Anda di halaman 1dari 8

1

Mata Kuliah Filsafat Agama Mahasiswa TAGOR 1. Deisme berasal dari bahasa Latin deus yang berarti Tuhan. Dari akar kata ini kemudian menjadi Dewa, bahkan kata Tuhan sendiri masih dianggap berasal dari dues. Menurut faham Deisme, Tuhan berada jauh diluar alam tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakannya, ia tidak memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturanperaturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam faham Deisme, Tuhan diibaratkan dengan tukang jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak membutuhkan si pembuatnya lagi, jam itu berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah tersusun dengan rapi. Alam dalam paham Deisme bagaikan jam, setelah diciptakan, alam tidak butuh lagi kepada Tuhan dan berjalan menurut mekanisme yang telah diatur oleh tuhan. Karena alam berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur oleh Tuhan, karena alam berjalan sesuai dengan mekanisme tertentu yang tidak berubah-ubah, maka dalam Deisme tidak terdapat paham mukjizat kejadian yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga wahyu dan doa dalam Deisme tidak diperlukan lagi, tuhan telah memberikan akal kepada manusia, sehingga ia mampu mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Jadi menurut Deisme manusia dengan akalnya mampu mengurus kehidupan dunia. Deisme mulai muncul pada Abad ke-17 yang dipelopori oleh Newton, menurutnya Tuhan hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya karena alam sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan, kemudian dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sebagai ilmuan semakin meyakini kebenaran dan keuniversalan hukum-hukum fisika yang tidak berubah. Akibatnya, ahli fisika beranggapan bahwa perlunya Tuhan bagi alam yang dapat beredar dengan sendirinya semakin kecil. Lama kelamaan timbullah faham bahwa Tuhan

hanya menciptakan alam ini dan kemudian membiarkannya berjalan menurut hukum-hukum yang telah ditentukan. Para penganut Deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan intervensi pada alam lewat kekuatan supranatural. Bagaimanapun, tidak semua penganut Deis setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Oleh karena itu, atas dasar perbedaan tersebut Deisme dapat dibagi empat yaitu: Pertama, Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia menciptakan alam, tetapi Dia tidak menghiraukan apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaan. Kedua, Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian alam yang sedang berlangsung di alam, tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral, semuanya bukan urusan Tuhan. Ketiga, Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia, sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia harus tunduk pada hukum Tuhan yang telah ditetapkan di jagad raya. Bagaimanapun manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seseorang mati, maka babak kehidupannya berakhir. Keempat, Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhi hukum moral yang berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan dapat hukuman. 2. Ibn Sina berpendapat bahwa Tuhan adalah kemaujudan yang mesti, segala sesuatu selain dia bergantung kepada diri dan keberadaan Tuhan. Kemaujudan yang mesti itu harus satu. Nayatanya, walaupun dalam kemaujudan ini tidak boleh terdapat kelipatan sifat-sifatnya, tetapi Tuhan memiliki esensi lain, tidak ada atribut-atribut lain kecuali bahwa dia itu ada, dan mesti ada. Ini dinyatakan Ibn Sina dengan mengatakan bahwa esensi Tuhan identik dengan kebenarannya yang mesti itu karena Tuhan

tidak beresensi, maka dia mutlak sederhana dan tak dapat didefenisikan. Ia berpendapat bahwa dari Tuhan memancar akal pertama. Sekalipun Tuhan terdahulu dari segi zat, namun Tuhan dan akal pertama adalah sama-sama azali, akal pertama mempunyai dua sifat: sifat wajib wujudnya, sebagai pancaran dari Allah dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan timbul akal-akal, dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa, dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit. Dari akal pertama memancar akal kedua, jiwa dan langit pertama dan seterusnya, hingga akal 10 memencar segala ada yang terdapat di bumi yang berada di bawah bulan, termasuk jiwa manusia. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah jibril. Akal bersifat tetap dan terasing dari falak, sedangkan jiwa berhubungan langsung dengan falak. Tuhan adalah al-Khair al-Mutlak dan akal hanyalah al-Khair yang menjadi tujuan dari segala gerakan falak untuk kesempurnaan dirinya. Kerinduan jiwa falak kepada al-Khair disebut alIsyq al-Mutlak. Rindu inilah yang menyebabkan terjadinya bermacammacam peristiwa dan berlangsungnya berbagai macam hal. 3. misteri dan Menurut Sigmund Freud, hidup manusia mengandung penderitaan, seseorang merasakan penderitaan yang disebabkan oleh teman-temannya, penderitaan dari bencana alam, dan akhirnya penderitaan mengingat kematian, yang merupakan sesuatu misteri yang tidak mungkin diketahui artinya. Dalam keadaan yang amat sukar itulah manusia ingin mencari pemecahan. Dia ingin mencari suatu ketenangan agar terbebas dari malapetaka. Langkah pertama untuk memecahkan problem di atas adalah mengganggap bahwa alam itu seperti manusia. Di dalam alam ada kekuatan-kekuatan yang merupakan person. Kekuatan itu dapat diberikan sesajian agar bersifat lunak kepada manusia. Dengan cara manusia dapat

menghindarkan diri dari bencana alam. Peristiwa bencana alam adalah sesuatu yang jelas dan logis, semestinya manusia tidak lagi mencari sesuatu dibalik itu. Namun, manusia tetap saja mempercayai ide-ide keagamaan yang tidak ada bukti tentang kebenarannya. Menurut Sigmund Freud, kepercayaan keagamaan itu tidak ada dasarnya sebab kepercayaan tersebut dapat ditemukan dari segi pisikologi. Hal-hal yang merupakan dogma dalam agama bukan hasil pengalaman atau hasil pemikiran, tetapi hasil ilusi, yaitu realisasi dari kemauan manusia yang tertua, terkuat dan paling mendorong. Manusia pada hakikatnya aman di kandungan ibunya, setelah ia lahir mulai merasakan kenyamanan tadi hilang, sehingga mulai dia terasing dan terpisah dari dunia nyaman, dari sini muncul konflik dalam dirinya yaitu keinginan untuk hidup nyaman dan ketidak berdayaan untuk kembali pada dunia yang nyaman tersebut, kemudian timbul kebimbangan. Kebimbangan ini mencari tempat yang aman yaitu agama. Agamalah yang memberikan alternatif itu, artinya, orang yang beragama sama dengan orang yang putus asa dan lari dari kenyataan untuk mencari perlindungan sebagaimana dia dalam kandungan. Dengan demikian bisa dikatakan orang yang beragama adalah lemah jiwanya karena ia tidak berani menghindari tantangan hidup dan ingin hidup kembali seperti dalam perut ibunya. Jadi Tuhan muncul karena kekecewaan dan ketidak berdayaan. Hal ini menurut Freud adalah gejala sakit jiwa. Agama menurut Freud mengajarkan bahwa alam diciptakan oleh pencipta yang mirip manusia, tetapi lebih agung dan berkuasa dalam beberapa hal bahkan, pencipta itu digambarkan sebagai Tuhan yang esa, kendati mempercayai juga Tuhan yang banyak macamnya, Tuhan itu selalu digambarkan dengan laki-laki (god) bukan perempuan (goddess). Tuhan laki-laki selalu menguasi Tuhan perempuan yang selalu lebih tinggi, sehingga dia disebut dengan bapak. Pcikoa awalisma menyimpulkan bahwa Tuhan itu benar-benar bapak yang dibungkus dengan baju kebenaran dalam pandangan anak kecil. Orang beragama tidak ubahnya

srperti anak kecil memandang bapaknya sebagai pencipta sekaligus pelindung. 4. Menurut Karl Max, agama adalah hasil proyeksi pikiran dan keinginan manusia. Keinginan itu berasal dari interaksi manusia dalam masyarakat. Gagasan tentang agama adalah hasil suatu bentuk mayarakat tertentu, jika seseorang membicarakan manusia tidak bisa lewat pendekataan abstraksi, tetapi harus lewat pendekatan yang kongkrit, yaitu dunia manusia yang terdiri dari masyarakat dan negara. Negara dan masyarakat inilah yang menurut karl max menghasilkan agama. Struktur kekuasaan menuntut adanya pihak pengusa dan yang dikuasai (kaum buruh), menurut marx struktur kekuasaan dibangun atas kekuasaan politis dan ideologis. Negara menunjang struktur politik, sedangkan agama menunjang struktur ideologi. Selanjutnya marx berpendapat bahwa struktur kekuasaan ekonomi menentukan struktur kekuasaan politik dan idiologi. Artinya negara dan pemerintah adalah perpanjangan tangan dari kepentingan kaum pemilik (kapitalis) sedangkan agama, moralitas, dan lain-lain budaya ditentukan oleh pandangan kelas atas. Pemerintah jarang menjadi wasit yang netral dan wakil yang seimbang bagi struktur masyarakat, tetapi sering lebih mengutamakan kaum pemilik. Disatu sisi agama bagi kelas elit dijadikan alat legitimasi untuk mementahkan ketidak adilan dan menanamkan moralitas sesuai dengan ketentuan mereka. Di sisi lain agama bagi kaum buruh dianggap pelarian dari penindasan. Menurut Karl Marx, agama adalah bagian dari kelas buruh yang menderita. Mereka tidak mampu melawan struktur kelas yang begitu kuat sehingga mereka mencari kekuatan supranatural untuk menolong mereka. Dari sinilah muncul Tuhan-Tuhan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang miskin Tuhannya adalah yang kaya, orang tertindas Tuhannya adalah kuat, dan orang-orang yang berperang Tuhan mereka adalah kemenangan, menurutnya jika sosialis muncul, tidak seorangpun

yang kelaparan, dan tidak seorangpun akan tertindas, karena itu, agama akan mati dengan sendirinya sebagaimana dengan negara. 5. Transenden adalah apa yang seluruhnya berbeda dari adaada yang lain. Perbedaannya terletak pada adanya sendiri dan pada apa yang dalam dirinya merupakan hal yang paling intim dan paling radikal. Yang Transenden itu mengatasi dunia sampai memilikisuatu eksisitensi yang sama sekali lain. Gagasan ini jelas menegaskan bahwa setiap usaha manusia dan dunia harus berakhir dengan membiarkan Allah sendiri yang melanjutkan usaha tersebut sampai pada kesempurnaa yang infintum. Dengan demikian, keilahian dunia dan usaha manusia harus dibawa melalui tindakan dan penyerahan diri secara penuh kepada Allah untuk kesempurnaan yang lebih besar dan utuh. Jadi imanensi dan Transendensi yang ilahi dalam dunia selalu berjalan bersamaan.ilahi sama sekali transenden maka yang ilahi juga sama sekali imanen. Allah bersifat baik transenden maupun Imanen terhadap dunia. Adanya kesatuan antara keduanya, imanen dan transenden. Allah itu dimanapun tidak dapat ditemukan sebagai salah satu objek atau unsur, akan tetapi diamanapun ia dapat ditemukan sebagai dasarnya. Di dalam dunia kita tidak dapat mencari atau menemukan Allah sebagai satu objek yang lain. Dimanapun kita mencarinya kita tidak dapat menemukannya. Tetapi apabila kita mencari syarat-syarat kemungkinan kita berada dan bergiat dalam dunia, kita dapat menyadari atau merasakan kehadiran Allah dimana-mana. Kita dapat menemukan Allah salam segala-galanaya. Manusia dilarang memikirkan zat Tuhan, karena memang begitu jelas diutarakan oleh Allah Tafakkaru filkholkilllah wala tafakkaru fizatillah yang artinya fikirkanlah apa yang diciptakan Allah dan jangan fikirkan tentang zat Allah. Alam dan segala yang terjadi di dalamnya adalah merupakan ayatayat Qouniah yang mesti menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi kehidupan manusia dengan melakukan penelitian terhadap alam, maka seseorang semakin punya kemantapan keyakinan bahwa tidak mungkin alam begitu saja tercipta tanpa ada yang menciptakan dan mengaturnya.

6.

Mata Kuliah Filsafat Agama bertujuan untuk menggali kebenaran ajaran-ajaran agama atau paling tidak untuk mengemukakan bahwa hal-hal yang diajarkan dalam agama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip logika. Filsafat agama selain untuk menyelesaikan persoalan agama secara tuntas juga bertujuan untuk mengungkapkan argumen-argumen yang mereka kemukakan dan memberikan penilaian terhadap argumen tersebut dari segi logisnya. Selain itu filsafat agama merupakan analisa logis dari segi bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Disini yang dilihat adalah maksud dari suatu istilah, seperti agama itu maksdunya apa. Sudah logiskah sesuatu yang dinyatakan dalam agama itu. Dari sekian banyak defenisi yang dikemukakan oleh para ahli filsafat, yang dimaksud dengan filsafat disini adalah berfikir menurut tata tertib logika dengan bebas tidak terikat pada suatu tradisi, dogma, serta agama dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kepada dasar-dasar persoalan. Yang utama adalah analisis kritis dan logis terhadap setiap persoalan agama. Kemudian pembicaraan filsafat itu banyak sekali yaitu, segala yang ada, agama ternyata merupakan salahsatu objek pembicaraan filsafat. Pendengkatan filsafat terhadap agama amat diperluakan karena pendekatan ini akan dapat memberikan pemahaman yang mendalam dan pengertian yang menyeluruh tentang akar suatu persoalan. Banyak orang yang salah mengerti dengan filsafat, karena melihat filsafat hanya dari satu sudut yang sempit dan kemudian melakukan generalisasi tentang apa yang difahami tersebut, sehingga dia hanya menggunakan kaca mata itu untuk melihat berbagai persoalan. Padahal, kalau digali lebih jauh pendekatan filsafat memberikan wawasan yang holistik dan integralistik dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan, termasuk persoalan agama. Mata Kuliah Filsafat Agama, mengungkapkan berbagai persoalan dalam bidang agama, baik yang klasik maupun yang kontemporer untuk dianalisis secara lebih proporsional dan tajam.

Anda mungkin juga menyukai