Anda di halaman 1dari 17

PEMERIKSAAN LAB

Pada pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa asma dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, diantaranya :

A. Pemeriksaan sputum

Sputum adalah sekret yang dibatukkan dan berasal dari bronkus dan dikenal dengan dahak. Sering sekali pemeriksaan sputum menjadi sia-sia, karena sampel yang diberikan bukan sputum sejati, maka dari itu cara yang paling tepat adalah : 1. Pasien diminta kumur mulut sebelum mengeluarkan sputumnya, dan paling tepat sputum pagi hari. 2. Sputum diletakkan di cawan petri, di jaga untuk benar-benar steril. 3. Tapi sebelumnya, wadahnya harus disterilkan oleh otoklaf. 4. Meja kerja dan mikroskop disterilkan dengan lyson 10% Pemeriksaan sputum dibagi menjadi 2, diantaranya : a. Makroskopi b. Mikroskopi Penjelasan : a. Makroskopi Untuk makroskopi dapat diperhatikan hal-hal di bawah ini : * Banyaknya * Bau * Warna * Konsistensi * Unsur-unsur khusus,diantaranya : Butir-butir keju, uliran (spiral) curscchmann,tuangan bronchi,sumbat dittrich. Dan untuk mencari unsur-unsur khusus ini dalam sputum, tuang sputum itu kedalam cawan petri hingga menyusun lapisan tipis yang diteliti terhadap latar belakang hitam dengan memakai kaca pembesar. Dan biasanya pada kasus asma,lebih diperhatikan pada unsur-unsur khusus ini, karena pada asma biasanya sputum dapat terlihat berupa unsur-unsur khusus, yaitu : 1. uliran (spiral) curscchmann : yaitu berupa kuning berulir yang sering terlihat benang pusat dan merupakan sel cetakan (cast cell) dari cabang bronkus. Didapat pada asma bronchiale. 2. sumbat dittrich : Benda kuning-putih yang dibentuk dalam bronchi atau bronchioli. Ditemukan

pada asma bronchiale.

b. Mikroskopi Untuk mikroskopi dilakukan dengan sediaan natif dan dengan sediaan pulasan. Berikut rinciannya :

1. Sediaan natif Pilihlah sebagian dari sputum yang mengandung unsur-unsur, taruhlah diatas kaca objek dan tutup dengan kaca penutup. Gunakan objektif kecil 10x dan besar 40x. Dan perhatikan : 1. Leukosit dan eritrosit 2. sel-sel yang mengandung pigment,ada 2 : * Heart failure cell * sel-sel yang berisi karbon berbutir-butir 3. Serat elastik 4. Uliran curscchmann 5. Kristal-kristal. Kristal yang biasanya ditemukan pada penderita asma adalah kristal charchot-leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinophil. 6. Fungi. 7. Sel epitel, leukosit dan neutrofil serta eosinofil yang terdapat pada sputum yang bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan terkadang terdapat mucus plag.

2. Sediaan pulasan Yang penting dipakai untuk sediaan pulasan adalah pulasan ziehl-neelsen dan pulasan gram. Pemeriksaan gram lebih bermakna, apabila sputum yang diperoleh dicuci beberapa kali dulu dengan larutan garam steril supaya kuman-kuman hanya melekat pada unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronchi menjadi hanyut. Dan terdapat cara yang lebih baik yaitu cara pemekatan yang dikerjakan sebagai berikut : 1. Taruhlah 2-4 ml sputum dalam tabung sentrifuge dan tambh larutan NaoH 4% 2. Kocok tabung itu selama 5-10 menit, sampai saat sputum telah mencair sempurna. 3. pusingkan tabung itu selama 15-30 menit pada 3000rpm 4. buang cairan atas dan tambahkan 1 tetes indikator fenol-merah, dan warnanya menjadi merah. 5. netrlakan reaksi sedimen itu dengan meneteskan lar HCl 2n ke dalam tabung sampai warna merah jambu kekuning-kuningan Biasanyan ditemukan pada kasus M.tuberkulosis.

Bahan dari : IPD jilid 3,penuntun lab klinik gandasubrata.

ANALISIS GAS DARAH


Digunakan untuk mengumpulkan darah yang diperlukan untuk mengukur gas-gas darah serta untuk menginterpretasikan pengukuran-pengukuran itu. Biasanya digunakan darah arteri untuk analisis gas darah. Caranya sebagai berikut : 1. Raba arteri radialis (sering dipilih karena arteri ini mudah dicapai) 2. Pergelangan tangan diekstensikan denga menempatkan diatas gulungan handuk 3. Kulit disterilkan, lalu arteri distabilkan dengan dua jari tangan sedangkan tangan lain menusuk arteri tersebut dengan alat suntik yang diberi koagulan yaitu heparin 4. Setelah 5 ml darah terhisap ke dalam alat suntik, udara dikeluarkan, darah disimpan diatas es dan dibawah ke laboratorium untuk diperiksa. Pada kasus asma, pemeriksaan AGD dapat menunjukkan berbagai gambaran dari beberapa fase, diantaranya : a. Fase awal serangan Terjadi hpoksemia dan hipokapnia (PaCO2 <35 mmHg) hipoksemia terjadi karena nilai PaO2 turun sampai dibawah normal, yang disebabkan karena adnya ketidakseimbangan antara proses ventilasi-perfusi (penyebab tersering), hipoventilasi alveolar. b. Fase untuk asma yang berat Terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45mmHg), hipoksemia, asidosis respiratorik (PaCO2 meningkat, yang disebabkan karena adanya hipoventilasi alveolar. Dan hipoventilasi inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik pada asma)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium <span> </span>

<span>Pemeriksaan sputum </span>


Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

<span> </span> <span>Pemeriksaan darah </span>


Analisa gas darah pada umumnya normal tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: - Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. - Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. - Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru - Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. - Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

3. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. 4. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : - Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation. - Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). - Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak

lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi

Influenza Pada Penderita Asma


PENCETUS ASMA

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :

1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). 2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan.

Pemicu Asma (trigger)

Pemicu menggangu saluran pernapasan dan mengakibatkan bronkokonstriksi. Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Namun saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti :

Perubahan cuaca dan suhu udara Polusi udara Asap rokok Infeksi saluran pernapasan Gangguan emosi Olahraga yang berlebihan

Penyebab Asma (inducer) --> masuk dalam etiologi (lihat bahan Ajeng Indah Pramesti).

INFEKSI VIRUS Virus induced asma adalah virus yang dapat menyebabkan gejala asma . Ketika telah menjadi asma, timbul gejalagejala seperti demam atau bisa gejala lainnya yang umum dan sederhana. Virus, seperti yang dapat menyebabkan flu

atau demam, dapat menyebabkan perkembangan atau memburuknya gejala asma. Ada dua cara virus dapat memicu gejala asma.

Jenis pertama virus-induced asma, yaitu mempengaruhi orang-orang yang tidak memiliki riwayat asma, tetapi yang mengembangkan gejala asma seperti batuk dan mengi yang dimulai setelah terinfeksi oleh virus.

Jenis kedua virus-induced asma, yaitu mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa yang sudah memiliki riwayat asma persisten, lalu infeksi virus memperburuk gejala asma mereka.

FREKUENSI DAN PENYEBAB UMUM Beberapa virus yang bisa memicu virus-induced asma, Rhinovirus menyebabkan pilek, dan influenza A menyebabkan flu. Ini adalah virus yang paling sering ditemukan menyebabkan bronkospasme (penyempitan saluran udara) dan asma. Dalam sebuah penelitian orang dengan asma yang dirawat di sebuah rumah sakit di Inggris selama 1 tahun, 37% memiliki bukti dari infeksi virus. Dari jumlah tersebut, rhinovirus dan A influenza ditemukan bertanggung jawab atas 31% dan 45% dari memburuknya kondisi mereka masing-masing. Ini juga telah menunjukkan bahwa 80% anak-anak dengan riwayat mengi memiliki infeksi virus, yang sebagian besar milik keluarga rhinoviruses. Virus Pernapasan Syncytial (RSV) adalah virus yang menyebabkan infeksi pernafasan pada orang dewasa dan anakanak. RSV dapat menyebabkan mengi, terutama pada anak di bawah 2 tahun, yang bahkan dapat menyebabkan kematian meskipun jarang terjadi. Pada orang dewasa, RSV juga dapat menyebabkan mengi dan menginduksi gejala asma pada mereka yang sudah memiliki asma. Hal ini juga dapat menyebabkan gejala asma seperti pada orang yang tidak memiliki riwayat asma. Dalam sebuah penelitian pekerja penitipan anak tanpa asma yang terjangkit RSV, peneliti menemukan bahwa para pekerja meningkat masalah dengan saluran udara 8 minggu setelah infeksi RSV awal. napas mereka berfungsi kembali normal 4 bulan pasca-infeksi.

PATOGENESA

Pencetus/trigger (alergen, virus, iritan, psikis) -> hiperresponsif saluran napas -> reaksiimunologik dan atau gangguan keseimbanganbiokimia / neurohumoral -> inflamasiakut (reaksi asma tipe cepat dan tipe lambat) -> bronkospasme, edema, hipersekresimukus -> inflamasi kronik & airway remodeling.

Komplikasi Asma Bronkial:

Komplikasi terjadi akibat :1. Keterlambatan penanganan.2. Penanganan yang tidak adekuat.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Akut :- Dehidrasi- Gagal nafas- Infeksi saluran nafas

2. Kronis :- Kor-pulmonale- PPO kronis- Pneumotorak.

Penjelasan (mencangkup semua yg diatas)

Status asmatikus

Status asmatikus adalah keadaan asma yang berespon dengan pengobatan rutin. Jika tidak ada penangan yang adekuat status asmatikus ini dapat berlanjut ke gagal nafas karena mengalami hipoksia.

Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. PENYEBAB: Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru.Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi.

Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan Vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.

PNeumathoraks Pneumotoraks adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya: 1. Pneumotoraks spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama.Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnyapenyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). Pneumotoraks traumatikTerjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis). Pneumotoraks karena tekananTerjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paruparu mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

2.

3.

pengobatan asma menurut GINA (global initiative for asthma)


by Yoanneveline Tanak on Tuesday, November 9, 2010 at 10:30pm 5 komponen yang saling terkait dalam penatalaksanaan asma:

1. bina hubungan baik antara pasien dan dokter dibutuhkan kerja sama antara pasien dan dokter agar pasien dapat dibimbing mengenai penatalaksanaan asmanya

2. identifikasi dan pengurangan pemaparan faktor resiko mengindetifikasi faktor2 pencetus atau faktor2 yang memperburuk serangan asma, agar dapat dihindari

3. penilaian, pengobatan, dan pemantauan keadaan kontrol asma tujuan terpenting dalam penatalaksanaan asma ialah kontrol asma yang lebih mengarah ke pencegahan dengan cara mengendalikan gejala klinis serta perbaikan fungsi paru GINA membaginya kedalam 3 tingkatan: terkontrol sempurna, terkontrol sebagian, tidak terkontrol

pengukuran kontrol asma Asthma Control Test --> 5 pertanyaan dengan skor tiap pertanyaan 1 - 5 interpretasi: a. <19 asma tidak terkontrol, <15 tidak terkontrol buruk b. 20 - 24 terkontrol baik

c. 25 terkontrol sempurna

4. merencanakan pengobatan asma akut dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui terlebih dahulu derajat beratnya serangan asma tujuan pengobatan serangan asma: a. menghilangkan obstruksi saluran napas b. mengatasi hiposekmia c. mencegah serangan berikutnya d. memberikan penyuluhan mengenai cara mengatasi dan mencegah serangan asma

pasien asma berisiko tinggi: a. sedang memakai atau baru saja berhenti memakai kortikosteroid b. riwayat inap atau UGD karena serangan asma dlm setahun terakhir c. gangguan kejiwaan dan psikososial d. tidak mengikuti rencana pengobatan

pengobatan asma akut (obat sama kaya yang dibahas elisabeth)

5. penatalaksanaan kondisi khusus a. kehamilan ditujukan untuk memperoleh kontrol asma. asma pada kehamilan dapat menyebabkan kematian perinatal, prematuritas, berat lahir rendah b. pembedahan komplikasi pembedahan dapat ditentukan dengan beratnya asma sewaktu operasi. untuk itu perlu diberikan kortikosteroid sistemik oral jika ditemukan adanya obstruksi c. rhinitis dan sinusitis rhinitis, sinusitis, polip hidung yang disertai asma biasanya alergi terhadap asam asetil saliksilat. ISPA karena virus jg dapat menyebabkan asma. untuk pengobatan sama saja. d. refluks gastroesofageal pengobatan yang dianjurkan porsi makan sedikit tapi sering, hindari makan minum sebelum tidur, hindari makanan berlemak, alkohol, teofilin, dan agonis beta 2 oral. berikan 'Proton Pump Inhibitor' atau antagonisH2 serta tidur dengan posisi kepala ditinggikan e. anafilaksis pengobatan utama epinefrin atau adrenalin 0,3ml IM

Prognosis :

97 % pasien dengan kasus asma bronkiale akut memberikan prognosis yang baik, dan sisanya akan berprognosis buruk bila asma tidak terkontrol [lebih dari 3 kali serangan dalam sehari] dan telah mengalami komplikasi

Pencegahan :
1. Hindari alergen yang menyebabkan asma bronkiale 2. perhatikan lingkungan tempat tinggal 3. kurangi penggunaan aspirin dan NSAID terkait, karena penggunaan yang lama dapat mengakibatkan asma

patfis keluhan (dyspnoe, wheezing)

by Priskila 'icha' Kristiawan on Tuesday, November 9, 2010 at 8:28pm setelah pasien terpapar alergen, maka segera timbul dispnea. pasien merasa tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernapas.percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaaan normal akan berkontraksi sampai pada tingkatan tertentu pada ekspirasi. udara terpernagkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif dari paru-paru. sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma. serangan asma seperti ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti diikuti dengan batuk produktif yang banyak sekali dengan sputum berwarna keptih-putihan.

patfis asma

by Gabriele Emi Badia on Tuesday, November 9, 2010 at 11:05pm Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan seharihari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Lalu alergen diproses dalan sel APCdan dipresentasikan ke sel Th (Thelper). Sel Th melepaskan IL-2 u/ memberikan sinyal kepada sel B untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamine (mengakibatkan bersin baca di Wikipedia yg g kasih ini yaa:http://en.wikipedia.org/wiki/Histamine ), slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A), leukotrien*, dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :

1.

kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,

2.

peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran napas ,

3.

peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batukbatuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ). Leukotrien [http://en.wikipedia.org/wiki/Leukotriene (blh dibaca lg kalo mau)] menyebabkan: * Obstruksi aliran udara * Peningkatan sekresi lendir * Mukosa akumulasi * Bronkokonstriksi * Infiltrasi sel inflamasi pada dinding saluran nafas

http://id.wikipedia.org/wiki/Asma (blh dibaca lg kalo mau)

PATOFISIOLOGI ASMA Definisi Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990). Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumatkumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)

Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil. Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996). Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel. Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik) Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin. Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.

Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus .Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik) Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas. Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990). Asma Bronkiale Campuran (Mixed) Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995). Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997). Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa

respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995). Asna dutabdau dengan mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada berjala atau kronis, sebagai akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan meskipun telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3 kelainan pada asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta hiperrespins jalan napas etrhadap berbagai rangsang. Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma seringkali meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak epitel saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien yang menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran napas mungkin ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator. Serangan asma lebih berat saat larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan sebelumnya, saat itu merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus. Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat sintesis atau kerja leukotrien. Rseptpr adrenergik- memperantarai bronkodilatasi, dan pengobatan dengan inhalasi agonis adrenergik- merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik memperantarai bronkokonstriksi, dan obat penghambat muskarinik kolinergik juga digunakan untuk pengobatan asma. Obat tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi. Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997). Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995). Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna

untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997). Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997). Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995). Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ). Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari 4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita 8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun 2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995). Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995). Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen

mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995). Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ). Patofisiologi Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otototot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 ) Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ). Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : (1) Alergen Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. (2) Infeksi saluran nafas Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991). (3) Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). (4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga. (5) Obat-obatan Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya. (6) Polusi udara Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam. (7) Lingkungan kerja Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

Anda mungkin juga menyukai