Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, angka kematian ibu (AKI) masih berada pada angka 226/100.000 kelahiran hidup, Jika dibandingkan dengan angka kematian ibu tahun 2007 sebesar 248/100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu tersebut sudah mengalami penurunan tetapi masih belum mencapai target nasional (Depkes RI, 2010). Walaupun banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalammenemukan penurunan angka kematian ibu, namun tetap saja masih jauh dari target nasional tahun 2010 untuk menurunkan angka kematian ibu menjadi125/100.000 kelahiran hidup (Bascom, 2008). Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40 - 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20 -30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan (Rosaningtyas, 2009).

Apabila dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN dan negara-negara maju maka angka kematian ibu/maternal di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali lebih besar dari negara-negara ASEAN dan lebih dari 50 kali angka kematian ibu di negara maju. Pola penyakit penyababpenyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh Trias Klasik, yaitu pendarahan (46,7%), Toxemia (24,5%) dan Infeksi (8%) (Jacob, 2006). Perdarahan dapat terjadi baik selama kehamilan, persalinan maupun masa nifas. Prognosis dan penatalaksanaan kasus perdarahan selama kehamilan dipengaruhi oleh umur kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan fetus, dan sebab perdarahan . Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan p ada kehamilan muda disebut abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Di AS pada tahun 1997 terdapat 2,8 kasus perdarahan dari 1000 persalinan. Di RSCM (1971 -1975) terdapat 1 kasus perdarahan dari 125 persalinan terdaftar. Di RSSA (2003-2004) terdapat 1 kasus dari 33 persalinan terdaftar. Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio 1

plasenta yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 800 ml. Dari 12 kematian langsung yang disebabkan perdarahan, 3 dia ntaranya oleh karena plasenta previa. Penyebab lainnya biasanya disebabkan oleh lesi lokal pada vagina atau serviks (Cuningham, 2007). Angka kejadian plasenta previa sekitar 1 dari 200 persalinan. Insiden pada multipara berkisar 1 dari 20 proses kelahiran. Di AS resiko terjadinya placenta previa meningkat 1,5 sampai 5 kali lipat pada wanita dengan riwayat SC (sectio cesaria). Pada wanita dengan faktor kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, multipara, riwayat dilatasi dan kuretase, dan merokok akan meningkatkan resiko terjadinya placenta previa (Miller, 2009). Oleh karena angka kematian yang cukup tinggi dan juga kejadian yang cukup sering akibat perdarahan antepartum khusus nya plasenta previa , maka penulis merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai plasenta previa, disesuaikan dengan kasus yang kami angkat terkait dengan pemahaman dan penatalaksanaan dalam tindak lanjut terapinya, sehingga diharapkan hal ini dapat menurunkan angka kematian dan angka kejadian akibat plasenta previa.

1.2 Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan ini adalah: 1. Apa tanda-tanda plasenta previa pada pasien kasus ini? 2. Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya plasenta previa pada pasien kasus ini? 1.3 Tujuan Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Tanda-tanda plasen ta previa pada pasien kasus ini 2. Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya plasenta previa pada pasien kasus ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut abortus, sedangkan perdarahan kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus (Wiknjosastro, 2007). Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu. Oleh karena itu, memerlukan penanganan yang berbeda (Wiknjosastro, 2007). 2.2. Klasifikasi Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber dari plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak berasal dari plasenta seperti servik biasanya tidak terlalu bahaya. Klasifikasi perdarahan antepartum dibagi menjadi plaenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya. Perdarahan yang belum jelas sumbernya itu mungkin disebabkan oleh ruptur sinus marginalis yang biasanya tanda dan gejala tidak khas. Mungkin karena plasenta letak rendah atau vasa previa. Plasenta letak rendah baru menimbulkan perdarahan antepartum pada akhir kehamilan atau pada permulaan persalinan (Wiknjosastro, 2007). 2.3. Frekuensi Perdarahan antepartum terjadi pada kira-kira 3% dari semua persalinan, yang terbagi kira-kira rata antara plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya. 2.4. Pertolongan Pertama Pada perdarahan antepartum, apapun penyebabnya penderita harus dibawa ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Jangan sekali-sekali melakukan pemeriksaan dalam di rumah karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon vagina tidak berguna sama sekali malahan akan menambah banyak perdarahan karena sentuhan pada serviks sewaktu pemasangan. Segera infus cairan intravena dipasang, sebelum pasien jatuh dalam kondisi syok (Wiknjosastro, 2007). 3

Setelah sampai di Rumah Sakit, pengadaan darah harus segera dilakukan, walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk pemeriksaan golongan darah penderita, dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus segera dilakukan (Wiknjosastro, 2007). Pertolongan selanjutnya di Rumah Sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis yang ditegakkan (Wiknjosastro, 2007).

2.5. Plasenta Previa 2.5.1. Definisi Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir ostium uteri internal (Chalik, 2008). 2.5.2. Faktor Resiko Penyebab utama terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan meningkatnya kesempatan seseorang untuk mengalami plasenta previa, yaitu : (Hanafiah,2004) 1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita wanita yang pernah menjalani operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 4 dari 100 wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih operasi sesar ( pada wanita wanita yang pernah 4 kali atau lebih menjalani operasi sesar, maka 1 dari 10 wanita ini akan mengalami plasenta previa ) 2. Riwayat tindakan medis Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus seperti dilatasi dan kuretase atau aborsi medisinalis meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa. 3. Jumlah kehamilan sebelumnya. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan. Pasien dengan multiparitas meningkatkan

resiko plasenta previa apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya. 4. Wanita lebih dari 35 tahun, Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 3 kali lebih besar memiliki. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih dari 35 tahun akan mengalami plasenta previa 5. Kehamilan dengan janin lebih dari satu ( seperti kembar dua atau kembar tiga ). 6. Merokok Merokok menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang beredar dalam tubuh janin, sehingga merangsang pertumbuhan plasenta yang besar. Plasenta yang besar dihubungkan dengan perkembangan plasenta previa. 7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim dapat mempersempit permukaan bagi penempelan plasenta. 8. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar, bertambah berturut-turut menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2 kali, 3% setelah 3 kali dan 10% setelah 4 kali atau lebih. 9. Adanya endometriosis setelah kehamilan sebelumnya. 10. Riwayat plasenta previa sebelumnya 11. Riwayat plasenta previa sebelumnya berisiko 12 kali lebih besar. 12. Adanya trauma selama kehamilan. 2.5.3. Klasifikasi Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik. Seiring dengan perkembangan kehamilan, pendataran serta pembukaan servix, klasifikasi plasenta previa dapat berubah (Mochtar, 1998) Secara umum plasenta previa diklasifikasikan menjadi: a. Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum. b. Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum c. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir ostium uteri internum 5

d. Plasenta letak rendah, bila tepi bawah plasenta berada pada jarak lebih kurang2 cm dari ostium uteri internum

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm adalah: a. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium. b. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3: 1. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium bagian belakang. 2. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium bagian depan. 3. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta. Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah: a. Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi sampaike segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan. b. Tingkat 2, Marginal plasenta previa, Plasenta mencapai pinggir pembukaan(Ostium). c. Tingkat 3, Complete placenta previa : plasenta menutupi ostium waktutertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hamper lengkap. d. Tingkat 4, Central placenta previa : plasenta menutupi seluruh ostium padapembukaan hampir lengkap (Hanafiah, 2004).

Gambar 2.1 macam-macam plasenta previa A. plasenta previa totalis C. plasenta previa marginalis B. Plasenta previa parsialis D. Plasenta letak rendah

(Wiknjosastro,2007)

2.5.4. Etiologi dan Frekuensi Mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua akbat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan-lahir (Wiknjosastro, 2007). Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida berusia kurang dari 25 tahun. Pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Wiknjosastro, 2007). 2.5.5. Gambaran Klinik Perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, akan tetapi perdarahan 7

berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan dalam. Darahnya berwarna merah segar, berbeda dengan darah pada solusio plasenta yang kehitam-hitaman. Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau sinus marginalis dari plasenta. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi (Wiknjosastro, 2007). Turunnya bagian terbawah janin akan terhalang, apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang dan letak sunsang (Wiknjosastro, 2007). Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur tidak selalu dapat dihindari (Wiknjosastro, 2007). Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, perdarahan post-partum sering kali terjadi karena kekurangmampuan serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta; atau, karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung secara pervaginam (Wiknjosastro, 2007).

2.5.6. Diagnosis Setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai ternyata dugaan itu salah a. Anamnesis Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit (Wiknjosastro, 2007). 8

b. Pemeriksaan luar Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu-atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu-atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong kedalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak-lintang atau letak-sunsang. c. Pemeriksaan in spekulo Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. d. Penentuan letak plasenta tidak langsung Penentuan letak plasenta dengan cara ultrasonografi ternyata sangan tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin, dan tidak menimbulkan rasa nyeri. e. Penentuan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah pemeriksaan secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan banyak perdarahan. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi (Wiknjosastro, 2007). Beberapa Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakuakan adalah: 1. USG (Ultrasonographi) Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring plasenta tapi apakah plasenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan 2. Sinar X Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin. 3. Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal. 4. Pemeriksaan Dalam 9

Seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara caesar. 5. Isotop Scanning Atau lokasi penempatan placenta. 6. Amniocentesis Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru janin sudah matur.

2.5.7. Penatalaksanaan Prinsip dasar penanganan perdarahan antepartum adalah harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam (Wiknjosastro, 2007). Apabila perdarahan yang telah berlangsung, atau yang akan berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/ atau janinnya (yang masih hidup), dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi (penanganan pasif). Tampaknya penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataannya, kalau dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang luar biasa. Penderita harus dirawat di Rumah Sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa, atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat bila diperlukan. Anemia harus segera diatasi mengingat kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara berkala, daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang secara pervaginam. Ada atau tidaknyaplasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak langsung (Wiknjosastro, 2007).

10

a. Penanganan pasif/ penanganan ekspektatif Kriteria : Umur kehamilan < 37 minggu, perdarahan sedikit, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih. Penanganan berupa : 1. Istirahat baring mutlak. 2. Infus D 5% dan elektrolit 3. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia. 4. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantungjanin. 5. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasienditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif. b. Penanganan aktif Kriteria: umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%. Persalinan spontan pervaginam Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi. Indikasi Seksio Caesarea : 1. Plasenta previa totalis. 2. Plasenta previa pada primigravida. 3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang 4. Anak berharga dan fetal distres

11

5. Plasenta previa lateralis jika : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak, Sebagian besar OUI ditutupi plasenta, Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). 6. Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

2.5.8. Komplikasi Beberapa komplikasi dari plasenta previa adalah: a. Perdarahan dan syok. b. Infeksi. c. Laserasi serviks. d. Plasenta akreta. e. Prematuritas atau lahir mati. f. Prolaps tali pusar. g. Prolaps plasenta.

2.5.9. Prognosis Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali atau tak ada sama sekali (Pernoll, 2001). Persalinan prematur adalah kausa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan pasif pada plasenta previa. Dalam studi terhadap 93.000 pelahiran, melaporkan angka persalinan prematur sebesar 47 persen. ( Cuningham et al, 2002)

12

BAB III KASUS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO SMF OBSTETRI GINEKOLOGI Jl. Dr. Soetomo 59. Telp. 0351-464326 pswt.150

LAPORAN KASUS No. Rekam Medis : 6449214 3.1. Anamnesis A. Identitas Nama : Ny. Jelita

Tanggal lahir : 11 Agustus 1979 Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Madiun Nama Suami : Tn. Marjono Umur Suami : 32 tahun Pendidikan Pekerjaan : SMP : Pegawai Optik : 32 tahun : SMA : Ibu Rumah Tangga : Jl. Mayjen Sungkono Gg. Menco No. 25 RT 57/RW 13 Manguharjo,

B. Rujukan Pasien datang sendiri ke IRD kandungan RSU Soedono, Madiun karena perdarahan yang keluar dari jalan lahir C. Masuk Dan Keluar Rumah Sakit Masuk Keluar : 19 Oktober 2011 jam 9.30 : 23 Oktober 2011 13

D. Anamnesis Pasien datang sendiri dengan keluhan utama perdarahan yang keluar dari lubang kemaluan. Perdarahan keluar hari rabu tanggal 19 oktober 2011 pukul 09.15 WIB. Perdarahan yang keluar berupa darah merah segar berwarna merah kehitaman (menghabiskan 1 pembalut). Perdarahan muncul tiba-tiba tanpa didahului rasa mulas atau kencang di perut. Pasien mengaku dalam keadaan hamil usia 8 bulan. Karena perdarahan semakin banyak, pasien langsung dibawa ke RSU Soedono oleh suami pasien. Tanggal 12 17 Oktober 2011 MRS di RSUD Soedono karena keluhan yang sama. 1. Keluhan Utama Pasien mengeluh perdarahan yang keluar dari lubang kemaluan. Hal tersebut yang membuat pasien datang ke IRD Kandungan RSU Soedono, Madiun.

2.

Riwayat Haid Haid pertama kali usia 14 tahun, teratur, siklus 28 hari. 1 siklus haid selama 5 hari hari, ganti pembalut 10 x selama haid, nyeri sebelum menstruasi (+). HPMT : 16-2-2011 HPL : 23 11- 2011 UK : 35 minggu

3.

Riwayat Perkawinan Status saat ini kawin, menikah sebanyak 1 kali, usia saat pertama menikah 23 tahun, lama pernikahan 8 tahun, selama pernikahan tidak terdapat konflik antara suami dan istri.

4.

Riwayat Kehamilan
No A/P/I/Ab/E BBL Cara Lahir 1 2 3. Aterm Aterm Abortus 2 3300 gr 3200 gr Spt B SPt B Kuret Bidan Bidan Sp.OG L L 0 hari 5 th M H Penolong L/P Umur H/M

14

bulan 4. Hamil ini

5.

Riwayat Perawatan Antenatal Pasien mengatakan memeriksakan kehamilannya ke bidan praktek swasta sebanyak 3x. Sp OG 1x. Menurut pengakuan ibu, dokter mengatakan plasenta terletak di bawah. Tabel 3.1 Riwayat ANC pasien

Tgl

Keluh an taa

TD

B B 49

U.K

Tinggi Fundus 4 jari atas simpisi s 16 cm

Letak Janin -

9/6/1 1

80/6 0

9/7/1 1

Kaki bengk ak taa

110/ 80

12/9/ 11

120/ 80

16/1 7 ming gu 58 21/2 2 mgg u 61 30/3 1 mgg u

DJJ/ meni t +/14 0

Kaki bengk ak -

Nasihat

Tempat pelayanan BPS Endang

Gizi, aktivitas cukup Gizi, aktivitas cukup Gizi, aktivitas cukup

kepala

+/14 0

BPS Endang

27 cm

bokon g

+/140

BPS Endang

6.

Riwayat Kontrasepsi Pasien menggunakan kontrasepsi KB jenis suntik 3 bulan selama 3 tahun sebelum

kehamilan saat ini. Pasien belum pernah mengalami kegagalan kontrasepsi 7. Riwayat Persalinan sekarang

Tanggal 19/10/2011 jam 09.15 keluar darah 8. Riwayat Lingkungan dan Keluarga Suami pasien merupakan seorang perokok aktif, merokok 1 bungkus perhari.

15

Pemeriksaan Fisik Di kamar bersalin RSU Dr. Soedono tanggal 19 Oktober 2011 pukul 9.30 WIB dilakukan pemeriksaan pada pasien, didapatkan hasil: 1. Status umum: Keadaan umum: Baik TB BB : 156 cm : 63 kg : : 120/70 : 36,3 oC Nadi Respirasi : 84 x/menit : 18 x/menit

Vital Sign TD T rectal

Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Cyanosis (-), Dyspneu (-) Leher : Limfonodi : Inspeksi : pembesaran (-) Kelenjar Tiroid : inspeksi : tidak terlihat membesar, jaringan parut (-), bekas operasi (-) palpasi : tidak teraba membesar, limfonodi tidak teraba membesar. Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal reguler, bising jantung (-)

Pulmo : Suara Dasar vesikuler (+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-) Ekstremitas : Atas :oedema -/Bawah : Oedem -/-

2. Status Obstetri : Inspeksi abdomen: Membuncit sesuai usia kehamilan aterm, Linea Mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+) Sikatrik (-) TFU 28 cm His 1x dalam 10 menit lama 10 detik Leopold : I : bagian atas bokong II : punggung kanan, DJJ + 12-12-12 16

III : bagian terendah kepala IV : belum masuk panggul Inspeksi Vagina VT Ukuran panggul dalam : Tampak fluksus aktif (+) : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

USG VK (19 Oktober 2011) :

Janin hidup tunggal intra uterin

Denyut Jantung Janin ada Plasenta corpus posterior meluas menutupi seluruh OUI Kesan : Placenta Previa Totalis Lab Darah Lengkap (19 Oktober 2011)
Pemeriksaan Haemoglobin Hasil Pemeriksaan 10,3 Nilai Normal L :13,5-18,0 % P 11,5- 16,0 gr/dl Hitung Leukosit Hitung Trombosit Hematokrit 11.600 209.000 32 4000-11000 150.000-450.000 cmm L : 40-54% P: 34-47 %

3.2. Assessment G4 P20011, 35/36 MGTG dengan antepartum bleeding e.c. plasenta previa + fluksus aktif + TBJ 2635 gr

3.3. Planning KIE + Inform consent pro cito SC pasang infus RL Pasang Dowey Catheter Ceftriaxone inj 2gr IV Antasida Cek Laboratorium Darah Lengkap

17

Laporan Operasi

Nama : Ny. Jelita Umur 32 th Jenis Kelamin : Perempuan

No. Reg : 6449214 Ruang Rawat : R. Bersalin Tanggal : 19-10-2011

Tim Bedah Tim Anastesi Diagnosa Pre OP Diagnosa Post Op Nama Operasi Jenis Operasi Jam Insisi

Dr. Adi Dr. MHI

Dr. Harya Nursandi

DM. Vertando/Brando

G 4 P 2-11 39 mg TH +APN e.c. Placenta Previa + Fluksus Aktif G 4 P 2-11 39 mg TH +APN e.c. Placenta Previa + Fluksus Aktif LSCS Steril terkontaminasi Jam Selesai

1. KIE dan Inform consent, pasang infus dan kateter, Anibiotik profilaksis 2. Pasien tidur terlentang dalam pengaruh anastesi SAB 3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine 10 % dipersempit dengan doek steril 4. Incisi midline +/- 10 cm diperdalam lapis demi lapis s/d cavum abdomen terbuka 5. Pada eksplorasi didapatkan : a. Uterus gravida b. AP D/S Tuba-Ovarium dbn 6. Diputuskan dilakukan LSCS a. Dibuat bladder flap, vesica urinaria disisihkan ke kaudolateral b. Dibuat incisi pada SBR +/- 2 cm, diperlebar ke lateral secara tumpul, didapatkan SBR yang tipis. c. Insisi menembus plasenta d. Ketuban dipecahkan, keluar air ketuban jernih e. Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala, jam 11.20 Lahir bayi laki-laki/ 2350/46/7-8 f. Placenta dilahirkan dengan tarikan kocher ringan g. Dibuat jahitan sudut, luka SBR dijahit 2 lapis dengan jelujur feston 18

h. Dilakukan reperetonialisasi 7. Dilakukan pencucian PZ +/- 500 cc 8. Lapangan operasi ditutup lapis demi lapis 9. Perdarahan +/- 300 cc 10. Operasi Selesai

Terapi Post Op : 1. Sementara puasa 2. RL: D5 2:1 3. Inj Vitamin C 3x1 4. Inj Ceftriaxon 3 x1 5. Inj Ketorolac 3x 1 6. Inj Alinamin F 3x1 7. Inj Transamin 3 x 500 mg 8. Cek DL post op, bila Hb < 8 gr/dl pro transfusi PRC s/d Hb > 10 gr /dl 9. Mx VS/Kel/fluxus aktif/kontraksi uterus

19

VII. KEADAAN IBU PASCA SCTP KU Kesadaran Vital sign : Lemah : Compos mentis : TD : 110/60 N : 76 x/menit R : 24 x/menit S : 36,7 C TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-) P21013 post partum SC a/i antepartum bleeding e.c. plasenta previa + fluksus aktif

20

Follow Up Pasien Tanggal Pukul Subjektif 11.20 Lahir bayi laki-laki 19 Oktober 2011 14.20 Keluhan (-), perdarahan (-) Objektif APGAR SKOR : 7-8 BBL : 2350 gram PB : 46 cm LK : 321cm LD : 28 cm Labd : 25 cm KU: lemah VS : TD : 110/70 N/S : 88x / 37 R : 20x

aicd (-/-/-/-) c/p dbn bekas luka operasi

Plasenta lahir lengkap dengan tarikan kocher ringan

perembesan (-) STO : TFU 2 jr bpst Kontraksi uterus baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-)

Assessment

P21013 Post Partum SC 5 jam a/i antepartum bleeding e.c plasenta previa totalis

Planing

Monitoring : Vital Sign Keluhan Terapi : Inj Alinamin 3x1 Inj Vit C 3x1 Inj ketorolac 3x1

21

Tanggal Pukul Subjektif Objektif

20 Oktober 2011 06.30 Keluhan (-), perdarahan (-) KU: lemah VS : TD : 110/70 N/S : 88x / 37 R : 20x

21 Oktober 2011

Keluhan (-), perdarahan (-) KU: baik VS : TD : 110/70 N/S : 84x / 37 R : 18x

aicd (-/-/-/-) c/p dbn bekas luka operasi perembesan (-) STO : TFU 2 jr bpst Kontraksi uterus baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-) Assessm ent P21013 Post Partum SC hr I a/i antepartum bleeding e.c plasenta previa Planing Monitoring : Vital Sign Keluhan Terapi : Inj Alinamin 3x1 Inj Vit C 3x1 Inj ketorolac 3x1

aicd (-/-/-/-) c/p dbn bekas luka operasi perembesan (-) STO : TFU 2 jr bpst Kontraksi uterus baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-)

P21013 Post Partum SC hr II a/i antepartum bleeding e.c plasenta previa Diet TKTP Mobilisasi bertahap Inj Ceftriaxon 2 x1 gr As Mefenamat 3 x 500 mg Rob 1x1 tab Monitoring : Vital Sign Keluhan

22

Tanggal Pukul Subjektif 06.30

22 Oktober 2011

23 Oktober 2011 06.30 Keluhan (-), perdarahan (-)

Keluhan (-), perdarahan (-)

Objektif

KU: baik VS : TD : 120/70 N/S : 88x /37 R : 20x

KU: lemah VS : TD : 110/70 N/S : 88x / 37 R : 20x

aicd (-/-/-/-) c/p dbn bekas luka operasi perembesan (-) STO : TFU 2 jr bpst Kontraksi uterus baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-) Assessment P21013 Post Partum hr III a/i antepartum bleeding e.c plasenta previa

aicd (-/-/-/-) c/p dbn bekas luka operasi perembesan (-) STO : TFU 2 jr bpst Kontraksi uterus baik v/v fluksus aktif (-) fluor (-) P21013 Post Partum SC hr IV a/i antepartum bleeding e.c plasenta previa

Planing

Diet TKTP Mobilisasi bertahap Rawat Luka R/ Amoxicilin 3 x 500 mg p.o As Mefenamat 3x 500 mg p.o Rob 1 x 1 tab Monitoring : Vital Sign Keluhan

Pro KRS

23

Masalah pada pasien Masalah Aktif Perdarahan antepartum et causa plasenta previa totalis

Masalah Pasif Riwayat abortus Riwayat perokok pasif

24

BAB IV PEMBAHASAN Pada pasien ini, kami menyimpulkan bahwa diagnosis pasien yaitu G4 P20011, 35/36 minggu tunggal hidup dengan antepartum bleeding et causa plasenta previa. Kesimpulan tersebut kami dapatkan dari mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang yang kami lakukan terhadap pasien. Dari data anamnesis, didapatkan bahwa pasien merupakan wanita, 32 tahun G4P00011 dengan usia kehamilan 35/36 minggu didapatkan keluhan utama keluarnya perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan tersebut banyak dan berwarna merah segar dan tanpa disertai rasa mulas, nyeri, maupun perut kencang-kencang sehingga kami menyimpulkan bahwa pasien mengalami antepartum bleeding et causa plasenta previa. Tabel 4.1. Perbandingan data pasien dengan penegakan diagnosis plasenta previa
Pasien Anamnesis Pasien G4P00011 Usia Kehamilan 32 minggu Perdarahan jalan lahir Banyak Berwarna merah segar Tanpa rasa nyeri kencang-kencang perut Pemeriksaan Fisik Tidak terdapat kelainan letak Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu-atas panggul. Bila presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu-atas panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong kedalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seperti letak-lintang atau letak-sunsang. Perdarahan Plasenta previa jalan lahir pada kehamilan

setelah 22 minggu Berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, berwarna merah segar Terutama pada multigravida

25

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Hb 10,3 mg/dl Leukosit 11.600 AT 209.000 Hematokrit 32 % USG

Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal. USG (Ultrasonographi) mengungkapkan posisi rendah

Plasenta di SBR meluas Dapat menutupi seluruh OUI

berbaring plasenta tapi apakah plasenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan Sinar X Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin. VT Seharusnya ditunda jika memungkinkan

hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). steril Double pada setup vagina adalah yang

pemeriksaan

dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara caesar. Amniocentesis Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio

lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah matur.

26

Dari data anamnesis pasien, didapatkan beberapa faktor resiko yang mengakibatkan pasien mengalami plaseta previa seperti multiparitas, riwayat tindakan sebelumnya mengingat pasien sebelumnya pernah mengalami abortus, selain itu pasien juga mendapat paparan asam rokok dari suami pasien yang merupakan perokok aktif. Pada kasus ini pemeriksaan double set up tidak dilakukan. Cunningham (2006) menyatakan bahwa saat ini pemeriksaan double set up memang jarang dilakukan dikarenakan lokasi plasenta hampir selalu diketahui dengan USG. Dalam penanganannya, setelah pasien masuk IRD kandungan, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti USG. didapatkan kesan plasenta previa totalis, maka diputuskanlah dilakukan cito sectio cesaria. Hal yang menjadi pertimbangan indikasi dilakukannya cito SC adalah terdapat fluksus aktif dan hasil USG yang menunjukkan plasenta previa totalis. Adapun beberapa indikasi Seksio Caesarea : (1). Plasenta previa totalis, (2). Plasenta previa pada primigravida. (3). Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang, (4). Anak berharga dan fetal distres. (5). Plasenta previa lateralis jika : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak, Sebagian besar OUI ditutupi plasenta, Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). (6). Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat (perdarahan profuse > 500 cc dalam 30 menit).

27

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Perdarahan antepartum merupakan suatu masalah bagi ibu hamil dengan usia kehamilan diatas 22 minggu yang dapat disebabkan salah satunya oleh plasenta previa dan bila tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat dapat membahayakan ibu dan janin. 5.2 Saran Bagi ibu hamil agar selalu kontrol ANC secara teratur agar dapat mengetahui secara dini apabila terdapat plasenta previa, sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu dan janin Bagi petugas medis selalu melakukan pemantauan ketat pada kasus-kasus perdarahan antepartum.

28

LAMPIRAN

Pasien

Bayi Pasien 29

Hasil Lab DL Pre Operasi

30

Hasil Lab post Op

Laporan Operasi Sectio Caesarea pasien

31

DAFTAR PUSTAKA Bascom. (2008). Kesehatan reproduksi. Jakarta, Http://www.Bascom metro.com diakses tanggal 28 September 2011 Cunningham, F. Gary et al. 2002. Obstetri Williams Edisi 21. EGC: Jakarta Depkes RI. (2007), Survey demografi kesehatan Indonesia http://www.Litbang.depkes.go.id , diakses 1 Oktober 2011 (SDKI) 2007,

Hanafiah, T.M. Plasenta Previa. 2004. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diperoleh dari: http://repository_usu.co.id (Diakses pada 1 Oktober 2011) Hill WC. Risk and Complication of Tocolysis. Clinical Obstetrics and Gynecology. 1995;38:725-40 Litbang Departemen Kesehatan RI. (2005), Profil kesehatan indonesia, Jakarta :Departemen Kesehatan RI. Mochtar, R. Perdarahan Antepartum (Hamil Tua). Dalam: Lutan, D (Ed).Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: EGC; 1998: 269-287. Pernoll, M. Third-Trimester Hemorrhage. In: Betson and Pernolls Handbook of Obstetrics and Ginecology. Tenth Edition. USA: Mc Grow Hill; 2001:325-329. Thornburg, L and Queenan, R. Third-Trimester Bleeding. In: Evans, AT.Manual of Obstetrics. 7th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;2007: 154-158. Wasnidar, 2007, Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan Penatalaksanaan, Jakarta : Trans Info Media Wiknjosastro Hanifa, S. Dkk. (2007), Ilmu kebidanan. Jakarta : YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

32

Anda mungkin juga menyukai