Anda di halaman 1dari 5

SYNDROM DOWN

Penyebab Down syndrome adalah trisomi 21 utuh, dengan prosentase 94% dari seluruh kejadian Down syndrome. Mosaik hanya mencapai angka 2,4%, sedangkan angka kejadian translokasi 3,3% dari keseluruhan kejadian Down syndrome. 75% translokasi adalah de novo, sisanya translokasi keturunan. (Chen, 2007). Pada Down syndrome trisomi 21 (utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) adanya virus atau kerusakan akibat radiasi; 2) adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami kemunduran apabila setelah berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21). (Suryo, 2005). Jika pada trisomi 21 utuh karena non-disjunction mempengaruhi seluruh sel tubuh, pada kasus Down syndrome mosaik (46,XX/47,XX,+21), terdapat sejumlah sel yang normal dan yang lainnya mempunyai mengalami trisomi 21. Kejadian ini dapat terjadi dengan dua cara: nondisjunction pada perkembangan sel awal pada embryo yang normal menyebabkan pemisahan sel dengan trisomi 21, atau embryo dengan Down syndrome mengalami non-disjunction dan beberapa sel embryo kembali kepada pengaturan kromosom normal. (Wikipedia, 2008). Penderita Down syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya 45,XX,t(14q21q). Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier Down syndrome secara teoritis menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom normal. Umumnya kromosom golongan D (13-15) hilang, tetapi muncul kromosom tambahan pada golongan C (612), dan pada ibunya satu kromosom 21 juga hilang. (Emery, 1992). Daerah 5 Mb diantara loci D21S58 dan D21S42 telah teridentifikasi mempunyai kaitan dengan retardasi mental dan sejumlah penampakan fisik penderita Down syndrome, yang lebih khusus, subregion yang didalamnya terdapat D21s55 dan MX1 (interferon-protein p58)terletak di pita 21q22.3. Analisis lanjutan menunjukkan pada daerah 1.6-Mb diantara LA68 dan ERG di 21q22 sebagai Down Syndrome Critical Region (DSCR), terdiri dari DSCR 1,2,3, dan 4. DSCR1

terekspresikan dengan jelas pada otak dan jantung, dan diduga kuat terlibat dengan patogenesis Down syndrome khususnya dalam retardasi mental atau gangguan jantung. DSCR4 terekpresikan cukup jelas pada plasenta. Gen yang diatur oleh REST transcription factor (TF) dipilih secara selektif. Salah satu gen diantaranya, SCG10, yang mengkode protein spesifik untuk perkembangan neuron hampir tidak dapat dikenali. Sel Down syndrome menunjukkan penurunan aktifitas neurogenesis, dan pemendekan neurit serta perubahan abnormal pada morfologi neuron. Gen yang diatur oleh REST mempunyai peran penting dalam perkembangan otak, kelenturan, dan formasi sinaps. (McKusick, 2008). Tidak ada terapi medis yang tersedia bagi retardasi mental pada penderita Down syndrome, namun terdapat beberapa alternatif terapi lainnya yang meningkatkan harapan hidup bagi penderita Down syndrome, yang pada umumnya disertai beberapa penurunan fungsi organ atau fungsi tubuh. Hal yang dapat dilakukan pada penderita Down syndrome hanya berupa terapi penunjang, antara lain seperti konseling genetik, vaksinasi dan perawatan kesehatan, perawatan medis dan monitoring untuk pasien Down syndrome dewasa, terapi bedah bagi penyakit yang berkaitan, konsultasi (fisik, occupational therapy, terapi bicara). (Chen, 2007). BAB III PEMBAHASAN DSCR (Down Syndrome Critical Region) merupakan daerah pada kromosom yang mempengaruhi fenotip dari penderita Down syndrome. Fenotip yang muncul berbeda-beda tergantung dari jenis Down syndrome itu sendiri. Pada kasus Down syndrome mosaik, misalnya, tidak keseluruhan fenotip Down syndrome muncul, seperti pada kasus trisomi 21 utuh. Pada meiosis I, oosit primer yang diploid (2n) berusaha membelah menjadi oosit sekunder yang haploid (n). Seluruh kromosom membelah, namun terdapat satu autosom yang tidak membelah, yaitu autosom no. 21. Karena itu, dalam oosit sekunder yang kemudian akan membelah lagi menjadi ovum terdapat 2 autosom nomor 21, sehingga totalnya menjadi 24 kromosom (23 autosom, dan 1 gonosomkromosom X). Sperma yang normal bersifat haploid (n), berjumlah 23 kromosom, (22 autosom dan 1 gonosomkromosom Y). Sehingga individu dengan Down syndrome mempunyai total 47 kromosom termasuk 21 pasang autosom normal, sepasang gonosom normal, dan 3 kromosom pada autosom nomor 21. Pada Down syndrome trisomi 21, kebanyakan literatur menyebutkan tidak terjadi penurunan penyakit secara genetik dari orang tua kepada anak, karena umumnya fertilitas individu dengan Down syndrome rendah. Hanya 15-30% dari keseluruhan wanita penderita Down syndrome yang fertil. Namun beberapa literatur menyebutkan bahwa wanita dengan Down syndrome trisomi 21 berisiko menurunkan kelainan tersebut sebesar 50% kepada keturunannya. Berdasarkan hukum Mendel, hal ini memang benar. Namun, hukum Mendel hanya berlaku pada keadaan kromosom yang normal, sehingga pada kelainan kromosom hukum Mendel tidak dapat digunakan dengan cara yang sama seperti penerapan pada kromosom normal. Lagipula, secara logika, memang jarang sekali ada penderita Down syndrome yang menikah dan berkeluarga, karena umumnya penderita Down syndrome tersebut cukup sulit untuk mengurus diri sendiri, apalagi untuk mempunyai sebuah keluarga. Jadi dalam hal ini penulis berpendapat bahwa Down syndrome trisomi 21 tidak dapat diturunkan.

Pada Down syndrome mosaik terjadi variasi fenotip, berbeda dengan Down syndrome trisomi 21 utuh (keseluruhan), tergantung pada variasi proporsi sel dengan trisomi 21 pada embryo dalam perkembangan awal kehamilan. Pada Down syndrome mosaik, kelainan ini tidak diturunkan, seperti halnya terjadi pada Down syndrome trisomi 21 utuh. Pada Down syndrome translokasi, pertukaran material kromosom antara kromosom golongan D dengan kromosom 21 (golongan G) menyebabkan terbentuknya gamet yang membentuk 4 kemungkinan, yaitu normal, karier, individu dengan Down syndrome, dan lethal (G- monosomi). Down syndrome translokasi inilah yang merupakan penyakit herediter yang dapat diturunkan, yang terdapat dalam genotip walaupun fenotipnya normal, dalam hal ini disebut karier. Individu yang karier dapat menurunkan sifat ini kepada keturunannya. Karena itu, untuk pencegahannya, perlu konseling genetik sebelum memutuskan akan mengadakan konsepsi/kehamilan, apalagi apabila dalam sejarah kesehatan keluarga terdapat anggota keluarga yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu yang sifatnya genetik. Terapi pada penderita Down syndrome lebih mengacu kepada bagaimana penderita Down syndrome dapat hidup dengan kesehatan yang lebih baik dan bagaimana penderita Down syndrome dapat bersosialisasi dan hidup dalam masyarakat, agar dapat mandiri dan mengurangi ketergantungan kepada orang lain.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Karakteristik Down Sindrom


Individu dengan sindrom Down mungkin mengalami beberapa atau semua ciri-ciri fisik sebagai berikut: microgenia (tidak normal dagu kecil) celah mata miring dengan epicanthic lipatan kulit di sudut dalam mata (sebelumnya dikenal sebagai Mongoloid flip, hypotonia otot (otot miskin), jembatan hidung yang datar, palmaris satu kali lipat, yang menonjol lidah (disebabkan rongga mulut kecil, dan pembesaran amandel lidah dekat) atau macroglossia, leher pendek, bintik-bintik putih pada di iris dikenal sebagai Brushfield bintik-bintik, yang berlebihan termasuk kelemahan sendi-aksial atlanto ketidakstabilan, cacat jantung kongenital, ruang yang berlebihan antara jari kaki besar dan kedua kaki, satu fleksi galur kelima jari, dan jumlah yang lebih tinggi. Kebanyakan individu dengan sindrom Down memiliki keterbelakangan mental di ringan (IQ 50-70) sampai sedang (IQ 35-50) rentang, dengan individu-individu yang memiliki sindrom Down Mosaik biasanya 10-30 poin lebih tinggi. Di samping itu, individu dengan sindrom Down dapat memiliki kelainan serius yang mempengaruhi sistem tubuh manapun. Mereka juga mungkin memiliki kepala yang luas dan sangat wajah bulat. Konsekuensi medis ekstra materi genetik dalam sindrom Down sangat bervariasi dan dapat mempengaruhi fungsi dari setiap organ tubuh sistem atau proses. Aspek kesehatan mencakup sindrom Down mengantisipasi dan mencegah dampak dari kondisi, mengenali komplikasi dari gangguan, individu mengelola gejala, dan membantu individu dan keluarganya dalam menghadapi dan berkembang dengan kecacatan atau penyakit yang terkait. Sindrom Down dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme genetik yang berbeda. Hal ini menyebabkan variabilitas yang luas pada gejala individu kompleks karena gen dan interaksi lingkungan. Sebelum kelahiran, tidak mungkin untuk memprediksi gejala-gejala bahwa seorang individu dengan sindrom Down akan berkembang. Beberapa masalah yang hadir pada saat lahir, seperti malformasi jantung tertentu. Lain menjadi jelas dari waktu ke waktu, seperti epilepsi. Manifestasi yang paling umum adalah sindrom Down memiliki karakteristik wajah, kerusakan kognitif, penyakit jantung bawaan (biasanya sebuah cacat septum ventrikel), pendengaran defisit (mungkin karena faktor sensorik-saraf, atau serosa kronis otitis media, juga

dikenal sebagai Lem-telinga ), perawakan pendek, kelainan tiroid, dan penyakit Alzheimer. Other less common serious illnesses include leukemia , immune deficiencies , and epilepsy . Lain yang kurang umum termasuk penyakit serius leukemia, defisiensi imun, dan epilepsi. Namun, manfaat kesehatan termasuk sindrom Down sangat berkurang insiden dari banyak penyakit berbahaya umum kecuali leukemia dan kanker testis meskipun itu, yang belum, tidak jelas apakah mengurangi insiden berbagai kanker yang fatal di kalangan orang-orang dengan sindrom Down adalah sebagai akibat langsung tumor-gen penekan pada kromosom 21, karena berkurangnya paparan terhadap faktor-faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap risiko kanker, atau yang lain yang belum ditentukan faktor. In addition to a reduced risk of most kinds of cancer, people with Down syndrome also have a much lower risk of hardening of the arteries and diabetic retinopathy. Selain mengurangi risiko dari sebagian besar jenis kanker, pengidap sindrom Down juga memiliki risiko yang jauh lebih rendah dari pengerasan pembuluh darah dan diabetes retinopathy.

Anda mungkin juga menyukai