Anda di halaman 1dari 28

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA

Oleh :

BADIATUL KHIKMAH NIM. 071044269

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA 2012

Peningkatan Kemampuan Ketrampilan Membuat Hiasan Timbang Melalui Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Siswa Kelas III SDLB. AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik Badiatul Khikmah Abstrak:Ketunarunguan menyebabkan hambatan dalam perkembangan intelegensi, kesulitan memahami/mengingat sesuatu dan lebih suka bekerja untuk hal-hal yang tidak membutuhkan pikiran. Ketrampilan vokasional di SLB.B diharapkan nantinya siswa mampu mengembangkan potensi yang ada. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah mengkaji hasil penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), mendeskripsikan dan meningkatkan kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang. Pelaksanaan di SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III SDLB.B berjumlah 4 siswa. Metode penyimpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan presentase (%) untuk mendeskripsikan penerapan dan peningkatan belajar siswa. Temuan dalam penelitian ini sebagai berikut: terjadi peningkatan pada aktivitas dan hasil belajar anak dalam membuat hiasan timbang yang ditunjukkan dalam rata-rata skor ketrampilan membuat hiasan timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan, siswa sebelum dikenai tindakan 56%, setelah diberi tindakan menjadi 59,7% artinya naik 3,7% pada siklus I dan 75,5% pada siklus II berarti naik 19,5% dengan kategori baik. Sedangkan aktifitas siswa diperoleh hasil 61,4% pada siklus I dari 58,5% sebelum tindakan artinya naik 2,9% dan 76% pada siklus II berarti meningkat 13,5% dengan kategori baik. Kata Kunci : Kemampuan membuat hiasan timbang, CTL

Abstract : Deafness can give bad effect for the development of intelligence. It also causes the difficulties to understand/memorize something. It can make the students like working in a field which only needs a little thought. Vocational skill at inclusive school B is expected to make the students are able to develop their talent. The purposes of the classroom action research are to examine the result of Contextual Teaching and Learning (CTL), to describe and to improve the ability to make playmate bright starts. It was conducted at inclusive school AB. Kemala Bhayangkari 2 Gresik. The subjects of this research were 4 students of the third grade at inclusive school B. The data collecting methods in this research were observation and test. Data analysis technique in this research was percentage (%) , it was used to describe the use of the CTL and the students improvement. The result of this research are an improvement of the students activities and an improvement of the students study result in making playmate bright start. It is proven by the average score of the ability to make playmate bright starts in many kinds of fish. Before the students were given the treatment, their scores are just 56%. Their scores become 59,7% after they are given treatment. It means that their scores increase 3,7% in the first eycle. The scores increase 19,5% and become 75,5% in the second eycle. The last score is categorized as good . the students activity before they were given the treatment is 58,5% their scores increase 2,9% and become 61,4% after they are given the treatment in the first 1

eycle. They scores 13,5% and become 76% in the second eycle. Their last score is categorized as good . Keywords : The ability to make playmate bright starts , CTL Pendahuluan Pendidikan kecakapan hidup meliputi beberapa keterampilan personal sosial, vokasional dan akademik. Keterampilan vokasional di SLB.B diharapkan nantinya siswa mampu mengembangkan potensi yang ada.Anak tuna rungu tidak mampu mendengar. Ketunaannya membuat implikasi terhadap hal-hal yang khas dan komplek, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya. Secara nyata nampak dalam aspek bahasa, intelegensi, motorik dan sosialnya. Kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak-dampak yang saling terkait, diantaranya anak tuna rungu tidak punya daya kreatifitas, kurang respon dan lebih suka bekerja untuk hal-hal yang tidak membutuhkan pikiran. Sehingga mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecakapan hidup siswa.Minimnya penguasaan bahasa anak tuna rungu yang dipengaruhi oleh gangguan pendengarannya, maka anak tuna rungu menampakkan intelegensi yang rendah. Menurut pendapat Cruiskshank yang dikutip Yuke R. Siregar (1988) menyatakan bahwa anak tuna rungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang nampak terbelakang. Anak tuna rungu yang memiliki keterlambatan intelegensi mengalami kesulitan untuk memahami dan mengingat sesuatu, sehingga ia lambat dalam menuangkan ide-idenya.Dalam pendidikan keterampilan anak tuna rungu anak kelas III SDLB.B semester I tahun 2011/2012 SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik ada 60 % dari empat siswa mengalami kesulitan. Hal ini tergambar dari hasil keterampilan membuat hiasan timbang yang kurang baik. Dalam

keterampilan membuat hiasan timbang anak tuna rungu tidak mampu membentuk pola gambar ikan dengan berbagai macam dan jenis bentuk ikan. Anak tuna rungu dalam membuat bentuk pola ikan monoton, bentuk pola ikannya hanya sebatas meniru dan mencontoh, tidak mampu menghubungkan bagian-bagian rangkaian hiasan timbang, sehingga kurang bermakna dan bermanfaat.Pembelajaran keterampilan di kelas III SDLB Kemala Bhayangkari 2 Gresik selama ini kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, demonstrasi dan meniru contoh sehingga siswa tidak dapat mengaitkan konsep dengan contoh riil dalam membuat macam-macam bentuk pola ikan. Dalam pengembangan pembelajaran perlu

dipilih alternatif yaitu melalui langkah-langkah Contextual Teaching And Learning (CTL). MenurutBaharuddin dan Wahyuni (2008:138) bahwa: secara garis besar langkah penerapan Contextual Teaching And Learning ( CTL ) dalam pembelajaran yaitu mengembangkan pemikiran anak lebih bermakna dengan cara menemukan, mengkonstruksi sendiri pengalaman dan pengetahuan baru, kegiatan inkuiri untuk semua topik, mengembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya, belajar dalam kelompok, mengahadirkan model, melakukan refleksi pada akhir pertemuan dan melakukan penilaian autentik. Pembelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang dengan standar kompetensi pada kelas III semester I, bagian ketrampilan yaitu mengetahui benda yang di gerakkan oleh angin. Adapun keunggulan Contextual Teaching And Learning (CTL)siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau potensi dan harapan melalui pelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang. Siswa mengaitkan pengalamanpengalaman barunya dan mengetahui kegunaan hiasan timbang serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam membuat ketrampilan hiasan timbang guru menyiapkan alat peraga sesuai keperluan, memberikan contoh hasil ketrampilan yang sudah jadi dan siswa diajak langsung ke tempat orang menjual ikan atau kolam ikan agar siswa bisa menerapkan langsung pengalaman barunya. Kajian Literatur Dalam kajian pustaka membahas beberapa variabel yang berhubungan dengan judul sesuai dengan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan, hal ini dimaksud guna memberikan landasan terhadap masalah yang diteliti. Pengertian Kemampuan Keterampilan Membuat Hiasan Timbang . Pendidikan seni, budaya dan keterampilan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pembentukan anak yang harmonis, artinya ada keseimbangan antara kemampuan intelegensi, seni dan keterampilan. Keseimbangan ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak kelak saat mereka tumbuh dalam menghadapi tantangan global yang sarat dengan perubahan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2002 :1180), ketrampilan berasal dari kata dasar Terampil artinya cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Ketrampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Orientasi pembelajaran ketrampilan adalah

memfasilitasi pengalaman emosi, intelektual, fisik, sosial, estetika, artistik dan kreativitas peserta didik dengan melalui apresiasi dan kreasi untuk menghasilkan suatu karya/produk yang bermanfaat langsung bagi kehidupan peserta didik (Depdiknas 2006/ Permen No. 22/2006). Definisi keterampilan adalah kemampuan, bakat untuk melakukan sesuatu. Keterampilam dalam menggunakan tangan dan tubuh yaitu ketangkasan, keterampilan atau kekuatan. rcotent.com/translate_c?hl=id & langpair= 4

Ketrampilan suatu kecakapan hidup atau life skill untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup serta dapat membuat suatu karya yang dikerjakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan berguna bagi siswa. Dalam ketrampilan membuat hiasan timbang merupakan pembelajaran secara langsung bagi peserta didik untuk membuat suatu karya yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2002:1180), hiasan artinya barang yang dipakai untuk menghiasi sesuatu; dinding-rumah, sedang timbang artinya tidak berat sebelah, sama. Jadi hiasan timbang adalah suatu karya/hiasan yang dipakai untuk diletakkan di rumah atau digantungkan pada tempat tertentu sebagai hiasan sehingga tempat tersebut menjadi indah dan mempunyai makna, seperti: gantungan hiasan di kamar bayi mempunyai manfaat untuk merangsang motorik dan kecerdasan bayi. Tujuan Mata Pelajaran Ketrampilan. Dalam kurikulum SDLB-B mata pelajaran seni, budaya dan ketrampilan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan ketrampilan b. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan ketrampilan c. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan ketrampilan d. Menampilkan peran serta dalam seni budaya dan ketrampilan. Ruang Lingkup Ketrampilan di SDLB-B diantaranya adalah Seni rupa, mencakup ketrampilan tangan dalam menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak mencetak dan sebagainya.

Faktor-faktor

yang

menyebabkan

kesulitan

dalam

kemampuan

ketrampilan membuat hiasan timbang. Adapun yang menyebabkan siswa kurang mampu dalam membuat suatu ketrampilan adalah siswa tidak bisa memahami suatu konsep , sehingga kurang mampu menuangkan ide-idenya ke dalam suatu bentuk karya. Menurut Lewtan dan Mackey (1969:129), yang hasil penelitiannya menunjukkan : bahwa keterbelakangan atau hambatan perkembangan kognisi anak tuli ada

hubungannya dengan kemiskinan bahasa mereka, oleh karena perolehan informasi yang kurang menjadikan daya abtraksi dan eksplorasi ide-ide anak tuna rungu mengalami hambatan pula. pengembangan kreativitas siswa tidak hanya memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga memupuk sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif. Ketrampilan membuat hiasan timbang memuntut kreativitas menjadi suatu usaha yang lebih dari siswa. Hal ini ditandai bahwa kebanyakan siswa tuna rungu enggan untuk berperan aktif, mereka hanya meniru dan monoton dalam membuat suatu ketrampilan, serta kurang kreatif. Cara meningkatkan kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang. Tidak biasa dan kurangnya berkomunikasi itulah sehingga yang tumbuh adalah rasa rendah diri , pemalu dan rasa takut salah. Padahal salah adalah bagian dari belajar , tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan, dan tidak pernah salah adalah cirinya tidak belajar . dengan adanya kecakapan (life skiil) anak tuna rungu akan terlatih dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berkreasi ( kreativitas) melalui kegiatan eksplorasi, penalaran dan komunikasi. Menurut pendapat dari Buzan (2008:7) bahwa: tanpa pengulangan pelajaran atau revisi yang efektif dalam satu hari saja akan lupa 80% pelajaran yang dipelajari .

Oleh karena itu , pemodelan merupakan hal yang harus dilakukan dalam membuat suatu ketrampilan . Makin sering diulangi materi pelajaran akan semakin dikuasai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, pengulangan dan pengamatan langsung ke tempat suatu kejadian juga merupakan hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan siswa tuna rungu. Melalui pembelajaran secara langsung akan berdampak pada daya imajinasi siswa dalam mengolah pikirannya sehingga akan meningkatkan daya pikir dan logika melalui pemberian latihan kepada siswa dalam membuat hiasan timbang. Mereka akan berkreasi tanpa batas menghasilkan kelak dikemudian hari. Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL ) Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep yang di kembangkan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar ada kegiatan yang dilakukan guru dan siswa. Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa pengalaman belajar siswa. Pembelajaran adalah pengorganisasian atau

penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya peristiwa belajar pada anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah penggunaan metode tertentu untuk meningkatkan hasil belajar. Metode pembelajaran sebagai cara-cara untuk mencapai hasil pembelajaran dan digunakan dalam kondisi tertentu untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah suatu trategi pembelajaran yang menekankan kepada proses kestabilan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan dihubungkannya dengan

situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Nama lain dari Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah pendekatan kontekstual karena merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa siswa. Belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke murid. Menurut Sagala (2008 : 87 ) bahwa: Contextual Teaching And Learning ( CTL ) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajakan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Menurut Depdiknas (2003 : 5) bahawa: Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa dalam membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2008:138) secara garis besar langkah penerapan Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru b. Melakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.c.

Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya.d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).e.Menghadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. f.melakukan refleksi pada akhir pertemuan. g.Melakukan penilaian outentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa. Siswa belajar dengan cara mengerjakan,menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru melalui observasi langsung dengan dengan melihat ikan aslinya ke akuarium atau ke pejual ikan, guru memberikan contoh cara-cara membuat berbagai macam bentuk bentuk pola ukan, melalui pertanyaan guru/ mengarahkan siswa untuk menemukan materi yang dipelajari ,guru mengkondisikan kelas menjadi beberapa kelompok, masingmasing satu kelompok dua orang, menghadirkan model untuk mempermudah siswa dalam membuat hiasan timbang dengan berbagai macam bentuk ikan, melakukan tanya jawab secara secara langsung pada tiap akhir pertemuan dan penilaian yang dilakukan secara terus - menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) . Langkah-langkah penerapan Contexual Teaching and Learning dalam kelas sebagai berikut: a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja, menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Siswa dilatih untuk memecahkan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu mengkonstruksinya. Dalam hal ini, siswa akan membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan secara 9

observasi langsung melihat ikan di akuarium/penjual ikan di pasar serta dalam proses pembelajaran. b. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan atau konsep. Siklus inkuiri

meliputi observasi, tanya jawab, hipotesis,pengumpulan data,analisis data kemudian di simpulkan . Proses pembelajaran di dasarkan pada penemuan dan pencapaian melalui proses berpikir secara sistematis .Guru berperan untuk mengoptimalkan kegiatan pada proses belajar sebagai motivator, fasilifator, dan pengaruh. Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami. c. Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya. Siswa bertanya menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan ada upaya untuk menemukan jawaban sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru, bertanya adalah upaya mengaktifkan siswa, guru mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. d. Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok ). Hasil belajar yang diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang belum tahu. Siswa dibagi dalam kelompok kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu

memberitahu yang belum tahu, yang cepat mendorong teman yang lambat.

e. Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa di 10

tiru oleh siswa. Model dalam hal ini berupa cara mengoperasikan. atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. f. Melakukan refleksi pada akhir pertemuan. Refleksi yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifdikasi hal yang sudah atau belum di ketahui. Reflesi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitis atau pengalaman yang baru di terima. g. Penilaian Autentik. Belajar di nilai tidak hanya dari hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai ketrampilan dan pengetahuan yang di peroleh siswa. Penilaian autentik dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Bentuk kegiatan penilaian sebagai dasar untuk menilai prestasi dan kompetensi siswa diantaranya demonstrasi dan karya siswa. Keterkaitan antara kemampuan keterampilan membuat hiasan timbang dengan Contextual Teaching And Learning ( CTL). Teaching And Learning (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. Teaching And Learning (CTL) terdiri bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti membuat hiasan timbang atau gantung. Terdiri dari beberapa bagian-bagian. Contohnya bahan-bahan untuk membuat hiasan timbang atau gantung yaitu benang, jarum, kain planel, gunting, kapas, bila bambu, kerincing dan lem. Bahan-bahan tersebut bila secara terpisah kurang mempunyai makna akan tetapi ketika digunakan secara bersama-sama menjadi hiasan timbang atau gantung dalam bentuk ikan maka akan lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

11

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Elaine B. Johnson kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah : a. Kelebihan Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu : 1). Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan bakat atau Potensi melalui ketrampilan membuat hiasan timbang 2).Siswa mengaitkan pengalaman pengalaman barunya mengetahui dan mengetahui kegunaan hiasan gantung serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. b.Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL). 1).Guru lebih insentif dalam membimbing. Karena dalam metode Contextual Teaching and Learning (CTL) , guru tidak lagi berperan sebagai puast informasi .Tugas guru adalah mengolah kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa . Kemampuan belajar seseoran akan di pengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluar pengalaman yang dimilikinya.Bagi anak tuna rungu untuk

mengembangkan pengetahua ketrampilan membuat hiasan timbang dengan bentuk ikan ,guru harus lebih intensif dalam membimbing agar siswa dapat membuat macam-macam bentuk ikan dan memahami kegunaan hiasan timbang dalam kehidupan sehari-hari. 2).Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-idenya sendiri . Pada saat observasi melihat macam ikan siswa dapat

menerapkan pengalamannya membuat macam macam bentuk ikan sesuai dengan pengalamannya dengan menggunakan strategi mereka sendiri . Dalam konteks ini

12

tentunya . guru memerlukan perhatian dan timbingan yang ekstra terhadap anak tunarungu agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula. Pengertian Tuna Rungu. Tuna rungu adalah anak yang memiliki hambatan perkembangan indra pendengaran, anak tuna rungu tidak dapat mendengar suara atau bunyi.

kemampuan berbicaranyapun kadang menjadi terganggu. Ketunaannnya membuat implikasi terhadap hal-hal yang khas dan komplek . sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya. kerusakan pendengaran mengakibatkan dampakdampak yang saling terkait , diantaranya anak tunarungu tidak punya daya kreativitas , kurang respon dan lebih suka bekerja untuk hal-hal yang tidak membutuhkan pikiran , sehingga mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecakapan hidup. Menurut pendapat Lewton dan Mackey ( 1969:129), bahwa keterbelakangan atau hambatan perkembangan kognisi anak tuli ada hubungannya dengan kemiskinan bahasa . Oleh karena perolehan informasi kurang, menjadikan daya abtraksi dan imajinasinya mengalami hambatan pula. Sehingga anak dalam membuat hiasan timbang kurang kreatif , karena menuangkan ide-idenya. Dampak dari ketunarunguan. 1. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Intelegensi . Perkembangan intelegensi amat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Anak tunarungu akan nampak mempunyai intelegensia yang rendah disebabkan karena kesulitan dalam memahami bahasa. Pandangan ini didukung oleh pendapat Bacwin bahwa intelegensi rata-rata anak dengan gangguan pendengaran lebih rendah daripada intelegensi anak normal, hal ini disebabkan oleh gangguan bicaranya, oleh karena itu pada tes tanpa verbal didapatkan skor

13

yang mendekati normal.Sehingga mengalami kesulitan untuk memahami dan mengingat sesuatu yang bersifat abstrak. 2. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Emosi . Keterbatasan berkomunikasi pada anak tunarungu akan mengakibatkan rasa terasing dari lingkungannya. Hal ini terbukti dari banyaknya keluarga dengan anak tunarungu yang mengalami kesukaran untuk melibatkan diri anak dalam keadaan dan kejadian sehari hari supaya anak mengerti dan memahami apa yan seharusnya diketahui dan dirasakan oleh orang lain. Beberapa temuan penelitian menunjukkan bahwa banyak anak tunarungu yang beresiko terasing dari pergaulan kehidupan luar. Keterasingan tersebut menimbulkan efek emosi dan kepribadian negatif, antara lain egosentris, takut terhadap dunia luar, tergantung pada orang lain, perhatian yang tidak mudah dialihkan, mudah marah dan tersinggung. 3. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Sosial . Manusia sebagai seorang individu dalam interaksi sosialnya akan selalu menggunakan bahasa sebagai media untuk menjalin komunikasi. Sebagai akibat gangguan dalam pendengarannya yang berdampak pada hambatan berbahasa akan menjadikan hambatan pula bagi anak tunarungu dalam interaksi sosialnya. Anak tunarungu seolaholah terisolir dari lingkungannya karena adanya kesalahpahaman antara masyarakat dengan anak tunarungu dimana keduanya samasama memilki kesulitan untuk mengekspresikan bahasa dan bicara. Masyarakat pada umumnya tidak mengerti bahasa anak tunarungu. Karena anak tunarungu dalam berkomunikasi lebih banyak menggunakan

14

bahasa isyarat yang sebagian tidak begitu memahami bahasa tersebut. Permasalahan yang dihadapi anak lainnya dapat diminimalkan melalui kerjasama dengan beberapa orang yaitu orang tua, guru, dan masyarakat. Mereka hendaknya berusaha memahami keadaan anak tunarungu yang sulit berbahasa. ketrampilan berbicara di tentukan oleh seberapa sering seseorang mendengar orang lain berbicara.Menurut para pakar, perkembangan fungsi berbahasa merupakan proses paling komplek diantara seluruh fase

perkembangan. Menurut (Hardiono Pusponegoro : 2003) fungsi berbahasa seringkali menjadi indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek.Bersama-sama dengan perkembangan sensori

motorik,perkembangan fungsi bahasa akan menjadi fungsi perkembangan sosial. 4. Dampak ketunarunguan terhadap fisik atau kesehatan. Jalannya kaku dan agak membungkuk ( jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam); gerak matanya lebih cepat, gerak tangannya cepat/lincah dan pernafasannya pendek sedangkan kesehatannya pada umumnya. Hipotesis Tindakan Dalam penelitian tindakan kelas ini diketengahkan hipotesis tindakan sebagai berikut. Kemampuan membuat hiasan timbang akan meningkat apabila menggunakan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) bagi anak kelas III SLB/B Kemala Bhayangkari 2 Gresik. Metode Penelitian.

15

Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas [PTK]. Dilakukan untuk mengatasi permasalahan di kelas.Hal ini sesuai dengan pendapat Uno, Lamatenggo, dan Koni (2011:41) yang menyatakan bahwa: penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat. Proses PTK dimulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan reflektif untuk memecahkan masalah demi peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif. berpasangan antara fihak yang melakukan penelitian dengan pihak yang mengamati proses jalannya

tindakan,Arikunto (2010:17). Cara ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi unsur subjektifitas pengamat serta mutu kecermatan pengamatan yang dilakukan. Adapun teman sejawat yang dijadikan kolabolator dengan Guru ketrampilan di SDLB. SLB A.B Kemala Bhyangkari 2 Gresik. Desain PTK Model Kemmis & Mc Taggart. Menurut model Kemmis & Mc Taggart dalam Zainal Aqib ( 2009 : 13 ),desain pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:

Dengan desain sebagai berikut: Identifikasi Masalah

16

Perencanaan Masalah

aksi

Refleksi

Observasi

Perencanaan Ulang

Refleksi

Observasi aksi Gambar : 3.1 Spiral Tindakan Kelas (Adaptasi dari Hopkins, 1993:48 ) 1. Perencanaan. Merencanakan tindakan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran [ RPP,materi dan lembar penilaian] dan instrumen penelitian [ lembar observasi aktivitas guru dan siswa ] 2. Tindakan /aksi. Melaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan RPP yang telah dibuat dan pelaksanaannya dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus empat kali pertemuan.

3. pengamatan/Observasi. melakukan pengamatan dengan mengisi lembar observasi siswa untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dan hasil membuat hiasan timbang dengan berbagai macam pola hiasan ikan. 17

4. Refleksi .Pada tahap ini dilakukan analisis apakah pelaksanaan tindakan yang dilakukan telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan, kemudian menganalisis penyebabnya, lalu dibuat rencana tindakan revisi untuk pengembangan selanjutnya. Subjek Penelitian .Adapun lokasi dalam penelitian ini di SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas III SDLB-B tahun ajaran 2011/2012 dengan jumlah empat siswa. Tehnik Pengumpulan Data. Sugiono ( 2011:308), menyatakan bahawa: pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data . Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. 1. Observasi .Arifin, (2012:231) menyatakan bahwa:observasi merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, obyektif dan rasional mengenai berbagai fenomena untuk mencapai tujuan tertentu. Dari data yang di peroleh pada pelaksanaan siklus 1 dan II dari pertemuan 1 sampai 4, maka peneliti melakukan analisis data melalui 3 tahap yaitu:mereduksi data dengan menyeleksi,

menyederhanakan, mengelompokkan dan mengorganisasi data mentah kemudian memaparkan data yaitu dengan menampilkan data yang telah di reduksi dalam bentuk tabel maupun diskripsi. proses pengamatan ini, data diperoleh tes ketrampilan membuat hiasan timbang dengan berbagai macam bentuk ikan, observasi dan dokumentasi kegiatan. Hasil pengamatan digunakan sebagai data kualitatif yang menilai keberhasilan penelitian secara proses. 18

2. Tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok, Riyanto (2001:103). Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam membuat ketrampilan hiasan timbang dengan berbagai jenis bentuk ikan . Seperti : (a) membuat pola; (b) menggunting pola; (c) mengisi kapas dan menjahit pola; (d) menempel hiasan; (e) memasang benang dan kerincing. Tehnik Analisa data hasil aktifitas dan hasil ketrampilan siswa terhadap pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung melalui Contextual Teaching And Learning (CTL) disajikan dalam bentuk skala huruf

( KS,K,C,B,BS). Analisa data yang dilakukan dengan menafsirkan nilai huruf tersebut dalam kalimat yang bersifat kualitatif. Hasil dan Pembahasan. Berdasarkan hasil observasi dan analisis pada siklus I maka dapat diambil kesimpulan. Siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan menggunakan metode Contextual Teaching and Learning (CTL). Perkembangan aktivitas siswa pada saat pembelajaran masih kurang yaitu 61.2%. Sebagian besar siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran dan kurang mandiri. siswa dalam proses pembelajaran masih belum berani menjawab pertanyaan guru, karena mereka cenderung ragu sehingga terkesan pasif bila ditanyai guru dan siswa dalam

memberikan jawaban dinilai masih kurang tepat. Hal ini karena siswa tuna rungu mengalami kesulitan dalam mengucapkan. Begitu juga tingkat pencapaian hasil membuat hasil membuat Hiasan Timbang melalui penerapan Contextual Teaching And Learning (CTL) masih tergolong rendah, yaitu pada pertemuan 1 sebesar 57

19

% dan pertemuan 4 sebesar 63 %. Keberhasilan yang dicapai masing-masing siswa tuna rungu berbeda-beda seperti Al hanya mencapai 63 %, Ash hanya 58 %, GN hanya 56 % dan FP mencapai 62 %. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru ketrampilan. kedua anak yang nilainya di bawah 60 % membutuhkan perhatian khusus juga butuh bimbingan dalam menggunakan alat/bahan yang belum terbiasa sehingga siswa lebih terampil dalam menggunting memasukkan kapas, menempel hiasan dan memasukkan benang dan memasang benang.Hasil observasi pada siklus II terhadap aktifitas guru meningkat menjadi 73 % pada pertemuan pertama dan 82 % pada pertemuan ke empat. Serangkaian tindakan pada pelaksanaan kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching And Learning (CTL) telah dilakukan pemberian tindakan pada tiap-tiap siklus menunjukkan hasil yang berbeda-beda, Penyampaian materi serta pemberian bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dinilai sudah baik, terutama keterlibatan siswa dalam pemanfaatan media baik sekali, sehingga pencapaian aktifitas peneliti pada siklus II terjadi peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Setelah mengkaji hasil penilaian terhadap pencapaian kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching And Learning (CTL) dapat meningkatkan kemampuan membuat hiasan timbang dengan berbagai pola macam bentuk ikan hias yang dengan kriteria penilaian yang harus dicapai sebesar 75 %. Berdasarkan hasil observasi pada siklus 2 maka dapat disimpulkan bahwa suasana pembelajaran yang aktif mulai tercipta, siswa aktif dalam menjawab pertanyaan dan bertanya pada guru, termotivasi saat melihat pemodelan secara langsung yaitu mengamati macam-macam bentuk ikan di kolam/akuarium serta saling kerjasama dalam menyelesaikan tugas. Hal ini dikarenakan keberhasilan peneliti dalam

20

memberikan bimbingan dan pengelolaan kelas yang mengalami peningkatan. Siswa antusias dalam membuat hiasan timbang dan lebih mandiri tidak menggantungkan pada gurunya lagi. Bila aktifitas siswa dalam pembelajaran pada pertemuan pertama 75 % pada pertemuan ke empat mengalami peningkatan sebesar 76 %. Dari hasil pengamatan pada siklus II menunjukkan bahwa ketrampilan membuat hiasan timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dibuktikan hasil membuat hiasan membuat pola bentuk ikan sudah kreatif, dalam membuat hiasan bentuk ikan sudah tapi dan bervariasi macam bentuknya dan jumlah bentuk pola ikannya sudah banyak serta dalam menggunakan alat seperti: gunting, benang, jarum, dll, Tidak kaku lagi.Skor rata-rata yang diperoleh siswa tuna rungu pada siklus II adalah 75 %.Pada pertemuan pertama dan meningkat pada pertemuan ke empat sebesar 75.5 %. Berdasarkan hasil temuan penelitian tentang keaktifan siswa dalam pembelajaran ketrampilan membuat hiasan gantung dengan pola berbagai macam bentuk ikan siklus 1 menunjukkan adannya peningkatan keaktifan siswa dari 61,4 % menjadi 76 % atau terjadi peningkatan sebesar 14,6 %. Temuan tersebut menunjukkan keaktifan siswa meningkat yang ditunjukkan melalui keantusiasan siswa dalam proses mengamati berbagai macam bentuk ikan. Hal ini dikarenakan siswa tunarungu lebih banyak belajar melalui visualnya dan sesuai dengan pernyataan Sadjaah ( 2005 : 202) bahwa : pembelajaran pada anak tunarungu harus dibantu dengan menggunakan media minimal gambar, oleh karena melihat tulisan disertai dengan gambarnya akan lebih konkrit dan secara visual dilihat secara nyata lebih melekat dalam ingatan, sehingga kognisi

21

ingatannya

akan

terlatih.

Selain

itu

peneliti

juga

memodifikasi

dan

menyederhanakan kalimat dalam materi benda benda yang dapat bergerak karena tiupan angin serta cara cara membuat hiasan gantung agar dapat dipahami oleh anak tunarungu, dengan begitu siswa menjadi lebih mudah memahami. Hal ini dilakukan sesuai dengan pendapat Sumadi (1982: 11) yang menyatakan bahwa: anak tunarungu sulit mengartikan ungkapan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan/ abstrak. Peningktatan tersebut dikarenakan adanya pemodelan yang dilakukan oleh peneliti pada setiap pertemuan. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memotivasi siswa agar tidak merasa ragu dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hal ini sejalan dengan pendapat Bunawan tentang teori natural yang mengatakan bahwa pembelajaran yang bertolak dari pengalaman dan mengandalkan dorongan meniru atau imitasi ternyata benar adanya dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dipertegas lagi oleh Bandura dan Walter ( Dalam Slameto, 2003) yang mengatakan bahwa: tingkah laku baru dikuasai mula mula dengan mengamati dan meniru suatu model atau contoh. Dalam kegiatan tersebut, siswa saling berebut untuk menjawab pertanyaan karena adanya sitem reward yang diterapkan peneliti sehingga dapat memotivasi keaktifan siswa. Dalam tahap pasca pembuatan hiasan gantung siswa terlihat sangat senang dalam merangkai pola dan memajang hasil karya mereka di tempat pemajangan. Pada tahap tersebut siswa terlihat bersemangat dan termotivasi untuk menunjukkan hasil karyanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwawati, Endang dan Siti Purwati (2009) yang menyatakan bahwa:kegiatan ekspose karya pribadi dapat

meningkatkan kepercayaan diri siswa. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti untuk

22

meningkatkan aktifitas dan kepercayaan diri siswa tunarungu dalam membuat hiasan gantung. Pembelajaran ketrampilan membuat hiasan gantung dengan pola berbagai macam bentuk ikan ditemukan keaktifan siswa tunatungu meningkat, siswa juga lebih senang dan lebih bersemangat dalam belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik CTL dalam pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung dengan pola berbagai macam bentuk ikan dapat meningkatkan aktivitas siswa tunarungu kelas III SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik. Selain dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran keterampilan, teknik CTL juga dapat meningkatkan ketrampilan membuat hiasan gantung siswa tunarungu. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil penilaian yang menunjukkan ketrampilan siswa pada silkus 1 reratanya sebesar 59,7 %, pada siklus 2 reratanya 75,5 %. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa ketrampilan membuat hiasan gantung siswa tunarungu meningkat dari siklus 1 menuju siklus 2 sebesar 15,8%. Peningkatan keterampilan ini disebabkan karena teknik yang digunakan dalam pembelajaran menulis cerita sesuai dengan karakteristik siswa tunarungu. Anak gangguan pendengaran dijuluki sebagai insan visual, oleh karena itu keseluruhan kegiatannya banyak ditopang oleh fungsi visualnya ( Sadjaah, 2005: 24). Dengan karakteristik yang seperti itu, maka diperlukan suatu teknik pembelajaran keterampilan yang inovatif untuk memvisualisasikan materi pelajaran yang disampaikan untuk menghilangkan kesan abstrak, sehingga materi pelajaran dapat tersampaikan secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjaah ( 2005 : 202) bahwa :pembelajaran pada anak tunarungu harus dibantu dengan menggunakan media minimal gambar, oleh karena melihat tulisan disertai dengan gambarnya akan

23

lebih konkrit dan secara visual dilihat secara nyata lebih melekat dalam ingatan, sehingga kognisi ingatannya akan terlatih. Selain itu, dalam pembelajaran keterampilanmembuat hiasan gantung melalui tehnik CTL, peneliti melakukan pengulangan kegiatan dengan memberi contoh cara membuat hiasan timbang dengan berbagai macam bentuk ikan. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih memahami bagaimana cara membuat hiasan gantung dengan benar. Pengulangan yang dilakukan peneliti sejalan dengan pendapat John Locke (1940) bahwa: prinsip utama dalam belajar adalah pengulangan. Makin seringdiulangi,materi pelajaran akan semakin dikuasai.Penerapan CTL yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung ini dengan demonstrasi secara langsung.Pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung dengan tehnik CTL ditemukan keterampilan siswa tunarungu meningkat, siswa juga lebih senang dan lebih bersemangat dalam belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CTL dalam pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung dengan pola berbagai macam bentuk ikan dapat meningkatkan ketrampilan siswa membuat macam macam pola ikan, terampil dalam menggunakan alat dan lebih memahami kegunaan jarum,gunting, benang serta siswa menjadi mandiri .

Simpulan dan Saran Simpulan Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Kemampuan Keterampilan Membuat Hiasan Timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan melalui

24

penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) menunjukkan adanya peningkatan aktifitas siswa yang dibuktikan dengan rerata 58,5% pada pra tindakan, 59 % pada siklus I pertemuan 1 dan 54 % pada pertemuan ke empat . siklus II pertemuan pertama sebesar 75%, meningkat menjadi 79% pada pertemuan ke empat . Dari data tersebut dapat disimpulkan adanya peningkatan aktifitas siswa dari pra tindakan menuju siklus 1 sebesar 5,5 %, siklus 1 menuju siklus 2 sebesar 14% . Selain dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang melalui penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) juga dapat meningkatkan membuat hiasan timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan siswa tunarungu. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil penilaian siswa yang menunjukkan kemampuan membuat hiasan timbang siswa pra tindakan 56%, pada silkus 1 reratanya sebesar 63%, dan pada siklus 2 reratanya 79%. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwaketrampilan membuat hiasan timbang siswa meningkat dari pratindakan menuju siklus 1 sebesar 7%. Kemudian pada siklus I menuju siklus II mengalami peningkatan sebesar 16%. Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran ketrampilan siswa tunarungu , khususnya siswa Sekolah Dasar Luar Biasa. Sebaiknya penelitian ini dijadikan sebagai acuan meningkatkan pembelajaran ketrampilan di rumah , sebagai tindak lanjut dari pembelajaran di sekolah. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam

25

pembelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching and Learning (CTL) . Pustaka Acuan Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Satuan Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta. Depdiknas. 2003. Pedoman Pelaksanaan Pengelolahan Pendidikan Berbasis Life Skill di Sekolah Menengah Atas Khusus. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SDLB-B). Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching and Learning (CTL) . Terjemahan Ibnu Setiawan dan Pengantar Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah, Bandung, http://bandono.web.id/2009/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextualteaching-and-learning-ctl.ph hhtp://yahoo.com/ hakekat anakluar biasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Balai Pustaka. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang. UNM. Permen Diknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sadjaah, E. dan Sukarjo. 1995. Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung. Depdiknas. Sadjaah,E. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran dalam Keluarga. Jakarta.Depdiknas. Somat dan Hernawati. 1996. Orthopedagogik Anak Tuna Rungu. Proyek Pendidikan Guru Departemen P dan K. Sugiono 2011. Metode penelitian pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Bandung : Alfabeta. W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Munandar Utami,2009.Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.,Jakarta.Rineka Cipta Wiriaatmadja Rochiati, 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. PLPG,2012 .Buku Panduan Instruktur dan Panitia.Surabaya.UNESA. 26

27

Anda mungkin juga menyukai