Anda di halaman 1dari 10

Askariasis Pada Anak Berusia 5 Tahun

MUHAMMAD AFIQ BIN ABD MALEK

102010367 E3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Pendahuluan Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk dalam keluarga nematoda saluran cerna. Askariasis adalah penyakit infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau cacing gelang, yang merupakan nematoda usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari infeksi penyakit cacing lainnya. Diperkirakan lebih dari satu milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Parasit ini ditemukan di kosmopolit. Survey yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi askariasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 60-90% terutama pada anak. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.

Anamnesis Pada anamnesis, ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien berobat ke dokter serta beberapa informasi berkaitan yang dapat menjurus kepada diagnosis. Berdasarkan kasus, allo-anamnesis perlu dilakukan karena pasien merupakan anak berumur 5 tahun. Hal yang harus ditanyakan adalah: Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga. Sejak kapan gejala mula timbul. Ada atau tidak keluhan penyerta lain seperti muntah, demam, rasa tidak enak di perut, nyeri pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, diare, konstipasi, urtikaria, asma, konjungtivitis akut, fotofobia dan hematuria. Riwayat pengobatan.

Pemeriksaan Fisik Pada anak yang disyaki menderita askariasis, dilakukan pemeriksaan fisik umum. Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah dan suhu tubuh merupakan pemeriksaan umum yang biasanya dilakukan. Selain itu, bisa juga dilakukan pemeriksaan antropometri. Yang diperiksa adalah berat badan apakah ada penurunan setelah timbulnya gejala klinis askariasis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sediaan feses dan muntahan anak yang terinfeksi. Pada pemeriksaan kemungkinan ditemukan cacing yang menginfeksi. Pada pemeriksaan mikroskopik feses, bisa ditemukan telur dari cacing yang menginfeksi.1 Pemeriksaan kadar eosinofil darah juga bisa dilakukan bagi mengenal pasti adanya proses sensitisasi atau tidak, selain amat bermakna selama fase pulmonal.2,3

Gambar 1. Telur Ascaris lumbricoides yang telah dibuahi. Diunduh dari https://www.google.co.id/imghp

Gambar 2. Asacris lumbricoides dewasa. Diunduh dari https://www.google.co.id/imghp

Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Bila dijumpai telur atau cacing dewasa Ascaris lumbricoides di dalam tinja, diagnosis pasti; Askariasis telah dapat ditegakkan. Selain itu, diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung kerana muntah maupun melalui tinja. 1,2,4 Etiologi Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematoda usus terbesar, terutama di daerah dengan sanitasi buruk. Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa berbentuk silinder, berwarna merah muda. Cacing jantan lebih kecil dari cacing betina dengan ukuran 120-150 mm x 3-4 mm manakala cacing betina berukuran 200-400 mm x 5-6 mm. Ujung posterior pada cacing jantan sedikit melingkar. Cacing betina menghasilkan sekitar 200000 telur yang telah dibuahi dan tidak dibuahi per hari yang diletakkannya di lumen usus. Telur ini berukuran 40 x 60 m yang ditandai dengan adanya mamillated outer coat dan lapisan hialin di dalam. 2-4 Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina di usus halus dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya lapisan luar yang tebal, telur ini dapat bertahan hidup karena partikel tanah melekat pada dinding telur yang dapat melindunginya dari kerusakan. Dengan kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindung sinar matahari, embrio akan berubah di dalam telur menjadi larva yang infektif disebut larva stadium dua berlangsung kurang lebih tiga minggu. Apabila manusia tertelan telur yang infektif, larva akan keluar di duodenum dan kemudian menembus dinding usus halus menuju ke venula mesenterika, masuk sirkulasi portal, kemudian ke jantung kanan, melalui pembuluh darah kecil paru sampai di jaringan alveolar paru. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas yaitu dari bronkiolus menuju bronkus, trakea, epiglotis, kemudian tertelan turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65-70 hari dengan umur cacing dewasa berkisar satu tahun. 1-6

Gambar 3. Daur hidup Ascaris lumbricoides. Diunduh dari https://www.google.co.id/imghp Epidemiologi Ascaris lumbricoides dijumpai di seluruh dunia dan diperkirakan 1 milyar orang pernah terinfeksi dengan cacing ini. Tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain terutama Trichuris trichiura. Telur yang infektif ditemukan di tanah, yang dapat bertahan bertahun-tahun. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif. Hal ini terjadi karena termakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh telur cacing tersebut. 2,5,6 Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Bayi akan terinfeksi dengan cacing ini melalui jari ibunya yang mengandung telur Ascaris lumbricoides segera setelah lahir. Pencemaran tanah oleh telur cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalm kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat. Penelitian di Kenya menunjukkan bahwa infeksi Ascaris lumbricoides mempengaruhi pertumbuhan pada anak. Prevalensi tertinggi askariasis di daerah tropis pada usia 3-8 tahun. 2,4,5

Patofisiologi Sebagian besar kasus askariasis tidak menunjukkan gejala, akan tetapi karena tingginya angka infeksi morbiditasnya perlu diperhatikan. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh migrasi larva dan juga oleh cacing dewasa.2,4 Walaupun kerosakan hati dapat terjadi sewaktu larva melakukan siklus dari usus melalui hati ke paru, tetapi organ yang sering terkena adalah paru, yang mana semua larva Ascaris lumbricoides harus melalui paruparu sebelum menjadi cacing dewasa di usus. Pada infeksi ringan, trauma yang terjadi bisa berupa pendarahan sedangkan pada infeksi yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi. Sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan bronkiol yang kecil yang bisa mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru. Semua hal ini disebut pneumonitis Ascaris. Pneumonitis Ascaris ini disebabkan oleh karena proses patologis dan reaksi alergik berupa peningkatan temperatur sampai 39.5-40C , pernafasan cepat dan dangkal (tipe asmatik), batuk kering atau berdahak, ronkhi atau wheezing tanpa krepitasi yang berlangsung 1-2 minggu, eosinofilia transien, sindroma Loeffler sehingga diduga sebagai pneumoni viral atau tuberkulosis.2-4 Cacing dewasa biasanya hidup di usus halus. Anak yang terinfeksi dengan Ascaris lumbricoides, pertumbuhan fisik dan mentalnya akan terganggu dibandingkan dengan anak yang tidak terinfeksi. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, dan mencret. Ini biasanya terjadi pada saat proses peradangan pada dinding usus yang bisa diikuti demam. Pada infeksi berat paling ditakuti bila terjadi muntah cacing yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan ampula Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati.2,4,5,6 Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing menjadi dewasa di dalam usus halus yang mana hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma bronkial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria. Eosinofilia 10% atau lebih sering pada infeksi Ascaris lumbricoides, tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya penyakit tetapi lebih banyak menggambarkan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak patognomonik untuk infeksi Ascaris lumbricoides.2-5

Penatalaksanaan Medikamentosa Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendazol, atau albendazol. Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu 4: Obat mudah diterima masyarakat. Aturan pemakaian sederhana. Mempunyai efek samping yang minimum. Bersifat polivalen, sehingga manjur untuk beberapa jenis cacing. Harganya murah

Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali setahun.4 Antara obat mengatasi askariasi yang dapat digunakan adalah 1-3,5: Pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari. Mebendazol, 100 mg 2 kali sehari. Berefek cacing dapat bermigrasi ke tempat lain. Oksantel-pirantel pamoat, 10 mg/kgBB/hari. Albendazol 400 mg tablet atau 20 ml suspensi. Buat anak di atas 2 tahun. Tidak bisa diberikan kepada ibu hamil. Pada kasus askariasi dengan obstruksi usus yang berat, harus dilakukan operasi untuk mengeluarkan cacing yang memenuhi lumen usus.1 Kasus askariasis saat kehamilan harus ditatalaksana seteleh trimester pertama.5

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi serta lingkungan sangat mempunyai arti dalam penanggulangan infeksi cacing gelang ini. Suatu pengalaman oleh E.Kosin pada tahun 1973 yang mana telah dilakukan suatu penelitian kontrol askariasis di suatu desa di daerah Belawan, Sumatera Utara yang mana diketahui prevalensi cacing gelang pada anak 85%. Setelah pengobatan masal, angka infeksi turun secara drastis menjadi 10%. Akan tetapi 3 bulan kemudian, saat anak-anak tersebut diperiksa kembali, diperoleh hasil yang sangat mengejutkan yaitu angka infeksi naik menjadi 100%. Setelah dilakukan penelitian, ternyata cacing yang berhasil dikeluarkan dengan pengobatan tadi tersebar di sembarang tempat, berarti terjadi pencemaran tanah di sekitar desa dengan telur cacing dan ini merupakan sumber infeksi.1 Prognosis Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis yang baik selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-99%. 3-5 Komplikasi Pada infeksi ringan, trauma yang terjadi bisa berupa pendarahan sedangkan pada infeksi yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi. Sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan bronkiol yang kecil yang bisa mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru yang disebut pneumonitis Ascaris.2,3 Komplikasi yang ditakuti adalah apabila cacing dewasa migrasi ke tempat lain dan menimbulkan gejala akut. Pada infeksi berat paling ditakuti bila terjadi muntah cacing yang dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan ampula Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati. Hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma bronchial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria.2,4,5,6

Kesimpulan Askariasis merupakan penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah disebabkan infeksi Ascaris lumbricoides atau cacing gelang yang termasuk dalam keluarga nematode. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini dan infeksi terjadi bila tertelan telur matang cacing ini. Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Bila terjadi infeksi berat, cacing dewasa dapat menggumpal di dalam usus sehingga menjadi obstruksi usus atau ileus. Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan cacing Ascaris lumbricoides atau telur cacing tersebut pada muntah atau tinja penderita. Pengobatan askariasis cukup sederhana dengan beberapa pilihan obat yang manjur untuk penyakit ini dan penyakit infeksi oleh cacing lain. Pengobatan masal diperlukan bila prevalensi penyakit ini tinggi di suatu tempat. Hasil pengobatan umumnya berprognosis baik selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi.

Daftar Pustaka 1. Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE, et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2005. Hal 263-4. 2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal 370-4. 3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5 Jilid 3. Jakarta: InternaPublishing; 2009. Hal 2938-9. 4. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, et al. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 69. 5. Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis and Treatment 2005. Edisi ke-44. United States of America: The McGraw-Hill companies; 2005. Hal 1467-8. 6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Essentials of Pediatrics. Edisi ke-6. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. Hal 449-50.

Anda mungkin juga menyukai