Anda di halaman 1dari 3

SUMBER-SUMBER AJARAN DASAR AGAMA ISLAM Oleh : Eka Ahmad Feri Jamroni 12.11.

6135

4.1 Al-Quran 4.1.1. Pengertian Al-Quran Al-Quran secara etimologis mengandung arti bacaan yang dibaca. Lafadz a-Quran berbentuk isim mashdar dengan isim maful. Dari definisi beberapa ahli dapat kita definisikan bahwa al-Quran adalah kalamullah yang mujiz, yang diturunkan kepada Muhammad dengan melalui Jibril dengan lafadz Arab, yang ditulis dalam mashahif, yang membacanya sebagai suatu ibadah, dan diriwayatkan secara mutawatir. 4.1.2. Isi dan Kandungan Al-Quran Dalam al-Quran terdapat penjelasan segala aspek tanpa ada yang terlewat darinya. Di dalamnya sudah dijelaskan sistem perekonomian, politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan seterusnya, sehingga tidak ada suatu apapun yang terlupakan olehnya. Al-Quran diturunkan Allah kepada Muhammad dalam waktu sekitar 23 tahun, yang terbagi periode Makkah 13 tahun dan periode Madinah 10 tahun. Jumlah ayat yang terkandung seluruhnya ada 114, dan disepakati bahwa 86 jumlah surat Makiyah dan 38 surat Madaniyah. Terdapat 6236 ayat yang terkandung pada al-Quran, 4780 ayat atau 76,65% dari ayat-ayat Makiyah. Ayat-ayat Makiyah mempunyai presentase sekitar tiga perempat dari seluruh ayat, yang isinya secara umum mengenai keimanan. Sedangkan ajaran yang berkaitan dengan hidup bermasyarakat dan bernegara terdapat pada ayat Madaniyah. 4.1.3. Otentitas Al-Quran Al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci yang terpelihara otentitasnya. Untuk menunjukkan bukti-bukti tersebut dapat dipegunakan pendekatan yakni dengan melihat ciriciri dan sifat dari al-Quran itu sendiri, melihat aspek kesejarahannya serta memperhatikan pengakuan-pengakuan dari para pemikir non muslim terhadap kebenaran al-Quran itu sendiri. 4.2. Posisi Al-Quran Dalam Studi Keislaman Al-Quran adalah landasan pokok bagi syarat Islam. Darinya diambil segala pokokpokok syariat dan cabang-cabangnya. Dengan demikian, al-Quran adalah landasan kully bagi syariat Islam dan pengumpul segala hukumnya. Dengan kata lain al-Quran mempunyai
1

kedudukan yang tinggi dalam berhujjah dan mutlak. Al-Quran mempunyai fungsi yaitu sebagai alat kontrol atau alat ukur apakah dalil-dalil hokum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan al-Quran. Apabila ada yang tidak sesuai maka hukum tersebut tidak sah. 4.3. Sunnah 4.3.1. Pengertian Sunnah Ada dua istilah populer di kalangan Islam yang berasal dari nabi Muhammad yaitu alsunnah dan al-hadith. Dari kebahasaan, kata al-sunnah dan al-hadith mempunyai arti berbeda. Al-hadith berarti al-jadid(baru), sedangkan al-sunnah berarti al-thariqah(jalan) baik terpuji maupun tercela. Dari pengertian beberapa ahli, pengertian al-hadits adalah riwayat-riwayat dari rasul dan setelah beliau diangkat menjadi rasul. Sedangkan al-sunnah adalah mencakup semua riwayat yang bersumber dari rasulullah selain al-Quran, yang wujudnya berupa perkataan, perbuatan dan taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum syari. 4.3.2. Kedudukan Sunnah Umat Islam sepakat bahwa sunah merupakan sumber kedua ajaran setelah al-Quran, meski di kalangan imam madzhab ada perbedaan dalam penentuan syarat penerimaannya. Perintah taat kepada Allah dan rasul berarti perintah taat kepada al-Quran dan sunah, yang keduanya senantiasa berada dalam saling berkaitan. Diantara cara menaati rasul adalah senantiasa menerima dan melaksanakan apa yang disampaikan olehnya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. 4.3.3. Fungsi Sunnah Fungsi utama sunah adalah sebagai al-bayan atau penjelas dari al-Quran, karena kebanyakan ayat-ayat al-Quran disampaikan dalam uslub yang mujmal sehingga manusia tidak mungkin bisa memahami dan menggali petunjuk darinya kalau hanya mengandalkan alQuran semata. Itulah sebabnya Allah memberikan otoritas nabi Muhammad untuk menjelaskan maksud yang terkandung dalam al-Quran lewat sunahnya. 4.4. Ijtihad 4.4.1. Pengertian Ijtihad Secara bahasa ijtihad berasal dari kata jahada. Adapun pendapat terkenal yang disampaikan oleh al-Fayumi, yaitu bahwa ijtihad adalah pengerahan kesanggupan dan kekuatan dalam melakukan pencarian suatu upaya sampai kepada ujung yang ditujuinya. 4.4.2. Persoalan Ijtihad Persoalan yang tidak dapat diabaikan dalam melakukan ijtihad adlah terpenuhinya syarat-syarat ijtihad. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan syaratsyarat ijtihad sebagai mujtahid. Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad melakukan ijtihad melalui cara istinbath (mengeluarkan hukum dari hukum sumber syariat) dan tathbiq (penerapan hukum). Berikut rukun-rukun ijtihad:
2

1. Al-Waqi, yaitu adanya kasus yang teerjadi atau diduga akan terjadi yang tidak diterangkan oleh nas. 2. Mujtahid, yaitu orang yang melakukan ijtihad yang mempunyai kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu. 3. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariat yang bersifat amali. 4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fiqh. Menurut Fakhruddin Muhammad bin Umar bin al-Husain al-Razi, syarat-syarat mujtahid sebagai berikut: 1. Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan penetapan hukum. 2. Mengetahui makna-makna lafadz dan rahasianya. 3. Mengetahui keadan mukhatab yang merupakan sebab pertama terjadinya perintah atau larangan. 4. Mengetahui keadaan lafadz, apakah memiliki qarinah atau tidak. 4.4.3. Hukum dan Lapangan Ijtihad Menurut Wahbah al-Zuhaili, hukum ijtihad adalah wajib ain, wajib kifayah, sunah dan bahkan atau haram, tergantung pada kapasitas orang yang bersangkutan. Sedangkan lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad, yang dalam istilah teknis ushul fiqh disebut mujtahid fih. 4.4.4. Ijtihad Sebagai Dinamika Islam Ijtihad itu sangat penting meskipun tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, adapun kepentingannya disebabkan oleh: 1. Jarak antara kita dengan masa tasyri semakin jauh. Jarak jauh ini memungkinkan terlupakannya beberapa nas. 2. Syariat disampaikan dalam al-Quran dan al-Sunah secara komprehensif; memerlukan penelaahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh. Dilihat dari fungsinya, ijtihad sebagai penyalur kreativitas pribadi atau kelompok dalam merespons peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Ijtihad juga berperan sebagai interpreter terhadap dalil-dalil yang dzani ad-dalalah. Penjelasan terhadap dalil-dalil tersebut memerlukan kerja akal pikiran lewat ijtihad. Ijtihad juga menjadi saksi keunggulan Islam atas agama-agama lainnya.

Anda mungkin juga menyukai