang luas Moluskum kontagiosum yang luas Infeksi jamur di kuku Ulkus mulut yang berulang Pembesaran parotid persisten tanpa alasan Eritema lineal gingival (LGE) Herpes zoster Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis, atau tonsilitis)

Stadium Klinis 3 Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih) Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan) Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu) Oral hairy leukoplakia (OHL) Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut Tuberkulosis pada kelenjar getah bening Tuberkulosis paru Pneumonia bakteri yang parah dan berulang Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis Anemia (<8g/dl), neutropenia dan/atau trombositopenia kronis tanpa alasan

Stadium Klinis 4 Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan tidak menanggapi terapi yang baku Pneumonia Pneumosistis (PCP)
22

Infeksi bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang atau sendi, atau meningitis, tetapi tidak termasuk pneumonia) Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun) Tuberkulosis di luar paru Sarkoma Kaposi

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN PENCEGAHAN Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV) Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan. PENGOBATAN Prinsip Pengobatan

Tatalaksana pada penderita HIV atau yang terpapar HIV harus lengkap, meliputi

pemantauan tumbuh kembang, nutrisi, imunisasi, tatalaksana medikamentosa, tatalaksana psikologis dan penanganan sisi social yang akan berperan dalam kepatuhan program pemantauan dan terapi. Pemberian imunisasi harus mempertimbangkan situasi klinis, status imunologis serta panduan yang berlaku. Panduan imunisasi WHO berkenaan dengan anak pengidap HIV adalah, selama asimtomatik, semua jenis vaksin dapat diberikan, termasuk vaksin hidup. Tetapi bila simtomatik, maka pemberian vaksin polio oral dan BCG sebaiknya dihindari.

Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi

oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat
23

untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.

Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk

toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita. Untuk ini banyak panduan yang cukup baik dijadikan bahan bacaan.

Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat

ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.

Prinsip dasar dalam pemberian ARV adalah bahwa ARV sampai saat ini bukan untuk

menyembuhkan; bila digunakan dengan benar berhubungan dengan perbaikan kualitas hidup penderita.Tujuan pengobatan yang ingin dicapai adalah (1) memperpanjang usia hidup anak yang terinfeksi, (2) mencapai tumbuh dan kembang yang optimal, (3) menjaga, menguatkan dan memperbaiki sistim imun dan mengurangi infeksi oportunistik, (4) menekan replikasi virus HIV dan mencegah progresifitas penyakit, (5) mengurangi morbiditas anak-anak dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Hingga saat ini sudah terdapat lebih kurang 20 jenis obat ARV. Obat-obat ini pada

dasarnya terdiri dari 5 jenis berdasarkan tempat kerjanya, yaitu NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), PI (protease Inhibitor), Fusion Inhibitor, dan Anti-Integrase. Pemakaian kombinasi NRTI dengan NNRTI dan PI ini saat ini dikenal sebagai Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART). Penamaan ini didasarkan atas peningkatan survival, pengurangan kemungkinan infeksi oportunistik dan komplikasi lain, perbaikan pertumbuhan dan fugnsi neurokognitif dan peningkatan kualitas hidup penderita HIV.
24

Virus HIV dalam darah diproduksi oleh sel T CD4+ yang terinfeksi dan sebagian kecil

oleh sel lain yang terinfeksi. Terapi obat dikembangkan untuk menghambat semua produksi HIV yang terdeteksi untuk beberapa tahun. Penurunan viremia sebagai efek pemberian ARV dibagi dalam 3 fase.

Fase pertama adalah penurunan jumlah virus dalam plasma secara cepat dengan

waktu paruh kurang dari 1 hari. Penurunan ini menunjukkan bahwa virus diproduksi oleh sel yang hanya hidup sebentar (short-lived) yaitu sel T CD4+ yang merupakan reservoir utama (93 97% dari seluruh sel T) dan sumber virus.

Fase kedua penurunan HIV plasma dengan waktu paruh 2 minggu menyebabkan

jumlah virus dalam plasma berkurang hingga di bawah ambang deteksi. Hal ini menunjukkan berkurangnya reservoir virus dalam makrofag.

Fase ketiga yang sangat lambat menunjukkan terdapat penyimpanan virus di sel T

memori yang terinfeksi secara laten. Karena masa hidup yang panjang dari sel memori, diperlukan berpuluh-puluh tahun untuk menghilangkan reservoir virus ini.

Anak > 3 tahun


Pilihan pertama 2 NRTI + Efavirenz Pilihan kedua 2 NRTI + Nevirapin

Anak < 3 tahun, 2 NRTI + Nevirapin

B. DIARE Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi labih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan /tanpa darah dan/atau lendir.

25

- Diare akut : diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat - Diare kronik : diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut Diare kronik sering juga dibagi-bagi lagi jadi : a. Diare persisten : diare yang disebabkan oleh infeksi b. Protracted diare : diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan frekuensi 4 x atau lebih per hari c. Diare intraktabel : diare yang timbul berulang kali dalam waktu yang singkat (misalnya 1 3 bulan) d. Prolonged diare : diare yang berlangsung lebih dari 7 hari e. Chromic non specific diarrhea : diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabssorpsi Penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 bagian ialah penyebab langsung dan penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudahatau mempercepat terjadinya diare. PATOGENESIS Sesuai dengan perjalanan penyakit diare, patogenesis penyakit diare dibagi atas : a. Diare akut Patogenesis diare akut oleh infeksi, pada garis besarnya dapat digambarkan sebagai berikut : Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan Berkembangnya mikroorganisme tersebut setelah berhasil melewati asam lambung Dibentuknya toksin (endotoksin) oleh mikroorganisme Adanya rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiper-peristaltik dan sekresi cairan usus mengakibatkan terjadinya diare b. Diare kronik Patogenesis diare kronik lebih rumit karena terdapat beberapa faktor yang satu sama lain saling mempengaruhi Faktor-faktor tersebut antara lain : Infeksi bakteri Misalnya ETEC (Entero Toxigenic E. Coli) yang sudah resisten terhadap obat. Juga diare kronik dapat terjadi kalau ada pertumbuhan bakteri berlipatganda (overgrowth) dari bakteri non patogen, seperti Pseudomonas, Klebsiella dan sebagainya.
26

Infeksi parasit: terutama E. Histolytica. Giardia Lamblia. Trichiuris Trichiura, Candida dan sebagainya KKP (kekurangan kalori protein) Pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ ter masuk atrofi mukosa usus halus mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya terjadi defisiensi enzim yang dikeluarkan oleh organ-organ tersebut (laktase, maltase, sukrase, HCl, tripsin, pankreatin, lipase dan sebagainya) yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan sempurna. Makanan yang tidak diabsorbsi tersebut akan menyebabkan tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus meningkat yang menyebabkan terjadinya diare osmotik. Selain itu juga akan menyebabkan overgrowth bakteri yang akan menambah beratnya malabsorbsi dan infeksi. Gangguan imunologik Usus merupakan organ utama dari daya pertahanan tubuh . Defisiensi dari SIgA dan Cmi akan menyebabkan tubuh tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit dalam usus. Akibatnya bakteri, virus, parasit dan jamur akan masuk ke dalam usus dan berkembang biak dengan leluasa sehingga terjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorbsi makanan.

PATOFISIOLOGI Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi : 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan keseimbangan asam-basa (Metabolik asidosis) Metabolik asidosis ini terjadi karena : a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderia KKP Hal ini terjadi karena :
27

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu b. Adanya gangguan absorbsi glukosa (Walaupun jarang terjadi) Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak 4. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. GEJALA KLINIS Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubunubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering

PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI DAN RENCANA PENGOBATAN Kolom A 1. Anamne sis < 4 x sehari Frekuensi Muntah Kolom B Kolom C Kolom D

4-10 x sehari

> 10 x sehari

Haus

Tidak ada atau Kadang-kadang Sering sekali sedikit Sangat haus Tidak ada atau tidak bisa Haus minum Normal Tidak kencing selama 6 jam

Lebih dari 3 minggu (diare kronik)

Kencing 2. Inspeksi KU

Sedikit, pekat

Baik

Jelek, mengantuk, atau gelisah

Tidak sadar atau gelisah


28

Tidka ada Air mata Mata Ada Normal Kering Mulut& lidah Nafas Basah Normal Lebih cepat Cekung Tidak ada Sangat cekung dan kering Sangat kering Sangat cepat, dan dalam Panas tinggi 3. Suhu badan 4. Berat badan 5. Kesimp ulan > 38,5oC Kehilangan < 2,5% Dehidrasi (-) Kehilangan 2,5 - 10% Kehilangan > 10%

2 tanda atau 2 tanda atau Tinjau lebih dehidrasi lebih dehidrasi darah/lendir + ringan/sedang berat panas Rencana B Rencana C Antibiotika

Rencana A

ALGORITME PENGOBATAN DIARE

RENCANA PENGOBATAN A PENCEGAHAN DEHIDRASI

Jelaskan kepada ibu bagaimana mengobati diare di rumah Lima tindakan yang harus dilakukan jika anak menderita diare adalah : 1. Berikan kepada anak anda cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi : Cairan yang dapat diberikan di rumah adalah : Larutan garam-gula, air terjun, air sayur bayam dll ASI dan susu formula harus terus diberikan
29

2. Lanjutkan pemberian makanan - Berikan makanan yang baru disiapkan. Makanan yang dianjurkan adalah bubur dengan daging atau ikan. Tambahkan beberapa tetes minyak - Berikan pisang atau sari buah segar untuk menambah kalium - Berikan makanan setiap 3 4 jam (6 x sehari). Pada anak yang masih kecil, berikan makanan lebih sering dengan porsi lebih sedikit - Bujuk supaya anak makan sebanyak mungkin - Masak dan hancurkan atau cincang makanan dengan baik agar mudah dicerna - Setelah diare berhenti, beri tambahan 1 porsi makanan selama seminggu atau sampai berat badan sebelum sakit tercapai kembali 3. Bawa anak anda ke petugas kesehatan bila : - Buang air besar beberapa kali ketiga tanda ini menunjukkan - Sangat haus anak menderita dehidrasi berat - Mata menjadi cekung/kering - Demam - Tidak mau makan atau minum seperti biasa - Kelihatan tidak bertambah baik - Pada tinja terdapa darah 4. Perlihatkan kepada ibu bagaimana cara mencampur dan memberikan oralit Tunjukan kepada ibu berapa banyak oralit yang harus diberikan Umur < 2 tahun : 50 100 ml (1/4 gelas) setiap bab Umur 2 5 tahun : 100 200 ml (1/2 1 gelas) setiap bab Anak-anak yang lebih besar : minum sebanyak mungkin Bila anak muntah, tunggu 10 menit kemudian pemberian oralit diteruskan tetapi lebih lambat : 1 sendok makan setiap 2 3 menit Berikan kepada ibu oralit untuk 2 hari 5. Jelaskan kepada ibu 7 intervensi yang efektif untuk mencegah diare

RENCANA PENGOBATAN B Pengobatan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit

1. Pakailah tabel ini sebagai patokan untuk menentukan banyaknya oralit yang harus diminum oleh pendeirta diare dengan dehidrasi ringan/sedang
30

pada 4 6 jam pertama Pergunakan umur penderita, jika berta badan tidak diketahui Jika penderita ingin minum oralit lebih banyak, berikanlah Tetapi jika kelopak mata membengkak, pemberian oralit harus dihentikan Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian pemberian oralit dilanjutkan sedikit-sedikit (1 sendok makan setiap 2 3 menit) 2. Jika ibu tinggal di puskesmas Beritahu berapa banyak oralit yang harus diminum Tunjukkan bagaimana cara menyiapkan dan memberikannya Awasi ibu sewaktu memberikan oralit kepada anaknya 3. Setelah 4 6 jam, nilailah kembali keadaan penderita, kemudiah pilihlah rencana pengobatan selanjutnya Catatan : Untuk bayi berumur < 1 tahun, setelah 4 6 jam lanjutkan dengan ASI atau susu formula selang-seling dengan pemberian oralit 4. Jika ibu tidak dapat tinggal di Puskesmas sebelum rencana pengobatan B selesai : Usahakan agar ibu menyelesaikan terlebih dahulu rencana pengobatan B selama 4 6 jam, sesuai dengan butir I Setelah rencana B selesai, di rumah ibu haru smemberikan larutan oralit ad libitum Beri petunjuk caranya menemukan tanda-tanda dehidrasi Jika terdapat tanda-tanda tersebut, ibu harus membawa kembali anaknya ke Puskesmas pada pagi hari berikutnya Berilah oralit cukup untuk 2 hari, dan berikanlah petunjuk cara menyiapkan dan memberikannya 5. diare Terangkan dengan jelas 7 intervensi yang efektif untuk mencegah

RENCANA PENGOBATAN C Pengobatan Dehidrasi Berat

Mulai dari sini


31

Apakah anda dapat memberikan cairan intravena?

Ya

1. Berikan cairan intravena 2. Setelah 1-3 jam periksa kembali dan pilih rencana

Tidak
Apakah penderita dapat minum? 1. Mulai berikan larutan oralit sesuai dengan rencana B 2. Rujuklah untuk mendapatkan

Ya

Tidak

20-25% cairan tersebut harus diberikan pada 1 jam pertama 1. Mulailah rehidrasi dengan mempergunakan sonde lambung 2. Jika pengobatan intravena dapat dilakukan dekat Anda

Apakah Anda terlatih memasang sonde lambung?

Ya

Tidak
Segera dirujuk untuk pengobatan intravena Dosis pemberian cairan intravena: 1 jam pertama : 30 ml/kgBB Dosis pemberian cairan per sonde lambung : 20 ml/kgBB/jam

C. MARASMUS

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan
32

gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor Marasmus adalah gizi buruk berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.( Mochtar, 2001). Ciri-Ciri : Bayi cengeng dan sering merasa lapar Iga gambang dan perut cekung Otot paha mengendor (baggy pant) Ubun-ubun cekung pada bayi Wajahnya tampak menua (old man/monkey face). Atrofi jaringan, otot lemah terasa kendor/lembek ini dapat dilihat pada paha dan pantat bayi yang seharusnya kuat dan kenyal dan tebal. Oedema (bengkak) tidak terjadi. Warna rambut tidak berubah. Pada marasmus tingkat berat, terjadi retardasi pertumbuhan, berat badan dibanding usianya sampai kurang 60% standar berat normal. Sedikitnya jaringan adipose pada marasmus berat tidak menghalangi homeostatis, oksidasi lemak tetap utuh namun menghabiskan cadangan lemak tubuh. Keberadaan persediaan lemak dalam tubuh adalah faktor yang menentukan apakah bayi marasmus dapat bertahan/survive Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, Abdomen dapat kembung dan datar. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Biasanya terjadi konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit. KOMPLIKASI Defisiensi Vitamin A Dermatosis Kecacingan diare kronis tuberculosis PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
33

Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)

Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali..
2. Atasi/cegah hipotermia (suhu tubuh rendah)

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36 0 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. 3. Atasi/cegah dehidrasi Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah : Ada riwayat diare sebelumnya Anak sangat kehausan Mata cekung Nadi lemah Tangan dan kaki teraba dingin Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa

berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1. 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya: Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) Ketidak seimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
34

5. Obati/cegah infeksi Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas 6. Mulai pemberian makanan Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu : Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) : Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut : Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa Energi : 100 kkal/kg/hari Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet -Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak. Keterangan : Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam) Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas ) Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1) Pantau dan catat :
35

Jumlah yang diberikan dan sisanya Banyaknya muntah Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja Berat badan (harian) Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mulamula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth) Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi : Fase Transisi (minggu ke 2) : Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Pemantauan pada fase transisi: 1. frekwensi nafas 2. frekwensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
36

Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga Pemantauan fase rehabilitasi : Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :

Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET FASE STABILISASI FASE TRANSISI FASE REHABILITASI : : : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI FORMULA WHO 75 FORMULA WHO 100 ATAU PENGGANTI FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI) MAKANAN KELUARGA

Mineral mix merupakan salah satu komponen dalam pembuatan Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) dan Formula WHO (Formula 75 dan 100 ) yang digunakan dalam Tatalaksana Anak Gizi Buruk untuk memenuhi kekurangan zat gizi mikro pada pada anak gizi buruk . Sasaran penguna mineral mix adalah anak gizi buruk klinis dan atau antropometri (BB/TB < -3 SD) dan anak gizi buruk paska perawatan.
37

Tiap kemasan/ sachet mineral mix mengandung zat aktif KCl, Tripotasium Citrat, Magnesium Clorida, Zn asetat dan Cuprum sulfat. ReSoMal adalah cairan yang diberikan kepada anak gizi buruk yang menderita diare dan atau dehidrasi. Mineral mix dalam bentuk sachet sudah tersedia di Kementerian Kesehatan untuk penanganan gizi buruk sejak tahun 2008. Dari pengalaman praktisi kesehatan di lapangan antara lain di RSCM Jakarta, RS.Kariadi Semarang, RS. Wahidin Sudiro Husodo Makasar didapatkan bahwa penanganan anak gizi buruk dengan menggunakan mineral mix peningkatan berat badan dan perbaikan klinisnya lebih optimal. Cara menggunakan mineral mix:

1 sachet serbuk mineral mix (8 gr) dilarutkan dengan air matang 20 ml. Mineral mix yang sudah dilarutkan akan menghasilkan larutan mineral mix Larutan mineral mix ini siap ditambahkan sesuai dengan kebutuhan untuk membuat ReSoMal dan Formula WHO (F-75 dan F-100). Jangan memberikan larutan mineral mix secara langsung kepada anak gizi buruk seperti pada penggunaan oralit.

Berikut kebutuhan larutan mineral mix untuk membuat F- 75, F-100 dan ReSoMal : Bahan/ komponen F-75 Susu skim (g) Gula pasir (g) 25 100 F-100 85 50 60 20 ReSoMaL 25 2,5 20

Minyak sayur (g) 30 Oralit (sachet) -

Mineral mix (ml) 20 Air s/d Fase 1000 ml Stabilisasi

Transisi rehabilitasi

danGibur dengan diare dan atau dehidrasi

Waktu yang dibutuhkan pada fase stabilisasi pada umumnya berlangsung di hari ke 1-7, fase transisi hari ke 8-14, fase rehabilitasi pada minggu ke 3-6 dan fase tindak lanjut minggu ke 7-26. Namun perkiraan waktu tersebut bukanlah keharusan, tetap harus menyesuaikan dengan kondisi klinis anak.

38

Bila mineral mix tidak tersedia, sebagai alternatif untuk membuat 1000 ml ReSoMal atau Formula WHO dapat digunakan KCl sebanyak 2 gram. Dapat juga ditambahkan MgSO4 50% secara intramuskuler 1 x dengan dosis 0,3 ml/kgBB, maksimum 2 ml. Saat ini mineral mix sudah menjadi bagian obat program gizi bersama-sama dengan Tablet Besi dan kapsul vitamin A, yang pengadaannya melalui Kementerian Kesehatan RI. Disamping itu, pengadaan mineral mix dapat dilakukan di daerah dengan menggunakan anggaran yang tersedia (APBD I,II ; DAK, dll ). (Sumber : Subdit Gizi Klinis )

7. Koreksi defisiensi nutrien mikro Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi : UMUR DAN BERAT BADAN Berikan 3 kali sehari 6 sampai 12 bulan (7 - < 10 Kg) 12 bulan tahun sampai 5 tablet

TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml 0,25 mg Asam Folat Berikan 3 kali sehari 2,5 ml (1/2 sendok teh)
39

tablet

5 ml (1 sendok teh)

8. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : - Kasih sayang - Ciptakan lingkungan yang menyenangkan - Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari - Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh - Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

9. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh. Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain. Nasehatkan kepada orang tua untuk : - Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas - Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas. - pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat - penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu - Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal - Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

DAFTAR PUSTAKA 1.Barness, Lewis A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Hal211-214. Jakarta: Penerbit EGC.2000. 2.Casey H. ,Patrick .Arch Pediatr Adolesc dalam Children in FoodInsufficient Low Income Families.2001.
40

3.Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI, 1991;163-171.4.Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati. Kurang Energi Protein.Dalam Pedoman Diagnosis danTerapi SMF Anak RSU Dr. Soetomo.Surabay;2006. 5.Ariani, Ani. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Hal 217-220.Jakarta: Badan Penebit IDAI.2005. 6. Prawirohartono, Endy P. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 34 no 1 dalamFaktor-faktor yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita selamamasa krisis ekonomi di Yogyakarta.2002. 7. Hidayat ,B dkk. Kurang Energi Protein. Pedoman Diagnosis dan Terapi.FK Unair.2006. 8.Anonim.Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di puskesmas dan rumah tangga-Jakarta.Depkes.1998 9. http://www.spiritia.or.id

41

Anda mungkin juga menyukai