Anda di halaman 1dari 244

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi dan perencanaan merupakan dua hal yang saling

berhubungan. Hal ini disebabkan karena suatu organisasi didirikan dengan fungsi dan tugas tertentu. Dalam hal ini perencanaan adalah strategi untuk menentukan suatu agenda kegiatan di masa yang akan datang, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang untuk mencapai tujuan yang ada dalam organisasi. Pentingnya perencanaan terkait dengan beberapa hal. Pertama, perencanaan akan membantu organisasi menentukan arah kebijakan organisasi. Kedua, perencanaan akan membantu organisasi mengembangkan kebut uhan anggota organisasi yang bekerja beserta tanggungjawab masing-masing. Ketiga, perencanaan mempermudah organisasi menguatkan visi dan misi organisasi. Sebaliknya, tanpa adanya perencanaan akan sulitlah suatu organisasi mencapai tujuan. Ketentuan ini berlaku bagi Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Dalam hal ini, perencanaan membantu balai diklat untuk mengarahkan jalannya program diklat yang ada. Perencanaan membantu pegawai balai diklat berkerja berdasarkan tanggung jawabnya mencapai visi misi organisasi yang menjadi fokus balai diklat yaitu meningkatkan kinerja perencana pengembangan wilayah khususnya di Kota Medan. 1

Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan diharapkan akan memberikan hasil kerja yang baik sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu memberikan manfaat yang nyata bagi wilayah Kota Medan. Mencapai harapan yang ditetapkan itu, Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan memiliki kewajiban agar dapat berkerja secara maksimal. Dalam implementasinya Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan dipengaruhi oleh sistem kerja maupun aturan yang ada. Sistem tersebut dipengaruhi pula oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi maupun lingkungan sekitar organisasi. Sistem yang baik menuntut adanya input dan proses serta output yang terukur. Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan mampu melaksanakan fungsinya dengan optimal dengan dipengaruhi oleh perencanaan serta didukung oleh peralatan dan perlengkapan (tool). Jika aspek teknis berkaitan dengan perlengkapan serta sumberdaya yang tersedia maka aspek non-teknis selalu berkaitan dengan manajemen, yang di dalamnya terdapat unsur kepemimpinan. Dalam hal ini perencanaan Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan ditentukan oleh sejauhmana unsur kepemimpinan dan anggota organisasi memainkan peran yang baik. Interaksi antara pemimpin dan anggota organisasi juga sangat menentukan ke arah mana organisasi akan berjalan serta sejauhmana organisasi mampu menghadapi tantangan yang ada. Iklim komunikasi Organisasi merupakan suatu masalah, sering

mengemukakan persoalan yang terjadi di Balai Pendidikan dan Pelatihan

Industri

Kementerian

Perindustrian

Regional

Medan

yaitu

kurang

ditekankannya aspek iklim komunikasi organisasi sebagai instrumen penting dalam menjalankan perencanaan maupun kegiatan organisasi. Pada hal sebagaimana diketahui bahwa komunikasi organisasi merupakan pendekatan yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hubungan yang terjadi dalam kelompok sosial, menjelaskan lebih jauh masalah interaksi antara anggota dengan pemimpin organisasi. Termasuk juga hubungan antara anggota organisasi yang ada. Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan memiliki pegawai dan struktur wewenang yang tanpa disadari membentuk budaya organisasi, formal maupun informal. Sepanjang budaya organisasi yang terbentuk budaya organisasi yang sehat, maka Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan akan dapat menciptakan inovasi perencanaan program diklat. Sebaliknya jika yang terbentuk sebaliknya, maka Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan akan mengalami kesulitan dalam menciptakan inovasi dalam perencanaan diklat. Berdasarkan data yang ada di Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan telah mendidik 310 peserta pada 2009, dan pada 2010 peserta yang dididik 281 peserta yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara,Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Provinsi Riau. Menurut informasi yang diperoleh para peserta ini telah berkiprah untuk menggerakkan industri-industri kecil di daerahnya walaupun belum seperti yang diharapkan.

Proses komunikasi organisasi di Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan tidak hanya terkait dengan masalah hubungan-hubungan personal anggota yang ada di organisasi, tetapi juga menyangkut aspek organisasi yang lebih luas. Misalnya Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan memerlukan masukan dari anggota untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dalam organisasi. Selain itu Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan juga memerlukan berbagai kritikan dari anggota mengenai hal-hal yang dianggap perlu mendapat perbaikan. Bahkan jika diperlukan seharusnya Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan dapat melibatkan seluruh anggota untuk menentukan rencana dan program diklat. Idealnya, dengan terciptanya suasana yang kondusif berdampak pada semakin baiknya suasana kerja. Misalnya kreatifitas pegawai Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan akan semakin baik, hubungan antara anggota dan pempinan akan semakin harmonis serta kebersamaan akan meningkat. Loyalitas terhadap organisasi dapat tercipta. Loyalitas akhirnya mendorong adanya pencapaian kerja yang berorientasi pengembangan organisasi. Pegawai akan berkerja sebagai tim kerja. Untuk mewujudkan suasana kondusif, iklim komunikasi organisasi merupakan salah satu faktor untuk menciptakannya. Iklim komunikasi organisasi dalam prosesnya selalu menginginkan terciptanya kepercayaan,

pembuatan keputusan, kejujuran, keterbukaan, suka mendengarkan dan perhatian, sehingga terciptanya saling pengertian dan kejujuran. Apabila iklim komunikasi organisasi dapat terorganisasi dengan baik akan mendukung proses perencanaan wilayah dalam upaya menggerakkan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagian lain mengenai persoalan ekonomi dan sosial, hal ini akan menghasilkan perencana-perencana yang baik dan handal, sehingga perencanaperencana memiliki kinerja. Budaya organisasi merupakan himpunan suatu kebiasaan yang

melahirkan pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat kebiasaan dan kekuatan pendorong yang tercermin dari sikap, perilaku yang diwujudkan dalam kerja. Bila dihubungkan dengan perencanaan wilayah, budaya organisasi dapat membentuk pandangan ke depan, sehingga melahirkan perencana yang memiliki cara berpikir yang baik. Di samping itu dengan adanya budaya organisasi dapat menyatukan cara berpikir dan memperkuat kerjasama tim, akan mengwujudkan kinerja yang maksimal. Sebaliknya dampak dan iklim komunikasi organisasi yang kurang baik menyebabkan kecenderungan melemahnya kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Ciri-cirinya: Pertama, tidak singkronnya fungsi antara unit kerja yang ada. Bahkan bisa saja terjadi perbedaan tanggung jawab yang begitu besar antara satu unit kerja dengan unit kerja yang lain. Kedua, tingginya egoisme pegawai. Keadaan ini menyebabkan sulitnya melakukan suatu kerjasama sebagai tim dalam Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian

Perindustrian Regional I Medan. Bahkan yang terjadi adalah upaya saling menjatuhkan, tidak menghargai hasil kerja sesama anggota dan menimbulkan persaingan yang negatif atas dasar suka atau tidak suka. Dengan demikian budaya organisasi yang terbentuk adalah budaya yang tidak diinginkan (kinerja 2010). Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Medan memiliki kecenderungan tidak konsistennya hubungan antara

keberadaan iklim komunikasi organisasi yang sudah lama berlangsung dengan iklim komunikasi organisasi yang mendukung terjadinya pembentukan budaya organisasi yang ideal. Hal ini disebabkan karena hubungan kerja yang tertata bersifat hirarkis dan impersonal. Bentuk hubungan kerja ini menyebabkan kakunya iklim komunikasi organisasi di Balai Pendidikan Industri

Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Focus disertasi adalah pada perencana yang memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang pengembangan wilayah setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan pada Balai Pendidikan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

1.2 Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh iklim komunikasi dan budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Untuk menganalisis pengaruh iklim komunikasi organisasi

terhadap kinerja perencana dalam pelaksanaan pengembangan wilayah 1.3.2 Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi bagi

meningkatkan kinerja perencana pada Balai

Pendidikan dan

Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya teori dan bukti empiris tentang pengaruh kinerja perencana pada setiap organisasi pemerintahan dan dunia usaha. 2. Sebagai bahan pengembangan teori ilmu komunikasi dan teori iklim komunikasi organisasi. 3. Sebagai bahan pengembangan teori budaya organisasi. 1.4.2 Manfaat Penelitian Secara Praktis 1. Sebagai bahan masukan mengukur kinerja perencana pada Kantor Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Republik Medan. 2. Sebagai bahan masukan dan sumber referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian di bidang yang sama.

1.5 Novelties Dalam penelitian teori yang adalah Iklim Komunikasi Organisasi Dengan Kinerja Perencana seperti yang dijelaskan oleh Mulyana: 2001 : 61. Iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting dari pada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi dalam menciptakan keterampilan dan menciptakan suatu organisasi yang efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja perencana. Perkembangan berikutnya Chester (Dalam Handoko, 1993) mengatakan keberhasilan kinerja seorang perencana perlu memperhatikan budaya

organisasi, karena budaya organisasi dapat menghimpun asumsi penting dari suatu kebiasaan yang dinyatakan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang dianut oleh para anggotanya dan dijadikan acuan dalam mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya Supriyadi (2001) menyatakan budaya organisasi adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang tercermin. Dari sikap prilaku, kepercayaan dan cita-cita kemudian diwujudkan dalam kerja. Kebaruan temuan yang muncul dalam penelitian ini khusus kinerja perencana dalam pemerintahan, karena perencana dari Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I Kementrian Perindustrian Medan yang nota bene adalah pegawai negeri sipil, bahwa peningkatan kinerja sangat ditujukkan iklim komunikasi organisasi dan budaya organisasi. Dapat digambarkan model sebagai berikut:
Iklim Komnikasi Organisasi Kinerja Perencana Budaya Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Wilayah 2.1.1 Pengembangan Wilayah dan Sumber Daya Manusia Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada untuk memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya dengan penyeimbangan dan penyerasian

pembangunan antardaerah, antarsektor serta antarpelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar, 1999) Menurut Blakely (1994) pengembangan wilayah merupakan proses yang mana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sektor swasta, atau diantara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Menurut Adisasmita (2005), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Menurut Kest dkk (2005), untuk mencapai pengembangan wilayah yang optimal harus ditingkatkan pendidikan dan tingkat kesehatan yang ditetapkan oleh Bank Dunia sebagai indikator dalam pembangunan. 9

10

Pengembangan wilayah didukung oleh tiga pilar yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi. Pengembangan wilayah merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut (Nachrowi dan Suhandojo, 2001; Zena, 2001). Pandangan ilmu regional Barat terutama di Eropa menitik beratkan bahwa pembangunan regional mencakup empat aspek utama yaitu kelembagaan, sosial, ekonomi, dan ekologi (Sirojuzilam, 2010). Bertitik-tolak dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa

pengembangan wilayah dapat menggunakan berbagai pendekatan teori atau konsep yang ada dalam berbagai disiplin ilmu untuk menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan pengembangan wilayah. Pendekatan teoretis dapat menggunakan baik teori-teori klasik yang lazim digunakan maupun pendekatan konsep endogenous yang lebih menekankan pada pembangunan sosial, pertumbuhan modal manusia, peran komunitas lokal dan aktivitas mereka dalam pengembangan wilayah. Berdasarkan hal itu, pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kategori kedua yaitu pendekatan endogen regional development . Szajnowska-Wisocka (2009) menyebutkan bahwa fitur karakteristik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi didasarkan pada penciptaan, peningkatan, dan penggunaan sumber daya internal pada setiap tingkat: lokal, regional, nasional, dan bahkan kelompok multinasional. Khususnya wilayah dan kota dengan konsentrasi produksi yang tinggi menciptakan kondisi untuk inovasi dan arus pengetahuan dalam pembelajaran masyarakat. Penyebaran pengetahuan dan gagasan inovasi

11

baru dalam suatu wilayah atau kota merupakan suatu jenis proteksi dalam menghadapi kompetisi eksternal. Menurut Samoelson dan Wiliam (1992), unsur-unsur pembangunan ekonomi di negara terdiri empat roda yaitu : 1. Sumber daya manusia (ketersediaan tenaga kerja, pendidikan dan kesehatan) 2. Sumber daya alam (mesin-mesin, pabrik, jalan raya dan lain-lain) 3. Pembentukan modal (mesin-mesin, pabrik, jalan raya dan lain-lain). 4. Tingkat teknologi (pengetahuan, rekayasa, manajemen, kewiraswastaan dan lain-lain). Menurut Jhingan (2000), pembentukan modal manusia adalah proses memeroleh dan meningkatkan jumlah orang yang memunyai keahlian, pendidikan, kesehatan, dan pengalaman yang menentukan bagi

pembangunan ekonomi. Pembentukan modal manusia dikaitkan dengan investasi pada manusia dan pengembangannya sebagai suatu sumber yang kreatif dan produktif. Untuk meningkatkan ini, diperlukan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang baik agar dapat memengaruhi tingkat kesehatan penduduk yang pada gilirannya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan Ekonomi adalah merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Indikator : 1. Kesempatan kerja ( Employment ) adalah peluang kerja yang tercipta sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi.

12

2. Tingkat pendapatan adalah pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari wilayah tersebut (Todaro, 1998). Pembangunan manusia tidak terlepas dari aspek pendidikan atau

human capital. Pendidikan adalah mesin pertumbuhan (Olaniyan dan Okemankinde, 2008) Human capital adalah penggerak pembangunan Konsep human capital menjadi salah satu arah teoretis utama dalam bidang ekonomi, sosiologi dan manajemen. Teori human capital ditambahkan oleh Fogel (1986) yang

menyatukan nutrisi dan kesehatan sebagai faktor human capital penting lainnya. Studi empirisnya pada sekuensi pengembangan menekankan pentingnya keikutsertaan tidak hanya pendidikan namun juga variabel biologis lainnya yang menimbulkan sebuah dampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia pada umumnya. Dia menganalisa tren ekonomi jangka panjang dan perubahan-perubahan pada pola nutrisi berdasarkan pada data terhadap tingginya populasi di Eropa dan pola yang menghalanginya. Penelitiannya menjelaskan bahwa perubahan teknologi sebahagian dibuat dikarenakan perubahan-perubahan populasi psikologi pada ekonomi industri. Perubahan demografik dan nutrisi yang lebih baik tersedia pada kelompok lebih besar yang menuju tingkat kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan harapan hidup antara populasi negara-negara yang lebih kaya. Perubahan-perubahan ini secara radikal juga mengubah lingkungan di mana rumah tangga membuat keputusan berhubungan dengan

13

investasi human capital dan akhirnya meningkatkan tingkat nurisi, kesehatan dan pendidikan secara menyeluruh. Karena telah membangun gagasan ini dan karya terdahulunya, Becker (1981) melakukan beberapa kajian pada perilaku dan investasi human capital . Kerangka pemikiran teoritisnya menyatakan bahwa pengeluaran terhadap pendidikan, pelatihan dan kesehatan semuanya dapat dianggap sebagai investasi pada human capital. Dia menjelaskan perbedaan antara human capital dan physical capital (sumber keuangan, peralatan, bangunan, dan lain-lain). Pada karyanya yang berkembang, dia menekankan kebenaran bahwa kesehatan dan pendidikan merupakan human capital karena orangorang tidak dapat terpisahkan dari pengetahuan, keahlian, dan aset fisik lainnya. Defenisi dari human capital yang sekarang telah mengarah pada kefokusan studi pada pendidikan dan keterampilan yang bertujuan untuk memasukan masalah nutrisi dan kesehatan. Pada pengertian ini human capital merujuk pada pemberian dukungan pada status nutrisi, kesehatan dan pendidikan individu. Dukungan tersebut tidak hanya dianggap sebagai human capacity atau human potential namun sebuah bentuk capital karena alokasi waktu dan sumber dibutuhkan untuk mengakumulasi human capital yang serupa dengan mereka yang dibutuhkan dalam akumulasi physical capital . Masyarakat sekarang yang tinggal dalam ekonomi global digerakkan oleh jenis-jenis kekuatan ekonomi yang berbeda daripada masa lalu, sumber

14

pertumbuhan yang utama berasal dari akumulasi physical dan human capital dan tidak hanya dari akumulasi physical capital . Produktifitas ekonomi sekarang dibentuk oleh pengembangan komplementasinya dan interaksi antar - physical capital, human knowledge dan skill (Galor, 1999). Jenis ekonomi ini, ketidaksamaan dalam distribusi human capital menjadi halangan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang terus menerus. Teori-teori pertumbuhan Endogenus menggabungkan kemajuan yang

sekarang dalam bukti yang konseptual dan empiris pada pertumbuhan ekonomi dan menekankan pentingnya human capital untuk pengembangan ekonomi yang terus menerus pada ekonomi yang sudah berkembang dan sedang berkembang. Harapan untuk hidup lebih lama meningkatkan keuntungan pada investasi pendidikan. Individu lebih sehat dan lebih berpendidikan lebih dipersiapkan untuk mengadopsi teknologi baru dan menerapkannya pada proses produktif. Pengembangan inovasi yang memungkinkan ekonomi untuk bergerak mengarah tingkat produktivitas yang lebih tinggi merupakan suatu investasi pada human capital . Paradigma manusia sebagai sumber daya adalah, di satu sisi sumber daya manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar menjadi sumber daya yang berkualitas. Sumber daya manusia menjadi obyek yang harus dibangun atau diproses lebih dahulu. Namun di sisi lain, sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek atau aset utama dalam proses pengembangan organisasi yang berperan memanajemeni dan

15

memberdayakan sumber daya lain untuk mencapai tujuan dari masingmasing individu sumber daya manusia itu sendiri. Flippo (1985) dalam Yuli (2005), menyajikan sebuah kerangka dalam memahami pengertian manajemen sumber daya manusia (personalia). Dalam pandangannya, manajemen personalia dapat dipahami dari dua kategori fungsi, yaitu manajemen dan fungsi operasional. Dengan membagi fungsi manajemen personalia ke dalam dua kategori, maka dirumuskan suatu defenisi manajemen personalia, yaitu: proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat. Manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang pemberian kompensasi, integrasi, pemeliharaan, cara pengaduan

tenaga kerja, melakukan pengembangan, kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Nawawi (1997) berikut ini diketengahkan tiga pengertian sumber daya manusia, yang masing-masing mengatakan sebagai berikut : a. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). b. Sumber daya manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. c. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material / non financial). Perencanaan sumber daya manusia dengan berorientasi pada hasil analisis pekerjaan, agar pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari

16

segi kuantitatif (jumlahnya) maupun kualitatif (kualitasnya). Tersedianya sejumlah pekerja yang relevan dengan tuntutan deskripsi dan atau spesifikasi pekerjaan, diharapkan seluruh volume kerja dapat dilaksanakan secara produktif dan berkualitas, tidak saja dalam proses produksi dengan seluruh pekerjaan yang menunjangnya, tetapi juga dalam memasarkannya

memerlukan kemampuan memberikan pelayanan yang berkualitas. Menurut Nawawi (1997) Perencanaan Sumber Daya Manusia adalah proses mengantisipasi dan membuat ketentuan (persyaratan) untuk mengatur arus gerakan tenaga kerja ke dalam dan keluar organisasi. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa tujuannya adalah untuk mempergunakan Sumber Daya Manusia seefektif mungkin dan agar memiliki sejumlah pekerja yang memenuhi persyaratan/kualitas dalam mengisi posisi yang mengalami kekosongan.

2.1.1.1

Ruang Lingkup Perencanaan Wilayah

Lawton dan Rose (1995) dalam bukunya yang berjudul Organization and Management In The Public Sector yang dikutip dalam Riyadi dan Bratausumah D.S. (2003), menyatakan bahwa perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses di mana tujuan-tujuan, bukti-bukti faktual, dan asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis ke dalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan. Terry dalam Riyadi dan Bratausumah (2003) menyatakan perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat

17

serta menggunakan asumsi-asumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan adalah terutama suatu cara berpikir mengenai persoalanpersoalan sosial dan ekonomi. Perencanaan adalah terutama berorientasi kepada masa datang, sangat berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan mengusahakan kebijaksanaan dan program yang menyeluruh. Bilamana cara berpikir ini diterapkan, maka dapat dikatakan bahwa perencanaan sedang dilaksanakan (Glasson, 1974). Perencanaan adalah alat atau unsur manajemen dalam upaya menggerakkan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagian lainnya. Wilayah adalah daerah geografik yang seragam atau homogen menurut kriteria tertentu. Pada mulanya, kriteria yang dipergunakan untuk

mendefenisikan daerah formal adalah terutama bersifat pisik (seperti topografi, iklim atau vegetasi), dikaitkan dengan konsep determinisme geografik. Belakangan terjadi peralihan kepada penggunaan kriteria ekonomi (seperti tipe industri atau tipe pertanian) dan malahan juga kriteria sosial politik (seperti ikatan-ikatan partai politik). Selanjutnya Budiharsono (2001) menyebutkan definisi wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang yang merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Di samping itu, perlu pula

18

diperhatikan bahwa kegiatan ekonomi dalam ruang dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap kegiatan lainnya. Rustiadi et al. (2002) membagi konsep wilayah atas enam jenis. Adapun konsep enam jenis wilayah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Konsep-konsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik dimana komponenkomponen dan wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional; (2) Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada dan pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah; (3) Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep nodal diumpamakan sebagai suatu sel hidup yang memunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah belakang ( hinterland ); (4) Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-komponen di suatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan; (5) Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi

19

berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun nonalamiah sehingga perlu perencanaan secara integral; (6) Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umum dipimpin oleh suatu sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu. Wilayah yang dipilih tergantung dari jenis analisis dan tujuan perencanaan. Sering pula wilayah administratif ini sebagai wilayah otonomi. Artinya suatu wilayah yang memunyai suatu otoritas melakukan keputusan dan kebijaksanaan sendirisendiri dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya di dalamnya. Perencanaan wilayah adalah antara perencanaan pisik dan perencanaan ekonomi. Perencanaan pisik ( physical planning ) adalah perencanaan struktur pisik sesuatu daerah ( area ), tata-guna lahan, komunikasi, utilitas, dan sebagainya. Dalam hal ini kemampuan perencanaan pisik adalah lebih unggul daripada mekanisme pasar. Perencanaan ekonomi ( economic planning) lebih berkenaan dengan struktur ekonomi sesuatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanisme pasar dari pada perencanaan pisik yang sangat bertumpu pada pengendalian yang bersifat langsung (Glasson, 1974). Perencanaan daerah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat

20

menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Menurut Khakee (1998) teori perencanaan pembangunan yang ada dapat dibedakan atas delapan model perencanaan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 2.1.1.2 rational comprehensive planning incremental planning advocacy planning implement action-oriented planning strategic planning transactive planning negotiative planning, and communicative planning Peran Perencana pada Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian

pembangunan antardaerah, antarsektor serta antarpelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah serta antarpembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar, 1999) Menurut Sirait (1986) pengembangan wilayah menyangkut kegiatankegiatan memanfaatkan sumber daya wilayah, penataan ruang, reformasi sosial dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan atau

pengembangan wilayah akan berhasil apabila terdapat kelembagaan yan g

21

mengatur kegiatan-kegiatan tersebut dengan baik. Sehingga kegiatankegiatan itu dapat berubah secara dinamis untuk mencapai sasaran. Menurut Hadjisaroso (1994: 84), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Khususnya yang berkaitan dengan pembangunan wilayah dan perdesaan ada beberapa aspek yang terkait, sebagaimana terlihat pada gambar berikut: D

E A C

1. Tetrahedral empat pengembangan wilayah Sumber : Hadjisaroso (1994 : 84)

Gambar

aspek

yang

tercakup

dalam

Bertumpu pada empat aspek, yaitu: (A) fisik-biologi lingkungan, (B) ekonomi dan manajemen, (C) sosial budaya dan kelembagaan, (D) politik yang masing-masing merepresentasikan pilar-pilar yang secara

keseluruhan membangun tetrahedral, porosnya.

dan (E) aspek tata ruang sebagai

22

Melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati, sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Semakin majunya studi-studi pembangunan ekonomi banyak teori telah

diperkenalkan. Sasaran pembangunan wilayah harus diterjemahkan dan tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan nasional yang umumnya terdiri atas: 1. Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat 2. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup 3. Pemerataan pendapatan 4. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran,

pembangunan, serta kemampuan antardaerah 5. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, dimana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia (Soehardi, l994). 2.1.1.3 Teori Pengembangan Wilayah

Dalam pembangunan ekonomi wilayah (regional ) memunyai beberapa teori yang penting, yakni (1) pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam ilmu ekonomi (misalnya klasik, neo klasik, Horrod-Domer, Keynes

23

dan Pasca Keynes), teori basis ekspor, (2) teori sektor, struktur industri dan pertumbuhan wilayah, dan (3) teori kausasi kumulatif, teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, (4) teori kutub pertumbuhan, dan teori pembangunan polarisasi (Adisasmita, 2005). Malizia dan Feser (1999) dikutip dan Sumiadji (2004) dalam bukunya Understanding Local Economic Development mengkompilasi ada 10 teori pengembangan wilayah adalah sebagai berikut: 1. Economic Base Theory , dasar teori adalah ekspor barang (komoditas), dengan sasaran pengembangan peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan. Penerapannya adalah dengan pengembangan industri berorientasi ekspor dan subtitusi impor. Untuk itu ada integrasi antara jenis industri, prasarana, dan perluasan industri. 2. Staple Theory , dasar teori adalah industri berorientasi ekspor dengan sasaran pengembangan menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan kegiatan ekspor, penanaman modal asing untuk melayani kebutuhan pasar internasional. Penerapannya adalah peningkatan daya saing melalui spesialisasi (ekspor). Peran Pemerintah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan daya saing. 3. Sector Theory , dasar teori adalah pengembangan semua sektor balk primer, sekunder, maupun tersier. Sasaran pengembangan aneka ragam sektor dan peningkatan produktivitas sektor. Pengembangan sektor akan meningkatkan kebutuhan dan pendapatan persektor. Penerapan teori ini adalah pengembangan sektor ini akan mampu menarik investasi di sektor-sektor unggulan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. 4. Growth Pole Theory , dasar teori adalah Industri, dengan sasaran pengembangan Industri yang bahan bakunya berasal dan daerah lain sehingga pertumbuhan industri macam ini selain mendorong ekonomi lokasi industri, juga mampu meneteskan pertumbuhan ekonomi daerah lain. Proses pengembangan terjadi pada lokasi industri (Propulsive Industry) yang menjadi kutub pertumbuhan ( Growth Pole). Penerapannya adalah Kutub Pertumbuhan dikembangkan sebagai Pusat Pertumbuhan Strategis. 5. Regional Concentration and Diffusion Theory , dasar teorinya adalah perdagangan antardaerah dan antarindustri. Sasaran pengembangan terletak pada upaya peningkatan pendapatan perkapita. Proses pengembangan dalam bentuk Spread and back-wash effect (Myrdal)

24

atau terjadinya penetesan perkembangan dan efek polarisasi (Hirchman). Penerapan dengan kebijakan pemerintah mengurangi efek polarisasi dan mengurangi kesenjangan (Myrdal) melalui pembangunan prasarana (Hirchman). 6. Neoclassical Growth Theory, dasar teorinya adalah agregasi ekonomi wilayah, dengan sasaran pengembangan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi perkapita. Proses pengembangan diupayakan peningkatan tabungan akan mendukung investasi dan pembentukan modal, penerapan dalam upaya pemerintah mempromosikan perdagangan bebas dan integrasi ekonomi dengan mengabaikan kesenjangan dan dualisme. 7. Inter-regional Trade Theory , dasar teori faktor harga dan kuantitas komoditas. Sasaran pengembangan yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan konsumsi. Proses pengembangan yaitu dengan penyesuaian harga akan memberikan keseimbangan pada harga, kualitas, dan efek-efek lainnya. Penerapanya melalui program pemerintah dengan mengadakan intervensi dalam perdagangan bebas, pembangunan prasarana, dan efisiensi pemerintah daerah. 8. Product Cycle Theory , dasar teori produk baru akan maturing dan kemudian usang. Sasaran pengembangan yaitu menimbulkan kreasi baru agar terus muncul. Proses pengembangan dilakukan dengan produk baru dan inovasi. Penerapan dengan pengembangan produk-produk inovatif dan penyebarannya 9. Entrepreneurship Theory , dasar teori yaitu Fungsi dan peran pengusaha. Sasaran pengembangan yaitu ketahanan dan diversifikasi melalui proses inovasi. Penerapan adalah dengan mendukung kegiatan industri dan pelestarian lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. 10. Flexible Specialization Theory , dasar teorinya adalah Struktur industri, dengan sasaran pengembangan pembangunan berkelanjutan melalui produk-produk baru, inovatif, dan spesialisasi. Proses pengembangan mengikuti pola permintaan ( demand ) dan fleksibel. Penerapannya disesuaikan dengan perkembangan teknologi, jejaring dengan pengusaha kecil, dan mengadakan strategi aliansi dengan industri lain. Dari sepuluh teori pengembangan wilayah di atas, yang akan digunakan dalam landasan teori penelitian ini sebanyak dua teori yaitu Teori Basis Ekonomi ( Economic Base Theory ) dan Teori Sektor ( Sector Theory ). a. Teori Basis Ekonomi ( Economic Base Theory ), Perekonomian wilayah dapat dibagi menjadi dua sektor: kegiatankegiatan basis dan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis ( basic activities ) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa

25

ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan

perekonomian masyarakat bersangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis (non-basic activities ) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi; luas-lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang utama adalah bersifat lokal. Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab dan akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya basis di dalam sesuatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya

pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan, dan turunnya permintaan terhadap produk dan kegiatan bukan basis. Dengan demikian, sesuai dengan namanya, kegiatan basis memunyai peranan penggerak pertama (prime mover role) di mana setiap perubahan memunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional (Glasson, 1974).

26

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi ( location quotient , LQ), LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan ( leading sectors ). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah. Location quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu (misalnya industri) atau Produc Domestik Regional Bruto (PDRB) di suatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama di provinsi di mana kabupaten tersebut berada dalam lingkupnya. Analisis Location quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah Formula matematisnya, yakni: LQ = Dimana:
V1R

V1R / V R V1 / V

= Jumlah PDRB suatu sektor kabupaten / kota = Jumlah PDRB seluruh sektor kabupaten / kota = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat provinsi = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat provinsi

V V1 V

27

Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut: Jika LQ lebih besar dari 1, merupakan sektor basis. artinya tingkat spesialisasinya kabupaten / kota lebih tinggi dan tingkat provinsi Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor nonbasis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dan tingkat provinsi Jika LQ = 1, berarti tingkat spesialisasinya kabupaten sama dengan tingkat provinsi (Adisasmita, 2005). b. Teori Sektor ( Sector Theory ) Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran ( output) dan pendapatan. Pada umumnya kita sependapat bahwa pertumbuhan dapat terjadi sebagai akibat dan faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen, yaitu faktorfaktor di luar wilayah atau kombinasi dan keduanya (Adisasmita, 2005) Salah satu teori pertumbuhan wilayah adalah teori sektor yang dikemukakan oleh Clark dan Fisher (1974) menyatakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita di berbagai daerah pada berbagai waktu pada umumnya dibarengi oleh realokasi sumber daya, dengan penurunan proporsi angkatan kerja yang dipekerjakan dalam kegiatan primer (pertanian), dan kenaikan proporsi dalam kegiatan sekunder ( manufacturing ) dan kemudian

28

disusul dengan kegiatan proporsi kegiatan tertier (jasa). Laju terjadinya perubahan sektor, evolusi spesialisasi dan pembagian kerja intern yang diakibatkannya, dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah (Glasson, 1974). Alasan dan perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dan sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dan permintaan untuk barang dan jasa yang disupplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dan sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran, yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dan perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat

produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi dari keduanya misalnya dalam skala ekonomi), karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya. Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan terhadap produk-produknya akan

29 meningkat cepat, maka terdapat kausalitas produktivitas -harga rendahpermintaan ber tambah luas (Adisasmita, 2005). Perkembangan wilayah dipengaruhi oleh faktor produksi yang bersifat: tradisional yaitu tanah, tenaga kerja, dan modal. Faktor tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh produktivitas dan kinerja (Abramovitz, 1952). Menurut penelitian Audretsch dan Keilbach (2004) mengemukakan perkembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh peningkatan kewirausahaan. Kewirausahaan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Perkembangan output dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, investasi pada modal sumber daya manusia, dan alokasi sumber daya manusia dengan tingkat produktivitas yang tinggi (Solow, 1956). Peran aparatur pemerintah di bidang pembangunan adalah sebagai stabilisator dan inovator. Sebagai stabilisator di bidang politik eko nomi dan sosial. Sebagai inovator, berarti penemuan baru dalam cara-cara kerja, metode baru, sistem baru, dan yang terpenting adalah paradigma (Tjokroamidjojo, 1999). Pertumbuhan wilayah adalah produk dan banyak sektor, sebagian bersifat intern dan sebagian lainnya bersifat ekstern serta faktor sosial politik. Faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja dan modal. Salah satu penentu ekstern yang sering digunakan dan bersifat penting adalah tingkat permintaan dan wilayah tersebut (Baran, 1980). Todaro (1983) menyatakan bahwa peningkatan pemerataan

pembangunan antarwilayah tidak hanya diserahkan pada kekuatan pasar

30

(market mechanism ), tetapi perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan wilayah.

2.1.1.4

Ruang, Wilayah dan Tata Ruang

Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan merupakan sumber daya alam yang perlu dikelola secara terkordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Oleh sebab itu rencana tata ruang wilayah sangat menjadi perhatian khusus bagi negara Republik Indonesia. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup. Berdasarkan ruang tersebut ditetapkan wilayah, artinya ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Wilayah nasional adalah seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang meliputi daratan, lautan, dan udara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu perlu dilakukan rencana tata ruang yang bertujuan menghasilkan tata ruang yang baik agar tata ruang yang dimaksud dapat mewujudkan struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Dalam proses rencana tata ruang perlu memperhatikan pengembangan wilayah agar wilayah tersebut dapat

31

dikembangkan menjadi kawasan yang berfungsi utama kawasan lindung atau budidaya. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penata Ruang maka dibagi beberapa kawasan, antara lain : kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan budidaya, kawasan pedesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.

2.1.2 Manajemen Organisasi 2.1.2.1 Peran dan Pengertian Manajemen Dalam Organisasi adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

Manajemen

pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (Handoko 1995: 6). Berdasarkan defenisi di atas terlihat menggunakan kata proses, bukan kata seni. Mengartikan manajemen sebagai seni, mengandung arti bahwa hal itu adalah kemampuan atau keterampilan pribadi. Suatu proses adalah cara sistematis untuk melakukan pekerjaan. Jadi, pada dasarnya manajemen dapat didefenisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk organisasi dengan menentukan dan fungsi mencapai perencanaan tujuan-tujuan ( planning ),

melaksanakan

pengorganisasian ( organizing ), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing ), pengarahan dan kepemimpinan ( leading ) serta pengawasan (controlling ).

32

Arti manajemen itu dapat diuraikan seperti di bawah ini : - Perencanaan Manajemen - Pengorganisasian - Penyusunan Personalia - Pengarahan - Pengawasan Anggota Organisasi (bawahan) Tujuan Organisasi

Berdasarkan defenisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa manajemen itu sangat luas, di samping seni ilmu serta mencakup proses perencanaan, pengorganisasian penyusunan personalia, pengarahan dan pengawasan terhadap sumber-sumber atau faktor-faktor yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan terutama human resources yang melaksanakan segala aktivitas sesuai dengan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Pada pokoknya pembahasan di atas telah diutarakan pengertian dari manajemen, selanjutnya akan dijelaskan pengertian dari manajemen personalia. Manajemen telah banyak disebut orang sebagai ilmu dan seni untuk menyelesaikan pekerjaan dalam mencapai tujuan melalui orang lain. Defenisi ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Manajemen memang dapat memunyai pengertian lebih luas, tetapi defenisi di atas memberikan kenyataan bahwa kita terutama mengelola

33

sumber daya manusia, bukan material atau finansial. Di lain pihak manajemen mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan dan pengawasan. Manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian

kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia, agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi masyarakat (Handoko, 1988 : 3). Manajemen diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuan adalah untuk memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen dapat menunjukkan bagaimana seharusnya organisasi untuk mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi dan memelihara pegawai dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat. Manajemen adalah "pengakuan" terhadap pentingnya aturan tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital bagi pencapaian dan kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu, masih digunakan dalam banyak organisasi untuk menyamai departemen yang menangani kegiatankegiatan seperti penarikan, seleksi, pemberian konpensasi dan pelatihan pegawai. Adanya sumber tantangan-tantangan daya manusia yang semakin efektif, besar dalam

pengelolaan

secara

serta

terjadinya

34

pertumbuhan ilmu pengetahuan dan profesionalisme dibidang manajemen dan sumber daya manusia. 2.1.2.2 Peran dan Pengertian Organisasi

Sejak dahulu kala manusia itu hidup di dalam kelompok-kelompok, baik dengan kelompok yang satu maupun dengan kelompok lainnya. Dalam masa hidupnya manusia lebih banyak berada dalam saling memengaruhi dengan orang lain daripada menyendiri. Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak mampu hidup sendiri. Apabila manusia itu ingin mencapai suatu tujuan tertentu, yang bersangkutan harus berhubungan dengan manusia yang lain. Hal ini disebabkan karena manusia menghadapi pembatasan-pembatasan dalam usaha mencapai tujuannya. Jadi di dalam usaha mencapai tujuan serta kepentingan dari masyarakat tersebut perlu adanya suatu organisasi. Organisasi sebagai suatu aktivitas atau sebagai suatu proses yang menentukan hubungan antara orang, pekerjaan dan sumber-sumber.

Pemimpin organisasi bertanggung-jawab mempersiapkan semua komponen tersebut untuk mencapai hasil yang diharapkan secara efisien. Istilah organisasi sering juga dipakai di bidang bisnis dan pemerintah misalnya teo ri organisasi dan bagan atau struktur organisasi. Tujuan organisasi, pada dasarnya adalah memberikan tugas yang terpisah dan berbeda kepada masing-masing orang dan menjamin tugas-tugas tersebut terkoordinir menurut suatu cara yang dapat mencapai tujuan organisasi. Organisasi itu sendiri bukanlah suatu tujuan tetapi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

35

Panglaykin Management

dan

Hazil

(1980,

89)

dalam sebagai:

bukunya Bentuk

berjudul setiap

mendefinisikan

organisasi

pergabungan manusia untuk suatu tujuan b ersama. Definisi ini pertama-tama berarti, bahwa setiap motif yang

menghendaki tindakan manusia digabungkan, selalu menampakkan diri dalam organisasi. Gibson, (1993, 7) mendefinisikan organisasi sebagai: Kesatuan yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. Kemudian pendapat Harold (1989, 242) tentang organisasi adalah sebagai berikut : Organisasi adalah pengelompokan kegiatan-kegiatan yang perlu untuk mencapai tujuan, penugasan masingmasing kelompok kepada seorang manajer dengan wewenang yang perlu untuk mengawasinya, dan pengadaan koordinasi horizontal dan vertikal dalam struktur perusahaan. Pengertian yang diberikan oleh Harold di atas, pengorganisasian adalah merupakan pembinaan hubungan wewenang untuk mencapai adanya koordinasi yang terstruktur, baik secara vertikal maupun secara horizontal, di antara posisi-posisi yang diserahi tugas-tugas tertentu untuk pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian masing-masing definisi yang dikemukakan para ahli ini memunyai penekanan yang berbeda. Namun maksud dan tujuan yang terkandung di dalam semua bersumber pada suatu titik tumpuan yang menunjukkan proses pengaturan kegiatan yang dibutuhkan untuk

merealisasikan suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut

36

dapat dicapai melalui penggunaan manusia maupun alat-alat tertentu atau tenaga produksi lainnya. Berdasarkan defenisi-defenisi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari organisasi adalah : 1. Adanya kelompok atau himpunan orang-orang 2. Adanya maksud untuk bekerja sama. 3. Adanya tujuan yang hendak dicapai. Beberapa hal yang menonjol dari pengertian organisasi yang diberikan di atas adalah sebagai berikut : 1. Organisasi dalam arti badan adalah kelompok orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Organisasi dalam arti bagan adalah gambaran-gambaran secara skematis tentang hubungan kerja sama orang-orang yang terdapat dalam suatu badan dalam rangka usaha mencapai suatu tujuan. Agar organisasi dapat berjalan dengan baik dan benar, maka struktur organisasi harus memenuhi dua syarat, yaitu efisien dan sehat. Struktur organisasi yang efisien adalah organisasi yang memiliki susunan yang logis dan bebas dari sumber-sumber pergesekan sehingga segenap satuan di dalamnya dapat mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerjanya, baik mengenai kualitas maupun kuantitas hasil kerja. Struktur organisasi yang sehat berarti, organisasi yang memunyai bentuk yang teratur di mana masing-masing bidang kerja beserta pejabat, tugas, wewenang, yang

37

merupakan satuan-satuan tertentu dalam lingkungan keseluruhan organisasi dapat menjalankan peranannya tanpa kesimpangsiuran. Setiap organisasi yang ingin mencapai struktur organisasi yang efisien dan sehat diperlukan pedoman-pedoman tertentu yang disebut azasazas organisasi yang dalam istilah asingnya adalah principles of organization Prinsip organisasi merupakan kebenaran umum yang menjadi pedoman terhadap pemikiran atau tindakan. Dengan mempergunakan prinsip-prinsip organisasi maka setiap orang yang terdapat dalam organisasi, harus menghindarkan kesalahan-kesalahan pokok dalam melaksanakan pekerjannya sehari-hari. Para ahli dalam membahas organisasi sering memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum atau asas-asas organisasi itu. Tetapi sayangnya tidak pernah terdapat kesatuan pendapat tentang apa prinsip-prinsip umum atau asas-asas tersebut. Berikut ini, akan dikemukakan prinsip-prinsip organisasi yang dikutip dari tulisan Gipson (1994) Organization yaitu : a. Asas Tujuan Setiap bagian suatu organisasi harus merupakan manifestasi suatu subtujuan tertentu yang selaras dengan keseluruhannya tujuan organisasi. b. Asas Kewenangan dan pertanggunganjawaban. Pertanggungan jawab pelaksanaan pekerjaan harus disertai dengan wewenang untuk mengawasi dan mengendalikan sarana/ alat-alat untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. c. Asas Kewenangan Tertinggi Tanggung jawab seorang atasan terhadap kegiatan bawahan adalah mutlak. d. Asas Penugasan Tugas setiap orang dalam organisasi harus dibatasi sejauh mungkin dan hanya melaksanakan satu fungsi utama tertentu. e. Asas Kejelasan Tugas, wewenang, pertanggungjawaban dan tata hubungan dalam organisasi harus ditetapkan terlebih dulu secara jelas dan tertulis.

38

f. Asas Homogenitas. Setiap unit daripada organisasi hanya dapat dibebani tugas yang mengandung kegiatan-kegiatan yang sejenis (homogen). g. Asas Efektivitas Organisasi Kriteria baik buruknya organisasi pada hakikatnya terletak pada kemampuan dan kelancarannya dalam mencapai tujuan. 2.1.2.3 Peran Perencanaan Dalam Organisasi

Perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang di dalam pencapaian tujuan. Alasannya adalah tanpa adanya

perencanaan, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai cara untuk membuat perencanaan di antaranya; (Gibson, 1994 : 25) a. b. c. d. e. f. What (apa) Where (dimana) When (kapan) How (bagaimana) Who (siapa) Why (mengapa)

Pengorganisasian (organizing) ialah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat tugas dan lain-lain sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan. Pergerakan (activating) ialah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas. Pengawasan (controlling) ialah proses pengantar daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana. Proses pengawasan pada dasarnya

39

dilaksanakan oleh administrasi dan management dengan mempergunakan dua macam tehnik. a. Pengawasan langsung (direct control) b. Pengawasan tidak langsung (indirect control) e. Penilaian (Evaluating) Penilaian adalah proses pengukuran dan pembagian hasil-hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai, artinya melalui penilaian harus dikemukakan kelemahan-kelemahan sistem yang dipergunakan atau penyelewengan yang terjadi, tetapi lebih penting lagi harus dikemukakan sebab-sebab mengapa kelemahan itu timbul dan mengapa penyimpangan itu terjadi. Konsep keefektifan menurut simpulan Gibson (1995 : 32) adalah sebagai berikut : a. Kriteria keefektifan harus mencerminkan keseluruhan siklus

masukan - proses - keluaran, tidak hanya keluaran. b. Kriteria keefektifan harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungan sekelilingnya. Selanjutnya Gibson (1995 : 34) menjelaskan kelima kategori umum kriteria keefektifan mulai dengan dimensi waktu jangka pendek, yaitu sebagai berikut : a. Kriteria produksi, mencerminkan kemampuan menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran lingkungan. b. Kriteria produksi; mencerminkan kemampuan menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran lingkungan. organisasi untuk yang dibutuhkan organisasi untuk yang dibutuhkan

40

c. Kriteria kepuasan, adalah ukuran keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotanya, termasuk di dalamnya para pelanggan dan rekanan. Kepuasan mencakup sikap karyawan, pergantian karyawan, keabsenan, kelambatan dan keluhan. d. Kriteria keadaptasian ialah : tingkat dimana organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap perubahan internal dan eksternal. e. Kriteria pengembangan; kriteria ini mengukur kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya menghadapi tuntutan lingkungan. Pendekatan lain untuk mengukur keefektifan itu adalah optimalisasi tujuan ( goal optimalization ). Hal ini didasarkan suatu pertimbangan bahwa organisasi yang berbeda memiliki, tujuan yang berbeda Steers, (1985 : 75) lebih lanjut Steers (1985 : 77) menggunakan bahwa, "hal yang penting dalam proses pencapaian efektifitas adalah penggunaan sistem perspektif yang terbuka untuk melakukan analisis. Berdasarkan berbagai persepektif tentang efektifitas organisasi, tampaknya pendekatan aspek tujuan yang banyak dijadikan acuan dalam menganalisis efektif dan tidak efektifnya suatu organisasi. Hal ini, sebagaimana dikemukakan Steers (1985 : 5) bahwa kelebihan utama dari rancangan tujuan untuk melihat efektifitas adalah bahwa sukses organisasi diukur menurut maksud organisasi dan menurut perkembangan analisis penyelidik. Penggunaan pendekatan aspek tujuan memungkinkan dikenalnya secara jelas bermacam-macam tujuan yang akan dicapai oleh suatu organisasi yang sering saling bertentangan. Jadi, efektifitas diambil menurut ukuran berapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan yang layak dicapai.

41

2.1.3 Komunikasi Organisasi 2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Organisasi

Menurut Mulyana (2003; 72), Komunikasi menyarankan bahwa suatu makna atau pesan dianut secara bersama. Sedangkan Organisasi suatu kesatuan sosial dari kelompok manusia yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki tugas dan fungsi, masing-masing memunyai tujuan tertentu dan batasan yang jelas sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungan. Komunikasi dalam organisasi adalah sangat penting. Tanpa adanya komunikasi dalam suatu organisasi dapat dikatakan organisasi itu tidak bernyawa, karena melalui komunikasi akan terwujud interaksi antara anggota organisasi. Menurut Rakhmat (1993:35), komunikasi dalam organisasi adalah :

1) Komunikasi ibarat darah manusia dalam tubuh 2) Komunikasi sebagai perekat organisasi 3) Komunikasi sebagai minyak pelumas yang melicinkan fungsi organisasi. 4) Komunikasi sebagai pengikat sistem. Fungsi komunikasi organisasi menurut Sendjaja (dalam Bugin: 2006) adalah : 1. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem proses informasi (information processing system ). Maksudnya, seluruh anggota dalam

42

suatu organisasi berharap dapat memeroleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. 2. Fungsi regulatif Fungsi regulatif berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini. Pertama, atasan atau orang-orang yang berada dalam tatanan manajemen, yaitu: mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Di samping itu, mereka juga memunyai kewenangan untuk memberi instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas ( position of authority ). Kedua, berkaitan dengan pesan atau massage. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya bawahan menumbuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dilaksanakan. 3. Fungsi Persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang dihadapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pemimpin yang lebih suka untuk mempersuasif bawahannya daripada memberi perintah. Sedangkan fungsi komunikasi dalam organisasi menurut Pace, et. al dalam Mulyana (2002: 38), sangat menentukan dalam efektivitas dan efesien organisasi dalam mencapai tujuannya, karena fungsi : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Proaksi dan regulasi Menentukan tujuan organisasi Menentukan area permasalahan Mengevaluasi performa Memberikan komando, instruksi, memimpin, dan memengaruhi inovasi. Mendapatkan informasi baru. Cara mengkomunikasikan suatu yang baru dalam sosialisasi dan perbaikan. 8) Harga diri anggota. Dari beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sangat penting, karena menguasai seluruh aspek dari aktivitas yang berkaitan dengan interaksi anggota organisasi.

43

2.1.3.2

Komunikasi Dalam Organisasi

Berlo dalam Rakhmat, (2002: 42) menyarankan bahwa komunikasi berhubungan dengan Organisasi Sosial dengan tiga cara : Pertama, sistem sosial dihasilkan lewat komunikasi. Keseragaman perilaku dan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma dihasilkan lewat komunikasi di antara anggota-anggota kelompok. Kedua , bila suatu sistem sosial telah berkembang, ia menentukan komunikasi anggota-anggotanya. Sistem sosial memengaruhi bagaimana, ke, dan dari siapa, dan dengan pengaruh bagaimana komunikasi terjadi di antara anggota-anggota sistem. Ketiga, pengetahuan mengenai suatu sistem sosial dapat membantu kita membuat prediksi yang akurat mengenai orang-orang tanpa mengetahui lebih banyak daripada peranan-peranan yang mereka duduki dalam sistem. Organisasi sosial dapat dibagi ke dalam organisasi formal dan nonformal. Perbedaan antara kedua organisasi ini secara prinsip disebabkan oleh perbedaan struktur dan hirarki. Organisasi formal, atau lebih dikenal dengan birokrasi sebagaimana dianut Weber memiliki sepuluh ciri birokrasi, yaitu : Satu , Suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan yang ditetapkan antara jabatan-jabatan. Blok-blok bangunan dasar dari organisasi formal adalah jabatan-jabatan. Dua , Tujuan atau rencana organisasi terbagi kedalam tugas-tugas, tugas-tugas organisasi disalurkan di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi. Tiga, Kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan. Yakni, satu-satunya saat bahwa seorang diberi kewenangan untuk melakukan tugas-tugas jabatan adalah ketika ia secara sah menduduki jabatannya. Empat, Garis-garis kewenangan dan jabatan menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarkinya mengambil bentuk umum suatu piramida, yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab kepada atasannya atas keputusan-keputusan bawahnya serta keputusan-keputusannya sendiri.

44

Lima, Suatu sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas, yang ditetapkan secara formal, mengatur tindakan-tindakan dan fungsifungsi jabatan dalam organisasi. Enam, Prosedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal yakni, peraturan-peraturan organisasi berlaku bagi setiap orang. Jabatan diharapkan memiliki ariettas yang impersonal dalam hubungan mereka dengan langganan dan pejabat lainnya. Tujuh, Suatu sikap prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin merupakan bagian dari organisasi. Delapan, Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan organisasi. Sembilan, Pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi teknis, alih-alih koneksi politis, koneksi keluarga, atau koneksi lainnya. Sepuluh Meskipun pekerjaan dalam birokrasi berdasarkan kecakapan teknis, kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan senioritas dan prestasi. Ciri-ciri suatu organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi jabatan ( positional communication ) (Redfield,

1953). Hubungan dibentuk antara jabatan-jabatan, bukan antara orang-orang. Keseluruhan organisasi terdiri atas jaringan jabatan. Mereka yang

menduduki jabatan diharuskan berkomunikasi dengan cara yang sesuai dengan jabatan mereka. Sekalipun demikian, dalam praktek komunikasi jabatan ini membingungkan, karena tidak semua jabatan dan interaksi secara seksama sesuai dengan diagram jabatan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa hubungan iklim komunikasi dalam organisasi formal adalah sesuatu hal yang aktual dan urgen. Tidak mungkin sebuah organisasi dapat eksis dan berkembang jika tidak ada komunikasi yang efektif di dalamnya. Dengan adanya komunikasi

45

dalam organisasi, maka hubungan antara personil dalam organisasi ketika melaksanakan tugas-tugas organisasi dapat direalisasikan dengan maksimal.

2.1.3.3

Aliran Informasi

Aliran informasi dalam suatu organisasi adalah suatu proses dinamis, dalam proses inilah pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan, dan diinterpretasikan. Proses ini berlangsung terus dan berubah secara konstan; artinya komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi kemudian berhenti. Komunikasi terjadi sepanjang waktu. Menurut Guetzkow dalam (Setyoroto: 2004: 21), menyatakan bahwa aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi dengan tiga cara: 1) Serentak Maksudnya adalah penyebaran pesan yang dilakukan secara bersama dan pesan tersebut harus tiba di beberapa tempat yang berbeda pada saat yang sama. Penyebaran pesan tersebut memerlukan suatu rencana untuk menggunakan strategi atau teknik penyebaran pesan. Strategi dan teknik penyebaran pesan biasanya dipertimbangkan berdasarkan waktu dan media apa yang digunakan agar pesan tersebut dapat cepat diterima oleh si penerima pesan. 2) Berurutan Haney (1962) mengemukakan bahwa penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama, yang pasti terjadi dalam organisasi, meliputi perluasan bentuk penyebaran diaduk. Dalam hal ini setiap individu penerima pesan pertama mula-mula menginterpretasikan pesan-pesan yang diterimanya dan kemudian meneruskan hasil interprestasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian tersebut. 3) Kombinasi antara serentak dan berurutan (Y) Aliran informasi berkembang dari kontak antarpersona yang teratur dan cara-cara rutin pengiriman dan penerimaan pesan. Katz dan Kahn (1966) menunjukkan bahwa pola atau keadaan urusan yang teratur masyarakat bahwa komunikasi di antara para anggota sistem tersebut dibatasi.

46

Analisis eksperimental pola-pola komunikasi menyatakan bahwa pengaturan tertentu mengenai berbicara kepada siapa memunyai konsekuensi besar dalam berfungsinya organisasi. Menurut pola aliran informasi dibedakan menjadi : 1. Pola roda Ada pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota organisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. 2. Pola lingkaran Ada pola informasi yang memungkinkan semua anggota

berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat

berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya. Demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan. Dari kelima jenis aliran komunikasi organisasi dapat dilihat pada gambar berikut :

47

2 1

4 1 2

5 1

2 3

4 Roda

1 Y

4 Melingkar 2

1 1 2 3 4 5 5 4

Bersambung Gambar 2.1.3.4 2. Jenis Aliran Informasi Jaringan Komunikasi

Menyeluruh

Analisis jaringan telah mengungkapkan sifat-sifat khas sejumlah peranan jaringan komunikasi. Terdapat 7 (tujuh) peranan jaringan

komunikasi dalam organisasi, yakni : 1. Anggota klik Klik adalah suatu kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya. Prasyarat keanggotaan klik adalah bahwa individu-individu harus mampu melakukan kontak satu sama lainnya, bahkan dengan cara tidak langsung. Klik terdiri individu-individu yang keadaan

48

sekelilingnya memungkinkan kontak individu, dan yang merasa amat puas dengan kontak-kontak tersebut. Klik-terdiri dari individuindividu yang memiliki alasan formal, yang berhubungan dengan jabatan untuk melakukan kontak sekaligus juga memunyai alasan informasi yang bersifat antarpersona. 2. Penyendiri Adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok lainnya. Beberapa anggota organisasi menjadi penyendiri bila berurusan dengan kehidupan pribadi pegawai-pegawai lainnya tetapi jelas merupakan anggota klik pesan-pesan berkenaan dengan perubahan dalam kebijakan dan prosedur organisasi. 3. Jembatan Adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam kontak antarkelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain. Suatu jembatan berlaku sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai. 4. Penghubung Adalah orang yang mengaitkan atau menghubungkan dua klik atau lebih tetapi ia bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut. Penghubung mengkaitkan satuan-satuan organisasi bersamasama dan menggambarkan orang-orang yang berlaku sebagai penyaring informasi.

49

5. Penjaga gawang Adalah orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui sistem tersebut. 6. Pemimpin pendapat Adalah orang tanpa jabatan formal dalam semua sistem sosial, yang membimbing pendapat dan memengaruhi orang-orang dalam

keputusan mereka. Mereka merupakan orang-orang yang mengikuti persoalan dan percaya orang-orang lainnya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. 7. Kosmopolit Adalah individu yang melakukan kontak dengan dunia luar, dengan individu-individu di luar organisasi. Kosmopolit menghubungkan para anggota organisasi dengan orang-orang dan peristiwa-peristiwa di luar batas-batas struktur organisasi,(Mulyana 2003: 45). Ketujuh pemegang peran dalam jaringan komunikasi tersebut dalam

merupakan apresiasi betapa lengkapnya fungsi setiap orang komunikasi organisasi.

Tidak ada peran yang tidak berharga dalam

mengadakan komunikasi khususnya dalam hal penyampaian informasi. Setiap orang atau setiap peran memosisikan dirinya masing-masing. Tidak ada yang lebih penting dan tidak lebih penting dari ketujuh peran tersebut. Masing-masing peran memainkan fungsinya masing-masing dalam interaksi komunikasi dalam organisasi.

50

2.1.3.5

Aliran Komunikasi

Aliran dapat pula diartikan sebagai saluran komunikasi. Ibarat sebuah aliran air, menurut gravitasi, saluran air selalu mengalir dari hulu ke hilir. Dalam konteks ilmu komunikasi, aliran terdapat lebih banyak variasi Arah aliran komunikasi terdapat beberapa bentuk, yaitu: secara horizontal, vertikal. a. Komunikasi ke bawah Komunikasi ke bawah dalam organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Adapun jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari

atasan kepada bawahan, antara lain : 1) Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan. 2) Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan. 3) Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi. 4) Informasi mengenai kinerja pegawai. 5) Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas. Informasi yang disampaikan dari seorang atasan kepada bawahan tidaklah begitu saja disampaikan, utamanya mereka harus melewati pemilihan metode dan media informasi. Ada enam kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada para pegawai, antara lain : 1) Ketersediaan 2) Biaya

51

3) Pengaruh 4) Relevansi 5) Respon 6) Keahlian Adapun metode yang sering digunakan para atasan untuk

menyampaikan informasi kepada bawahannya antara lain : 1) Tulisan saja 2) Lisan saja 3) Tulisan diikuti lisan 4) Lisan diikuti tulisan. b. Komunikasi ke atas Komunikasi ke atas dalam suatu organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Beberapa alasan pentingnya arus komunikasi ke atas didasarkan pada : 1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orang-orang lainnya. 2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima apa yang dikatakan kepada mereka. 3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh-kesah muncul kepermukaan sehingga penyedia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya. 4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi kebawah. 5. Komunikasi ke atas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut.

52

6. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah. (Mulyana: 2003: 48). Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi keatas

menyatakan bahwa penyelia dan manejer harus menerima informasi berupa; informasi yang memberitahukan apa yang dilakukan bawahan, menjelaskan persoalan-persoalan kerja, memberi saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka, dan mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi. Komunikasi ke atas dapat menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manejer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memeroleh informasi dari bawah. Sharma (1979) memberi alasan mengapa komunikasi keatas terlihat amat sulit : Komunikasi ke atas dapat menjadi terlalu rumit dan menyedia waktu dan mungkin hanya segelintir manejer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memeroleh informasi dari bawah. Sharma (1979)

memberikan alasan mengapa komunikasi keatas terlihat amat sulit : 1) Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka. 2) Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak tertarik kepada masalah pegawai. 3) Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai. 4) Peranan bahwa penyelia dan manajer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai. Planty dan Machaver (1952) mengemukakan tujuh prinsip sebagai pedoman program komunikasi ke atas. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1) Program komunikasi ke atas yang efektif harus direncanakan.

53

2) Program komunikasi ke atas yang efektif berlangsung secara berkesinambungan. 3) Program komunikasi ke atas yang efektif menggunakan saluran rutin. 4) Program komunikasi ke atas yang efektif menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah. Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan sejawat dalam unit kerja yang sama meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan memunyai atasan yang sama. Tujuan komunikasi horizontal adalah : 1) Untuk mengkordinasikan penugasan kerja. 2) Berbagai informasi mengenai rencana dan kegiatan 3) Untuk memecahkan masalah 4) Untuk memeroleh pemahaman bersama. 5) Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan 6) Untuk menumbuhkan dukungan antarpersona. Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antarpersona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo dan catatan, kegiatan sosial dan lingkaran kualitas. c. Komunikasi Lintas Saluran Merupakan penyampaian informasi rekan sejawat yang melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Mereka melintas jalur fungsional dan

berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan yang mengawasi tetapi

54

bukan atasan maupun bawahan mereka. Mereka tidak melewati otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka. Namun mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi; mereka mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal. d. Komunikasi Informal, Pribadi, atau Selingan Informasi informal/personal ini muncul dari interaksi di antara orangorang, informasi ini tampaknya mengalir dengan arah yang tidak dapat diduga, dan jaringannya digolongkan sebagai selingan. Informasi yang mengalir sepanjang jaringan kerja selingan terlihat berubah-berubah dan tersembunyi. Dalam istilah komunikasi selingan digambarkan sebagai metode penyampaian laporan rahasia tentang orang-orang dan peristiwa yang tidak mengalir melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui selingan lebih memperhatikan apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan. 2.1.4 Iklim Komunikasi Organisasi 2.1.4.1 Pengertian Iklim Komunikasi Organisasi

Istilah iklim di sini merupakan kiasan (metafora) yang diterapkan pada situasi yang berbeda dengan tujuan menyatakan suatu kemiripan. Seperti Sackmann dalam Rakhmat, (2001: 59) yang menyatakan bahwa suatu kiasan dapat memberi gambaran yang gamblang pada tingkat kognitif, emosional,

55

perilaku, dan menyatakan suatu bagian tertentu pada tindakan tanpa menetapkan perilaku sebenarnya. Frase iklim komunikasi organisasi menggambarkan suatu kiasan bagi iklim fisik, cara orang bereaksi terhadap aspek organisasi menciptakan suatu iklim komunikasi. Iklim komunikasi di pihak lain merupakan gabungan dari persepsi-persepsi - suatu evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, proses pegawai terhadap pegawai lainnya, harapanharapan, konflik-konflik antarpersona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi organisasi berbeda dengan iklim organisasi dalam arti iklim komunikasi meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang t erjadi dalam organisasi. Iklim komunikasi suatu organisasi memengaruhi cara hidup kita, kepada siapa kita berbicara, siapa yang kita sukai, bagaimana perasaan kita, bagaimana kegiatan kerja kita, dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi. Redding (dalam Mulyana: 2001: 61) menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Beberapa alasan pentingnya iklim komunikasi: 1) Karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi. 2) Membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi.

56

3) Dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk bersikap dengan cara-cara tertentu. 4) Iklim komunikasi berperan dalam keutuhan suatu budaya dan membimbing perkembangan budaya tersebut. 5) Menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan produktivitas. Iklim komunikasi organisasi merupakan suatu citra makro, abstrak dan gabungan dari suatu fenomena global yang disebut komunikasi organisasi. Diasumsikan bahwa iklim berkembang dari interaksi antara sifat-sifat suatu organisasi dan persepsi individu atas sifat-sifat itu. Iklim dipandang sebagai suatu kualitas pengalaman subjektif yang berasal dari persepsi atas karakter karakter yang relatif langgeng pada organisasi. Iklim komunikasi organisasi terdiri atas persepsi-persepsi atas unsurunsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefenisikan, disepakati, dikembangkan dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui dengan anggota organisasi lainnya. Pengaruh ini menghasilkan pedoman bagi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan individu, dan memengaruhi pesan-pesan mengenai organisasi. Secara etimologi iklim dapat diartikan suasana, keadaan (Fazri, 2001 :370). Artinya bahwa suasana ataupun keadaan organisasi secara internal maupun secara ekternal. Iklim organisasi erat kaitannya dengan beberapa dimensi yang terdapat di lingkungan organisasi. Menurut Salusu (2000: 353 ) ada dua iklim organisasi yang harus diperhatikan yang erat kaitannya dengan suasana lingkungan organisasi, yakni 1) dimensi tersedianya sumber daya yaitu

57

mempersoalkan ada atau tidaknya sumber daya layanan yang diperlukan organisasi, 2) dimensi kompleksitas, yaitu melihat sejauh mana tingkat homogenitas dan kontrasi lingkungan organisasi. Eksistensi suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan internal organisasi dan pengaruh lingkungan eksternal organisasi. Organisasi atau departemen tidak akan dinamis dan berkembang apabila organisasi selalu tidak bersifat terbuka terhadap lingkungannya. Setiap organisasi selalu mengadakan interaksi pada setiap lingkungannya, iklim internal secara organisatoris, maupun melakukan interaksi secara individual terhadap

anggotanya. Organisasi selalu menginginkan posisinya eksis di tengahtengah masyarakat. Eksisnya visi organisasi atau perusahaan dalam menjalankan programnya menunjukkan bahwa iklim organisasi tersebut menunjukkan adanya keharmonisan antara sesama pemimpin maupun bawahannya. Menurut pendapat Timpe (1993: 4) iklim komunikasi organisasi itu adalah merupakan serangkaian lingkungan kerja yang dapat diukur berdasarkan kolektif dan berbagai orang yang melaksanakan pekerjaan di dalam lingkungan organisasi tersebut dan sekaligus adanya saling memengaruhi antara satu yang lain dengan tujuan tertentu. Sedangkan menurut pendapat Steers (1985 120) bahwa iklim komunikasi organisasi adalah sifat-sifat ataupun ciri-ciri yang dirasakan dalam organisasi, terdapat lingkungan kerja yang saling melaksanakan tugas yang cenderung dapat memengaruhi perilaku setiap orang yang berada dalam lingkungan organisasi itu.

58

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut bahwa iklim organisasi lebih dititikberatkan pada lingkungan yang bersifat internal organisasi. Lingkungan internal yang ada dalam organisasi yang memunyai variasi dan brbagai corak prilaku, budaya, sikap dan kecenderungan para pegawai atau karyawan dalam melaksanakan tugasnya, begitu juga dengan struktur organisasi sangat memengaruhi perilaku dan lklim organisasi tersebut. Iklim komunikasi organisasi pada prinsipnya bersifat abstrak, tidak bisa dilihat secara kaca mata material, akan tetapi lebih cenderung pada suasana psikologis antara pemimpin dan karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugas di tempat masing-masing. Iklim merupakan suatu konsep yang selalu dinamis mencerminkan gaya hidup dan prilaku sebuah organisasi. Pola hidup atau gaya hidup pelaku organisasi mampu menciptakan prilaku yang kondusif dan didukung oleh unsur-unsur yang ada dalam organisasi itu, maka secara signifikan akan memberikan kontribusi terhadap produktivitas pegawai dalam

melaksanakan tugas yang dibebankan oleh organisasi. Terciptanya iklim komunikasi organisasi yang kondusif dapat mendorong kinerja guru dan menimbulkan keterbukaan atas kekurangan atau kelemahan yang dihadapi guru yang sebelumnya tidak teratasi, sehingga memunyai andil dalam memperbaikinya masa yang akan datang, yang akan membuat semua unsur personil sekolah bekerja dengan baik sebagaimana diharapkan. Menurut Timpe (1993:3) bahwa lingkungan yang menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi guru untuk menghasilkan kinerja puncak.

59

Roy dan Miskel (1978:1 16) mengatakan ada dua type ekstrim dari Iklim sekolah, yaitu type iklim terbuka dan iklim tertutup. Iklim terbuka menunjukkan adanya kebebasan memberi dan menerima informasi yang berhubungan dengan kegiatan sekolah dan saling keterkaitan antara berbagai kegiatan guru. Pada iklim komunikasi organisasi sekolah yang terbuka semangat kerja mengajar guru sangat tinggi. demikian juga karena dorongan guru untuk berpenampilan yang lebih baik, sedangkan dalam mengerjakan pekerjaan administratif yang bersifat rutin menjadi sangat rendah. Sebaliknya, pada iklim komunikasi organisasi sekolah tertutup, setiap individu atau guru yang berada dalam organisasi sekolah tersebut hanya bekerja sesuai dengan rangkaian aturan administratif. Hal ini menjadikan semangat mengajar guru sangat rendah dan dorongan untuk berpenampilan dalam mengajar tidak baik, sedangkan yang meningkat adalah dalam mengerjakan pekerjaan administratif yang bersifat rutin, dan bahkan menyelesaikan pekerjaan yang tidak bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang merupakan produk akhir dan proses pembelajaran. Roy dan Miskel (1987: 225) mengemukakan Organitional Cliamte as asset of internal characteristic is smilar in some respects to early descriptions of personality. Secara khusus iklim komunikasi organisasi adalah suatu kualitas masukan yang relative dan lingkungan organisasi yang merupakan pengalaman yang dialami anggota organsiasi memengaruhi tingkah laku mereka. Iklim komunikasi organisasi memengaruhi tingkah laku mereka. Iklim komunikasi organisasi adalah serangkaian sifat lingkungan kerja, yang dinilai langsung atau

60

tidak langsung oleh guru yang menjadi kekuatan utama dalam memengaruhi perilaku guru. Sagala (2007: 65) menunjukkan karakteristik internal yang dideskripsikan oleh pribadi-pribadi individu sebagai iklim komunikasi organisasi. Prilaku masing-masing iklim dapat disketsakan, untuk menggambarkan iklim organisasi pada dua ekstrimitas, yaitu iklim terbuka dan tertutup. Iklim terbuka adalah keyakinan yang memiliki derajat kepercayaan dan semangat (thrust and esprit) yang tinggi dan rendahnya perlawanan (disengagement). Iklim tertutup memperlihatkan dinamika personal dengan memberi contoh, taktik bimbingan yang salah, dan apatis sekali keikhlasan sehingga menghasilkan anggota organisasi yang frustasi dan apatis. Dengan demikian iklim organisasi apakah terbuka atau tertutup adalah gambaran dan persepsi anggota ditampakkan pada performansi personel dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. 2.1.4.2 Unsur-unsur Organisasi

Menurut Handoko (1993: 67), unsur dasar yang membentuk suatu organisasi terdiri dari : 1. Anggota organisasi Orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi, membentuk organisasi serta terlibat dalam beberapa kegiatan primer. Orang-orang ini terlibat juga dalam kegiatan pemikiran-pemikiran yang meliputi konsepkonsep, penggunaan bahasa, pemecahan masalah, dan pembentukan gagasan. Mereka juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku manusia lainnya yang bukan aspek intelektual. Mereka juga terlibat dalam kegiatan self-

61

moving (mencakup kegiatan fisik). Dan mereka terlibat juga dalam kegiatan elektronik yang mencakup rain synapse (daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan hanya ke satu arah). 2. Pekerjaan dalam organisasi Pekerjaan ini terdiri atas tugas-tugas formal dan tugas-tugas informal. Tugas-tugas ini menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universal : keperluan, dan konteks. 2.1.4.3 Faktor-faktor Iklim Komunikasi Organisasi

Terdapat beberapa faktor yang turut memengaruhi terciptanya iklim komunikasi dalam organisasi. Mulyana (2001) menyebutkan faktor-faktor yang turut memengaruhi iklim komunikasi adalah:

1) Kepercayaan Personal di semua tingkatan harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di dalamnya ada kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan. 2) Pembuatan keputusan bersama Para pegawai di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkomunikasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi yang relevan dengan kedudukan mereka. Pada pegawai di semua tingkatan harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkomunikasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan. 3) Kejujuran Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi dan para pegawai mampu mengatakan apa yang ada dalam p ikiran mereka tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan atau atasan.

62

4) Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah Kecuali untuk informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memeroleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian lainnya dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana. 5) Mendengarkan dalam komunikasi ke atas Personel setiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran atas laporan-laporan yang dikemukakan personel di setiap tingkat bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawan. 6) Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi. Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus menunjukkan suatu di setiap komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggitinggi produktivitas tinggi, biaya rendah-demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota lainnya. Berdasarkan melaksanakan keenam faktor tersebut organisasi dapat dipahami bahwa

iklim

komunikasi

berintikan

terciptanya

keterbukaan antara setiap anggota organisasi dalam melakukan komunikasi horizontal dan vertikal yang bersumber dari kepercayaan, kejujuran dan keterbukaan. Dengan demikian, maka cita-cita organisasi akan dapat direalisasikan dengan baik pula. 2.1.4.4 Karakteristik Iklim Komunikasi

Gibb dalam Muhammad, (2004: 85) menegaskan bahwa tingkah laku komunikasi tertentu dari anggota atas pegawai mengarah kepada iklim supportiveness iklim supportiveness disebut juga dengan iklim mendukung. Dalam bukunya Curtis, dalam Mulyana, (2004:89), mengatakan bahwa : Terdapat 2 macam karakteristik iklim komunikasi, yaitu iklim komunikasi mendukung dan iklim komunikasi bertahan. Pada iklim komunikasi bertahan, atmosfernya terkesan berat dan represif. Sedangkan pada iklim mendukung, orang-orang merasa dihormati dan

63

satu sama lain memberikan dorongan pada saat mereka berupaya menyelesaikan tugasnya yang menumpuk. Untuk mempermudah perbandingan antariklim komunikasi mendukung dan bertahan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Perbandingan iklim Komunikasi Mendukung dan Bertahan Iklim Bertahan Evaluasi Kontrol Strategi Keunggulan Kepastian Sumber : Curtis, Floyd dan Winsor, 2004. Iklim Mendukung Deskripsi Orientasi Spontanitas Kesamaan Provisionalisme

Evaluasi, dinilai oleh orang lain dan biasanya menyebabkan ketegangan. Komunikasi negatif menyalahkan orang lain. Umumnya menggunakan kata-kata sifat, misalnya: salah, ngawur, bodoh Rahmat, (1994: 91). Bila seseorang dinilai atau dikritik atau dievaluasi, reaksi alamiah yang muncul adalah perasaan terancam. Karena merasa terancam, seseorang akan menyalahkan orang lain (pemindahan), mengevaluasi orang lain secara negatif (proyeksi), atau memberikan alasan-alasan yang bukan merupakan alasan yang nyata seseorang (rasionalisasi). Deskripsi, berarti para anggota organisasi memusatkan pesan-pesan mereka pada peristiwa-peristiwa yang dapat dan mengurangi referensi mengenai reaksi-reaksi subjektif atau emosional. Dalam deskripsi terdapat dukungan, dan kesediaan menerima tanggung jawab. Selain itu, dalam

64

deskripsi juga dapat ditunjukkan dengan menerima orang lain sebagai individu yang patut dihargai. Umumnya menggunakan kata kerja, misalnya menyebutkan, berpindah, mengikuti (Rakhmat, 1994). Kontrol, mengendalikan masalah berarti berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakan. Seseorang yang berupaya mengendalikan tindakan orang lain menganggap bahwa gagasan-gagasan orang lain kurang bermutu. Orientasi, masalah merupakan suatu penangkal strategi kontrol dalam suatu organisasi. Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerjasama sama mencari pemecahan masalah. Orientasi masalah tidak mendikte pemecahan, namun mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. Rakhmat, (1994: 95). Strategi, penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk

memengaruhi orang lain (Rakhmat, 1994L 98). Pemanipulasian pegawai, dengan cara menyembunyikan informasi yang berhubungan atau

meluncurkan ucapan penghianatan yang tajam. Pemanipulasian di sini melihat manusia sebagai objek dari pengaruh mereka. Spontanitas , Gibs mengistilahkan untuk bertindak spontan berarti berterus terang dan membuka rahasia kepada anggota-anggotanya dalam suatu organisasi. Orang-orang yang spontan berupaya mencegah perasaan bertahan: mereka berupaya jujur terhadap orang lain. Orang-orang ini mengatakan sesuatu seperti yang dilihatnya, dan pandangan ini mereka lakukan semata-mata demi kepentingan terbaik organisasi.

65

Kenetralan, perilaku netral yang menunjukkan sedikitnya perhatian orang mengenai arah komunikasi. Oleh karena itu individu yang dituju tidak merasa menjadi seseorang yang khusus dan tidak merasa dihargai. Orangorang yang tidak merasa dihargai atas andil masa lalu. Perilaku netral memperlakukan orang lain lebih dari sekedar (miliknya), bukan sebagai manusia. Empati, Suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk memahami situasi dari sudut pandang orang lain. Empati lebih sungguh-sungguh daripada simpati (merasa terharu); empati adalah turut merasakan perasaan orang lain. Oleh karena itu adanya pengenalan terhadap nilai, tingkah laku dan opini orang lain akan memperkuat dan mendorong mereka, orang-orang tersebut menyadari bahwa mereka tidak sendirian. Keunggulan ( superiority), sikap ini menjadi nyata melalui

penggunaan posisi, wewenang, kemampuan intelektual, kekayaan, kekuatan fisik, atau daya tarik untuk memeroleh persetujuan. Pengertian wewenang yang dimaksudkan adalah mengenai pangkat dan posisi yang resmi sebagai alat untuk mengendalikan dan memengaruhi perilaku atau pribadi-pribadi lain. Kesamaan , menyatakan bahwa terdapat suatu ukuran rasa hormat tak bersyarat terhadap orang lain dalam suatu organisasi. Terdapat upaya untuk mengurangi perbedaan-perbedaan dalam kekuatan, kecakapan intelektual dan sebagainya. Meng a sumsikan suatu kepercayaan yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat suatu andil untuk keberhasilan organisasi akan

66

menciptakan

rasa

keterlibatan

dan

hasrat

untuk

berperan

(untuk

menginvestasikan diri sendiri). Dalam kesamaan status boleh beda, tetapi komunikasi yang terjadi tidak vertikal. Dalam berkomunikasi terdapat penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan (Rakhmat, 1994). Kepastian , Sikap yang meyakini diri sendiri yang paling benar dan orang lain salah. Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggugugat Rakhmat, (1994: 135). Atau dengan kata lain orang-orang yang memperlihatkan ketidakpastian bersikap tidak terbuka terhadap diskusi atau informasi tambahan, agaknya keputusan mereka dibuat sebelumnya. Provisionalisme ,: Provosional dalam Bahasa Inggris artinya bersifat sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap Rakhmat, (1994: 135). Bersedia bersifat sementara dalam penilaian mengenai hal -hal terbaik. Orang-orang seperti itu mencari berbagai sudut pandang seperti informasi sebanyak-banyaknya dan serealistis-realistisnya dan merekapun terbuka untuk mengubah pemikirannya jika situasi mengharuskannya (kecuali jika hal itu akan melanggar etika dan atau prinsip).

67

2.1.5 Budaya Organisasi 2.1.5.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Usman (2004: 15), disebutkan bahwa Budaya organisasi adalah suatu himpunan asumsi penting dari suatu kebiasaan yang dinyatakan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang dianut oleh para anggotanya dan dijadikan acuan dalam mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya Supriyadi (2001) memberikan pengertian budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang tercermin dari sikap, perilaku, kepercayaan dan cita-cita kemudian diwujudkan dalam kerja. Dijelaskan lebih lanjut bahwa budaya organisasi mirip dengan kepribadian individu yang ditampakkan dengan cara seseorang bertindak, bagaimana cara-cara organisasi berkomunikasi, baik di dalam maupun di luar organisasi. Dalam mengimplementasikan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi suatu organisasi budaya organisasi ikut berperan. Kebersamaan secara etimologi berasal dari kata dasar sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tidaklah berbeda, tidak berlainan atau keadaan sepadan, sebanding, seimbangan dan setara. Selanjutnya kebersamaan berarti menjadikan dirinya sama, sebanding dan tidak berlainan dengan orang lain sehingga mencapai keserasian dan keselarasan

(kehormonisan). Konsep kebersamaan dapat diterapkan pada seluruh aspek kehidupan, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Dalam bidang organisasi istilah kebersamaan lebih tepat dan diidentikkan dengan kata bekerja sama, Penjabaran kata bekerja sama

68

dapat diwujudkan dengan berbagai macam makna sesuai dengan konteks kalimat dan kepentingannya. Chester (dalam Handoko, 1993), menyebutkan organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama, sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua atau lebih. Diur aikan secara spesifik, unsur-unsur dasar yang membentuk organisasi yaitu adanya tujuan dua orang atau lebih adanya pembagian tugas dan adanya kehendak untuk bekerja sama. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang memiliki etos kerja baik, berfikir analitis, tidak bersikap sektoral, partisipatif, dapat memadukan sistem yang ada dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, mengandung makna

pentingnya kebersamaan, keterbukaan dan profesionalisme untuk kerja sama antaranggota dalam suatu organisasi. Kebiasaan, sistem dan struktur, dan pola-pola kerja sama dalam organisasi tersebut dapat dikatakan sebagai budaya kerja sama agar suatu organisasi dapat tetap eksis. 2.1.5.2 Faktor-faktor Budaya Organisasi

Faktor-faktor budaya organisasi adalah sangat luas dan kompleks, tergantung dari penekanan jenis organisasinya. Dalam organisasi

pemerintah, menurut Supriyadi (2001: 44), dalam budaya organisasi harus terdapat faktor-faktor budaya organisasi : 1. Kebersamaan Kebersamaan adalah menjadikan dirinya sama, sepadan, sebanding dan tidak berlainan dengan orang lain sehingga mencapai dan keselarasan (keharmonisan) dalam interaksi seluruh anggota organisasi.

69

2. Keterbukaan Keterbukaan diartikan sebagai toleransi dan membuka diri untuk orang lain, dalam rangka menjalin hubungan untuk berkomunikasi dan saling berinteraksi, mau menerima saran dan masukan dari orang lain. Suatu organisasi yang berhasil guna dan berdaya guna senantiasa memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka ( open manajemen ) menerapkan birokrasi yang transparan dan memperhatikan keterkaitan antara sistem internal organisasi dengan sistem eksternal lingkungannya. Dengan sistem keterbukaan dalam organisasi, akan lebih meningkatkan peran serta dan aktualitas diri bagi setiap anggotanya, menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya sehingga ikut bertanggung jawab tercapainya tujuan organisasi. 3. Profesionalisme Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata profesionalisme berasal dari kata profesi yang berarti bidang pekerjaan yang dilandasi dengan keahlian, (keterampilan, kejuruan dan lain-lain) tertentu. Selanjutnya profesionalisme berarti, mutu, kualitas atau tindak-tindak unjuk kerja yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional di bidangnya. Menurut Sompson (2002), Untuk mewujudkan profesionalisme yang optimal tentunya tidak hanya knowledge, skill, attitude namun faktor kondisi yang perlu dipertimbangkan dan cukup berpengaruh adalah situasi dan kondisi kerja yang kondusif, hubungan intern personal yang komunikatif dan team work kerja sama yang solid. Selanjutnya Khasali (2005:111), menyebutkan budaya kerja sama dapat didayagunakan sebagai daya dorong yang efektif dalam mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Budaya organisasi yang efektif dapat: 1) Menyatukan cara berpikir, berperilaku dan bertindak seluruh insan organisasi/korporasi. 2) Mempermudah penetapan dan implementasi visi, misi dan strategi dalam korporasi.

70

3) Memperkuat kerjasama tim dalam korporasi, menghilangkan friksifriksi internal yang timbul. 4) Memperkuat ketahanan dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa terciptanya budaya organisasi dalam organisasi ditentukan oleh 4 faktor, yaitu faktor kebersamaan, keterbukaan, dan profesionalisme, dan

memperkuat ketahanan sehingga memudahkan bagi organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif. 2.1.5.3 Kinerja Perencana

Kinerja merupakan hasil dan perilaku anggota organisasi, dimana tujuan aktual yang dicapai adalah dengan adanya perilaku. Kinerja adalah merupakan hasil usaha sendiri dengan banyak faktor yang

mempengaruhinya. Handoko, (1998 : 25) mengemukakan bahwa orang akan menyukai pekerjaan jika mereka termotivasi untuk pekerjaan itu, dan secara psikologi bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah berarti, ada rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan pengetahuan mereka tentang hasil kerja; sehingga hasil pekerjaan akan meningkatkan motivasi, kepuasan dan kinerja. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok Bernard, (1982: 44). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.

71

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi (determinant ) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. S ecara umum faktor fisik dan nonfisik sangat memengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat memengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan memengaruhi berfungsinya faktor lingkungan nonfisik. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada lingkungan nonfisik, yaitu kondisi-kondisi yang sebenarnya sangat melekat dengan sistem manajerial perusahaan. Menurut Anoraga (1998 : 60), kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai memunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan memunyai harapan masa depan. Secara teoretis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Tenaga Perencana Proses perencanaan dalam konsep manajemen merupakan sebuah langkah awal bagi sebuah organisasi dalam menentukan hal-hal apa saja yang menjadi prioritas dalam melaksanakan suatu program dan kegiatan dengan baik. Merencanakan dianalogikan sebagai seorang sebagai seorang juru masak (perencana) yang ingin membuat masakan (perencanaan). Ia terlebih dahulu harus menyiapkan sebuah kumpulan daftar bumbu masakan (program dan kegiatan), bahan-bahan makanan (sumber pembiayaan untuk perencanaan), dan alat-alat masakan, bahan makanan dan alat masak harus dipadukan oleh seorang koki

72

yang profesional jika dalam proses perencanaan disebut dengan perencana yang profesional. Namun ada beberapa permasalahan yang terjadi perihal kriteria apa yang harus dimiliki oleh seorang perencana. Saat ini konsentrasi pendidikan yang secara khusus menawarkan ilmu-ilmu perencanaan pembangunan disuatu daerah sudah cukup banyak di perguruan tinggi negeri. Nilai dari disiplin ilmu tentang perencanaan wilayah, manajemen pembangunan daerah, manajemen aset daerah, ekonomi pembangunan, tekhnik planologi dan lain sebagainya. Kesemua pendidikan tersebut, memberikan upaya pemahaman bagi para mahasiswanya dalam bentuk sistem pendidikan dan pelatihan dengan harapan agar kelak para lulusannya memiliki kemampuan dan keterampilan sebagai seorang perencana yang profesional. Seorang perencana harus memiliki setidaknya suatu pandangan yang lebih jauh.Sehingga kebijakan yang dibuat tidak semata untuk kepentingan sesaat tetapi untuk kesejahteraan masa depan yang lebih jauh. Memang , untuk mewujudkan kesejahteraan sesuatu wilayah bukan perkara mudah

atau bukan seperti sihir. Dimana suatu proses kebijakan tersebut akan dihadapkan berbagai macam hambatan dan rintangan. Dan ini tugas seorang perencana untuk melihat relasi antara sumber daya manusia dengan sumber daya alam. Sehingga akan tercapai suatu tujuan apabila keduanya saling mendukung. Secara sederhana, penataan ruang dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh membaiknya faktor-faktor produksi. Sehingga dari hal tersebut akan

73

terciptalah kesepakatan kerja, investasi, dan teknologi yang dipergunakan dalam proses produksi. Secara mudah, perekonomian wilayah yang meningkat dapat diidentifkasikan dengan meningkatnya proses antara konsumsi dengan produksi antar wilayah. Dengan pendekatan wilayah dalam arti sempit, bahwa seorang perencana harus memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Dimana seorang perencana harus memperhatikan bagaimana seharusnya rencana kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan potensi yang dimiliki wilayah tersebut, sehingga penggunaan ruang tersebut menghasilkan efisiensi terhadap kemakmuran masyarakatnya. Seorang perencana tata ruang wilayah harus melihat faktor besar yang menentukan berjalannya proses perencanaan tersebut. Misalnya jika seorang perencana akan memformat sebuah wilayah menjadi kawasan industri maka seorang perencana akan memformat sebuah wilayah menjadi kawasan industri maka seorang perencana harus memandang lebih jauh demi perkembangan ekonomi wilayah itu antara lain : 1. Sumber Daya Manusia (SDM) 2. Sumber Daya Alam (SDA) 3. Infrastruktur Seorang perencana dituntut dapat menimbang langkah-langkah

perencanaan yang sesuai dengan aspek dan karakteristik wilayah. Yakni : 1. Mengidentifikasi permasalahan

74

Seorang perencana wilayah dapat memilih dan memprioritaskan alternatif mana yang lebih dibutuhkan untuk perkembangan yang akan

dilaksanakan 2. Penetapan tujuan Setelah itu seorang perencana dapat menetapkan tujuan yang akan dilaksanakan. Baik secara umum maupun secara khusus 3. Mengidentifikasi langkah-langkah untuk mencapai tujuan dengan ditetapkan Dengan kata lain, bahwa seorang perencana dapat memilih dan memilah langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga dpaat menghasilkan kejelasan atas langkah-langkah yang dibuat secara akumulatif 4. Memilih alternatif yang tepat Setelah dapat mengidentifikasikan langkah-langkah yang dibuat.

Selanjutnya seorang perencana dapat memilih alternatif yang lebih tepat dari beberapa alternatif yang dibuat. 5. Peraturan Peraturan merupakan alat yang mengikat atas perencanaan yang dibuat dan untuk dilaksanakan. Sehingga dengan adanya peraturan yang mengikat maka proses berjalannya perencanaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan mutu yang diharapkan. 6. Menyusun kebijakan

75

Saatnya lah seorang perencana bertindak dan membuat kebijakan untuk melaksanakan langkah-langkah perencanaan yang dibuat untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Seorang perencana tidak hanya cukup memiliki kemampuan

intelektualitas yang diperoleh melalui pendidikan akademis semata melain kan juga perlu disertai dengan penanaman karakter perencana yang kreatif, inovatif, empati dan profesional sehingga mampu menentukan langkah dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan potensi sehingga sumbersumber yang ada dapat berdaya guna dan berhasil guna Untuk menjadi seorang perencana pembangunan daerah yang

profesional selain disiplin ilmu perencanaan perlu juga didampingi dengan jiwa kreatif, inovatif, empati dan profesional. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan dengan jiwa kreatif banyak gagasan-gagasan yang akan dihasilkan dan dikembangkan karena pada dasarnya orang yang kreatif

selalu memiliki rasa ingin tahu, selalu merasa tertantang olehkemajuan, memiliki sifat berani mengambil resiko dan memiliki sifat menghargai. Jiwa kreatif secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif dan tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni, serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Tumbuhnya jiwa kreatif dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : a. Iklim komunikasi organisasi yang memungkinkan para perencana

meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan tugas.

76

b.

Kerjasama yang cukup baik antara berbagai personel perencanaan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

c.

Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya yang bersifat positif bagi para perencana

d.

Perbedaan status yang tidak terlalu tajam antara perencana yang satu dengan perencana yang lainnya sehingga memungkinkannya terjadi hubungan manusiawi yang lebih harmonis

e.

Pemberian kepercayaan terhadap setiap perencana untuk meningkatkan diri dan mempertunjukkan karya dan gagasan kreatifnya

f.

Menimpakan kewenangan yang cukup besar kepada para perencana dalam melaksanakan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas

g.

Pemberian kesempatan kepada para perencana untuk ambil bagian dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Dengan adanya inovasi seorang perencana tidak akan merasa idenya terkurung. Ia akan selalu dinamis dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dapat dibayangkan bilamana seorang perencana sebagai peletak batu pertama sebuah manajemen tidak mengikuti zaman, ia pasti akan mengalami kebuntuan. Karena tanpa inovasi seorang perencana akan berakhir. Disamping kreatif dan inovatif. Hal yang perlu dimiliki oleh seorang perencana adalah memiliki jiwa empati, yaitu jiwa yang mampu memahami dan menempatkan posisi diri sendiri seperti yang dialami oleh orang lain.

77

Seorang perencana pembangunan daerah haruslah seorang yang profesional dalam bidangnya, karena untuk membuat suatu perencanaan yang komprehensif tidaklah mudah. Ia harus bisa memproyeksikan apa yang menjadi potensi didaerahnya, dan pemetaan potensi wilayah kemudian mampu mengestimasi yang akan terjadi dimasa yang akan datang serta mampu menyusun strategi-strategi untuk mengelolah sumber-sumber yang ada agar dapat berguna dan berhasil guna. Seorang perencana pembangunan daerah yang profesional harus : a. b. c. d. e. f. g. Bekerja sepenuhnya berbeda dengan amatir yang sambilan Mempunyai motivasi yang kuat Mempunyai pengetahuan dan keterampilan Keputusan atas nama klien (pemberian tugas) Berorientasi pada pelayanan Mempunyai hubungan kepercayaan dengan klien Otonom dalam penilaian karya Peranan perencana dalam era perencanaan adalah mengupayakan pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat untuk membawa perubahan sosio kultural kearah yang kondusif untuk melaksanakan suatu perencanaan yang partisipatif. Pengertian kondisi sosio kultural yang kondusif dalam hal ini tidak lain adalah kondisi dimana masyarakat dengan kesadarannya sendiri mampu berinisiatif untuk terlibat aktif dalam proses perencanaan .

78

Peranan perencana ini tak pelak membutuhkan kemampuan lebih baik dari pihak perencana dalam hal politik, birokrasi, dan keahlian komunikasi. Peran sebagai manager mengharuskan perencana

mempunyai kemampuan tidak hanya teknis birokratis, tetapi kemampuan komunikasi yang prima untuk meyakinkan orang yang berhubungan dangan dirinya (Forester, 1987).

Kelompok variabel individu terdiri atas variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Menurut Gibson (1987), variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis memunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri atas variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987) banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri atas variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Henry (1999), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung

memengaruhi kinerja individu. Penelitian Umar (2002), terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan memunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja

79

pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Menurut Nawawi (1997), motivasi bersifat individual, dalam arti bahwa setiap orang termotivasi oleh berbagai pengaruh hingga berbagai tingkat. Mengingat sifatnya ini, untuk peningkatan kinerja individu dalam organisasi, menuntut para manajer untuk mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan motivasi melalui suasana organisasi yang mendorong para pegawai untuk lebih produktif. Suasana ini tercipta melalui pengelolaan faktor-faktor organisasi dalam bentuk pengaturan sistem imbalan, struktur, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya. Kinerja merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas pada fungsi tertentu yang dilaksanakan oleh seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai anggota dan suatu kelompok atau organisasi pada periode tertentu yang hasilnya dapat dinikmati sendiri maupun kelompoknya atau organisasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gibson (1996), bahwa kinerja adalah catatan hasil ( out come ) yang dicapai dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama periode tertentu ( the record of outcome produced on a specified job function or activity during specified time period ). Ditambahkannya pula bahwa kinerja karyawan tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan kesempatan kerja.

80

2.2 Landasan Penelitian Terdahulu Kajian mengenai faktor-faktor kinerja dan pengembangan wilayah telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Melalui

penelusuran literatur hasil penelitian jurnal online/internet, penelitian jurnal cetakan dan tesis di beberapa perguruan tinggi, maka dapat ditemukan sebagai berikut : 1. Sembiring (2007), dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Iklim Komunikasi Dengan Budaya Kerja Sama Pegawai Bagian Umum Sekretariat Dalam Pemeliharaan Di Kalangan Aset Daerah

Pemerintah Kabupaten Karo. Adanya hu bungan yang signifikansi, antariklim komunikasi dengan kerja sama antar - Pegawai Negeri Sipil struktural dapat menciptakan kerja sama antara - Pegawai Negeri Sipil pada Pegawai Bagian Umum Sekretariat Daerah Dalam Pemeliharaan Aset Pemerintah Kabupaten Karo, antara lain adalah : kebutuhan sosial, komitmen, dan tanggung jawab pekerjaan dan kepemimpinan. Budaya kerja sama antar-PNS juga adalah tinggi, dengan persentase keseluruhan responden 61,30 % menyatakan budaya kerja antar-Pegawai Negeri Sipil. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment (menganalisis hubungan). 2. Lubis (2007), dalam tesisnya yang berjudul Analisis Iklim

Komunikasi Dan Budaya Kerja Sama Terhadap Kinerja Pegawai Biro Bina Kemasyarakatan Dan Sosial Sekretariat Daerah Propinsi

81 Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 57,20% keseluruhan responden menyatakan setuju maka peranan iklim komunikasi organisasi dan budaya kerja sama adalah mendukung. terhadap kinerja Pegawai Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekda Propinsi Sumatera Utara juga adalah tinggi, dimana persentase keseluruhan responden 61,30% menyatakan Kinerja Pegawai Biro Bina Kemasyarakatan Dan Sosial Sekda Propinsi Sumatera Utara. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus Rank Spearman (menemukan hubungan). 3. Daulay (2008), yang berjudul Implementasi Komunikasi Organisasi dalam Meningkatkan Tujuan Regulatif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat hubungan antara iklim komunikasi organisasi dengan terciptanya budaya Peranan Komunikasi Organisasi Dalam Meningkatkan Tujuan Regulatif. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 4. Tanjung (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Iklim Komunikasi Dan Budaya Kerja Sama Dengan Kinerja Pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Iskandar Muda Di Kot a Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan peranan iklim komunikasi adalah mendukung. terhadap kinerja Pegawai Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus Rank Spearman (menemukan

hubungan).

82 5. Ginting (2009), yang berjudul dalam tesisnya Iklim Komunikasi Organisasi Dalam Menciptakan Budaya Kerja Sama Pegawai Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Asset Daerah Kabupaten Karo. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dapat menciptakan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Karo. Analisis Data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus Rank Spearman (menemukan hubungan). 6. Sitorus (2005), yang berjudul Pengaruh Komunikasi Efektif terhadap Kinerja Pegawai pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial faktor keahlian berkomunikasi dan faktor sarana komunikasi menunjukkan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment (menganalisis hubungan). 7. Simamora, (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis

Komunikasi Organisasi Terhadap Kerja Sama Pegawai Penelitian di Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Analisis

komunikasi organisasi yang dirasakan dalam menciptakan kerja sama pegawai. Faktor kepemimpinan, tanggung jawab dan komitmen kerja menjadi motivasi bagi pegawai untuk menciptakan kerja sama

83

pegawai. Menurut pengamatan yang dilakukan peranan analisis komunikasi yang dilakukan adalah koordinasi dalam menerima, mendisposisi, dan mendistribusikan instruksi yang membutuhkan implementasi bentuk kebijakan. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus Rank Spearman (menemukan hubungan). 8. Bukit, (2004) dalam tesi snya yang berjudul Komunikasi antar

Pribadi terhadap Peningkatan Motivasi Kerja Pegawai di Dinas Perhubungan Kabupaten Karo Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Pelaksanaan komunikasi antar pribadi oleh pimpinan Dinas Perhubungan Kabupaten Karo dapat dikatakan baik. Hal ini disebabkan intensitas komunikasi pimpinan sering dilakukan dengan pegawai, ditambah kepercayaan pegawai terhadap isi pesan pimpinan, pelaksanaan komunikasi sering dilakukan dengan pertemuan atau rapat pimpinan sering terlibat begitu juga pegawai. Kredibilitas pemimpin yang dapat membuat komunikasi semakin baik adalah diterimanya saran pimpinan oleh pegawai dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus Rank Spearman (menemukan hubungan). Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif.

84

9. Purba Komunikasi (2007) dalam

tesisnya yang berjudul Antar

Pribadi terhadap Peningkatan Motivasi Kerja Pegawai di Dinas Perhubungan Kabupaten Karo Komunikasi antar pribadi bagian tata pemerintahan sekretariat daerah kabupaten karo dalam meningkatkan kinerja pegawai dan aspek percaya, sikap supportif dan sikap terbuka secara serempak dengan peningkatan kinerja pegawai. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 10. Penelitian Syukrianto, dkk (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor -faktor yang memengaruhi kinerja Pemerintah Daerah Aceh Selatan. Hasil penelitian menemukan faktor kepemimpinan dan motivasi kerja sangat memengaruhi kinerja pemerintahan. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 11. Penelitian Samsudin (2004) dengan judul Faktor yang memengaruhi kinerja Kepala Desa tugas pemerintahan desa di Kabupaten Katingan Propinsi Kalimantan Tengah. Hasil penelitian bahwa pendidikan, pelatihan, motivasi, pengalaman kerja, sikap loyal dan budaya kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja Kepala Desa di Kabupaten Katingan. Analisis data yang digunakan adalah statistik dengan rumus Regresi Korelasi. 12. Penelitian Bambang (2004) dengan judul Pengaruh Diklat Struktural Terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai di Lin Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Hasil yang ditemukan adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari diklat struktural terhadap peningkatan

85

kinerja

pegawai.

Besarnya

pengaruh

diklat

ADUM

terhadap

peningkatan kinerja adalah 34,625% dan besarnya pengaruh diklat SPAMA terhadap peningkatan kinerja adalah 10,20%. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment (menganalisis hubungan). 13. Penelitian Lucas (1988) dengan judul On the Mechanics of Development Planning , hasil penelitian menyatakan bahwa modal sumber daya manusia sebagai suatu alternatif untuk proses yang bersifat teknologi untuk menunjang perkembangan ekonomi. Secara tradisional pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan dianggap sebagai sumber utama dari modal sumber daya manusia dan untuk alasan demikian, banyak model perkembangan yang telah

memperkenalkan faktor-faktor ini dalam modelnya. Analisis data yang digunakan analisis statistik dengan menggunakan rumus product moment (menganalisis hubungan). 14. Penelitian Timothy Bartram, Pauline Stanton, Sandra Leggar, Gian Casimir dan Benjamin Fraser (2006) dalam Human Resource Management Journal dengan judul Lost in translation: exploring the link between HRM and performance in healthcare , menemukan adanya hubungan kuat antara strategi manajemen sumber daya manusia dan outcome dari organisasi. Temuan ini tergambar dari

86

praktik manajerial. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 15. Penelitian Eunmi Chang (2006) dalam Journal of World Business dengan judul Individual pay for performance and commitment HR practices in South Korea hasilnya sistem penggajian individu terhadap kinerja dan praktek sumber daya manusia tidak memunyai pengaruh terhadap komitmen organisasi, tetapi ditemukan suatu interaksi yang positif. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 16. Penelitian Mei-I Cheng, Andrew Dainty dan David Moore (2006) dalam International Journal of Productivity and Performance Management dengan judul Implementing a new performance management system within a project-based organization: A case study, hasilnya ditemukan kendala dalam solusi

mengimplementasikan kinerja dari manajer senior perusahaan yang telah lama berkarir. Sistem kerja lama tidak bisa diubah melalui pelatihan dan pengembangan karyawan. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. 17. Penelitian Rose, dan Kumar (2006) dalam Journal Performance Improvement dengan judul The Influence Of Organizational and Human Resource Management Strategies on Performance . Studi yang dilakukan terhadap 42 perusahaan di Jepang menemukan bahwa budaya kerja sangat memengaruhi terhadap kinerja karyawan di

87

perusahaan Jepang. Analisis data yang digunakan analisis data kualitatif.

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang

kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, penyelenggaraan Balai

Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Medan tersebut, diharapkan dapat ditingkatkan daya guna dan hasil gunanya, dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Balai

Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Medan sehingga lebih kompetitif dan berdaya saing secara global. Dengan ditetapkannya status sebagai daerah otonom yang disertai kadar disentralisasi yang sangat tinggi, memungkinkan Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Medan berkreasi dan

melakukan inovasi yang tinggi dalam mengelola urusan rumah tangganya. Dalam format seperti ini, kebutuhan tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas menjadi dasar pertimbangan utama yang memerlukan langkah langkah prioritas yang terprogram secara sistematis. Di antara beberapa unsur sumber daya manusia yang secara potensial sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan otonomi daerah adalah perencana 88

89

Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Medan. Keberhasilan dalam melaksanakan pembangunan tergantung kepada

prefesionalisme individu yang diukur melalui kinerja. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pegawai. Kinerja pegawai adalah yang memengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi terhadap tujuan organisasi. Pada prinsipnya kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi, faktorfaktor yang memengaruhi kinerja adalah pendidikan, pelatihan motivasi kerja. Unsur yang menjadi indikator kinerja adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. Economic Base Theory , dasar teori adalah ekspor barang (komoditas), dengan sasaran pengembangan peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan. Penerapannya adalah dengan pengembangan industri berorientasi ekspor dan subsitusi impor. Untuk itu ada integrasi antara jenis industri, prasarana, dan perluasan industri. Sector Theory , dasar teori adalah pengembangan semua sektor baik primer, sekunder, maupun tersier. Sasaran pengembangan aneka ragam sektor dan peningkatan produktivitas sektor. Pengembangan sektor akan meningkatkan kebutuhan dan pendapatan persektor. Penerapan teori ini adalah pengembangan sektor ini akan mampu menarik investasi di sektor sektor unggulan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Guna menghindari kesimpangsiuran dalam penelitian, diperlukan satu kerangka

90

konseptual yang menjadi pedoman dalam setiap tahap penelitian yang akan dilakukan. Adapun bentuk kerangka konseptual yang dimaksud adalah seperti berikut :

Iklim Komunikasi Organisasi

Budaya Organisasi

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kepercayaan Pembuatan keputusan bersama . Kejujuran Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah Mendengarkan dalam komunikasi ke atas Perhatian pada tujuantujuan berkinerja tinggi

1. 2.

3.

Menyatukan cara berpikir. Mempermudah pelaksanaan, mivi, misi, dan program. Memperkuat kerja sama tim.

Kinerja Perencana Pengembangan wilayah

1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman kerja

Gambar 3 Kerangka Konseptual Penelitian

91

3.1.1.Defenisi Konseptual 1. Iklim Komunikasi Organisasi Terdapat beberapa faktor yang turut memengaruhi terciptanya iklim komunikasi dalam organisasi. Mulyana (2001) menyebutkan faktor-faktor yang turut memengaruhi iklim komunikasi adalah: a. Kepercayaan Personal di semua tingkatan harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di dalamnya ada kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan. Pembuatan keputusan bersama Para pegawai di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkomunikasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi yang relevan dengan kedudukan mereka. Pada pegawai di semua tingkatan harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkomunikasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan. Kejujuran Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi dan para pegawai mampu mengatakan apa yang ada dalam pikiran mereka tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan atau atasan. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah Kecuali untuk informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memeroleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang memengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagianbagian lainnya dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas Personel setiap tingkatan dalam organisasi harus mendengarkan saran saran atas laporan-laporan yang dikemukakan personel di setiap tingkat bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawan.

b.

c.

d.

e.

92

f. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi. Personel di setiap tingkatan dalam organisasi harus menunjukkan suatu di setiap komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi-tinggi produktivitas tinggi, biaya rendah-demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota lainnya. 2. Budaya organisasi Budaya organisasi yang efektif dapat: a. Menyatukan cara berpikir, berperilaku dan bertindak seluruh insan organisasi/korporasi. b. Mempermudah penetapan dan implementasi visi, misi dan strategi dalam korporasi. c. Memperkuat kerjasama tim dalam korporasi, menghilangkan friksifriksi internal yang timbul. 3. Kinerja Kinerja pegawai adalah yang memengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi terhadap tujuan organisasi. Pada prinsipnya kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi, faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja adalah pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja

3.2 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah, hasil penelitian terdahulu, dan landasan teori yang diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

93

1. Iklim komunikasi organisasi berpengaruh terhadap kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan. 2. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan. 3. Iklim komunikasi dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Pelaksanaan penelitian sudah dilaksanakan mulai tahun 2011 Tahapan dilaksanakan mulai prasurvei, pembuatan proposal penelitian, konsultasi Dosen Pembimbing, penelitian lapangan dan membuat laporan akhir disertasi. 4.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan : a. b. Mudah mendapatkan data sekunder Untuk mengembangkan perencana pengembangan wilayah daerah 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. di

94

95

Tabel 1 Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan No. 1 2 Keterangan Sistem Industri 2009 Sistem Industri 2010 Jumlah Jumlah Lulusan 310 281 591 Persen 52,46 47,54 100,00

Sumber data : Balai Diklat Industri Regional I Medan ,2010 Tabel 2 Populasi No. 1 2 3 Kepala Unit Pelaksana Supervisor Keterangan N 80 308 203 % 13,54 52,12 34,35 100,00

Jumlah 591 Sumber data : Balai Diklat Industri Regional I Medan ,2010

4.3.2 Sampel Menurut Higgins (dalam Lubis, 2003; 44-46) bahwa penentuan ukuran sampel dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif

memerlukan beberapa pertimbangan ketat agar sampel dapat dikatakan representative atau tidak bias. Salah satu cara yang dapat digunakan dan telah diakui secara luas untuk menentukan besar sampel adalah dengan

menggunakan formula Cochran, yaitu penentuan besar sampel harus didasarkan pada skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel utama. (Apakah datanya bersifat kontiniu atau kategorikal).

96

Cochran (1997 : 81) menyatakan bahwa data yang bersifat kontiniu adalah data yang diukur menggunakan skala ordinal, interval dan rasional. Sedangkan data yang bersifat kategorikal adalah data yang diukur dengan skala nominal. Dalam penelitian ini pengukuran variabel (kinerja peserta pendidikan) akan diukur dengan skala ordinal, maka formula yang digunakan untuk menentukan besar sampel adalah formula Cochran untuk data kontinu, dengan rumus sebagai berikut : no =

(t ) 2 .(S ) 2 (d ) 2

Keterangan : no = ukuran sampel standard Cochran T = Nilai persentil distribusi t = 1,96 S = Estimasi Standar deviasi populasi, jika skala pengukuran bergerak antara skala 1 5, maka terdapat sebanyak 5 poin data yang akan terkumpul dan angka 4 dapat dijadikan standard deviasi, sehingga S dapat dihitung = 5/4 = 1,25. d = Interval kesalahan ( margin of error ) Menurut Morga (Lubis, 2003) menyatakan bahwa secara umum dalam penelitian sosial margin of error pada data kategorikal adalah sebesar 5% dan untuk data kontiniu 3%. Sehingga margin of error dalam penelitian ini yang dapat diterima adalah 5 x 3% = 0,15. Dengan demikian ukuran sampel standard Cochran dapat dihitung sebagai berikut :

97

no =

(1,96) 2 .(1,25) 2 (0,15) 2

= 266,77 = 267 Setelah ukuran sampel standard Cochran diketahui, selanjutnya menarik ukuran sampel dari populasi, dengan rumus : Teknik penarikan sampel menggunakan stratified random sampling yang bersifat proporsional. Teknik penarikan stratified random sampling yang bersifat proporsional yang dimaksud digunakan dalam penelitian ini, karena peneliti telah menetapkan kriteria berdasarkan pernah mengikuti pelatihan sistem industri dan dipersiapkan menjadi perencana. 4.3.3 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dan tiga jenis yaitu variabel independen, variabel mediasi, dan variabel dependen seperti diuraikan berikut ini. Penjabaran lebih lanjut tentang variabel dan indikatornya seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penjabaran Variabel dengan Indikator dan Nomor Item Kuesioner


Variabel Teoretis Iklim Komunikasi Organisasi (X1) Dimensi 1. Kepercayaan (X1.1) Indikator - Kepercayaan akan informasi yang disampaikan atasan. - Keyakinan akan informasi yang disampaikan atasan. - Kredibilitas informasi sesuai dilaksanakan oleh atasan. X1.1.2 X1.1.2 No. Item X1.1.1

98

- Semua tingkatan pegawai diajak berkomunikasi tentang masalah pekerjaan. 2. Pembuatan keputusan bersama (X1.2) - Semua tingkatan pegawai diajak berkonsultasi tentang masalah pekerjaan. - Semua tingkatan pegawai diberi kesempatan berkomunikasi ke atas. - Semua tingkatan pegawai diberi kesempatan berkonsultasi ke atas.

X1.1.4

X1.2.1

X1.2.2

X1.2.3

3. Kejujuran
(X1.3)

- Suasana jujur dalam interaksi. - Komunikasi terus terang kepada teman sejawat. - Komunikasi terus terang ke bawah.

X1.3.1 X1.3.2

X1.3.3

4. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah


(X1.4)

- Mudah memeroleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka. - Informasi untuk koordinasi. - Saran-saran bawahan.

X14.1

X1.4.2

5.Mendengarkan

X1.5.1 X1..5..2 X1..5..3

dalam komu- - Laporan-laporan bawahan. nikasi ke atas - Informasi dari bawahan.


(X1.5)

6. Perhatian pada tujuantujuan berkinerja

- Memperhatikan pegawai agar maksimal bekerja. - Mendukung pegawai dalam pekerjaan.

X1..6.1

X1.6.2

99

tinggi (X1.5).
Budaya Organisasi PNS (X2) 1. Menyatukan cara berfikir (X2.1) 2. Mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program (X2..2) 3. Memperkuat kerja sama tim (X2..3) . - Menyatukan cara berpikir dalam pekerjaan. - Menyatukan cara perilaku dalam pekerjaan. - Menyatukan cara bertindak dalam pekerjaan. - Sepakat dalam melaksanakan visi dan misi organisasi. - Sepakat dalam melaksanakan program kerja organisasi. - Mengutamakan kerja sama tim. - Menghilangkan perselisihan antarunit kerja. - Solid dalam interaksi pegawai. - Tidak mendapatkan tekanan dari dalam organisasi. - Mampu menghalau tekanan dari luar organisasi. X2.1.10 X2.1.8 X2.1.9 X2.1.7 X2.1.6 X2.1.5 X2.1.4 X2.1.3 X2.1.2 X2.1.1

Kinerja Perencana (Y)

1. Pendidikan (Y1) 2. Pelatihan (Y2) 3. Pengalaman kerja (Y3)

1. Inovasi 2. Memberikan pandangan 3. Strategi 4. Motivasi

Y1.1 Y2.2 Y3.3 Y44

100

4.4 Defenisi Operasional Definisi operasional adalah penafsiran atas variabel penelitian melalui konsepsi peneliti dan teori pendukung penelitian, dapat dirinci sebagai berikut: 1. Iklim komunikasi organisasi (X1) Variabel Independen Iklim komunikasi organisasi merupakan persepsi-persepsi mengenai: kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas, perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi

2. Budaya Organisasi (X 2 ) Variabel Independen Budaya Organisasi merupakan menyatukan cara berpikir, mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program,memperkuat kerja sama tim. 3. Kinerja Perencana (Variabel Y) Variabel Dependen Kinerja Perencana dapat dilihat dari : pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja. Tabel 4 Defenisi Operasional
Variabel Teoretis Iklim Komunikasi Organisasi (X1) Dimensi 1. Kepercayaan Indikator - Kepercayaan akan informasi yang disampaikan atasan. - Keyakinan akan informasi yang disampaikan atasan. - Kredibilitas informasi sesuai dilaksanakan oleh atasan. - Semua tingkatan pegawai diajak berkomunikasi tentang masalah pekerjaan.

101

2. Pembuatan keputusan bersama

- Semua tingkatan pegawai diajak berkonsultasi tentang masalah pekerjaan. - Semua tingkatan pegawai diberi kesempatan berkomunikasi ke atas. - Semua tingkatan pegawai diberi kesempatan berkonsultasi ke atas.

3. Kejujuran

- Suasana jujur dalam interaksi. - Komunikasi terus terang kepada teman sejawat. - Komunikasi terus terang ke bawah.

4. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah

- Mudah memeroleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka. - Informasi yang diperoleh menjadi penting untuk koordinasi.

Budaya Organisasi (X2)

5. Mendengarkan dalam - Mendengarkan saran-saran komunikasi ke atas bawahan. - Menerima laporan-laporan bawahan. - Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting. 6. Perhatian pada tujuan- - Memperhatikan pegawai tujuan berkinerja agar maksimal bekerja. tinggi. - Mendukung pegawai dalam pekerjaan. 1. Menyatukan cara - Menyatukan cara berpikir berfikir dalam pekerjaan. 2. Mempermudah - Menyatukan cara perilaku pelaksanaan visi misi dalam pekerjaan.

102

dan program, 3. Memperkuat kerja sama tim.

- Menyatukan cara bertindak dalam pekerjaan. - Sepakat dalam melaksanakan visi dan misi organisasi. - Sepakat dalam melaksanakan program kerja organisasi. - Mengutamakan kerja sama tim. - Menghilangkan perselisihan antar unit kerja. - Solid dalam interaksi pegawai. - Tidak mendapatkan tekanan dari dalam organisasi. - Mampu menghalau tekanan dari luar organisasi.
Inovasi. Memberikan pandangan. Strategi. Motivasi kerja.

Kinerja Perencana (Y)

1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman kerja

4.5 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan angket yang berstruktur dengan sifat tertutup, melakukan pengamatan untuk mendapatkan data yang lebih valid, apabila kedua instrumen dirasakan meragukan maka dilakukan wawancara. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan agar dapat menjadi sumber data yang baik, maka angket yang digunakan perlu diuji apakah layak atau tidak digunakan dalam mengumpulkan

103

informasi bagi penelitian ini. Untuk mengetahui validitas dan reabilitas angket dilakukan Uji Coba instrumen sebelum pengambilan data, yaitu : a. Validitas Angket Instrumen penelitian harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. Instrumen yang valid (sahih) berarti instrument tersebut mampu mengukur tentang apa yang diukur. Instrumen yang memenuhi persyaratan reliabilitas (handal), berarti instrument menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrument tersebut digunakan untuk mengukur berkali-kali (Sarmanu, 2003). Responden uji coba validitas dan reliabilitas data sebanyak 30 orang responden dan satuan-satuan kerja yang tidak termasuk dalam sampel penelitian. b. Uji Validitas Data Validitas didefenisikan sebagai ukuran seberapa kuat suatu alat tes melakukan fungsi ukurannya. Apabila validitas yang didapatkan semakin tinggi, maka tes tersebut akan semakin mengenai sasaran dan semakin menunjukkan apa yang seharusnya ditunjukkan (Kerlingger, 1986). Pengujian validitas ini dimaksudkan untuk mengukur atau menguji apakah suatu instrument mengukur konstruk sesuai dengan yang diharapkan peneliti, sehingga akan digunakan pendekatan construct validity dengan pengujian melalui discriminate validity dimana masing-masing item tiap variable dikorelasikan dengan nilai total yang diperoleh dan koefisien korelasi product moment. Validitas suatu instrument ditentukan berdasarkan rendahnya korelasi dengan instrument lain yang digunakan untuk mengukur konstruk lain (Malhotra, 1996 dalam Biantoro, 2002).

104

Apabila koefisien korelasi rendah dan tidak signifikan, maka item yang bersangkutan gugur. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%.

Perhitungan korelasi pada masing-masing variabel dengan skor total menggunakan teknik korelasi product moment yang dirumuskan sebagai berikut: r =

X N X N Y
2 2 2

N XY X Y

Dimana: r = angka korelasi

X = skor tiap-tiap variabel Y = skor total tiap responden N = jumlah responden Validitas konvergen adalah validitas yang mengukur seberapa jauh indikator berkorelasi positif dengan indikator lainnya yang mengukur konstruk yang sama. c. Uji Reliabilitas Data Uji keandalan ( reliabilitas ) digunakan untuk menguji keandalan hasil pengukuran kuisioner yang erat hubungannya dengan masalah kepercayaan. Suatu taraf tes dikatakan memunyai taraf kepercayaan bila tes tersebut memberikan hasil yang tepat (ajeg). Rumus untuk koefisien variansi R tt adalah sebagai berikut: R2 =
M (V1 V2 ) ( M 1)V1

Dimana:

105

Rtt = koefisien variansi V1 = variansi total V2 = variansi butir-bitir M = Jumlah butir-butir Apabila R tt lebih besar 0,160 maka data penelitian dianggap cukup baik dan reliabel untuk digunakan sebagai input dalam proses penganalisaan data guna menguji hipotesis penelitian. Dalam prakteknya uji reabilitas ini dipermudah dengan adanya output komputer berupa squared multiple correlation (R2 ). Squared multiple correlation adalah fungsi beta dan korelasi antara predictor (konstruk) dengan indikatomya (Biantoro, 2002).

4.6 Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian menggunakan prosedur; a. Data Primer Data primer adalah pengumpulan data menggunakan prosedur observasi wawancara dan kuesioner. b. Data Sekunder Data sekunder adalah prosedur pengumpulan data melalui perpustakaan dengan mencari dan mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan penelitian dan dokumentasi.

106

4.7 Teknik Analisis Data Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memeroleh pengertian tentang situasi yang sesungguhnya, di samping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata (Erickson dan Nosanchuk, 1996). Dalam rangka pencapaian tujuan penelitian dan pengujian penelitian, data yang diperoleh selanjutnya akan diolah sesuai dengan kebutuhan analisis. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memeroleh gambaran umum tentang jawaban responden serta untuk mengidentifikasi karakteristik masing-masing variabel penelitian dalam bentuk frekuensi dan persentase. Analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis,

menginterprestasikan data, sehingga dapat menarik suatu simpulan berkenaan dengan data. Analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan model persamaan struktural atau Structural Equation Modeling (SEM). SEM adalah teknik statistik yang digunakan untuk membangun dan menguji model statistik yang biasanya dalam bentuk sebab akibat (Narimawaty, 2007). SEM adalah penggabungan antara dua konsep statistika, yaitu konsep analisis faktor yang masuk pada model pengukuran (measurement model) dan konsep regresi melalui model struktural (structural model). Model pengukuran menjelaskan hubungan antara variabel dengan indikator-indikatornya,

sedangkan model struktural menjelaskan hubungan antara variabel. SEM

107

adalah mulai dikemukakan oleh para ahli statistik pada tahun 1950-an, yang mencari metode untuk membuat model untuk membuat model yang dapat menjelaskan hubungan di antara variabel (Santoso, 2007).

4.7.1 Asumsi dan Persyaratan Menggunakan SEM Seperti pada metode dan prosedur statistik lainnya, prosedur SEM memunyai asumsi-asumsi serta syarat-syarat dalam pengerjaannya (Santoso, 2007). Berikut beberapa asumsi dan persyaratan penting yang perlu diperhatikan saat menggunakan SEM yaitu:

1) Ukuran Sampel Jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah sebanyak 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan yaitu sebanyak 5 kali jumlah indikator. 2) Normalitas Data dan Lineartis SEM mensyaratkan data berdistribusi normal atau dapat dianggap berdistribusi normal. Untuk mengetahui apakah normalitas dipenuhi, maka seberan data harus dianalsiis, sehingga data dapat diolah lebih lanjut dengan menggunakan SEM. Pengujian normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histrogram dari data, atau dapat juga dilakukan dengan metode-metode multivariat statistik. Pengujian terhadap normalitas multivariat yaitu

penggunaan beberapa variabel sekaligus dalam melakukan analsiis akhir. Kemudian, untuk pengujian linearitas dapat dilakukan dengan mengamati atau

108

memperhatikan scatterplots dari data dengan memilih pasangan data serta pola penyebarannya untuk memperkirakan ada tidaknya lineartis.

3) Outlier Seperti telah dikemukakan bahwa SEM mensyaratkan data berdistribusi normal, untuk dilakukan pengujian outlier data. Outlier data adalah data yang memunyai nilai jauh di atas atau di bawah rata-rata data. Semakin jauh jarak suatu data dengan titik pusat (centroid), semakin ada kemungkinan data masuk dalam kategori outlier, atau data yang sangat berbeda dengan data lainnya. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk pengjian outlier data yaitu terhadap univariatre outlier dan terhadap multivariate outlier dengan menggunakan jarak Mahalanobis, akan tetapi yang diperhatikan sebagai pengujian data yang utama adalah nivariate. Sebuah data termasuk outler jika memunyai angka p1 dan p2 (p = probability) kurang dari 0,05 (Santoso, 2007).

4.7.2 Langkah-langkah Penggunaan SEM. Menurut Hair et.al (1998), ada tujuh langkah yang harus dilakukan apabila menggunakan SEM yaitu : Model yang telah dibangun akan digambarkan dalam suatu diagram jalur (pada diagram). Diagram jalur tersebut akan mempermudah dalam melihat hubungan-hubungan kausalitas yang akan diuji. Melalui AMOS versi 16 akan digambarkan hubungan kausalitas dalam sebuah diagram jalur dan selanjutnya program akan mengonversinya ke dalam jalur dan selanjutnya program akan mengonversi gambar menjadi persamaan, dan persamaan itu

109

akan menjadi estimasi. Adapun gambar diagram jalur penelitian ini adalah seperti terlihat pada gambar berikut.

BAB V HASIL PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kota Medan Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1 - 4 Lintang Utara dan 98 100 Bujur Timur, memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara memunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km 2 , Sumatera Utara terkenal karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh

perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan. Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia. Selain komoditas perkebunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buahan); misalnya jeruk Medan, jambu deli, sayur kol, tomat, kentang, dan wortel yang dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara. Produk holtikultura tersebut telah diekspor ke Malaysia dan Singapura. Pemerintah Provinsi (Pemprop) Sumatera Utara juga sudah membangun berbagai prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antarkabupaten di Sumatera Utara maupun antara Sumatera Utara dengan 110

111

provinsi lainnya. Sektor swasta juga terlibat dengan mendirikan berbagai properti untuk perdagangan, perkantoran, hotel dan lain-lain. Tentu saja sektor lain, seperti koperasi, pertambangan dan energi, industri, pariwisata, p os dan telekomunikasi, transmigrasi, dan sektor sosial kemasyarakatan juga ikut dikembangkan. 5.1.1 Lambang Daerah Sumatera Utara

Pengertian Lambang Daerah Sumatera Utara yaitu : 1. Kepalan tangan yang diacungkan ke atas dengan menggenggam rantai beserta perisainya melambangkan kebulatan tekad perjuangan rakyat Provinsi Sumatera Utara melawan imperialisme/kolonialisme, feodalisme dan komunisme. 2. Batang bersudut lima, Perisai dan Rantai melambangkan kesatuan masyarakat di dalam membela dan mempertahankan Pancasila. 3. Pabrik, Pelabuhan, Pohon karet, Pohon sawit, Daun tembakau, Ikan, Daun padi, dan Tulisan "SUMATERA UTARA" melambangkan daerah yang indah permai masyhur dengan kekayaan alamnya yang melimpah-limpah.

112

4.

Tujuh belas kuntum kapas, delapan sudut sarang laba-laba dan empat puluh lima butir padi menggambarkan tanggal bulan dan tahun kemerdekaan yang ketiga-tiganya ini berikut tongkat di bawah kepalan tangan melambangkan watak kebudayaan yang

mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme, pencinta, keadaan dan pembela keadilan. 5. Bukit Barisan yang berpuncak lima melambangkan tata

kemasyarakatan yang berkepribadian luhur, bersemangat Persatuan Kegotongroyongan yang dinamis. 5.1.2 Unit-unit Kerja 1. Dinas-Dinas Daerah 1) Dinas Pendidikan 2) Dinas Kelautan dan Perikanan 3) Dinas Kesehatan 4) Dinas Pemuda dan Olahraga 5) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 6) Dinas Kesejahteraan dan Sosial 7) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 8) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 9) Dinas Kehutanan 10) Dinas Perhubungan 11) Dinas Perindustrian dan Perdagangan 12) Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 13) Dinas Pendapatan 14) Dinas Pertanian

113

2. Lembaga Teknis 1) Badan Penelitian dan Pengembangan 2) Badan Lingkungan Hidup 3) Inspektorat 4) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 5) Badan Pendidikan dan Pelatihan 6) Badan Penanaman Modal dan Promosi 7) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa 8) Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 9) Badan Ketahanan Pangan 10) Badan Kepegawaian Daerah 11) Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat 12) Satuan Polisi Pamong Praja 13) Kantor Pengolahan Data Elektronik 14) Kantor Penghubung Daerah 3. Sekwan & Setda 1) Sekretariat DPRDSU 2) Biro Otonomi Daerah 3) Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan 4) Biro Pemerintahan Umum 5) Biro Pembangunan 6) Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial 7) Biro Perekonomian 8) Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB 9) Biro Umum

114

10) Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset 11) Biro Keuangan 12) Biro Hukum 5.1.3 Link Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara 1) Pemko Medan 2) Pemko Binjai 3) Pemkab Tapanuli Utara 4) Pemko Sibolga 5) Pemkab Deli Serdang 6) Pemkab Simalungun 7) Pemkab Labuhan Batu 8) Pemko Pematang Siantar 9) Pemkab Karo 10) Pemko Tebing Tinggi 11) Pemkab Langkat 12) Pemkab Asahan 13) Pemkab Toba Samosir 14) Pemkab Tapanuli Selatan 15) Pemkab Dairi 16) Pemko Tanjung Balai 17) Pemkab Humbang Hasundutan 18) Pemkab Nias Selatan 19) Pemkab Samosir 20) Pemkab Padang Lawas Utara

115

5.1.4 Visi dan Misi 1. Visi Provinsi Sumatera Utara Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang beriman, maju, mandiri, mapan, dan berkeadilan di dalam kebhinekaan yang didukung oleh tata pemerintahan yang baik" Penjelasan Visi : a. Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang beriman, yaitu masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa mengamalkan ajaran agamanya dengan baik, konsisten dan konsekuen, menghargai dan menghormati pemeluk agama lain dalam bingkai keluarga besar masyarakat Sumatera Utara yang harmonis. b. Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang maju, yaitu masyarakat yang berpengetahuan dan sadar akan supremasi hukum serta menggunakan akal sehat, dapat mengikuti dan menyesuaikan dengan perkembangan global namun tetap mempertahankan cirri identitas masyarakat Sumatera Utara yang majemuk karena pandai menghargai adat. c. Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang mandiri serta percaya diri, yaitu masyarakat yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan potensi daerah dan karenanya dapat menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan prakarsa dan aspirasi masyarakat itu sendiri. d. Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang mapan yaitu masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara

116

seimbang jasmani dan rohani, memiliki daya tahan terhadap pengaruh luar, mampu meningkatkan kualitas kehidupannya termasuk lingkungan hidup yang semakin layak, tanpa adanya tingkat kesenjangan yang signifikan. e. Terwujudnya masyarakat yang berkeadilan di dalam kebhinekaan yaitu masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama secara proporsional dalam lingkup masyarakat yang merasa dipinggirkan, dilupakan dan ditinggalkan. f. Tata pemerintahan yang baik atau good governance menganut prinsip-prinsip akuntabilitas, pengawasan, daya tanggap,

profesionalisme, efisiensi dan efektivitas, transparansi, kesetaraan, wawasan ke depan, partisipasi dan penegakan hukum. 2. Misi Provinsi Sumatera Utara Untuk mewujudkan Visi tersebut maka dibuatlah Misi seperti berikut ini : a) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber moral dan akhlak yang baik untuk menunjang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. b) Meningkatkan kualitas dan sistem pembinaan aparatur

pemerintahan, mengurangi KKN, dalam rangka menghilangkannya sama sekali dalam upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik sebagai landasan pembangunan masyarakat madani. c) Mendorong penegakan hukum yang konsisten dan meningkatkan rasa aman masyarakat. d) Membangun prasarana dan sarana daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi daerah dengan tetap memperhatikan kesenjangan wilayah

117

melalui kerjasama antardaerah dan kerjasama pemerintah daerah dengan swasta dan kerjasama Regional dan Internasional. e) Membangun dan mengembangkan ekonomi daerah, termasuk mendorong ekonomi kerakyatan, yang bertumpu pada sektor pertanian, agroindustri, pariwisata serta sektor unggulan lainnya, dengan cara investasi dalam dan luar negeri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan. f) Mendorong pengembangan kualitas masyarakat dan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif, produktif dan memiliki etos kerja yang tinggi serta memiliki semangat

berpartisipasi untuk pembangunan lingkungannya maupun daerah secara keseluruhan. g) Meningkatkan rasa keadilan, kesetaraan, kebersamaan dan rasa persatuan dalam masyarakat yang perwujudannya dapat terlihat dari antara lain, komposisi pejabat di pemerintahan daerah yang menggambarkan konfigurasi kemajemukan masyarakat Sumatera Utara yang serasi. 3. Sepuluh Prinsip Good Governance 1) Akuntabilitas: meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. 2) Pengawasan : penyelenggaraan meningkatkan pemerintahan upaya dan pengawasan pembangunan terhadap dengan

mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas. 3) Daya tanggap: meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

118

4) Profesionalisme:

meningkatkan

kemampuan

dan

moral

penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau. 5) Efisiensi & efektivitas : menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab. 6) Transparansi : menciptakan kepercayaan timbal-balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi. 7) Kesetaraan: memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. 8) Wawasan ke depan : membangun daerah berdasarkan visi dan strategis yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya. 9) Partisipasi: mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan

keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. 10) Penegakan hukum: mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat 4. Delapan Perintah Harian Gubernur 1) Tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjaga moral, kehormatan dan martabat PNS sebagai Payung Anak

119

Negeri; 2) Kuasai, pahami dan laksanakan nilai-nilai Pancasila dan Panca Prasetya Korpri; 3) Tingkatkan disiplin melalui taat azas, taat waktu dan taat prosedur, guna pencapaian hasil kinerja yang optimal; 4) Tingkatkan masyarakat; 5) Tumbuhkan soliditas, kebersamaan dan kesetiakawanan Korps Pegawai Negeri Sipil; 6) Kuasai tugas pokok dan fungsi serta jalin koordinasi dan sinerjisitas antarinstansi maupun dengan jajaran kabupaten/kota; 7) Tingkatkan kemampuan teknologi informasi untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas serta kembangkan komunikasi yang tidak berjarak dengan masyarakat; 8) Lakukan penghematan, efisiensi dan pola hidup sederhana serta tanamkan budaya malu korupsi. 5.1.5 Visi dan Misi Pusdiklat Industri 5.1.5.1 Visi Pelopor Institusi Pendidikan dan Pelatihan Yang Terpercaya Dalam Pengembangan SD M Industri Profesional Tahun 2020 5.1.5.2 Misi 1. Menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia aparatur dan dunia usaha yang berbasis kompetensi 2. Berkontribusi pada peningkatan daya saing industri nasional melalui kreatifitas dan profesionalisme dalam melayani

120

pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia industri. 5.1.6 Struktur Organisasi

5.2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

5.2.1 Syarat Uji validitas Jika nilai Pearson correlation adalah positif dan probabilitas korelasi yakni Sig (2-tailed) < 0,05, maka suatu instrumen valid. Jika nilai Pearson correlation adalah negatif atau probabilitas korelasi yakni Sig-2 (tailed) >0,05, maka suatu instrumen tidak valid.

121

Reliabilitas instrumen penelitian (angket) sebanyak 32 item (butir) telah diadakan uji coba kepada 21 responden dalam uji coba alat pengukur (angket) yang dilakukan secara random. Dalam uji coba tersebut diharapkan butir-butir atau item pernyataan yang tersedia memiliki reabilitas dan validitas yang cukup sebagai alat ukur. Apabila dari hasil uji coba angket atau alat ukur tersebut tidak menunjukkan nilai yang reliable dan valid, maka butir angket yang tidak memiliki realibilitas, akan gugur sebagai alat ukur. Berdasarkan perhitungan reabilitas dan validitas angket, dengan bantuan proses dan SPSS, maka diperoleh hasil reabilitas dan validitas, sebagai berikut:

122

Tabel 5 Validitas Angket Iklim Komunikasi Organisasi(X 1 ) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Tabel 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 Observasi 0.2543 0.4696 0.3778 0.3801 0.6036 0.6824 0.6632 0.6544 0.3985 0.5294 0.5158 0.4266 0.2926 0.3275 0.3447 0.5800 0.5484 0.5034 0.3374 0.3482 Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

21. 0.176 0.3970 Keterangan : Hasil perhitungan validitas item nomor 1-21

Berdasarkan uji validitas variabel Independent (Iklim Komunikasi Organisasi = X 1 ) diperoleh hasil seluruh butir pernyataan No. 1 s/d 21 adalah positif dan probabilitas korelasi dengan r tabel Alfa, 0,05 adalah = 0,8686 > 0,176. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa semua butir pernyataan adalah reliable.

123

Tabel 6 Validitas Angket Budaya Organisasi (X 2) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Tabel 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 Observasi 0,5592 0,5912 0,5233 0,5568 0,6153 0,6369 0,2823 0,2343 0,4142 0,5943 0,6080 0,5102 Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Berdasarkan Uji Validitas variabel Independent (Budaya Organisasi PNS = X2 ) diperoleh hasil seluruh butir pernyataan No. 22 s/d 33 adalah positif dan probalitas korelasi dengan r tabel Alfa 0,05 adalah = 0,8344 > 0,176. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa semua butir pernyataan adalah realibel. Tabel 7 Validitas Angket Kinerja Perencana (Y) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Tabel 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 0.176 Observasi 0,5266 0,5562 0,4584 0,3588 0,3584 0,5822 0,5943 0,4982 0,3285 0,3652 Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

124

Berdasarkan Uji Validitas variabel dependen (Kinerja Perencana = Y) diperoleh hasil seluruh butir pernyataan No. 33 s/d 42 adalah positif dan probalitas korelasi dengan r tabel Alfa 0,05 adalah = 0,8242 > 0,176. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa semua butir pernyataan adalah realibel.

5.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Syarat Uji Realibilitas : 1. Jika Cronbach Alpha > 0,176, maka suatu item instrumen reliable. 2. Jika Cronbach Alpha < 0,176 maka suatu item instrumen tidak reliable. a. Reabilitas Variabel X 1 Dengan jumlah n = 267 dan jumlah item pernyataan = 33 butir, diperoleh Alpha sebesar 0,8686 > 0,176 maka dapat disebutkan bahwa instrumen penelitian sudah cukup dan dapat diandalkan. b. Reabilitas Variabel X 2 Dengan jumlah n = 267 dan jumlah item pernyataan = 12 butir, diperoleh Alpha sebesar 0,8344 > 0,176 maka dapat disebutkan bahwa instrumen penelitian sudah cukup dan dapat diandalkan. c. Reabilitas Variabel Y Dengan jumlah n = 267 dan jumlah item pernyataan = 10 butir, diperoleh Alpha sebesar 0,8204 > 0,176 maka dapat disebutkan bahwa instrumen penelitian sudah cukup akurat dan dapat diandalkan.

125

5.3 Hasil Data Penelitian 5.3.1 Uji Normalitas Sebaran Syarat uji normalitas sebaran adalah melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal, dan plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa distribusi data adalah normal, karena garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya telah mengikuti garis diagonalnya. 5.3.2 Uji Linearitas Hubungan Salah satu cara menguji linearitas adalah dengan Ramsey Test atau disebut dengan General Test Of Specification (RESET). Caranya adalah membandingkan nilai F hitung dengan nilai Ftabel. Jika nila Fhitung > Ftabel, maka spesifikasi model penelitian adalah linier. Cara yang mudah tanpa melihat

126

tabel adalah dengan menggunakan SPSS, yang dilihat dari nilai probabilitas F atau nilai Sig. Jika nilai Sig < alpha 0,05, maka model penelitian adalah linier.

Tabel 8 Validitas Angket dengan RESET Test


Model 1. Regression Residual Total Sum of Squares 2413,948 2307,927 4721,875 df 1 126 227 Mean Square 2413,948 18,317 F 131,788 Sig. 0,000a

a. b.

Predictors : (Constant), Y total Dependent Variabel

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F atau Sig0,000 < alpha0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model penelitian adalah linier yaitu menunjukkan bahwa variabel independent yakni Iklim Komunikasi Organisasi (X1 ) dan Budaya Organisasi PNS (X 2 ) memunyai hubungan yang linier dengan variabel dependen yakni Kinerja Perencana (Y) Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

5.3.3 Analisa Tabel Analisis tabel tunggal bertujuan untuk melihat distribusi jawaban responden dari variabel yang diteliti. Dalam analisis tabel tunggal ini disajikan distribusi jawaban menurut komposisi responden dan tentang jawaban responden atas pernyataan dalam angket penelitian.

127

5.3.3.1 Karakter Responden Karakteristik responden adalah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh responden yang membedakannya antara satu responden dengan responden lainnya. Karakteristik responden yang disajikan berkait dengan komposisi pegawai negeri sipil yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Tabel 9 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin f Laki-laki Wanita 198 69 267

No. 1 2

% 74,16 25,84 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah laki-laki, yakni sebanyak 198 orang atau 74,16%; Agar lebih memperjelas distribusi responden menurut jenis kelamin, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

198 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Laki-laki Wanita

69

Gambar

4 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

128

No. 1 2 3

Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin f % Diploma (D-3) Sarjana (S-1) Sarjana (S-2) 51 178 38 267 19,10 66,67 14,23 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden berpendidikan S-1 sebanyak 178 orang atau 66,67%, berpendidikan D-3 sebanyak 51 orang atau 19,10%, berpendidikan S-2 sebanyak 38 orang atau 14,23%. Agar lebih memperjelas distribusi responden berdasarkan pendidikan, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:
178
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Diploma (D-3) Sarjana (S-1) Sarjana (S-2)

51 38

Gambar

5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

129

No. 1 2 3 3

Tabel 11 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia Jenis Kelamin f % 35 tahun 40 tahun 41 tahun 45 tahun 46 tahun 50 tahun 51 tahun ke atas Jumlah 56 89 77 45 267 20,97 33,33 28,84 16,85 100,00

Sumber : Angket Tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden usia 41 45 tahun sebanyak 89 orang atau 33,33 disusul usia 46 50 tahun sebanyak 77 orang atau 28,84%, kemudian usia 35 40 tahun sebanyak 56 orang atau 20,97%, dan sisanya usia 51 tahun ke atas tahun sebanyak 45 orang atau 16,85%. Agar lebih memperjelas distribusi responden menurut usia, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:
89 90 80 70 56 60 77

45
50 40 30 20 10 0 35 40 tahun 41 45 tahun 46 50 tahun 51 tahun ke atas

Gambar

6 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia

130

5.3.3.2 Distribusi

Jawaban

Responden

Atas

Variabel

X1

(Iklim

Komunikasi Organisasi) Distribusi jawaban responden atas variabel X 1 (Iklim Komunikasi Organisasi) berkaitan dengan pilihan responden atas setiap item/butir pernyataan yang diberikan kepadanya. Adapun distribusi jawabannya

responden adalah sebagai berikut : Tabel 12 Hal Yang Dikomunikasikan Pimpinan Layak Dipercaya No. Kategori f % 1 Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3 Kurang Setuju 21 7.86 4 Setuju 189 70.79 5 Sangat Setuju 57 21.35 Jumlah 267 100,00 Sumber : Angket Tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan setuju atas segala sesuatu yang disampaikan pemimpin kepadanya layak untuk dipercaya, yakni mencapai 189 responden atau 70,86%, menyatakan sangat setuju sebanyak 57 responden atau 21,3%, selebihnya sebanyak 21 responden atau 7,9%, menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Kurang Setuju 8%

Sangat Setuju 21%

Setuju 71%

Gambar

7 Jawaban responden terhadap pernyataan tentang komunikasi hal yang dikomunikasikan pimpinan layak dipercaya.

131

Tabel 13 Komunikasi Yang Disampaikan Pimpinan Sebagai Hal Yang Benar No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 18 191 58 267 % 6,74 71,53 21,73 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menjawab setuju komunikasi yang disampaikan pemimpin adalah hal yang benar, yakni sebanyak 191 responden atau 71,54%; menjawab sangat setuju 58 responden atau 21,72%, dan kurang setuju 18 orang atau 6,74%. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 22%

Kurang Setuju 7%

Setuju 71%

Gambar

8 Jawaban responden terhadap pernyataan komunikasi yang disampaikan pimpinan sebagai hal yang benar.

132

Tabel 14 Komunikasi Yang Disampaikan Sesuai Dengan Fakta Lapangan No. Kategori f % 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 12 23 177 55 267 4,49 8,62 66,29 20,60 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat dipahami bahwa mayoritas responden menyatakan komunikasi yang disampaikan sesuai dengan fakta lapangan, yakni sebanyak 177 responden atau 66,29% menyatakan setuju; sebanyak 55 responden atau 20,60% menyatakan sangat setuju; sedangkan 23 responden atau 8,61% menyatakan kurang setuju, dan 12 responden atau 4,50% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Tidak Setuju 4%

Sangat Setuju 21%

Kurang Setuju 9%

Setuju 66%

Gambar

9 Jawaban responden terhadap pernyataan komunikasi yang disampaikan sesuai dengan fakta lapangan Tabel 15

133

Dilibatkan Dalam Mengambil Keputusan Kantor Oleh Atasan No. Kategori F % 1 Sangat Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 11 4,12 3 Kurang Setuju 11 4,12 4 Setuju 205 76,78 5 Sangat Setuju 40 15,98 Jumlah 267 100,00 Sumber : Angket Tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 205 responden atau 76,78%, menyatakan setuju dilibatkan dalam mengambil keputusan kantor oleh Atasan, sebanyak 40 orang atau sekitar 15,98% menyatakan sangat setuju, masing-masing 11 responden atau masing-masing 4,12% yang menyatakan kurang setuju dan menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 15%

Tidak Setuju 4%

Kurang Setuju 4%

Setuju 77%

Gambar

10 Dilibatkan dalam mengambil keputusan atasan

kantor oleh

134

No. 1 2 3 4 5

Tabel 16 Dilibatkan Berkonsultasi Oleh Pimpinan Atas Masalah Dalam Pekerjaan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 29 178 60 267 10,86 66,67 22,47 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 178 responden atau 66,67% menyatakan Setuju dilibatkan dalam berkonsultasi oleh pemimpin atas masalah dalam pekerjaan, sebanyak 60 responden atau 22,47% menyatakan sangat setuju, sedangkan 29 responden atau 10,86% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 22%

Kurang Setuju 11%

Setuju 67%

Gambar

11 Dilibatkan berkonsultasi oleh pimpinan atas masalah dalam pekerjaan

135

No. 1 2 3 4 5

Tabel 17 Atasan Menerima Dengan Senang Hati Ketika Menyampaikan Masukan Dalam Keputusan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 31 199 37 267 11,61 74,53 13,86 100,0

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 199 responden atau 74,53% menyatakan setuju atasan menerima dengan senang hati ketika menyampaikan masukan dalam pengambilan keputusan, sebanyak 37 responden atau 13,86% menyatakan sangat setuju; sedangkan 31 responden atau 11,61% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 14%

Kurang Setuju 12%

Setuju 74%

Gambar

12 Atasan menerima dengan senang hati ketika menyampaikan masukan dalam keputusan

136

Tabel 18 Atasan Menerima Dengan Senang Hati Ketika Mengonsultasikan Masalah Yang Muncul Dalam Pekerjaan Guna Pengambilan Keputusan Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 f 9 14 196 48 267 % 3,37 5,24 73,41 18,98 100,00

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 196 responden atau 73,41% menyatakan setuju atasan dalam pekerjaan guna pengambilan keputusan, sebanyak 48 responden atau 18,98% menyatakan setuju; sedangkan 14 responden atau 5,24% menyatakan kurang setuju dan 9 responden atau 3,37% menyatakan tidak. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 18%

Tidak Setuju 3% Kurang Setuju 5%

Setuju 74%

Gambar

13 Atasan Menerima Dengan Senang Hati Ketika Mengonsultasikan Masalah Yang Muncul Dalam Pekerjaan Guna Pengambilan Keputusan

137

Tabel 19 Komunikasi Yang Dilakukan Atasan Semuanya Dilakukan Dengan Jujur No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 16 16 199 36 267 % 5,99 5,99 74,54 13,48 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 199 responden atau 74,54% menyatakan setuju komunikasi atasan semuanya yang dilakukan dengan jujur; sebanyak 36 responden atau 13,48% menyatakan sangat setuju, masing-masing 16 responden atau masingmasing 5,99% menyatakan kurang setuju dan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 13%

Tidak Setuju 6%

Kurang Setuju 6%

Setuju 75%

Gambar

14 Komunikasi yang dilakukan atasan semuanya dilakukan dengan jujur

138

No. 1 2 3 4 5

Tabel 20 Komunikasi Teman Sekerja Dilakukan Dengan Jujur Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 20 34 169 44 267 7,49 12,73 63,30 16,48 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 169 responden atau 63,30% menyatakan setuju komunikasi teman sekerja dilakukan dengan jujur, sebanyak 44 responden atau 16,48% menyatakan sangat setuju, 34 responden atau 12,73% menyatakan kurang setuju, terdapat 20 responden atau 7,49% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 16%

Tidak Setuju 7% Kurang Setuju 13%

Setuju 64%

Gambar

15 Komunikasi Teman Sekerja Dengan Jujur Tabel 21

Dilakukan Kepada Saya

139

No. 1 2 3 4 5

Atasan Selalu Berterus Terang Dalam Mengomunikasikan Tentang Pekerjaan Kategori f Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 11 21 189 46 267

% 4,12 7,87 70,79 17,22 100,0

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan setuju atasan selalu berterus terang dalam mengomunikasikan tentang pekerjaan, yakni sebanyak 189 responden atau 70,79% menyatakan; sebanyak 46 responden atau 17,22% menyatakan sangat setuju; sebanyak 21 responden atau 7,87% menyatakan kurang setuju, dan sebanyak 11 responden atau 4,12% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 17%

Tidak Setuju 4%

Kurang Setuju 8%

Setuju 71%

Gambar

16 Atasan Selalu Mengomunikasikan Tentang Pekerjaan

Berterus

Terang

Dalam

140

No. 1 2 3 4 5

Tabel 22 Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Informasi Tentang Pekerjaan Kepada Atasan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 7 12 200 48 267 2,62 4,49 74,91 17,98 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 200 orang atau 74,91% menyatakan setuju merasa nyaman dalam menyampaikan informasi tentang pekerjaan kepada atasan; sebanyak 48 orang atau 17,98% menyatakan sangat setuju; 12 orang atau 4,49% menyatakan kurang setuju, dan sisanya sebanyak 7 orang atau 2,62% menyatakan sangat tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 18%

Tidak Setuju 3%

Kurang Setuju 4%

Setuju 75%

Gambar

17 Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Tentang Pekerjaan Kepada Atasan

Informasi

141

No. 1 2 3 4 5

Tabel 23 Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Informasi Tentang Pekerjaan Kepada Teman Sekerja Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 6 10 201 50 267 2,25 3,75 75,27 18,73 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 201 responden atau 75,27% menyatakan setuju merasa nyaman dalam menyampaikan informasi tentang pekerjaan kepada atasan; sebanyak 50 responden atau 18,73% menyatakan sangat setuju; 10 responden atau 3,75% menyatakan kurang setuju, dan menyatakan tidak setuju 6 responden atau 2,25%. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

142

Tabel 24 Mudah Mendapatkan Informasi Tentang Teknis Pekerjaan dari Atasan No. Kategori f % 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 8 210 49 267 3,00 78,65 18,35 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 210 orang atau sekitar 78,65% menyatakan setuju Atasan suka membagi informasi sebagai bahan memudahkan dalam melaksanakan

pekerjaan; sebanyak 49 responden atau 18,35% menyatakan sangat setuju; 8 responden atau 3,00% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 18%

Kurang Setuju 3%

Setuju 79%

Gambar

18 Mudah Mendapatkan Pekerjaan dari Atasan

Informasi

Tentang

Teknis

143

No. 1 2 3 4 5

Tabel 25 Atasan Suka Membagi Informasi Sebagai Bahan Memudahkan Dalam Melaksanakan Pekerjaan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 13 211 43 267 4,87 79,03 16,10 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 211 orang atau sekitar 79,03% menyatakan setuju atasan suka membagi informasi sebagai bahan memudahkan dalam melaksanakan

pekerjaan; sebanyak 43 orang atau 16,10% menyatakan sangat setuju; 13 orang atau 4,87% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Sangat Setuju 16%

Kurang Setuju 5%

Setuju 79%

Gambar

19 Atasan Suka Membagi Informasi Sebagai Memudahkan Dalam Melaksanakan Pekerjaan

Bahan

144

No. 1 2 3 4 5

Tabel 26 Atasan Suka Membagi Informasi Sebagai Bahan Memudahkan Koordinasi Dalam Melaksanakan Pekerjaan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 207 60 267 77,53 22,47 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 207 responden atau 77,53% menyatakan setuju Atasan suka membagi informasi sebagai bahan memudahkan koordinasi dalam

melaksanakan pekerjaan, sebanyak 60 orang atau 22,47% menyatakan sangat setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 22%

Setuju 78%

Gambar

20 Atasan suka membagi informasi sebagai bahan memudahkan koordinasi dalam melaksanakan pekerjaan

145

No. 1 2 3 4 5

Tabel 27 Atasan Dengan Senang Hati Menerima Laporan Pekerjaan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 11 200 56 267 4,12 74,91 20,97 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 200 responden atau 74,91% menyatakan setuju atasan dengan senang hati menerima laporan pekerjaan, sebanyak 56 orang atau 20,97% menyatakan sangat setuju, sebanyak 11 orang atau 4,12% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 21%

Kurang Setuju 4%

Setuju 75%

Gambar

21 Atasan Pekerjaan

Dengan

Senang

Hati

Menerima

Laporan

146

Tabel 28 Atasan Dengan Senang Hati Menerima Masukan Dari Bawahan No. Kategori f % 1 2 3 4 5 Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 6 9 188 64 267 2,25 3,37 70,41 23,97 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 188 orang atau 70,41% menyatakan setuju atasan dengan senang hati menerima laporan pekerjaan, sebanyak 64 orang atau 23,97% menyatakan sangat setuju, sebanyak 9 orang atau 3,37% menyatakan kurang setuju, sedangkan sebanyak 6 orang atau 2,25% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 24%

Tidak Setuju Kurang Setuju 3% 2%

Setuju 71%

Gambar

22 Atasan Dengan Senang Hati Menerima Masukan Dari Bawahan Tabel 29

147

No. 1 2 3 4 5

Atasan Selalu Menganggap Penting Atas Hal-Hal Yang Disampaikan Bawahan Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 7 9 196 55 267 2,62 3,37 73,41 20,60 100

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 196 orang atau 73,41% menyatakan setuju atasan dengan senang hati menerima laporan pekerjaan, sebanyak 55 orang atau 20,60% menyatakan sangat setuju, sebanyak 9 orang atau 3,37% menyatakan kurang setuju, sedangkan sebanyak 7 orang atau 2,62% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 21%

Tidak Setuju 3%

Kurang Setuju 3%

Setuju 73%

Gambar

23 Atasan Selalu Menganggap Yang Disampaikan Bawahan

Penting

Atas

Hal-hal

Tabel 30 Atasan Memiliki Perhatian Dalam Mendukung Pekerjaan

148

No. 1 2 3 4 5

Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

f 6 8 201 52 267

% 2,25 3,00 76,28 19,48 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 201 orang atau 76,28% menyatakan setuju atasan dengan senang hati menerima laporan pekerjaan, sebanyak 52 orang atau 19,48% menyatakan sangat setuju, sebanyak 8 orang atau 3,00% menyatakan kurang setuju, sedangkan sebanyak 6 orang atau 2,25% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Tidak Setuju 2% Sangat Setuju 19% Kurang Setuju 3%

Setuju 76%

Gambar

24 Atasan Pekerjaan

Memiliki

Perhatian

Dalam

Mendukung

Tabel

31

149

No. 1 2 3 4 5

Atasan Selalu Memberikan Respon Positif Apabila Bawahan Dapat Bekerja Baik Kategori f % Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 13 188 66 267 4,87 70,41 24,72 100

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 188 orang atau 70,41% menyatakan sangat setuju atasan selalu memberikan respon positif bawahan dapat bekerja baik; sebanyak 66 atau 24,72% menyatakan sangat setuju; sebanyak 13 orang atau 4,87% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 25%

Kurang Setuju 5%

Setuju 70%

Gambar

25 Atasan selalu memberikan respon positif apabila bawahan dapat bekerja baik 5.3.3.3 Distribusi Jawaban Responden Atas Variabel X 2 (Budaya

150

Organisasi) Distribusi jawaban responden atas variabel X 2 (Budaya Organisasi) berkaitan dengan pilihan responden atas setiap item/butir pernyataan yang diberikan kepadanya. Adapun distribusi jawabannya responden adalah sebagai berikut : Tabel 32 Cara Pikir Dengan Rekan Sekerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 6 9 252 267 % 2,25 3,37 94,38 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan setuju cara pikirnya sama dengan rekan sekerja, yakni mencapai 252 orang atau 94,38%; sebanyak 9 orang atau sekitar 3,37% menyatakan kurang setuju; selebihnya sebanyak 6 orang atau 2,25% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

151
Tidak Setuju 2% Kurang Setuju 3%

Setuju 95%

Gambar

26 Cara Pikir Dengan Rekan Sekerja Dalam Melaksanakan Pekerjaan

Tabel 33 Perilaku Sama Dengan Teman Sekerja Untuk Mendukung Pekerjaan Kantor No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 8 17 197 45 267 % 3,00 6,37 73,78 16,85 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 197 orang atau 73,78% menyatakan setuju perilakunya sama dengan teman sekerja untuk mendukung pekerjaan kantor, sebanyak 45 orang atau 16,85% menyatakan sangat setuju, sebanyak 17 orang atau 6,37% menyatakan kurang setuju; dan 8 orang atau 3,00% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

152

Sangat Setuju 17%

Tidak Setuju 3%

Kurang Setuju 6%

Setuju 74%

Gambar

27 Perilaku sama dengan teman sekerja untuk mendukung pekerjaan kantor

Tabel 34 Berpikir Positif Dengan Teman Sekerja Untuk Menyelesaikan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 267 100,0 f 11 14 242 % 4,12 5,24 90,64

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 242 orang atau 90,64% menyatakan setuju berpikir positif dengan teman sekerja untuk menyelesaikan pekerjaan, sebanyak 14 orang atau 5,24% menyatakan kurang setuju, selebihnya sebanyak 11 orang atau 4,12% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

153

Tidak Setuju 4%

Kurang Setuju 5%

Setuju 91%

Gambar

28 Berpikir Positif Dengan Menyelesaikan Pekerjaan

Teman

Sekerja

Untuk

Tabel 35 Sepakat Dengan Teman Sekerja Melaksanakan Visi dan Misi Kantor Dengan Baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 166 101 267 62,17 37,83 100,00 f % -

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 166 orang atau 62,17% menyatakan setuju sepakat dengan teman sekerja melaksanakan visi dan misi kantor dengan baik, sebanyak 101 orang atau 37,83% menyatakan sangat setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

154

Sangat Setuju 38%

Setuju 62%

Gambar

29 Setuju sepakat dengan teman sekerja melaksanakan visi dan misi kantor dengan baik

Tabel 36 Dengan Teman Sekerja Melaksanakan Sesuai Dengan Strategi Kerja Yang Telah Ditetapkan Organisasi No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 19 180 68 267 % 7,12 67,42 25,46 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 180 orang atau 67,42% menyatakan setuju dengan teman sekerja melaksanakan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetapkan organisasi, sebanyak 68 orang atau 25,46% menyatakan sangat setuju, dan 19 orang atau 7,12%menyatakan kurang setuju..

155

Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 17%

Kurang Setuju 8%

Setuju 75%

Gambar

30 Dengan teman sekerja melaksanakan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetap organisasi

Tabel 37 Kompak Dalam Melaksanakan Pekerjaan Dengan Teman Sekerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 23 174 70 267 % 8,61 64,17 26,22 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 174 orang atau 64,17% menyatakan kompak dalam

melaksanakan pekerjaan dengan teman sekerja, sebanyak 70 orang atau 26,22% menyatakan sangat setuju, dan 23 orang atau 8,61% menyatakan kurang setuju..

156

Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Kurang Setuju 9% Sangat Setuju 26%

Setuju 65%

Gambar

31 Kompak dalam melaksanakan pekerjaan dengan teman sekerja

Tabel 38 Membuat Kerja Sama Dengan Teman Sekerja Dengan Intens No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 24 167 76 267 % 8,99 62,55 28,46 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 167 orang atau 62,55% membuat kerja sama dengan teman sekerja dengan intens, sebanyak 76 orang atau 28,46% menyatakan sangat setuju, dan 24 orang atau 8,99% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kurang Setuju 9% Sangat Setuju 28%

157

Gambar

32 Membuat kerja sama dengan teman sekerja dengan inten

Tabel 39 Menghindari Kerja Sama Dengan Teman Sekerja Dengan Intens No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 100 167 267 % 37,45 62,55 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 167 orang atau 62,55% menyatakan tidak setuju untuk menghindari kerja sama dengan teman sekerja dengan intens, sebanyak 100 orang atau 37,45% sangat tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Tidak Setuju 37%

158

Gambar

33 Menghindari kerja sama dengan teman sekerja dengan intens

Tabel 40 Menghindari Konflik Antar Unit Kerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 130 137 267 % 48,69 51,31 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 137 orang atau 51,31% menyatakan sangat setuju untuk menghindari konflik antarunit kerja, dan sebanyak 130 orang atau 48,69% menyatakan setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Setuju 49%

159

Gambar

34 Menghindari konflik antar unit kerja

Tabel 41 Bekerja Dengan Teman Sekerja Secara Solid No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 183 84 267 % 68,54 31,46 100

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 183 orang atau 68,54% menyatakan setuju bekerja dengan teman sekerja secara solid, dan sebanyak 84 orang atau 31,46 % menyatakan sangat setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 31%

160

Gambar

35 Bekerja dengan teman sekerja secara solid

Tabel 42 Tekanan Pekerjaan Dari Dalam Organisasi Tidak Dirasakan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 54 146 67 267 % 20,22 54,68 25,10 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 146 orang atau 54,68% Menyatakan Setuju tekanan pekerjaan dari dalam organisasi tidak dirasakan, sebanyak 67 orang atau 25,10% menyatakan sangat setuju, dan 54 orang atau 20,22% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

161

Sangat Setuju 25%

Kurang Setuju 20%

Setuju 55%

Gambar

36 Tekanan dirasakan

pekerjaan

dari

dalam

organisasi

tidak

Tabel 43 Tekanan Pekerjaan Dari Luar Organisasi Tidak Dirasakan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 52 149 66 267 % 19,48 55,81 24,72 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 149 orang atau 55,81% menyatakan Setuju Tekanan pekerjaan dari luar organisasi tidak dirasakan, sebanyak 66 orang atau 24,72% menyatakan sangat setuju, dan selebihnya 52 orang atau 19,48% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 25%

Kurang Setuju 19%

162

Gambar

37 Tekanan pekerjaan dari luar organisasi tidak dirasakan Jawaban Responden Atas Variabel Y(Kinerja

5.3.3.4 Distribusi Perencana)

Distribusi jawaban responden atas variabel Y (Kinerja Perencana) berkaitan dengan pilihan responden atas setiap item/butir pernyataan yang diberikan kepadanya. Adapun distribusi jawabannya responden adalah sebagai berikut : Tabel 44 Memberikan Motivasi dan Melahirkan Ide-ide Baru No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 14 193 60 % 5,24 72,29 22,47

Jumlah 267 100 Sumber : Angket Tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 193 orang atau 72,29% menyatakan Setuju mampu

memberikan motivasi dan melahirkan ide-ide baru, sebanyak 60 orang atau

163

22,47% menyatakan sangat setuju, dan selebihnya 14 orang atau 5,24% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 22%

Kurang Setuju 5%

Setuju 73%

Gambar

38 Memberikan motivasi dan melahirkan ide-ide baru

Tabel 45 Inovasi yang Diterapkan Dalam Proses Perencanaan Mampu Memberikan Kegiatan Pekerjaan Yang Lebih Baik Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 f 11 21 177 58 267 % 4,12 7,87 66,29 21,72 100,00

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 177 orang atau 66,29% menyatakan Setuju atas Inovasi yang diterapkan dalam proses perencanaan mampu memberikan kegiatan pekerjaan yang lebih baik, sebanyak 58 orang atau 21,72% menyatakan sangat setuju, 21

164

orang atau 7,87% menyatakan kurang setuju dan selebihnya 11 orang atau 4,12% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :
Tidak Setuju 4% Sangat Setuju 22% Kurang Setuju 8%

Setuju 66%

Gambar

39 Inovasi yang diterapkan dalam proses perencanaan mampu memberikan kegiatan pekerjaan yang lebih baik.

Tabel 46 Perencana dan Teman Sekerja Selalu Berpikir Positif No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju 21 169 77 267 7,87 63,30 28,83 100 f % -

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 117 orang atau 63,6% perencana dan teman sekerja selalu berpikir positif untuk menyelesaikan pekerjaan, sebanyak 47 orang atau 25,5%

165

menyatakan sangat setuju, dan selebihnya 20 orang atau 10,9% menyatakan kurang. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 29%

Kurang Setuju 8%

Setuju 63%

Gambar

40 Perencana dan Teman Sekerja Selalu Berpikir Positif

Tabel 47 Visi dan Misi meningkatkan kerja sama yang baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 125 142 % 46,82 53,18

Jumlah 267 100 Sumber : Angket Tahun 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 142 orang atau 53,18% menyatakan Sangat Setuju Visi dan Misi yang ada dalam organisasi perencana selalu meningkatkan kerja sama

166

yang baik untuk mencapai visi dan misi tersebut, sebanyak 142 orang atau 53,18% menyatakan setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 53%

Setuju 47%

Gambar

41 Visi dan Misi meningkatkan kerja sama yang baik

Tabel 48 Perencana dalam menyusun perencanaan selalu memiliki pandangan yang baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 21 189 57 267 % 7,87 70,79 21,34 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 115 orang atau 62,5% dalam menyusun perencanaan, perencana selalu memiliki pandangan, baik pandangan masa lalu, pandangan masa sekarang,

167

maupun pandangan masa sepan, sebanyak 48 orang atau 26,1% menyatakan sangat setuju, dan selebihnya 21 orang atau 11,4% menyatakan kurang. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 21%

Kurang Setuju 8%

Setuju 71%

Gambar

42 Perencana dalam menyusun perencanaan selalu memiliki pandangan yang baik

Tabel 49 Pandangan masa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 19 180 68 276 % 7,12 67,42 25,46 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 180 orang atau 67,42% menyatakan setuju pandangan masa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan, walaupun tetap menggunakan pandangan masa sekarang sebagai pedoman untuk membuat

168

perencanaan yang lebih baik, sebanyak 68 orang atau 25,46% menyatakan sangat setuju, dan selebihnya 19 orang atau 7,12% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 28%

Kurang Setuju 7%

Setuju 65%

Gambar

43 Pandangan masa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan

Tabel 50 Perencana dan teman sekerja melaksanakan pekerjaan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetapkan organisasi No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju f 9 15 172 71 267 % 3,37 5,62 64,42 26,59 100

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 172 orang atau 64,42% menyatakan setuju pandangan masa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan, walaupun tetap menggunakan pandangan masa sekarang sebagai pedoman untuk membuat

169

perencanaan yang lebih baik, sebanyak 71 orang atau 26,59% menyatakan sangat setuju, sebanyak 15 orang atau 5,62% menyatakan kurang setuju, dan sisanya sebanyak 9 orang atau 3,37% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Tidak Setuju 3% Sangat Setuju 27%

Kurang Setuju 6%

Setuju 64%

Gambar

44 Perencana dan teman sekerja melaksanakan pekerjaan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetapkan organisasi

Tabel 51 Perencana dan Teman Sekerja Selalu Kompak Dalam Menyelesaikan Pekerjaan No. 1 2 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju f % -

170

3 4 5

Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

18 146 103 267

6,74 54,68 38,58 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 146 orang atau 54,68 menyatakan Setuju perencana dan teman sekerja selalu kompak dalam menyelesaikan pekerjaan, sebanyak 103 orang atau 38,58 menyatakan sangat setuju, dan selebihnya sebanyak 18 orang atau 6,74 % menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kurang Setuju 7% Sangat Setuju 39%

Setuju 54%

Gambar

45 Perencana dan teman sekerja selalu kompak dalam menyelesaikan pekerjaan

Tabel 52 Perencana selalu menghindari konflik dalam unit kerja No. 1 2 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju f % -

171

3 4 5

Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

130 137 267

48,69 51,31 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 137 orang atau 51,31 menyatakan sangat setuju perencana selalu menghindar konflik dalam unit kerja, agar proses perencanaan dapat lebih efektif dan efisien, sebanyak 130 orang atau 48,69% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 51%

Setuju 49%

Gambar

46 Perencana selalu menghindar konflik dalam unit kerja

Tabel 53 Di Dalam Setiap Menyusun Perencanaan Motivasi Merupakan Faktor Penentu Mendapatkan Perencanaan Yang Baik dan Standar No. 1 2 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju f 12 % 4,49

172

3 4 5

Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

18 125 112 267

6,74 46,82 41,95 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 125 orang atau 46,82% menyatakan Setuju Di Dalam Setiap Menyusun Perencanaan Motivasi Merupakan Faktor Penentu Mendapatkan Perencanaan Yang Baik dan Standar, sebanyak 112 orang atau 41,95% menyatakan sangat setuju, sebanyak 18 orang atau 6,74% menyatakan kurang setuju, dan 12 orang atau 4,49% menyatakan tidak setuju.. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Tidak Setuju 4% Sangat Setuju 42%

Kurang Setuju 7%

Setuju 47%

Gambar

47 Di Dalam Setiap Menyusun Perencanaan Motivasi Merupakan Faktor Penentu Mendapatkan Perencanaan Yang Baik dan Standar Tabel 54 Motivasi Dapat Memberikan Pemikiran-pemikiran Baru Untuk Menentukan Hasil Perencanaan

No. 1 2

Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju

f -

% -

173

3 4 5

Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju

28 112 127 267

10,49 41,95 47,57 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 111 orasng atau 60,3% motivasi dapat memberikan pemikiranpemikiran baru untuk menentukan hasil perencanaan, sebanyak 45 orang atau 24,5% menyatakan sangat setuju, selebihnya sebanyak 28 orang atau 15,2% menyatakan kurang setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sangat Setuju 48%

Kurang Setuju 10%

Setuju 42%

Gambar

48 Motivasi Dapat Memberikan Pemikiran-pemikiran Baru Untuk Menentukan Hasil Perencanaan

Tabel 55 Tekanan pekerjaan dari dalam dan luar organisasi tidak dirasakan No. 1 2 3 Kategori Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju f 16 23 % 5,99 8,61

174

4 5

Setuju Sangat Setuju

128 100 267

47,94 37,45 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 114 orang atau 62,0% Tekanan pekerjaan dari dalam dan luar organisasi tidak dirasakan, sebanyak 31orang atau 16,8% menyatakan sangat setuju, sebanyak 23 orang atau 12,5% menyatakan kurang, serta sebanyak 16 orang atau 8,7% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Tidak Setuju 6% Sangat Setuju 37%

Kurang Setuju 9%

Setuju 48%

Gambar

49 Tekanan pekerjaan dari dalam dan luar organisasi tidak dirasakan Tabel 56 Untuk menentukan suatu perencanaan setiap kebijakan dianalisis melalui motivasi yang bersifat introver Kategori f %

No. 1 2 3

Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju

24

8,99

175

4 5

Setuju Sangat Setuju

132 111 267

49,44 41,57 100,00

Jumlah Sumber : Angket Tahun 2011

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden, yakni sebanyak 113 orang atau 61,4% untuk menentukan suatu perencanaan setiap kebijakan dianalisis melalui motivasi yang bersifat introver, sebanyak 30 orang atau 16,3% menyatakan sangat setuju, sebanyak 24 orang atau 13% menyatakan kurang setuju, serta sebanyak 17 orang atau 9,2% menyatakan tidak setuju. Agar lebih memperjelas distribusi responden, tabel tersebut dituangkan ke dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Kurang Setuju 9% Sangat Setuju 42%

Setuju 49%

Gambar

50 Untuk menentukan suatu perencanaan setiap kebijakan dianalisis melalui motivasi yang bersifat introver 5.4 Analisis Statistik Inferensial 5.4.1 Evaluasi Terhadap Asumsi-asumsi SEM Evaluasi terhadap ketetapan model pada dasarnya telah dilakukan ketika model diestimasi oleh AMOS. Evaluasi lengkap terhadap model ini dilakukan

176

dengan mempertimbangkan pemenuhan terhadap asumsi dalam SEM seperti diuraikan berikut ini. 1. Model Bersifat Aditif Asumsi model dalam penggunaan SEM, harus aditif, yang dibuktikan melalui kajian teori dan temuan penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian. Kajian teoretis dan empiris membuktikan bahwa semua hubungan yang dirancang melalui hubungan hipotetis telah bersifat aditif dan dengan demikian asumsi hubungan bersifat aditif telah dipenuhi. Sehingga, diupayakan agar secara konseptual dan teoretis tidak terjadi hubungan yang bersifat multiplikatif antarvariabel eksogen. 2. Evaluasi Pemenuhan Asumsi Normalitas Data Normalitas univariat dan multivariat terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran F tentang assessment normality . Acuan yang dirujuk untuk menyatakan asumsi normalitas data yaitu nilai pada kolom CR ( critical ratio ). Kriteria yang digunakan adalah jika skor yang terdapat dalam kolom CR lebih besar dari 2.58 atau lebih kecil dari minus 2.58 (-2.58) maka terbukti bahwa distribusi data tidak normal.

3 Evaluasi Atas Outliers Evaluasi atas outliers dimaksudkan untuk mengetahui sebaran data yang jauh dari titik normal (data pencilan). Semakin jauh jarak suatu data dengan titik pusat (centroid), semakin ada kemungkinan data masuk dalam kategori

177

outliers, atau data yang sangat berbeda dengan data lainnya. Untuk itu data pada tabel yang menunjukkan urutan besar Mahalanobis Distance harus tersusun dari urutan yang terbesar sampai terkecil. Kriteria yang digunakan suatu data termasuk outliers adalah jika data memunyai angka p 1 (probability) dan p2 (probability2) kurang dari 0.05 atau p1 , p2 < 0,05 (Santoso, 2007). Dari 267 data yang diobservasi ternyata hanya 71 yang outliers. Hal ini masih dianggap wajar karena mayoritas seberan data berada dekat dengan titik pusat (centoroid). Diduga outliers ini terjadi mengingat karakteristik responden yang sangat variatif baik dari usia, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal. Jadi sebaran data adalah wajar dan dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.

(4) Linieritas Selain memerlukan asumsi normalitas data, SEM juga membutuhkan asumsi bahwa hubungan antarvariabel bersifat linier.

5.5 CFA Variabel Pembentuk Model CFA adalah bentuk khusus dari analisis faktor, digunakan untuk menilai hubungan sejumlah variabel yang bersifat independen dengan yang lain. Analisis faktor merupakan teknik untuk mengombinasikan pertanyaan atau variabel yang dapat menciptakan faktor baru serta mengombinasikan sasaran untuk menciptakan kelompok baru seraca berturut-turut. Ada dua jenis pengujian dalam CFA yaitu measurement model dan structural equation model. CFA measurement model diarahkan untuk

178

menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan suatu faktor atau suatu variabel laten. Seperti halnya dalam CFA, pengujian SEM juga dilakukan dengan dua macam yaitu uji kesesuaian model dan uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. Langkah analisis untuk menguji model penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu pertama: menguji model konseptual. ini kurang memuaskan maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu dengan memberikan perlakuan modifikasi dan dukungan (justifikasi) dari teori yang ada. Selanjutnya, jika pada tahap masih diperoleh hasil yang kurang memuaskan, maka ditempuh tahap ketiga dengan cara menghilangkan atau menghapus (drop) variabel yang memiliki nilai CR (critical ratio) yang lebih kecil dari 1.96, karena variabel ini dipandang tidak berdimensi sama dengan variabel lainnya untuk menjelaskan sebuah variabel laten (Ferdinan, 2002). Loading Factor atau lamda value () ini digunakan untuk menilai kecocokan, kesesuaian atau unidimensionalitas dari indikator-indikator yang membentuk dimensi atau variabel.

5.5.1 CFA Variabel Iklim Komunikasi Organisasi Hasil uji hipotesis CFA variabel, Kepercayaan, Pembuatan keputusan bersama, Kejujuran, Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, Mendengarkan

179

dalam komunikasi ke atas, Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi, dapat diperhatikan seperti pada gambar di bawah ini.

e1 e2 e3 e4 e5 e6

0,70

X1.1 1
1,18

0,73

X1..2
1,10

Chi-square = Prob = CMIN/DF = GFI = AGFI = TLI = CFI = RMSEA =

,156 ,931 ,079 1,000 ,999 1,086 1,000 ,000


13

1,11

X1.3 X1.4 X1.5 X1.6

1,32

X1 1 0,53 0,70 1 1 0,32


1,10 1,32 1,16

Gambar

51 Model Awal CFA Variabel Iklim Komunikasi Organisasi

Hasil pengujian konstruk variabel Iklim Komunikasi Organisasi pada tahap awal ternyata sudah memuaskan dan/atau baik karena evaluasi kriteria GFI seluruhnya telah memenuhi disyaratkan dalam standar. Berdasarkan petunjuk modification indices sesuai dengan anjuran sistem (AMOS versi 16) tidak perlu dilakukan modifikasi, karena perintah untuk melakukan modifikasi model tidak muncul pada sistem. Oleh karena itu, model di atas sudah dianggap baik, dengan demikian telah diperoleh model akhir yang berupa model yang dianggap sudah sesuai yaitu seperti pada gambar di atas. Karena model yang sesuai telah diperoleh, maka dapat dilakukan uji konstruk variabel dengan melihat GFI dari variabel tersebut.

180

Hasil uji konstruk variabel Iklim Komunikasi Organisasi berdasarkan kriteria GFI selengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 57 Evaluasi Kriteria GFI Iklim Komunikasi Organisasi


Goodness of Fit Indices Goodness of Fit Index Cho-Square (x2) Drajat bebas, p value CDMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA Cut-off Hasil Model Awal* 0.156 0.927 0.078 1.000 0.999 1.085 1.000 0.000 Keterangan Goodness of Fit Indices Hasil Keterangan Model Akhir* 0.156 Baik 0.927 0.078 1.000 0.999 1.085 1.000 0.000 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sekecil mungkin 0.05 2.00 0.91 0.91 0.96 0.96 0.09

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sumber: Data primer diolah Data dalam Tabel 53 di atas menunjukkan bahwa evaluasi model terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis (cut off value). Hal ini menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tahapan uji berikutnya adalah menguji kesesuaian indikator dengan variabel yang akan diukur. Indikator yang dapat digunakan sebagai indikator dari variabel Iklim Komunikasi Organisasi, ditunjukkan dari nilai loading factor atau koefisien lamda masing-masing indikator seperti yang selanjutnya disajikan pada Tabel di bawah ini. Uji kesesuaian indikator dilakukan dengan ketentuan bahwa ukuran C. R harus lebih besar dari 1.96 (>1.96) atau nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga dimensi dan indaktor yang besarnya

181

CR lebih kecil dari 1.96 atau nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 tidak dimasukkan dalam model. Sedangkan untuk loading faktor atau lamda ( ) harus lebih besar dari 0.21 (>0.21) untuk setiap indikator. Oleh karena itu, apabila sebuah indikator dalam variabel memiliki angka loading faktor yang lebih kecil dari 0.21 tidak akan diikutkan dalam pengujian selanjutnya. Tabel 58 Loading Factors Pengukuran Variabel Iklim Komunikasi Organisasi
Indikator dan Variabel Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi Mendengarkan dalam komunikasi ke atas Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah Kejujuran Iklim Komunikasi Organisasi (x 1) Iklim Komunikasi Organisasi (x1) Iklim Komunikasi Organisasi (x 1) Iklim Komunikasi Organisasi (x 1) Iklim Komunikasi Organisasi (x 1) Loading Factors ( ) 0.70 CR Signifikansi Keterangan

fix

Valid

0.73

3.784

0.000

Valid

1.11

3.697

0.000

Valid

0.53

3.752

0.000

Valid

Kepercayaan

0.32

3.762

0.000

Valid

Sumber : Data primer diolah Loading factors pengukuran variabel Iklim Komunikasi Organisasi pada tabel 54 di atas menunjukkan bahwa hasil uji terhadap model pengukuran variabel Iklim Komunikasi Organisasi dari setiap indikator yang menjelaskan konstruk, yaitu variabel laten (unobserved variabel) dari kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas, perhatian pada tujuan -tujuan berkinerja tinggi, memiliki nilai ciri CR yang lebih besar dari 1.96 dan loading

182

factor yang lebih besar dari 0.21, sehingga seluruh indikator dalam variabel Iklim Komunikasi Organisasi diikutkan dalam pengujian selanjutnya. Berdasarkan hasil pengujian terhadap indikator variabel Iklim

Komunikasi Organisasi sebagaimana disajikan dalam tabel di atas, maka berdasarkan besaran nilai loading factor dari masing-masing indikator menunjukkan bahwa semua indikator tersebut adalah merupakan indikator yang baik untuk digunakan dalam mengukur variabel Iklim Komunikasi Organisasi. Adapun indikator yang paling kuat untuk mengukur variabel iklim komunikasi organisasi adalah keterbukaan dalam komunikasi ke bawah yakni mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka, informasi yang diperoleh menjadi penting untuk koordinasi dengan loading factor sebesar 1,11. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas yakni mendengarkan saran-saran bawahan ,menerima laporan-laporan bawahan, informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting dengan loading faktor sebesar 0,73. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi yakni

memperhatikan pegawai agar maksimal bekerja, mendukung pegawai dalam pekerjaan loading factor sebesar sebesar 0,70. Kejujuran yakni suasana jujur dalam interaksi, komunikasi terus terang kepada teman sejawat, komunikasi terus terang ke bawah dengan loading faktor adalah sebesar 0,53, dan selanjutnya kepercayaan yakni kepercayaan akan informasi yang disampaikan atasan, keyakinan akan informasi yang disampaikan atasan, kredibilitas informasi sesuai dilaksanakan oleh atasan, semua tingkatan pegawai diajak berkomunikasi tentang masalah pekerjaan dengan loading factor sebesar 0,32,

183

Kondisi ini menunjukkan bahwa keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas, perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi merupakan yang perlu mendapat perhatian utama karena angka loading faktornya tergolong tinggi, sehingga dapat dinyatakan ada

pengaruh yang kuat antara iklim komunikasi organisasi dengan kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian

Perindustrian Regional I Medan . 5.5.2 CFA Variabel Budaya Organisasi Hasil uji hipotesis CFA variabel, Budaya Organisasi terhadap model secara keseluruhan (overall) yang terdiri dari indikator menyatukan cara berfikir yakni menyatukan cara berpikir dalam pekerjaan, menyatukan cara perilaku dalam pekerjaan, menyatukan cara bertindak dalam pekerjaan, Sepakat dalam melaksanakan, indikator Mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program, yakni: Sepakat dalam melaksanakan visi dan misi organisasi, Sepakat dalam melaksanakan program kerja organisasi, Mengutamakan kerja sama tim. Indikator Memperkuat kerja sama tim yakni Menghilangkan perselisihan antarunit kerja, Solid dalam interaksi pegawai, Tidak

mendapatkan tekanan dari dalam organisasi, Mampu menghalau tekanan dari luar organisasi.

Chi-square = 17,291 Prob = ,044 CMIN/DF = 1,921

184

GFI AGFI TLI CFI RMSEA e1 e2 e3 ,04 ,07 1 X2.1 X2..2 1,23 1 ,10 X2.3 1,18

= = = = =

,985 ,964 ,994 ,997 ,051

1,13 X2

1 ,87

Gambar

52 Model Awal CFA Variabel Budaya Organisasi

Hasil pengujian konstruk variabel Budaya Organisasi pada tahap awal ternyata sudah memuaskan karena evaluasi kriteria GFI seluruhnya memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam standar. Akan tetapi sesuai prosedur, proses pemeriksaan modification indices sesuai ketentuan dalam sistem tetap harus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model yang lebih baik dari model sebelumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan, maka berdasarkan petunjuk modification indices, sistem menganjurkan agar dilakukan modifikasi yaitu menghubungkan indikator error dengan indikator error lainnya. Tujuan anjuran ini adalah untuk mendapatkan model yang lebih baik dari model awal sebelumnya. Adapun indikator error yang dianjurkan untuk dihubungkan adalah e1 dengan e3, e2 dengan e3. Hasil modifikasi sesuai anjuran sistem dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Chi-square = 17,291 Prob = ,044

185

CMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA e1 e2 e3 ,04 ,07 1 X2.1 1,13 1 ,87 1 ,10 X2..2 X2.3 1,23 1,18 X2

= = = = = =

1,921 ,985 ,964 ,994 ,997 ,051

Gambar

53 Model Awal CFA Variabel Budaya Organisasi

Setelah

dilakukan

modifikasi

sesuai

anjuran

sistem,

petunjuk

modification indices tidak lagi memberikan anjuran modifikasi. Oleh karena itu, model seperti pada gambar di atas sudah dianggap baik, dengan demikian telah diperoleh model akhir yaitu model yang dianggap sudah sesuai. Karena model yang sesuai telah diperoleh, maka dapat dilakukan uji konstruk variabel dengan melihat GFI variabel tersebut. Hasi uji konstruk variabel Budaya Organisasi berdasarkan selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 59 Evaluasi Kriteria GFI Budaya Organisasi


Goodness of Fit Cut-off Goodness of Fit Indices Goodness of Fit

186

Index Hasil Model Awal* 17.291 0.044 1.921 0.985 0.964 0.994 0.997 0.051 Keterangan

Cho-Square (x2) Drajat bebas, p value CDMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA

Sekecil mungkin 0.05 2.00 0.90 0.90 0.95 0.95 0.08

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Indices Hasil Keterangan Model Akhir* 2.772 Baik 0.843 0.454 0.997 0.991 1.003 1.000 0.000 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sumber: Data primer diolah Berdasarkan evaluasi model yang dilakukan menunjukkan bahwa evaluasi model terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis (cut-off value). Hal ini menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Tahapan uji berikutnya adalah menguji kesesuaian indikator dengan variabel yang akan diukur. Indikator yang dapat atau tidak dapat digunakan sebagai indikator dari variabel Budaya Organisasi, ditunjukkan dari nilai loading factor atau koefisien lamda masing-masing indikator seperti yang disajikan dalam tabel di bawah ini. Uji dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan, bahwa besarnya CR harus lebih besar dari 1.96 atau nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05. Oleh karena itu, dimensi dan indikator yang besar CR lebih kecil dari 1.96 atau nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 tidak dimasukkan dalam model. Sedangkan untuk loading factor harus lebih besar dari 0.21 (>0.21) untuk setiap indikator. Dengan demikian, apabila suatu indikator dalam variabel memiliki angka loading factor yang lebih kecil dari 0.21 tidak akan diikutkan dalam pengujian selanjutnya.

187

Tabel 60 Loading Factors Pengukuran Variabel Budaya Organisasi


Indikator dan Variabel Budaya Organisasi (x 2) Budaya Organisasi (x 2) Budaya Organisasi (x 2) Loading Factors ( ) 0.52 CR Signifikansi Keterangan

Menyatukan cara berfikir Mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program Memperkuat kerja sama tim

4,355

Valid

0.82

4.964

0.000

Valid

1.00

Fix

0.000

Valid

Sumber : Data primer diolah Loading Factors pengukuran variabel Budaya Organisasi seperti pada Tabel di atas menunjukkan bahwa hasil uji terhadap model pengukuran variabel Budaya Organisasi yaitu variabel laten yaitu Menyatukan cara berfikir yakni dengan Menyatukan cara berpikir dalam pekerjaan, Menyatukan cara perilaku dalam pekerjaan, Menyatukan cara bertindak dalam pekerjaan, kemudian diikuti variabel laten mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program antara lain Sepakat dalam melaksanakan visi dan misi organisasi, sepakat dalam melaksanakan program kerja organisasi, mengutamakan kerja sama tim. Selanjutnya memperkuat kerja sama tim, yakni menghilangkan perselisihan antarunit kerja, solid dalam interaksi pegawai, tidak mendapatkan tekanan dari dalam organisasi, mampu menghalau tekanan dari luar organisasi tidak semuanya memiliki nilai CR yang lebih besar dari 1.96 dan loading factor > 0.21, sehingga tidak seluruh indikator diikutkan dalam pengujian selanjutnya.

188

Dengan demikian, indikator yang paling kuat mendukung variabel Budaya Organisasi adalah Memperkuat kerja sama tim yakni menghilangkan perselisihan antarunit kerja, solid dalam interaksi pegawai, tidak mendapatkan tekanan dari dalam organisasi, mampu menghalau tekanan dari luar organisasi dengan loading factor 1,00 .Mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program yang terdiri dari sepakat dalam melaksanakan visi dan misi organisasi, sepakat dalam melaksanakan program kerja organisasi, mengutamakan kerja sama tim dengan loading factor sebesar 0,82. Kemudian menyatukan cara berfikir yakni menyatukan cara berpikir dalam pekerjaan, menyatukan cara perilaku dalam pekerjaan, menyatukan cara bertindak dalam pekerjaan, dengan loading factor 0,52 sehingga dapat dinyatakan antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Perencana adalah berarti menunjukkan pengaruh yang kuat antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

5.5.3 CFA Variabel Kinerja Perencana Hasil uji hipotesis CFA variabel Kinerja Perencana terhadap model secara keseluruhan yang terdiri dari: Pendidikan, Pelatihan, Pengalaman kerja.

189

Chi-square = Prob = CMIN/DF = GFI = AGFI = TLI = CFI = RMSEA = e1 e2 e3 e2 ,01 ,11 1 Y1.1 Y1..2 Y1.3 Y1..4

3,438 ,633 ,688 ,996 ,989 1,002 1,000 ,000

2,51 2,34 2,31 Y

1 ,20 1 ,82 1

2,18

Gambar

54 Model Awal CFA Variabel Kinerja Perencana

Hasil pengujian konstruk variabel Kinerja Perencana pada tahap awal ternyata sudah memuaskan atau baik karena evaluasi criteria GFI seluruhnya telah memenuhi kriteria yang disyaratkan dalam standar. Namun sesuai produk fitur modification indices tetap dioperasikan untuk meminta anjuran, namun setelah dioperasikan ternyata anjuran perbaikan model tidak ada, sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi. Oleh karena itu, model seperti gambar di bawah sudah dianggap baik dan telah diperoleh model akhir yaitu berupa model yang dianggap sudah sesuai. Karena model yang sesuai telah diperoleh, maka dapat dilakukan uji konstruk variabel dengan melihat GFI dari variabel tersebut. Hasil uji konstruk variabel Kinerja Perencana berdasarkan GFI selengkapnya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

190

Tabel 61 Evaluasi Kriteria GFI Kinerja Perencana


Goodness of Fit Indices Goodness of Fit Index Cho-Square (x2) Drajat bebas, p value CDMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA Cut-off Hasil Model Awal* 3.438 0.633 0.688 0.996 0.989 1.002 1.000 0.000 Keterangan Goodness of Fit Indices Hasil Keterangan Model Akhir* 3.438 Baik 0.633 0.688 0.996 0.989 1.002 1.000 0.000 Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sekecil mungkin 0.05 2.00 0.90 0.90 0.95 0.95 0.08

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Sumber: Data primer diolah dari Gambar 50 dan 51. Berdasarkan evaluasi model yang dilakukan menunjukkan bahwa evaluasi model terhadap konstruk secara keseluruhan menghasilkan nilai di atas kritis (cut-off value). Hal ini menunjukkan bahwa model telah sesuai dengan data, sehingga dapat dilakukan uji kesesuaian model selanjutnya. Uji selanjutnya adalah untuk melihat kesesuaian setiap indikator dengan variabel. Indikator yang dapat digunakan sebagai indikator dari variabel Kinerja Perencana ditunjukkan dari nilai loading factor atau koefisien lamda masing-masing indikator seperti yang disajikan dalam tabel di atas. Uji kesesuaian dengan variabel dilakukan dengan berpedoman kepada ketentuan bahwa ukur CR harus lebih dari 1.96 atau nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05. Oleh karena itu, dimensi dan indikator yang besarnya CR lebih dari 1.96 atau nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 tidak dimasukkan dalam model. Sedangkan loading factor lebih besar dari 0.21 (>0.21) untuk setiap indikator.

191

Apabila suatu indikator dalam variabel angka loading factor yang lebih kecil dari 0.21 tidak akan diikutkan dalam pengujian selanjutnya. Tabel 62 Loading Factors Pengukuran Variabel Kinerja Perencana
Indikator dan Variabel Pendidikan Pelatihan Pengalaman kerja Kinerja Perencana (Y) Kinerja Perencana (Y) Kinerja Perencana (Y Loading Factors ( ) 0,883 0,391 1,00 CR Signifikansi 0.000 0.000 0.000 Keterangan Valid Valid Valid

fix 7.840 7.905

Sumber : Data primer diolah Berdasarkan loading factors pengukuran variabel Kinerja Perencana pada tabel di atas menunjukkan bahwa hasil uji terhadap model pengukuran variabel Kinerja Perencana dari setiap indikator yang menjelaskan konstruk, yaitu variabel laten antara lain : Pendidikan, Pelatihan, Pengalaman kerja tidak semuanya memiliki nilai CR yang lebih besar dari 1,96 dan loading factor lebih besar dari 0,21, sehingga tidak seluruh indikator variabel Kinerja Perencana diikut dalam pengujian selanjutnya. Berdasarkan data dari hasil pengukuran terhadap variabel Kinerja Perencana sebagaimana disajikan dalam tabel di atas yang paling kuat untuk mengukur variabel Kinerja Perencana adalah frekuensi Pendidikan dengan loading factor sebesar 0,883, Pelatihan dengan loading factor sebesar 0,391. Selanjutnya, indikator Pengalaman kerja dengan loading factor sebesar 1,00 juga perlu mendapat perhatian. Variabel y1, y2 dan y3 dinyatakan indikator yang utama karena nilai loading factor-nya hampir sama besarnya dan umumnya indikator ini

192

e1

e3

e4

e5

e6

Keperc

Jujur

Ketrbkn

Mendgr

Perhat

1 1 d1 Kominikasi Org

d3 1

Kinerja Perencana 1
e7 CaraPikir

1 1
e8 Mudah

Budaya Organisasi
Pendd Pelatih Pengal

1
e9 KS TIM

1
e10

1
e11

1
e12

d2

merupakan indikator yang penting dalam mengukur Kinerja Perencana. Kinerja Perencana selalu diukur dari indikator frekuensi Pendidikan, Pelatihan. Dengan demikian Iklim komunikasi dan Budaya Organisasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Perencana di Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan, sehingga signifikan Iklim komunikasi dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perencana pada Balai

193

Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

5.6 Uji Model Persamaan Sesuai dengan cara penentuan nilai dalam model, maka variabel model dalam tahap awal ini dikelompokkan menjadi variabel eksogen (exogenous variabel) dan variabel endogen (endogenous variabel). Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya ditentukan di luar model. Variabel endogen adalah variabel yang nilainya ditentukan melalui persamaan atau dari model hubungan yang dibentuk. Adapun yang termasuk ke dalam kelompok variabel eksogen adalah : Iklim Komunikasi Organisasi yakni kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, Kejujuran, Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, Mendengarkan dalam komunikasi ke atas, Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi. Budaya Organisasi yang terdiri dari menyatukan cara berfikir, mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program, Memperkuat kerja sama tim, dan yang tergolong variabel endogen adalah Kinerja Perencana yakni Pendidikan, Pelatihan, Pengalaman kerja Model dinyatakan baik apabila pengembangan model hipotesis secara teoretis didukung oleh data empiris. Data empiris adalah data yang diperoleh langsung dari responden. Hasil pengukuran faktor dan hasil uji model keterkaitan (SEM) Iklim Komunikasi Organisasi, Budaya Organisasi, Kinerja Perencana melalui peningkatan sumber daya manusia pada tahap awal secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

194

Hasil uji konstruk model tahap awal sebagaimana pada gambar (lampiran 7), selanjutnya dievaluasi berdasarkan GFI, di mana kriteria model serta nilai kritisnya diamati apakah memiliki kesesuaian atau tidak. Hasil evaluasi tahap awal terhadap model berdasarkan GFI dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 63 Evaluasi Kriteria GFI Terhadap Keseluruhan Model pada Tahap Awal

195

Goodness of Fit Index Chi-Square (x 2) Drajat bebas, p-value CDMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA

Cut-off Value Sekecil mungkin 0.05 2.00 0.90 0.90 0.95 0.95 0.08

Hasil Model* 2183.681 0.000 1.550 0.817 0.800 0.887 0.893 0.039

Keterangan Besar Margin Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Baik

Sumber: Data primer diolah Berdasarkan data tabel 59 di atas maka dapat diketahui bahwa model masih belum layak digunakan untuk pengujian hipotesis karena nilai GFI dari model belum seluruhnya memenuhi kriteria atau cut-off value. Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 8 kriteria uji, ternyata 2 telah memenuhi kriteria, 4 mendekati kriteria (cukup) dan 2 belum memenuhi criteria GFI. Selanjutnya berdasarkan petunjuk modifikasi sesuai anjuran sistem, dilakukan modifikasi untuk memperbaiki model sehingga valid untuk pembuktian hipotesis. Anjuran modifikasi model dapat dilihat pada Lampiran Anjuran modifikasi model adalah untuk menghubungkan (korelasi) suatu indikator error dengan indikator error lainnya dan indikator error dengan variabel. Hasil uji konstruk model tahap awal sebagaimana disajikan pada Gambar (lampiran 8), selanjutnya dievaluasi berdasarkan GFI, di mana kriteria model serta nilai kritisnya diamati apakah memiliki kesesuaian atau tidak. Hasil evaluasi tahap awal terhadap model berdasarkan GFI dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 64 Evaluasi Kriteria GFI Terhadap Keseluruhan Model pada Tahap Kedua

196

Goodness of Fit Index Chi-Square (x 2) Drajat bebas, p-value CDMIN/DF GFI AGFI TLI CFI RMSEA

Cut-off Value Sekecil mungkin 0.05 2.00 0.90 0.90 0.95 0.95 0.08

Hasil Model* 2183.681 0.000 0.864 0.907 0.884 1.028 1.000 0.000

Keterangan Margin Baik Baik Baik Cukup Baik Baik Baik

Sumber: Data primer diolah Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa model yang dihasilkan sudah lebih baik dari model sebelumnya karena nilai dari GFI sudah demikian, masih ada beberapa nilai yang belum memenuhi kriteria (cut -off value). Namun demikian, masih ada beberapa nilai yang belum memenuhi kriteria (cut-off value) yaitu nilai Chi-Square (x 2 ) yang masih tinggi dan nilai AGFI masih belum mencapai standar, sehingga belum layak digunakan untuk pengujian hipotesis. Selanjutnya berdasarkan petunjuk modifikasi sesuai anjuran sistem, dilakukan modifikasi untuk memperbaiki model sehingga salid untuk pembuktian hipotesis. Anjuran modifikasi model adalah untuk menghubungkan (korelasi) suatu indikator error dengan indikator error lainnya dan indikator error dengan variabel. 5.7 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai probabilitas atau signifikansi dari keterkaitan ari masing-masing variabel. Kriteria yang digunakan adalah: jika p < 0.05 maka pengaruh antarvariabel adalah signifikan dan dapat dianalisis lebih lanjut. Oleh karena itu, dengan melihat

197

angka probabilitas (p) pada output AMOS maka dapat ditetapkan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis sebagai berikut:

Jika P>0,05 maka H 0 diterima (tidak signifikan) Jika P<0.05 maka H 0 ditolak (signifikan) (Santoso, 20007). Untuk melihat pengaruh antarmasing-masing variabel dilakukan analisis jalur ( path analysis ) dari masing-masing variabel baik pengaruh langsung ( direct ) maupun pengaruh tidak langsung (indirect). Hasil pengujian pengaruh langsung ( direct effect ) disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel 65 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian dan Pengaruh Langsung
Hipo tesis H1 Variabel Independen Iklim Komunikasi Organisasi (x 1) Budaya Organisasi (x 2) Variabel Dependen Kinerja Perencana Kinerja Perencana Koefisien Jalur Direct Effect StandarPKetedize value rangan 0,58 0,002 Signifikan Penerimaan Hipotesis Diterima

H2

0,41

0,000

Signifikan

Diterima

Sumber: Data primer diolah Adapun interpretasi dari Tabel 62 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Iklim Komunikasi Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Perencana dengan uji di mana p = 0.002 (p < 0.05) dan besarnya pengaruh tersebut adalah 0,58; atau nilai koefisien jalur (path) yang positif (0,58) dan signifikan t sebesar 0.002 (0.002 < 0.005). Hasil ini menunjukkan bahwa Iklim Komunikasi Organisasi memunyai pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

198

2. Budaya Organisasi (x 2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Perencana dengan uji di mana p = 0,0000 (p < 0.05) dan besarnya pengaruh adalah 0,41; atau dengan nilai koefisien jalur (path) yang positif (0,41) dan signifikansi t sebesar 0.0000 (0.000 < 0.0005). Hasil uji menunjukkan bahwa Budaya Organisasi memengaruhi yang signifikan terhadap Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis seperti terlihat pada Tabel 61, dapat diketahui bahwa kedua hipotesis penelitian yang diuji diterima dan didukung oleh data empiris. H1 = Iklim Komunikasi Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. H2 = Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. H3 = iklim komunikasi dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perencana pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

BAB VI PEMBAHASAN

199

6.1

Iklim Komunikasi Organisasi Meningkatkan Kinerja Perencana Seperti dikemukakan Bab terdahulu, tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan bahwa kedua variabel yakni Iklim Komunikasi Organisasi antara lain Kepercayaan, Pembuatan

keputusan bersama, Kejujuran, Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, Mendengarkan dalam komunikasi ke atas, Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi. Budaya Organisasi yakni menyatukan cara berfikir, mempermudah pelaksanaan visi, misi dan program, memperkuat kerja sama tim. Temuan yang diperoleh berdasarkan rangkaian analisis data menunjukkan bahwa Analisis Iklim Komunikasi Organisasi sebesar 58% dan Analisis Budaya Organisasi 41%. Adapun analisis kedua variabel bebas (X1 dan X2) secara bersama-sama terhadap Kinerja Perencana pegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Hal ini menunjukkan bahwa Iklim Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi secara prediktif hanya memberikan analisis 58% sedangkan sisanya sebesar 41% dapat dijelaskan oleh faktor lain yang diperkirakan ikut menentukan analisisnya terhadap Kinerja Perencana Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Sesuai dengan konsep operasional yang dirancang apabila peranan komunikasi tinggi, maka dianggap peran komunikasi adalah mendukung dan bukan bertahan.

200

Faktor kepemimpinan, tanggung jawab dan komitmen kerja menjadi motivasi bagi pegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan untuk menciptakan Iklim Komunikasi Organisasi. Menurut pengamatan yang dilakukan Iklim Komunikasi Organisasi yang dilaksanakan adalah koordinasi dalam menerima, mendisposisi, mendistribusikan instruksi yang membutuhkan implementasi bentuk kebijakan. Seorang pemimpin yang mempunyai tanggung jawab dan komitmen kerja menjadi motivasi dalam menciptakan Iklim Komunikasi Organisasi yang positif bagi pegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan untuk menciptakan Kinerja Perencana. Sesuai dengan hasil perhitungan koefisien diterminasi. Kontribusi Budaya Organisasi sama pegawai sehingga tercipta Kinerja Perencana, keseluruhan juga memiliki analisis yang berarti atau r = 0,846 atau 84,6%. Analisis yang berarti dalam penelitian ini juga bersifat positif. Hubungan positif artinya semakin baik Budaya Organisasi, maka semakin tercipta Kinerja Perencana di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Berdasarkan hasil koefisien determinasi ternyata analisis Iklim Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan memiliki nilai sebesar 51,10%. Berarti masih ada faktor-faktor lain yang dapat menciptakan Kinerja Perencana Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan.

201

a.

Interaksi Sosial Interaksi antara pegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri

Kementerian Perindustrian Regional I Medan tidak selamanya disebabkan karena adanya hubungan kerja yang kaku. Kadang kala interaksi dapat pula tercipta karena ada hubungan temanan dan kebutuhan sosial antarpegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan, sebagai individu dan makluk sosial. Dengan pertimbangan ini beberapa pegawai, walaupun merasa peranan komunikasi yang tercipta dirasakan kurang mengena, akan tetapi karena didorong naluri berinteraksi secara manusiawi dapat termotivasi untuk bekerja sama dalam melaksanakan tugas-tugas dalam pekerjaan. b. Kebutuhan dan tanggung jawab pekerjaan Komitmen dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan sering sekali menjadi pendorong kinerja pegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Komitmen ini disebabkan karena sifat birokrasi sebenarnya ada interaksi antarpegawai Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan didasarkan oleh peraturan dan prosedur yang sudah kaku untuk dikerjakan oleh seluruh Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Dalam konteks ini faktor peranan Iklim Komunikasi Organisasi menjadi cenderung diabaikan.

c.

Kepemimpinan

202

Kepemimpinan juga menjadi faktor dominan dalam menciptakan kinerja perencana pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Walaupun seperti diketahui faktor kepemimpinan terdiri dari dimensi komunikasi. Oleh karena itu terkadang pergantian kepemimpinan merubah Iklim Komunikasi Organisasi pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan. Iklim organisasi disebut juga suasana organisasi adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Timpe (1999:6) menyatakan bahwa iklim organisasi dapat diukur dengan dimensi-dimensi : tanggungjawab, semnagat kelompok, penghargaan, kejelasan organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, iklim organisasi juga sangat erat hubungannya dengan lingkungan organisasi meliputi : 1. Kondisi fisik. Kondisi fisik dari lingkungan kerja meliputi: a. Keadaan bangunan, gedung atau tempat kerja yang menarik dan menjamin keselamatan pegawai. Termasuk didalamnya ruang kerja yang nyaman dan mampu memberikan ruang gerak yang cukup bagi karyawan dalam sebagaimana diungkapkan oleh Wursanto (2005;287) yang

menjalankan tugasnya,serta mengatur ventilasi yang baik sehingga para karyawan merasa betah bekerja. b.Tersedianya fasilitas, seperti : peralatan kerja yang memadai, tempat rekreasi, istirahat, kafetaria, sarana transportasi. c. Letak gedung / tempat kerja yang strategis sehingga mudah dijangkau dari segala penjuru kendaraan umum.

203

2. Kondisi psikis. Kondisi lingkungan kerja psikis adalah segala sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja, antara lain meliputi : a. Adanya rasa aman dari para karyawan dalam menjalankan tugasnya, yang meliputi: Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul saat menjalankan tugas. Rasa aman dari pemutusan hubungan kerja Rasa aman dari segala tuduhan dan saling curiga antar karyawan Kesempatan untuk mengembangkan keahlian

dan ketrampilan yang dimiliki dalam kaitannya dengan pekerjaannya saat ini b. Adanya loyalitas baik secara vertikal maupun horizontal. 1) Secara vertikal yaitu loyalitas antara pimpinan dengan bawahan, dan loyalitas antara bawahan dengan pimpinan. Untuk menunjukkan loyalitas

pimpinan terhadap bawahan antara lain dapat dilakukan dengan cara : anjangsana ke rumah pegawai pada saat tertentu, ikut membantu

memecahkan masalah yang sedang dihadapi pegawai, membela kepentingan pegawai dari pihak pihak lain, melindungibawahan dari segala bentuk ancaman dari pihak lain sepanjang bawahan benar. 2) Loyalitas yang bersifat horisontal, merupakan loyalitas antara pemimpin dengan pimpinan setingkat, antara bawahan dengan bawahan, atau antar

pegawai yang setingkat. c. Adanya perasaan puas di kalangan karyawan. Perasaan ini terwujud apabila karyawan merasa bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi baik secara fisik maupun psikis.

204

6.2

Budaya Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Perencana

1).Penelitian yang mempunyai topik sama pernah dilakukan oleh H. Teman Koesmono (2005), dengan hasil penelitian sebagai berikut : terdapat efek langsung dari variabel Budaya organisasi terhadap Motivasi sebesar 0.680, variabel Motivasi terhadap Kepuasan kerja sebesar1.462, Variabel Budaya organisasi terhadap Kepuasan kerja sebesar 1.183, variabel Budaya Organisasi terhadap Kinerja sebesar 0.506, sedangkan variabel Kepuasan kerja terhadap Kinerja sebesar 0.003. Berkaitan dengan hasil pengaruh langsung tersebut ternyata variabel Motivasi memiliki efek langsung yang paling besar, hal ini wajar sekali karena pada dasarnya individu merasa kepuasan kerjanya dapat dirasakan apabila motivasi yang ada dapat meningkatkan kegairahan kerja. Pengaruh tidak langsung dapat dijelaskan sebagai berikut : terdapat pengaruh tidak langsung dari variable Budaya organisasi terhadap variabel Kepuasan kerja sebesar 0.994, begitupula terdapat pengaruh tidak langsung dari variabel Budaya organisasi terhadap variabel Kinerja sebesar 0.267, sedangkan pengaruh tidak langsung dari variabel Motivasi terhadap variabel Kinerja sebesar 0.005. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada pengaruh tidak langsung dari Budaya organisasi terhadap kinerja melalui variable antara yaitu Motivasi dan kepuasan kerja. Selain itu ada pengaruh tidak langsung dari variabel Budaya organisasi terhadap kinerja melalui variabel antara yaitu Kepuasan kerja. Hasil penelitian terdahulu mempunyai kesimpulan:

205

1. Budaya organisasi berpengaruh terhadap Motivasi secara positif. 2. Budaya organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan kerja secara positif. 3. Motivasi berpengaruh terhadap Kepuasan kerja secara positif. 4. Budaya organisasi berpengaruh terhadap Kinerja secara positif. 5. Motivasi berpengaruh terhadap Kinerja secara postif. 6. Kepuasan kerja berpengaruh terhadap Kinerja secara positif. Persamaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya adalah: Variabel yang digunakan, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah budaya organisasi dan motivasi, variabel tidak bebasnya adalah kinerja karyawan, dan variabel interveningnya adalah kepuasan kerja. Sama dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya adalah: a.Lokasi obyek penelitian, penelitian ini dilakukan pada karyawan PT. Mirota Kampus di Yogyakarta, sedangkan penelitian terdahulu dilakukan pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur.

b. Jumlah populasi, pada penelitian terdahulu populasi dan responden yang dipilih adalah karyawan tetap pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur dengan jumlah 382 orang karyawan, sedangkan penelitian ini jumlah populasinya adalah 117 karyawan PT. Mirota Kampus di Yogyakarta.

206

c.Teknik penelitian, penelitian ini dengan penelitian terhahulu sama-sama menggunakan SEM Analysis. 2).Pengaruh Budaya Organisai ,Komitmen Organisasi,Kompensasi Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT.Bank Rakyat Indonesia (Pesero) Tbk.kantor cabang Klaten Tujuan penelitian ini adalah meneliti Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, Kompensasi dan Iklim Organisasi terhadap kinerja pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. Cabang Klaten. Hipotesa yang telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah : budaya organisasi, komitmen organisasi, kompensasi dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Klaten secara parsial dansimultan. Data yang digunakan adalah data

primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia ( Persero ) Tbk. Cabang Klaten sejumlah 60 pegawai. Data yang sudah diperoleh dengan program SPSS dengan uji regresi linear berganda, uji t, uji F serta uji R Hasil pengujian yang dilakukan diperoleh persamaan regresi Y = 3,221 + 0,659 X1 0,006 X2 0,290 X3 + 0.548 X4 + e,dari uji t untuk variable budaya organisasi diperoleh nilai t hitung sebesar 7,465 lebih besar t tabel sebesar 2,004, komitmen organisasi diperoleh dengan angka t hitung sebesar ,058 < t tabel sebesar 2,004, kompensasi diperoleh t hitung sebesar -3,046 > -t tabel 2,004, dan iklim organisasi diperoleh t hitung sebesar 4,881> t tabel sebesar 2,004, berarti terdapat tiga variable berpengaruh secara signifikan kecuali komitmen organisasi. Uji F yang dilakukan menunjukan bahwa keempat variabel mempunyai nilai F hitung sebesar 29,850

207

> F tabel sebesar 2,54 artinya bahwa keempat variab el yaitu budaya organisasi, komitmen organisasi, kompensasi dan iklim organisasi terhadap kinerja pegawai pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero ) Tbk, Kantor Cabang Klaten. Uji R2 menunjukkan bahwa keempat variabel mampu menjelaskan kinerja sebesar 66,2 %. Kata kunci : Budaya Organisasi, Komimen Organisasi, Kompensasi, Iklim Organisasi ,Kinerja Pegawai.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

208

6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Iklim Komunikasi organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan, dari hasil penelitian diperoleh sebesar 58%. 2. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan, dari hasil penelitian diperoleh sebesar 41%. 3. Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi secara bersama-sama terhadap Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan dari hasil penelitian diperoleh sebesar 51,10%. 4. Kontribusi Iklim Komunikasi Organisasi di Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Regional I Medan pada Budaya Organisasi saling mendukung satu sama lain dan saling memberikan dorongan. 5. Kecenderungan terciptanya kinerja Perencana setelah mengikuti diklat pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan yang secara bersama-sama dipengaruhi oleh Iklim Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi sebesar 51,10%. Yang berarti masih ada tersisa kontribusi faktor-faktor lain sebesar 48,90 yang dapat memberikan pada kinerja Perencana yang antara lain adalah

209

:interaksi

sosial,

komitmen,

tanggung

jawab

pekerjaan

dan

kepemimpinan. Apapun yang direncanakan hasilnya ditentukan oleh iklim dan budaya organisasi.

6.2. Saran-saran Saran-saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis iklim komunikasi organisasi terhadap Kinerja Perencana perlu ditingkatkan lagi, karena semakin baik Iklim Komunikasi Organisasi tercipta peningkatan Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan. 2. Pucuk pimpinan Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan hendaknya selalu menggalang dan meningkatkan keberhasilan dalam bekerja di dalam lingkup Budaya Organisasi serta kokoh antarsesama pegawai untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan . 3. Organisasi birokrasi yang dikenal dengan beurocratic untuk masa mendatang harus lebih menekankan kepada nilai-nilai human relation khususnya dengan mengedepankan penerapan komunikasi yang dapat menciptakan pengaruh dari Iklim Komunikasi Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Perencana pada Balai Pendidikan Dan

Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan.

210

4. Keterlibatan pegawai secara langsung dan diajak berbicara dalam mengambil keputusan. Mengadakan pertemuan dan diskusi rutin kepada pegawai dalam menemukan kebijakan yang akan dilaksanakan. 5. Pucuk pimpinan dapat menerima hal-hal yang baru serta mempelajari segi keuntungan kekuatan dan kerugiannya terhadap informasi yang diterima antara sesama pegawai. 6. Upaya peningkatan kinerja Perencana dapat dilakukan dengan memberi motivasi/dorongan Pendidikan Dan kerja dan penghargaan Industri pada I anggota Balai

Pelatihan

Regional

Kementerian

Perindustrian Medan. 7. Untuk memperkuat dan memperluas hasil penelitian ini, maka diharapkan para peneliti lain mendalami faktor-faktor lain yang dapat ditetapkan oleh Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Regional I Kementerian Perindustrian Medan.

211

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo, 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah , Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. ___________, 2003. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Aloysius G, 2004. Analisis Hubungan Imbal Balik Antra Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Daerah Tingkat II di Indonesia , Yogyakarta: Lembaga Penelitian Atma Jaya, Anwar, A, 1999, Mobilisasi Sumberdaya Ekonomi Dalam Mengatasi Masalah Pengangguran Ke Arah Pemerataan Yang Menyumbang Kepada Pertumbuhan Ekonomi , Seminar Nasional Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan. Institut Pertanian Bogor, Tidak Dipublikasikan. Anoraga, Pandji, 1998. Manajemen Bisnis , Jakarta: PT. Rineka Cipta. Becker, G. 1996. Human Capital And The Personal Distribution Of Income: On Analytical Approach . MI : The University of Michigan. Bernard, Cheter I. 1982. Fungsi Eksekutif , Edisi Ketigapuluh, Jakarta: LPM dan Pustaka Binaan Presiden. Blakely, Edward J, 1994. Planning Local Economic Development Theory and Practice, Sage Publications. Bungin, Burhan, 2006. Sosiologi Komunikasi , Jakarta: Prenada Media Group. Curtis, dkk., 2004. Komunikasi Bisnis dan Profesional , Terj., Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka. Effendy, Onong Uchjana, 1992. Spektrum Komunikasi ., Bandung: Penerbit Mandar Maju. Esho, H. 1999. Kaihatu no seiji-keizai-gaku (Political economics of development) . Tokyo: Nihon Hyoron Sha. Fazri, M., 2001. Organisasi dan Pengorganisasian . Bandung: Bumi Aksara. Galor, O and O. Moav. 1999. From Physical of Human Capital Acumulation: Inequality in the Process of Development , CEPR Discussion Paper.

212

Gibson, James L. Ivancericn, and Donneley, 1994. Organization , diterjemahkan oleh Djoerban Wahid, Jakarta: Erlangga. Gibson, James, L. John M, Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses , Jilid I, Edisi Kedelapan, Diterjemahkan oleh: Nunuk Adiarni, Jakarta: Binarupa Aksara. Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Harold Koontz, et, al., 1989. Intisari Manajemen , Penerjemah Drs. A. Hasym Ali, Jakarta: Bina Aksara. Indrawijaya Adam, 1989. Perilaku Administrasi , Bandung: Sinar Baru. Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kest Ray, 2005. Principles of Human Development : Education and Economics Development Journal Futurie. Khasali, Rhenald, 2005. Masyarakat Kita Belum Punya Budaya Korporatif , Kompas tanggal 26 Februari. Kusano, A. 1997. ODA no tadashii mikata (The perspective to ODA) . Tokyo: Chikuma-shobo. Laporan Evaluasi Kinerja, 2010. Balai Pendidikan dan Latihan Industri Departemen Perindustrian Regional I Medan. Liliweri, Alo, 1991. Komunikasi Antar Pribadi , Bandung: P.T. Citra Aditya. Lubis, Suwardi, 2005. Sampling , Medan: USU Press. McKenzie J.F. Robert dan Jerome, 1991). Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar , Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, Meier, G.M. & Stiglitz. J.E. (Eds). 2000. Frontiers of development economics: The future in perspective . Washington DC : The World Bank. Miraza, Bachtiar Hasan, 2004. Perencanaan Wilayah Sebagai Suatu Kebutuhan (Studi Kasus Kota Medan, Suatu Pendekatan Ekonomi Kewilayahan), Dalam Proseding Perencanaan Kontekstual. Menu ju Konvergensi Teori dan Praktek , Seminar Tahunan ASPI 21 -22 Juli 2004 di Gedung Widyaloka, Malang: Universitas Brawijaya. Mokhammad, Abdul Mukhyi, 2001. Pengantar Manajemen Umum Jakarta: Penerbit Guna Darma. Muhammad, Arni, 2004. Komunikasi Organisasi , Jakarta: Bumi Aksara.

213

Mulyana, Dedy. 2003. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nachrowi dan Suhandojo. 2001. Analisis Sumber Dya Manusia, Otonomi Daerah, Pengembangan Wilayah: Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan Teknologi. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Narmawati, 2007. Analisis Data Penelitian Dengan SP SS. Yogyakarta: Penerbit Andi. Nawawi, Hadari, 1991. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif , Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Olaniyan, D.A. dan Okemankinde, T (2008). Human capital: Implications for educational development. European Journal of Scientific Research, 24: 157-162. <http://www/eurojornals.com/ejsr_24_2_01.pdf(17/2/2010). Pace, Wayne & Faules, 2001. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan , Ed. Dedy Mulyana, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin, Rosdakarya. 1994. Psikologi Komunikasi , Bandung: Remaja

Santoso, Singgih, 2007. Structural Equation Modelling. Konsep dan Aplikasi Dengan AMOS . Jakarta: Elex Media Komputindo. Sagala, Syaiful, 2000. Administrasi Pendidikan Konterporer . Bandung: Alfabeta. Sagala, Syaiful, 2007. Manajemen Stategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan . Bandung Alfbeta. Sagala, Syaiful, 2007. Desain Organisasi Pendidikan dalam Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah . Jakarta: Uhamka Press. Salusu, J., 2000. Pengambilan Keputusan Sitrategik Jakarta: Grasindo. Samoelson dan William, 1992. Economic, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Santoso, Singgih, 2007. Structural Equation Modeling: Konsep dan Aplikasi Dengan AMOS . Jakrata: Elex Media Komputindo. Sedarmayanti, 2000. Restrukturiasi dan Pemberdayaan Organisasi, Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan , Bandung: Mandar Maju.

214

Sem A, 2000. Development freedom , NY:Anchor books. Simamora, Henry, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia , Edisi Kedua, Yogyakarta: STIE YPKN, Sirojuzilam dan Kasyfull Mahali. 2010. Regional: Perencanaan, dan Ekonomi . Medan: USU Press. Pembangunan,

Sompson, Eleri, 2002. Ways Make a Professional Impact (terj.), Jakarta: Penerbit Gramedia. Supratiknya, A, 1995. Komunikasi Antar Pribadi , Yogyakarta: Tinjauan Psikologis. Kanisius. Supriyadi, Gering dan Triguno, 2001. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah , Jakarta: LAN. Susanto, Astrid. S, 1986. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek , Bina Cipta, Bandung. Sters, R.M., 1991. Motivation and Work Behavior . New York: Mc Graw-Hill Inc. Szajnowska-Wisocka, Alicja, 2009. Theories of regional and local development: Abridged review. Bulletin of Geography: Socio-economic Series No. 12. <http:/www.bulletinofgeography.umk.pl/12_2009/05_ szajnowska.pdf>. (12/2/2010). Timpe, A Dale. (1980) Produktivitas, Terjemahan Dimas Samudra Rum . Jakarta: Rang McNally College Publishing Company. Timpe. Da1e (1993). Kinerja . Terjemahan Sofyan Cikmat Jakarta: PT. Gramedia Asri Media. Thoha, Mifah, 1995. Kepemimpinan Dalam Manajemen , Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. Todaro M dan Smit, 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga , Jakarta: Penerbit Erlangga. Roy W.K. dan Miskel, 1978. Behavior in Organisation: System Approach to Managing . Philippines: Addison Publishing Company, Inc. Umar, Husein, 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi , Jakarta: Gramedia. Usman, 2004. Manajemen/Strategik , Modul Perkuliahan, Jakarta: Universitas Indonesia. Wursanto, 2003. Dasar-dasar Ilmu Organisasi , Yogyakarta: Penerbit Andi.

215

Referensi Tambahan http://www.geocioties.com http://id.wordpress.com http://adlin.lib.unair.ac.id/go

216

Lampiran 1 A. DAFTAR ANGKET A. Pengantar Dengan hormat, sehubungan dengan penelitian tesis saya yang berjudul: ANALISIS IKLIM KOMUNIKASI DAN BUDAYA ORGANISASI BAGI MENINGKATKAN KINERJA PERENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Pada Balai Pendidikan Dan Pelatihan Industri Departemen Perindustrian Regional I Medan), maka saya memohon agar Bapak/Ibu dapat memberikan respon atas pertanyaan yang disajikan, secara objektif berdasarkan pemahaman yang Bapak/Ibu ketahui dan dirasakan. Berilah tanda (x) untuk setiap jawaban yang dipilih. Penelitian ini bersifat ilmiah dan hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah semata dan tidak digunakan untuk kepentingan lainnya. Cara pengisian angket dengan cara memberikan tanda (x) kepada opsi yang disajikan. Demikian saya sampaikan dan atas perhatian dan respon Bapak/Ibu menjawab angket ini, saya haturkan banyak terima kasih.

217

B. Karakteristik Responden 1. No. Responden : . 2. 3. Jenis kelamin : Pendidikan : 1. 1. 2. Laki-laki 2. Perempuan

Diplomasi III Sarjana S-1

3. Sarjana S-2 4. Umur : 1. 35 tahun - 40 tahun

2. 41 tahun - 45 tahun 3. 46 tahun - 50 tahun 4. 51 tahun ke atas 5.` Jabatan : 1. Kepala Unit

2. Pelaksana 3. Supervisor

218

C. Variabel Penelitian No. 1. 2. Pernyataan Iklim Komunikasi Organisasi (X1) Apa saja yang dikomunikasi Pimpinan kepada saya adalah layak dipercaya. Komunikasi yang disampaikan dalam kantor dipercayai sebagai hal yang benar. Hal-hal yang diinformasikan kepada saya selalu sesuai dengan fakta di lapangan. Saya dilibatkan dengan diajak berbicara dalam mengambil keputusan kantor oleh Atasan. Saya dilibatkan dengan diajak berkonsultasi tentang masalah yang muncul dalam pekerjaan oleh Atasan. Atasan menerima dengan senang hati ketika saya menyampaikan masukan kepadanya guna pengambilan keputusan. Atasan menerima dengan senang hati ketika mengkonsultasikan masalah yang muncul dalam pekerjaan guna pengambilan keputusan. SS S KS TS STS

3.

4.

5.

6.

7.

219

No. 8.

Pernyataan Komunikasi yang dilakukan atasan kepada saya semuanya dilakukan dengan jujur. Komunikasi teman sekerja kepada saya semuanya dilakukan dengan jujur. Atasan selalu berterus terang dalam mengkomunikasikan tentang pekerjaan! Saya merasakan nyaman dalam menginformasikan sesuatu hal yang saya anggap penting untuk pekerjaan kepada Atasan. Saya merasakan nyaman dalam menginformasikan sesuatu hal yang saya anggap penting untuk pekerjaan kepada Teman Sekerja. Saya dengan mudah mendapatkan informasi tentang teknis pekerjaan dari atasan. Atasan suka membagi informasi sebagai bahan bagi saya untuk memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan. Atasan suka membagi informasi bagi saya untuk memudahkan koordinasi dalam melaksanakan pekerjaan. Atasan dengan senang hati menerima laporan pekerjaan saya. Atasan dengan senang hati menerima masukan dari saya. Atasan selalu menganggap penting atas hal-hal yang saya sampaikan.

SS

KS

TS

STS

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16. 17. 18.

220

19. 20.

Atasan memiliki perhatian kepada saya dalam mendukung pekerjaan. Atasan selalu memberikan respon yang positif apabila saya dapat bekerja dengan baik. Atasan selalu memberikan pujian yang positif apabila saya bekerja dengan baik. Budaya Organisasi PNS (X2)

21.

22.

Cara berfikir saya sama dengan rekan sekerja dalam melaksanakan pekerjaan. Perilaku saya sama dengan teman sekerja untuk mendukung pekerjaan dalam kantor. Saya dan teman sekerja selalu berfikir positif untuk menyelesaikan pekerjaan! Saya dan teman sekerja melaksanakan pekerjaan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetapkan organisasi! Saya dan teman sekerja selalu kompak dalam menyelesaikan pekerjaan! Saya dan teman sekerja selalu membuat kerja sama secara intens! Saya selalu menghindarkan konflik dalam unit kerja! Saya selalu menghindarkan konflik antar unit kerja! Saya dan teman sekerja bekerja dengan solid! Tekanan pekerjaan dari dalam organisasi tidak saya rasakan! Tekanan pekerjaan dari luar organisasi tidak saya rasakan! Tekanan pekerjaan dari luar

23.

24.

25.

26.

27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.

221

organisasi tidak saya rasakan. Kinerja Perencana (Y) 34. Perencanaan dilakukan selama ini apakah sudah mampu memberikan motivasi dan melahirkan ide-ide baru. Inovasi yang diterapkan dalam proses perencanaan mampu memberikan kegiatan pekerjaan yang lebih baik. Perencana dan teman sekerja selalu berfikir positif untuk menyelesaikan pekerjaan. Visi dan Misi yang ada dalam organisasi perencana selalu meningkatkan kerja sama yang baik dalam mencapai visi dan misi tersebut. Dalam menyusun perencanaan, perencana selalu memiliki pandangan; baik pandangan masa lalu, pandangan masa sekarang, maupun pandangan masa depan. Pandangan masa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan, walaupun tetap menggunakan pandangan masa sekarang sebagai pedoman untuk membuat perencanaan yang lebih baik. Perencana dan teman sekerja melaksanakan pekerjaan sesuai dengan strategi kerja yang telah ditetapkan organisasi. Perencana dan teman sekerja selalu kompak dalam menyelesaikan pekerjaan. Perencana selalu menghindarkan konflik dalam unit kerja, agar proses perencanaan dapat lebih efektif dan efisien. Di dalam setiap menyusun perencanaan motivasi merupakan faktor penentu untuk mendapatkan perencanaan yang baik dan standar.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

43.

222

44.

Motivasi dapat memberikan pemikiran-pemikiran baru untuk menentukan hasil perencanaan yang sesuai dengan organisasi. Tekanan pekerjaan dari dalam dan luar organisasi tidak saya rasakan. Untuk menentukan suatu perencanaan setiap kebijakan harus dianalisa melalui motivasi yang bersifat introver.

45. 46.

223

Angket Terbuka 1. Apakah usaha industri yang telah direncanakan oleh Saudara-saudari telah dapat memberikan kontribusi; a. Bertambah; b. Tidak ada perubahan. 2. Dari usaha industri yang dibina oleh Bapak/Ibu telah mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja : a. Bertambah; b. Tidak bertambah. 3. Apakah usaha industri yang dibina/direncanakan oleh Bapak/Ibu Saudara ada terjadi diversifikasi produk. a. Ada b. Tidak ada 4. Apakah usaha industri yang telah dibina/direncanakan oleh Bapak/Ibu telah mengalami menimbulkan kenaikan pendapatan (laba) bagi pengusaha. a. Bertambah b. Tidak bertambah 5. Apakah dunia usaha industri yang direncanakan oleh Bapak/Ibu, Saudara menggunakan peralatan yang lebih maju, dan manajemen yang lebih profesional. a. Ya b. Tidak 6. Apakah dunia usaha industri yang direncanakan oleh Bapak/Ibu, Saudara ada perubahan tempat usaha yang lebih baik. a. Ya b. Tidak 7. Menurut Bapak/Ibu, Saudara usaha industri yang direncanakan telah dapat meningkatkan pendapatan pengusaha sekarang ini. a. Ya

224

b. Tidak 8. Apakah pelatihan tambahan yang telah direncanakan oleh Bapak/Ibu, Saudara sebagai perencana dalam meningkatkan manajemen dan keterampilan para dunia usaha industri a. Ya b. Tidak WAWANCARA DAN OVSERVASI 1. Wawancara dan pengamatan perkembangan usaha industri yang telah direncanakan. 2. Wawancara dan pengamatan terhadap pembinaan tenaga kerja yang lalu dan sekarang. 3. Wawancara dan pengamatan terhadap peningkatan pendapatan yang lalu dan sekarang. 4. Wawancara dan pengamatan terhadap lokasi penelitian yang dahulu antara lain asal ada; tidak adanya survey pasar; sekarang melalui survey pasar dan adanya penelitian yang terencana. 5. Wawancara dan pengamatan peralatan yang digunakan dahulu sederhana (manual), sekarang mesin dan teknologi. 6. Wawancara dan pengamatan manajemen dan keterampilan, dahulu sederhana dan tradisional, sekarang maju / modern dan ilmiah. 7. Pengamatan wawancara teknik pemasaran yang digunakan dahulu tradisional sekarang menggunakan pemasaran modern dan ilmiah.

225

LAMPIRAN 4 Deskriptif Jawaban Responden Iklim Komunikasi Organisasi


Hal Yang Dikomunikasikan Pimpinan Layak Dipercaya No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 57 189 21 0 0 267 Percent 31,0 102,7 11,4 145,1087 Valide Percent 31,0 102,7 11,4 145,1086957 Cumulative Percent 31,0 133,7 145,1

Komunikasi Yang Disampaikan Pimpinan Sebagai Hal Yang Benar No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 41 126 17 0 0 184 Percent 22,3 68,5 9,2 100 Valide Percent 22,3 68,5 9,2 100 Cumulative Percent 22,3 90,8 100,0

Komunikasi Yang Disampaikan Sesuai Dengan Fakta Lapangan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 38 120 20 6 0 184 Percent 20,7 65,2 10,9 10,0 106,73913 Valide Percent 20,7 65,2 10,9 3,3 100 Cumulative Percent 20,7 85,9 100,0

226

Dilibatkan Dalam Mengambil Keputusan Kantor Oleh Atasan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 36 125 18 5 0 184 Percent 19,6 67,9 9,8 8,3 105,61594 Valide Percent 19,6 67,9 9,8 2,7 100 Cumulative Percent 19,6 87,5 100,0

Dilibatkan Berkonsultasi Oleh Pimpinan Atas Masalah Dalam Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 34 120 30 0 0 184 Percent 18,5 65,2 16,3 100 Valide Percent 18,5 65,2 16,3 100 Cumulative Percent 18,5 83,7 100,0

Atasan Menerima Dengan Senang Hati Ketika Menyampaikan Masukan Dalam Keputusan
No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 32 130 22 0 0 184 Percent 17,4 70,7 12,0 100 Valide Percent 17,4 70,7 12,0 100 Cumulative Percent 17,4 88,0 100,0

227

Atasan Menerima Dengan Senang Hati Ketika Mengkonsultasikan Masalah


Yang Muncul Dalam Pekerjaan Guna Pengambilan Keputusan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 38 127 12 7 0 184 Percent 20,7 69,0 6,5 3,8 100 Valide Percent 20,7 69,0 6,5 3,8 100 Cumulative Percent 20,7 89,7 100,0

Komunikasi Yang Dilakukan Atasan Semuanya Dilakukan Dengan Jujur No. 1 2 3 4 5 Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Kategori Sangat Setuju Frequency 25 119 20 Percent Valide Percent 13,6 64,7 10,9 10,9 100 Cumulative Percent 13,6 78,3 100,0

20
0 184

13,6 64,7 10,9 10,9


100

Komunikasi Teman Sekerja Dilakukan Kepada Saya Dengan Jujur No. 1 2 3 4 5 Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Kategori Sangat Setuju Frequency Percent 12,5 58,2 18,5 10,9 100 Valide Percent 12,5 58,2 18,5 10,9 100 Cumulative Percent 12,5 70,7 100,0

23 107 34 20
0 184

228

Atasan Selalu Berterus Terang Dalam Mengkomunikasikan Tentang Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 25 115 22 22 0 184 Percent 13,6 62,5 12,0 36,7 124,71014 Valide Percent 13,6 62,5 12,0 12,0 100 Cumulative Percent 13,6 76,1 100,0

Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Informasi Tentang Pekerjaan Kepada Atasan Cumulative No. Kategori Frequency Percent Valide Percent Percent 28 15,2 15,2 1 Sangat Setuju 15,2 123 66,8 66,8 2 Setuju 82,1 25 13,6 13,6 3 Kurang Setuju 100,0 8 4,3 4 Tidak Setuju 13,3 5 Sangat Tidak Setuju 0 Total 184 108,98551 100

Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Informasi Tentang Pekerjaan Kepada Atasan Cumulative No. Kategori Frequency Percent Valide Percent Percent 24 13,0 13,0 1 Sangat Setuju 13,0 127 69,0 69,0 2 Setuju 82,1 23 12,5 12,5 3 Kurang Setuju 100,0 10 5,4 5,4 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju 0 Total 184 100 100

229

Merasa Nyaman Dalam Menyampaikan Informasi Tentang Pekerjaan Kepada Teman Sekerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 26 127 23 8 0 184 Percent 14,1 69,0 12,5 4,3 100 Valide Percent 14,1 69,0 12,5 4,3 100 Cumulative Percent 14,1 83,2 100,0

Mudah Mendapatkan Informasi Tentang Teknis Pekerjaan dari Atasan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 34 130 20 0 0 184 Percent 18,5 70,7 10,9 100 Valide Percent 18,5 70,7 10,9 100 Cumulative Percent 18,5 89,1 100,0

Atasan Suka Membagi Informasi Sebagai Bahan Memudahkan Dalam Melaksanakan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 26 133 25 0 0 184 Percent 14,1 72,3 13,6 100 Valide Percent 14,1 72,3 13,6 100 Cumulative Percent 14,1 86,4 100,0

230

Atasan Suka Membagi Informasi Sebagai Bahan Memudahkan Koordinasi Dalam Melaksanakan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 37 147 0 0 0 184 Percent 20,1 79,9 100 Valide Percent 20,1 79,9 100 Cumulative Percent 20,1 100,0 100,0

Atasan Dengan Senang Hati Menerima Laporan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 54 119 11 0 0 184 Percent 29,3 64,7 6,0 100 Valide Percent 29,3 64,7 6,0 100 Cumulative Percent 29,3 94,0 100,0

Atasan Dengan Senang Hati Menerima Masukan Dari Bawahan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 40 118 20 6 0 184 Percent 21,7 64,1 10,9 3,3 100 Valide Percent 21,7 64,1 10,9 3,3 100 Cumulative Percent 21,7 85,9 100,0

Atasan Selalu Menganggap Penting Atas Hal-Hal Yang Disampaikan Bawahan Cumulative No. Kategori Frequency Percent Valide Percent Percent 26 14,1 14,1 1 Sangat Setuju 14,1 137 74,5 74,5 2 Setuju 88,6 14 7,6 7,6 3 Kurang Setuju 100,0 7 3,8 3,8 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju 0 Total 184 100 100

231

Atasan Memiliki Perhatian Dalam Mendukung Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency Percent 13,6 73,9 6,0 6,5 100 Valide Percent 13,6 73,9 6,0 6,5 100 Cumulative Percent 13,6 87,5 100,0

25 136 11 12
0 184

Atasan Selalu Memberikan Respon Positif Apabila Bawahan Dapat Bekerja Baik Cumulative No. Kategori Frequency Percent Valide Percent Percent 31 16,8 16,8 1 Sangat Setuju 16,8 140 76,1 76,1 2 Setuju 92,9 13 7,1 7,1 3 Kurang Setuju 100,0 4 Tidak Setuju 0 5 Sangat Tidak Setuju 0 Total 184 100 100

Budaya Organisasi
Cara Pikir Dengan Rekan Sekerja Dalam Melaksanakan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 148 25 11 0 0 184 Percent 80,4 13,6 6,0 100 Valide Percent 80,4 13,6 6,0 100 Cumulative Percent 80,4 94,0 100,0

Perilaku Sama Dengan Teman Sekerja Untuk Mendukung Pekerjaan Kantor No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 19 131 26 8 0 184 Percent 10,3 71,2 14,1 4,3 100 Valide Percent 10,3 71,2 14,1 4,3 100 Cumulative Percent 10,3 81,5 100,0

232

Berpikir Positif Dengan Teman Sekerja Untuk Menyelesaikan Pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 144 31 9 0 184 Percent 78,3 16,8 4,9 100 Valide Percent 78,3 16,8 4,9 100 Cumulative Percent 78,3 100,0

Sepakat Dengan Teman Sekerja Melaksanakan Visi dan Misi Kantor Dengan Baik Cumulative No. Kategori Frequency Percent Valide Percent Percent 75 40,8 40,8 1 Sangat Setuju 40,8 109 59,2 59,2 2 Setuju 100,0 3 Kurang Setuju 0 100,0 4 Tidak Setuju 0 5 Sangat Tidak Setuju 0 Total 184 100 100 Dengan Teman Sekerja Melaksanakan Sesuai Dengan Strategi Kerja Yang Telah Ditetap Organisasi No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 31 139 14 0 0 184 Percent 16,8 75,5 7,6 100 Valide Percent 16,8 75,5 7,6 100 Cumulative Percent 16,8 92,4 100,0

Kompak Dalam Melaksanakan Pekerjaan Dengan Teman Sekerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 39 135 10 0 0 184 Percent 21,2 73,4 5,4 100 Valide Percent 21,2 73,4 5,4 100 Cumulative Percent 21,2 94,6 100,0

233

Membuat Kerja Sama Dengan Teman Sekerja Dengan Inten No. 2 3 4 5 Kategori Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Total Frequency 38 122 24 0 0 184 Percent 20,7 66,3 13,0 100 Valide Percent 20,7 66,3 13,0 100 Cumulative Percent 20,7 87,0 100,0

Menghindari Kerja Sama Dengan Teman Sekerja Dengan Intens No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 37 125 22 0 0 184 Percent 20,1 67,9 12,0 100 Valide Percent 20,1 67,9 12,0 100 Cumulative Percent 20,1 88,0 100,0

Menghindari Konflik Antar Unit Kerja No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 41 121 18 4 0 184 Percent 22,3 65,8 9,8 2,2 100 Valide Percent 22,3 65,8 9,8 2,2 100 Cumulative Percent 22,3 88,0 100,0

Bekerja Dengan Teman Sekerja Secara Solid No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 37 131 16 0 0 184 Percent 20,1 71,2 8,7 100 Valide Percent 20,1 71,2 8,7 100 Cumulative Percent 20,1 91,3 100,0

234

Tekanan Pekerjaan Dari Dalam Organisasi Tidak Dirasakan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 20 112 52 0 0 184 Percent 10,9 60,9 28,3 100 Valide Percent 10,9 60,9 28,3 100 Cumulative Percent 10,9 71,7 100,0

Tekanan Pekerjaan Dari Luar Organisasi Tidak Dirasakan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 26 144 14 0 0 184 Percent 14,1 78,3 7,6 100 Valide Percent 14,1 78,3 7,6 100 Cumulative Percent 14,1 92,4 100,0

Kinerja Perencana
Mampu Memberikan Motivasi dan Melahirkan Ide-ide Baru No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 58 114 12 0 0 184 Percent 31,5 62,0 6,5 100 Valide Percent 31,5 62,0 6,5 100 Cumulative Percent 31,5 93,5 100,0

235

Inovasi yang diterapkan dalam proses perencanaan mampu memberikan kegiatan pekerjaan yang lebih baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 44 108 21 11 0 184 Percent 23,9 58,7 11,4 6,0 100 Valide Percent 23,9 58,7 11,4 6,0 100 Cumulative Percent 23,9 82,6 100,0

Perencana dan Teman Sekerja Selalu Berpikir Positif No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 47 117 20 0 0 184 Percent 25,5 63,6 10,9 100 Valide Percent 25,5 63,6 10,9 100 Cumulative Percent 25,5 89,1 100,0

Visi dan Misi meningkatkan kerja sama yang baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 69 115 0 0 184 Percent 37,5 62,5 100 Valide Percent 37,5 62,5 100 Cumulative Percent 37,5 100,0 100,0

Perencana selalu memiliki pandangan yang baik No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 48 115 21 0 0 184 Percent 26,1 62,5 11,4 100 Valide Percent 26,1 62,5 11,4 100 Cumulative Percent 26,1 88,6 100,0

236

Pandangan maa depan merupakan skala prioritas dalam perencanaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 46 113 25 0 0 184 Percent 25,0 61,4 13,6 100 Valide Percent 25,0 61,4 13,6 100 Cumulative Percent 25,0 86,4 100,0

Perencana dan teman sekerja melaksanakan pekerjaan sesuai dengan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 41 125 12 6 0 184 Percent 22,3 67,9 6,5 3,3 100 Valide Percent 22,3 67,9 6,5 3,3 100 Cumulative Percent 22,3 90,2 100,0

Perencana dan teman sekerja selalu kompak dalam menyelesaikan pekerjaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 46 110 28 0 0 184 Percent 25,0 59,8 15,2 100 Valide Percent 25,0 59,8 15,2 100 Cumulative Percent 25,0 84,8 100,0

237

Perencana selalu menghindar konflik dalam unit kerja No. 2 3 4 5 Kategori Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Total Frequency 51 109 24 0 0 184 Percent 27,7 59,2 13,0 100 Valide Percent 27,7 59,2 13,0 100 Cumulative Percent 27,7 87,0 100,0

Di Dalam Setiap Menyusun Perencanaan Motivasi Merupakan Faktor Penentu


Mendapatkan Perencanaan Yang Baik dan Standar No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 35 115 23 11 0 184 Percent 19,0 62,5 12,5 6,0 100 Valide Percent 19,0 62,5 12,5 6,0 100 Cumulative Percent 19,0 81,5 100,0

Motivasi Dapat Memberikan Pemikiran-pemikiran Baru Untuk Menentukan Hasil Perencanaan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 45 111 28 0 0 184 Percent 24,5 60,3 15,2 100 Valide Percent 24,5 60,3 15,2 100 Cumulative Percent 24,5 84,8 100,0

238

Tekanan pekerjaan dari dalam dan luar organisasi tidak dirasakan No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 31 114 23 16 0 184 Percent 16,8 62,0 12,5 8,7 100 Valide Percent 16,8 62,0 12,5 8,7 100 Cumulative Percent 16,8 78,8 100,0

Untuk menentukan suatu perencanaan setiap kebijakan dianalisis melalui motivasi yang bersifat introver No. 1 2 3 4 5 Kategori Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Total Frequency 30 113 24 17 0 184 Percent 16,3 61,4 13,0 9,2 100 Valide Percent 16,3 61,4 13,0 9,2 100 Cumulative Percent 16,3 77,7 100,0

239

LAMPIRAN 5 : UJI VALIDITAS DAN RELEABILITAS

Uji Validitas dan Reliabilitas Reliability VAR Iklim Komunikasi Organisasi


Reliability Statistics Cronbachs Alpha Based on Cronbachs Standardized Alpha Items N of Items .741 .734 10

Scale Mean if Item Deleted X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 35.05 33.44 33.96 33.85 33.11 33.07

Item-Total Statistics Scale Corrected Variance if Item-Total Item Deleted Correlation 30.628 33.047 31.146 33.403 33.471 34.889 .436 .467 .582 .607 .461 .490

Cronbachs Alpha if Item Deleted .732 .738 .723 .747 .727 .744

Reliability VAR Budaya Organisasi


Reliability Statistics Cronbachs Alpha Based on Cronbachs Standardized Alpha Items N of Items .741 .734 10

Scale Mean if Item Deleted X2.1 X2.2 X2.3 38.92 39.02 39.05

Item-Total Statistics Scale Corrected Variance if Item-Total Item Deleted Correlation 53.086 53.978 55.635 .674 .649 .587

Cronbachs Alpha if Item Deleted .873 .874 .879

240

Reliability VAR Kinerja Perencana


Reliability Statistics Cronbachs Alpha Based on Cronbachs Standardized Alpha Items N of Items .778 .789 12

Scale Mean if Item Deleted Y.1 Y.2 Y.3 35.27 34.89 35.68

Item-Total Statistics Scale Corrected Variance if Item-Total Item Deleted Correlation 44.518 46.413 49.294 .422 .397 .448

Cronbachs Alpha if Item Deleted .762 .776 .790

241

LAMPIRAN 6 : CONFIRMATORY FACTOR ANALYSIS (CFA)

Confirmatory Factor Analysis A. Variabel Iklim Komunikasi Organisasi


Chi-square = Prob = CMIN/DF = GFI = AGFI = TLI = CFI = RMSEA = ,154 ,929 ,077 1,000 ,999 1,084 1,000 ,000
13

e1 e2 e3 e4 e5

,67 ,68

X1.1 1,17 X1..2 1,09 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6


1,31

1 ,62 1 ,71 1 ,67 1 ,63 1 ,69

X1
1,00 1,32 1,16

e6

Pengujian Iklim Komunikasi Organisasi (X1) Regression Weights: (Group number 1 Estimate S.E. X16 X1 1,000 X15 X1 1,306 ,345 X14 X1 1,094 ,296 X13 X1 1,167 ,311 X12 X1 1,205 ,3,25 X11 X1 1,142 ,317 - Default model) C.R. P Label 3,784 3,697 3,752 3,672 3,594 *** *** *** *** ***

Standardized Regression Weights (Group number 1 Default model) Loading factor (Estimate) Estimate ,390 ,510 ,428 ,454 ,476 ,458

X16 X15 X14 X13 X12 X11

X1 X1 X1 X1 X1 X1

242

Modification Indices (Group number 1-Default model) Covariances : (Group number 1-Default model) M.I. Par Change Variances : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Regression Weights : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Tidak ada perintah untuk modifikasi model selanjutnya

B. Variabel Budaya Organisasi


Chi-square = Prob = CMIN/DF = GFI = AGFI = TLI = CFI = RMSEA = e1 e2 e3 ,04 ,07 1 X2.1 X2..2 -13 1 ,10 X2.3 ,99 17,291 ,044 1,921 ,985 ,964 ,994 ,997 ,051

1,03 1,00 X2

1 ,87

243

Pengujian Budaya Organisasi (X2) Regression Weights: (Group number 1 Estimate S.E. X13 X2 1,000 X12 X2 1,026 ,021 X11 X2 1,025 ,021 - Default model) C.R. P Label 49,633 48,815 *** ***

Standardized Regression Weights (Group number 1 Default model) X13 X1 X12 X1 X11 X1 Estimate ,956 ,978 ,475

Ada Perintah untuk melakukan modifikasi model Modification Indices (Group number 1 Default model) Covariances: (Group number 1 Default model) M.I Par Change e3 <--> e4 5,725 0,40 e1 <--> e3 6,691 -,031 e2 <--> e3 ,475 0,33 Modification Indices (Group number 1-Default model) Covariances : (Group number 1-Default model) M.I. Par Change Variances : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Regression Weights : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Tidak ada perintah untuk modifikasi model selanjutnya

244

B. Variabel Kinerja Perencana

Chi-square = Prob = CMIN/DF = GFI = AGFI = TLI = CFI = RMSEA = e1 e2 e3 ,01 ,11 1 Y1.1 Y1..2 Y1.3

3,438 ,633 ,688 ,996 ,989 1,002 1,000 ,000

2,51 2,34 1,00 Y

1 ,20 1 ,82

Pengujian Kinerja Perencana (Y) Regression Weights: (Group number 1 Estimate S.E. Y13 Y 1,000 Y12 Y 2,205 ,285 Y11 Y 2,340 ,298 - Default model) C.R. P Label 7,733 7,840 *** ***

Standardized Regression Weights (Group number 1 Default model) Y13 Y Y12 Y Y11 Y Estimate ,874 ,934 ,991

Modification Indices (Group number 1-Default model) Covariances : (Group number 1-Default model) M.I. Par Change Variances : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Regression Weights : (Group number 1 Default model) M.I. Par Change Tidak ada perintah untuk modifikasi model selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai