Anda di halaman 1dari 20

BAB I KONSEP DASAR

1. Pengertian urothilisis Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Batu terbentuk ditraktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium fosfat, dan asam urat meningkat, batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kandung kemih dan ukuran nya bervariasi dari deposit glanular kecil, yan disebut pasir dan krikil, samapi batu sebesar kandung kemih yang berwana orage.

Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis

renalis, nefrolitiasis).Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta)

2. Etiologi urothilisis Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:

a. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. b. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun c. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi: a. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) b. Iklim dan temperatur c. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. d. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. e. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah: a. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. b. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu. c. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha 2

pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: a. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. b. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. c. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. d. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. e. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim 3

urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu

alkoholik dan diet ini. Faktor yang

asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. ( Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, Jakarta).

3. Manifestasi klinis urothilisis

a. Rasa tidak nyaman di daerah suprapubika. b. Penurunan output urine. c. Gejala UTI : nyeri ,urgency , frekuensi. d. Mual dan muntah. e. Nyeri : pola tergantung pada lokasi sumbatan . f. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvic ginjal serta uretr paroksimal yang menyebabkan kolik. Nyeri hilang setelah batu keluar. Batu ureter yang besar menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke ureter (kolik uretra). Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitis. g. Sumbatan : batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih : demam dan menggigil. h. Gejala gastrointestinal : meliputi mual, muntah, diare. (Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, Jakarta)

4. Patofisiologi urothilisis Batu ginjal terbentuk dari kelebihan kalsium, magnesium, asam urat, sistin di dalam urine. Mekanisme pasti terbentuknya batu tidak diketahui secara pasti. 4

Faktor utama dalam terbentuknya batu adalah kejenuhan urine oleh elemen seperti kalsium, fosfat, dan oxalat. Selain itu yang mempengaruhi adalah pH urine dan jumlah zat terlarut dalam urine. Asam urat dan sistin akan mengendap pada urine yang bersifat asam. Kalsium, fosfat akan mengendap pada urine yang bersifat basa . Immobilisasi yang lama menyebabkan stasis urine dan terjadi perpindahan kalsium dari tulang. Apabila masukan cairan kurang tidak adekuat maka terjadi penggumpalan kalsium dalam urine dan membentuk batu. (Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, Jakarta)

5. Komplikasi urothilisis

a. Perdarahan Perdarahan bias diakibat kan dari proses pembedahan. b. Sepsis adalah infeksi di dalam aliran darah,di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh. c. Perforasi piala ginjal d. Gagal ginjal Diakibat kan karana ginjal selalu mengalami sumbatan dan metabolism ginjal terganggu maka jika tidak diobati akan mengakibatkan gagal ginjal. e. Komplikasi yang dapat terjadi berupa kerusakan tubular dan iskemik partial.

6. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium 1) Urinalysis : Terdapat sel darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, perubahan pH . 2) Urine kultur : Terdapat bakteri . 3) Urine tampung (24 jam) : menunjukan peningkatan kalsium, phospor, asam urat kreatinin, oxalat dan sistin. 4) Tes kreatinin dalam serum urine : kadar kreatinin dalam darah meningkat, kadar kreatinin dalam urine menurun.

b. Pemeriksaan diagnostik 5

1) X - ray : menunjukan kehadiran batu kalsium dan perubahan anatomi seperti pembesaran. 2) IVP (Intravenous Pyelografi) : Menunjukan struktur yang abnormal, lokasi obstruksi. 3) CT Scan : menunjukan adanya batu ,masa atau kelainan lainnya. 4) Cystoscopy : menunjukan obstruksi batu. 5) BNO IVP (Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, Jakarta)

7. Penatalaksanaan urothilisis a. Tujuan dasar penatalaksanaan adalh untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Pengurangan nyeri: tujuan segera dari penananan kolik renal tau ureteraladalah untuk mengurangi sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin atau meperiden diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. b. Pengangkatan batu: pemeriksaan sistoskopik dan paase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batuyang menyebabkan obsrtuksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. c. Lithotripsy gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL): adalah prosedur noninvansif yang digunakan untuk menghancurkan batu dikalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisasisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan. d. Pengangkatan bedah: pengangkatn bedah batu ginjal mode terapi utama. (Price & Wilson (1995), patofisiologi-konsep klinis proses proses penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta.)

8. Pencegahan urothilisis 6

Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih ratarata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah: a. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari b. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu c. Aktivitas harian yang cukup d. Medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah: a. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. b. Rendah oksalat c. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria d. Rendah purin e. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, Jakarta

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta) Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: a. Aktivitas/istirahat: Gejala: 1) Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk. 7

2) Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi 3) Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

b. Sirkulasi Tanda: 1) Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal). 2) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

c. Eliminasi Gejala: 1) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya. 2) Penrunan volume urine. 3) Rasa terbakar, dorongan berkemih. 4) Diare

Tanda: 1) Oliguria, hematuria, piouria. 2) Perubahan pola berkemih

d. Makanan dan cairan: Gejala: 1) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen. 2) Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat 3) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup.

Tanda: 1) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus. 2) Muntah

e. Nyeri dan kenyamanan: Gejala:

1) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan) Tanda: 1) Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi. 2) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

f. Keamanan: Gejala:

1) Penggunaan alcohol. 2) Demam/menggigil

g. Penyuluhan/pembelajaran: Gejala:

1) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis. 2) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. 3) Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat,

alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

1. Pengkajian sebelum operasi a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan b. Nyeri sesuai dengan lokasi batu. 1) Riwayat UTI 2) Riwayat pembentukan batu yang terdahulu c. Pola nutrisi metabolik 1) Mual dan muntah 2) Diare 3) Rasa tidak enak pada abdomen. 4) Diit tinggi kalsium. 9

5) Penurunan intake cairan

d. Pola elimnisai 1) Hematuria. 2) Nyeri saat berkemih. 3) Urgency. 4) Frekuensi. 5) Penurunan output urine

e. Pola aktivitas dan latihan 1) Banyak duduk. 2) Immobilisasi.

f. Pola persepsi sensorik dan kognitif 1) Tidak mengerti tentang penyebab penyakit dan pengobatannya.

g. Pola reproduksi seksualitas 1). Gangguan berhubungan seksual berhubungan dengan nyeri.

h. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress 1) Cemas 2. Sesudah operasi. : a. Pola nutrisi metabolik 1) Klien mengalami mual dan muntah. 2) Demam.

b. Pola elimnisai 1) Penggunaan kateter 2) Urine berwarna merah sampai 1-2 pos op.

c. Pola aktivitas dan latihan 1) Istirahat baring dalam 24 jam pertama, terutama pada passien dengan bius total dan spinal. 10

2) Aktivitas terbatas karen adanya nyeri pada luka, operasi.

d. Pola persepsi kognitif 1) Keluhan nyeri pada daerah pepbedahan.

2. Diagnosa Keperawatan Sebelum operasi a. Nyeri b.d iritasi akibat perpindahan batu. b. Perubahan pola eliminasi : dysuria, oliguria, pyuria b.d perjalanan batu, obstruksi hematuria, infeksi. c. Kurang pengetahuan b.d kuang informasi

Sesudah operasi a. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik b. Nyeri b.d insisi bedah. c. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter d. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

3 Rencana Keperawatan. Sebelum operasi 1. Nyeri b.d iritasi akibat perpindahan batu HYD : - Nyeri berkurang - Expresi wajah relax Rencana Tindakan : 1) Kaji tingkat nyeri pasien dan waktu terjadinya nyeri R/ Nyeri timbul karena perubahan batu, nyeri yang menetap karena

obstruksi atau perforasi, nyeri yang hilang timbul karena perjalanan batu 2) Obsevasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital mengindetifikasikan infeksi atau komplikasi 3) Beri kompres hangat pada area nyeri 15-20 menit tiap 2 jam R/ Kompres hangat merelaksasikan otot dan mengurangi kram 4) Anjurkan untuk tarik napas dalam R/ Tarik napas dalam dapat merelaksasikan otot dan mengurangi nyeri 11

5) Anjurkan untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan pasien R/ Aktifitas mencegah stasis urin, membantu memperlambat pembentukan batu, mencegah kembalinya batu ke saluran kemih. 6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anagetik dan antispasmodik R/ Analgetik dan anti spamodik mengurangi nyeri dan merelaksasikan otot dan mengurangi kram

2. Perubahan pola eliminasi : dysuria, oliguri,pyuria b.d perjalanan batu, obstruksi, hematuri atau infeksi . HYD : a. Infeksi tidak terjadi. b. Hematuri tidak terjadi. c. Kembali ke fungsi eliminasi yang normal Rencana Tindakan: 1) Monitor intake out put tiap 4 - 8 jam R/ Intake yang adekuat sangat diperlukan untuk mendorong batu keluar dari ginjal, Mencegah kerusakan jaringan . 2) Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat mengidentifikasikan infeksi atau komplikasi. 3) Observasi tanda-tanda obstruksi ureter (peningkatan nyeri, oliguri ) Atau obstruksi uretra ( ketegangan vesika urinaria , nyeri

disuprapubika). R/ Perpindahan batu ke saluran kemih lebih sering tersumbat diureter atau uretra 4) Observasi tanda-tanda dehidrasi seperti kulit seperti kulit kering, membran mukosa kering, haus, turgor kulit kering, output urina turun, penurunan takanan darah, tachycardia, kehilangan berat badan. R/ Dehidrasi dapat meningkatkan konsentrasi urine sehingga meningkatkan resiko pembentukan batu dan infeksi 5) Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan 3-4 liter per hari R/ Cairan yang adekuat mencegah terjadinya pembentukan batu dan mencegah obstruksi dan infeksi 12

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotok R/ Antibiotik untuk mencegah infeksi

3. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi HYD: Pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit selam masa perawatan Rencana Tindakan : 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit batu ginjal R/ Penjelasan klien yang keliru dapat dibenarkan oleh perawat 2) Jelaskan tetang proses penyakit dan pengobatan yang diberikan pada pasien R/ Memberikan pengetahuan berdasrkan tingkat kebutuhan pasien . 3) Anjurkan pasien untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan R/ Menentukan intensitas pengetahuan yang dimiliki pasien . 4) Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya R/ Mengetahui kebutuhan kognitif pasien tentang penyakitnya 5) Bila perlu anjurkan klien untuk follw up secara teratur R/ Memonitor keadaan fungsi ginjal serta pengobatan yang diperlukan . Sesudah operasi 1. Resiko kekurangan volume cairan b.d. haemoregik / hipovolemik HYD : a. b. c. d. tanda tanda vital stabil. kulit kering dan elastic. intake output seimbang. insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang

Rencana tindakan : 1) Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter R/ mengetahui adanya perdarahan. 2) Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah posisi. R/ mencegah perdarahan pada luka insisi 3) Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan. R/ mengetahui kesimbangan dalam tubuh. 4) Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam. R/ dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan 13

2. Nyeri b.d. insisi bedah HYD : a. pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks. Rencana tindakan : 1) Kaji intensitas,ifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri. R/ menentukan tindakan selanjutnya 2) Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman. R/ dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi nyeri. 3) Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan. R/ peradangan dapat menimbulkan nyeri. 4) Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk. R/ untuk mengurangi rasa nyeri. 5) Kolaaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik. R/ obat analgetik dapat mengurangi nyeri.

3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d pemasangan alat medik ( kateter). HYD : a. Pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari. Rencana tindakan : 1) Kaji pola berkemih normal pasien. R/ untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih. 2) Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam R/ kandung kemih yang tegang disebabkan kaarena sumbatan kateter. 3) .Ukur intake output cairan. R/ untuk mengetahui keseimbangan caira.n 4) Kaji warna dan bau urine dan nyeri. R/ untuk mengetahui fungsi ginjal. 14

5) Anjurkan klien untuk minum air putih 2 -3. Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi. R/ untuk melancarkan urineren

4. Resiko infeksi b.d. insisi bedah dan pemasangan kateter. HYD : a. Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi. b. Drainase dan selang kateter bersih. Rencana tindakan : 1) Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan, bengkak, nyeri tekan dan pus) R/ mengintervensi tindakan selanjutnya. 2) Kaji suhu tiap 4 jam. R/ peningkatan suhu menandakan adanya infeksi. 3) Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi. R/ menghindarkan infeksi. 4) Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka. R/ menghindari infeksi silang.

15

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Seorang laki laki berusia 39 tahun dating ke RS cikini dengan keluhan : nyeri kolik yang tidak bias ditahan. Keluhan saat ini: demam, nausea, vomitus, saat BAK sedikit mengeluarkan urin nya dan bila diraba pada urin sperti ada pasir. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Ns. Jay didapat data: pasien bekerja sebagai supir truk dan mempunyai keiasaan jarang minum air mineral; hobi suka makam jeroaan dan minum soft drink; pada pemeriksaan fisik pada saat dipalpasi didapatkan nyeri tekan pada daerah sudut costo-vetebra, dan saat diperkusi didapatkan nyeri ketuk pada daerah sudut costo-vetebra. TD: 150/90 mmHg, HR: 110 x/menit, SH: 38, Uric acid : 8 mg/dl; BUN 80 mg/dl, Creatinin : 1,7 mg/dl. Rencana besok akan dilakukan pemeriksaan BNO IVP dan USG ginjal.

Data fokus Data subjektif a. Nyeri kolik yang tidak bias di tahan. b. Klien mengatakan P: ada nya batu di bagian ginjal, Q : serasa ditusuk ditusuk. R : abdomen quadran 1, S : 8, T : 10 menit, saat ingin buang air kecil. c. Saat BAK sedikit mengeluarkan urine. d. Klien mengeluh demam. e. Klien mengatakan mual muntah (vomitus). f. Klien mengatakan tidak nafsu makan (nausea). g. Klien mengatakan jarang minum air mineral. h. Klien mengatakan suka makan jeroan dan minum soft drink. i. Klien mengatakan tidak mengetahui tentang informasi. Data objektif a. Klien tampak mual muntah (vomitus). b. Klien tampak tidak nafsu makan. c. Saat klien BAK sedikit mengeluarkan urine dan bila dirba urin seperti ada pasir. d. Pada pemeriksaan fisik saat dipalpasi didapatkan nyeri tekan pada sudut costo-vetebra. e. Saat diperkusi didapatkan nyeri ketuk pada sudut costo-vetebra. f. TD : 150/90 mmHg. g. RR : 110 X/menit. h. SH : 38 i. Uric acid : 8 mg/ dl. j. Creatinin : 1,7 mg / dl. k. Klien tampak bertanya Tanya.

16

Analisa data Data fokus Ds: a. Nyeri kolik yang tidak bias di tahan. b. Klien mengatakan P: ada nya batu di bagian ginjal, Q : serasa ditusuk ditusuk. R : abdomen quadran 1, S : 8, T : 10 menit, saat ingin buang air kecil Do: a. Pada pemeriksaan fisik saat dipalpasi didapatkan nyeri tekan pada sudut costovetebra. b. Saat diperkusi didapatkan nyeri ketuk pada sudut costovetebra. Ds : a. Saat BAK sedikit mengeluarkan urine. b. Klien mengeluh demam. c. Klien mengatakan mual muntah (vomitus). d. Klien mengatakan tidak nafsu makan (nausea). e. Klien mengatakan jarang minum air mineral. Do : a. Klien tampak mual muntah (vomitus). b. Klien tampak tidak nafsu makan. c. Saat klien BAK sedikit mengeluarkan urine dan bila dirba urin seperti ada pasir. Perubahan pola eliminasi Perjalanan batu : dysuria, Masalah Nyeri Etiologi Batu ginjal

17

Ds: a. Klien mengatakan suka makan jeroan dan minum soft drink. b. Klien mengatakan tidak mengetahui tentang informasi. Do: a. Klien tampak mencari informasi. b. Klien tammpak bertanya Tanya. Kurang pengetahuan kurang informasi

Diagnose keperawatan Diagnose 1. Nyeri b.d batu ginjal. 2. Perubahan pola eliminasi : dysuria b.d perjalanan batu. 3. Kurang pengetahuaan b.d kurang nya informasi. Tgl ditemukan 5 maret 2013 5 maret 2013 Tgl teratasi

5 maret 2013

Intervensi keperawatan No Diagnosa 1. Nyeri b.d batu ginjal Intervensi a. Kaji tingkat nyeri pasien dan waktu terjadinya nyeri b. Obsevasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam c. Beri kompres hangat pada area nyeri 15-20 menit tiap 2 jam d. Anjurkan untuk tarik napas dalam. Rasional a. Nyeri timbul karena perubahan batu, nyeri yang menetap karena obstruksi atau perforasi, nyeri yang hilang timbul karena

perjalanan batu. b. Perubahan tanda-tanda vital

mengindetifikasikan infeksi atau 18

e. Anjurkan untuk beraktivitas komplikasi. sesuai dengan kemampuan c. Kompres hangat merelaksasikan pasien otot dan mengurangi kram. f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anagetik dan d. Tarik napas dalam dapat antispasmodik merelaksasikan otot dan mengurangi nyeri. e. Aktifitas mencegah stasis urin, membantu memperlambat

pembentukan batu, mencegah kembalinya kemih. f. Analgetik dan anti spamodik mengurangi merelaksasikan mengurangi kram nyeri otot dan dan batu ke saluran

Perubahan

pola

eliminasi : dysuria b.d perjalanan batu

a. Monitor intake out put tiap 4 - 8 jam. b.Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam. c. Observasi tanda-tanda obstruksi ureter (peningkatan nyeri, oliguri ) Atau obstruksi uretra ( ketegangan vesika urinaria , nyeri disuprapubika). d.Observasi tanda-tanda dehidrasi seperti kulit seperti kulit kering, membran mukosa kering, haus, turgor kulit kering, output urina turun, penurunan takanan darah, tachycardia, kehilangan berat badan. e. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan 3-4 liter per hari. f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotok

a. Intake yang adekuat sangat diperlukan untuk mendorong batu keluar dari ginjal, Mencegah kerusakan jaringan . b. Perubahan tanda-tanda vital dapat mengidentifikasikan infeksi atau komplikasi. c. Perpindahan batu ke saluran kemih lebih sering tersumbat diureter atau uretra. d. Dehidrasi dapat meningkatkan konsentrasi urine sehingga meningkatkan resiko pembentukan batu dan infeksi. e. Cairan yang adekuat mencegah terjadinya pembentukan batu dan mencegah obstruksi dan infeksi. f. Antibiotik untuk mencegah infeksi

19

Kurang b.d informasi

pengetahuan kurangnya

a. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit batu ginjal. b. Jelaskan tetang proses penyakit dan pengobatan yang diberikan pada pasien. c. Anjurkan pasien untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan. d. Beri kesempatan kepada klien untuk bertanya. e. Bila perlu anjurkan klien untuk follw up secara teratur

a. Penjelasan klien yang keliru dapat dibenarkan oleh perawatan. b. Memberikan pengetahuan berdasrkan tingkat kebutuhan pasien . c. Menentukan intensitas pengetahuan yang dimiliki pasien. d. Mengetahui kebutuhan kognitif pasien tentang penyakitnya. e. Memonitor keadaan fungsi ginjal serta pengobatan yang diperlukan .

DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta. Price & Wilson (1995), patofisiologi-konsep klinis proses proses penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta. Purnomo, BB (2000), Dasar-dasar urologi, sagung seto, Jakarta. Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu penyakit dalam, jld II, BP FKUI, jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai