Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat du rumah sakit setiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju. Tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah ,dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih cepat. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai diluar negri yang menyatakan diare yang berlansung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronis,dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari). Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare noninfeksi bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab kasus tersebut. Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik. Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 2 kali per tahun.

Berdasarkan angka kesakitan diatas, maka kelompok tertarik membahas tentang pembahasan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien Diare B. TUJUAN UMUM Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien Diare dengan menggunakan metode proses keperawatan.

C. TUJUAN KHUSUS 1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit diare. 2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan diare. 3. Mampu membuat diagnosa keperawatan penyakit diare berdasarkan anamnesa. 4. Mampu membuat rencana keperawatan penyakit diare berdasarkan teori keperawatan.

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Defenisi Diare Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali konsisten fese encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Diare atau gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi lebih dari 200 g/hari dan konsistensi feses cair (Smeltzer C.S, 2001). Penyakit diare merupakan peningkatan massa tinja, frekuensi buang air besar, atau fluiditas (tingkat keenceran) tinja dan pembentukan feses yang melebihi 250 gr/hari yang mengandung air 70% hingga 95% (Robbins,2007). Diare merupakan pengeluaran feses yang cepat dan berlebih dengan bentuk yang encer atau berupa cairan (R. Syamsuhidayat, 2004) Diare atau gastroentritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam tinja) (Hendarwanto, 2006). Menurut Smeltzer (2001:hal 1093) diare dikategorikan yaitu : a. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

Gambar penderita diare


3

2. Anatomi Fisiologi Usus

a. Usus halus Usus halus berdiameter sekitar 2,5 cm dan panjang mencapai 6 cm. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Lapisan mukosa usus halus membentuk lipatan-lipatan kearah lumen yang disebut vili intestinalis yang berfungsi untuk menambah luas permukaan penyerapan makanan. Dalam usus halus terjadi proses pencernaan dan penyerapan makanan. Pada duodenum bermuara saluran saluran dari kelenjar pencernaan (pankreas dan kantung empedu) pada usus halus terjadi pencernaan sebagai berikut : 1) Karbohidrat dengan adanya enzim amilase pankreas diubah menjadi glukosa 2) Protein dengan adanya enzim proteolitik dari pankreas diubah menjadi asam amino 3) Lemak dengan adanya enzim lipase pankreas diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Lemak sebelumnya diemulsikan dulu oleh empedu yang dihasilkan oleh hati dan disimpan di kantung empedu.

Dalam usus halus juga terjadi penyerapan makanan melalui sel-sel epitel yang menyusun permukaan usus halus. Proses penyerapan berlangsung sebagai berikut : 1) Karbohidrat : Gula sederhana diserap melalui mekanisme transport aktif menuju kapiler darah di vili intestinalis. Galaktosa merupakan bentuk gula yang siap diserap. Fruktosa diserap melalui difusi terfasilitasi 2) Protein : Diserap dalam bentuk asam amino menuju ke kapiler darah melalui vili intestinalis oleh transport aktif. 3) Lemak : Kebanyakan (60 sd 70 % diemulsifikasi oleh garam empedu dan diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol melalui lacteal di vili intestinalis menuju ke sirkulasi darah melalui lymphatic thoracic duct. Lemak sisanya, yang telah dipecah oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol, terlarut dalam air dan memasuki vili menuju ke hati melalui sistem porta hepatika. 4) Vitamin dan mineral : vitamin larut lemak akan diangkut melalui lacteal sedangkan vitamin larut air diserap melalui kapiler. Elektrolit seperti Na, Cl, potassium dan Ca diserap melalui dinding usus halus melalui transport aktif. b. Usus besar (Kolon) Kolon merupakan tab berongga dgn p=1,5m dari caecum canalis ani, diameter rata 2,5 inchi, semakin keujung semakin kecil. Bagianbagian kolon : 1) Apendiks vermiformis 2) Sekum 3) Colon ascendens 4) Colon transversum 5) Colon descendens 6) Colon sigmoid 7) Rectum Anus
5

Fungsi kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk membentuk feses yang padat, dan sebagai tempat penampungan sementara feses. Setelah terjadi penyerapan, maka selanjutnya feses akan didorong kedalam rectum.

3. Etiologi Menurut Smeltzer (2001:hal 1093) etiologi diare adalah proses infeksi virus, bakteri (disentri, shigelosis, dan keracunan makanan), obatobatan tertentu misalnya (pergantian hormon tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotik, kemoterapi dan antasida), gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorbsi1. Menurut ngastiyah (2005:hal.224) penyebab diare ada beberapa faktor yaitu : a. Faktor infeksi 1) Infeksi enteral2 Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. infeksi enteral meliputi : a) Infeksi bakteri : vibria, E.Coli, salmonella, shigella,

compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya. b) Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie,

Poliomielitis) Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
1 2

Malabsorbsi adalah gangguan penyerapan nutrien dari saluran cerna. Enteral berarti dalam traktus gastrointestinal.

2) Infeksi parenteral3 Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi

virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan). b. Faktor malabsorbsi yaitu terdiri dari malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. c. Faktor makanan yaitu makanan basi, beracun, dan alergi pada makanan. d. Faktor psikologis yaitu rasa takut dan cemas.

4. Patofisiologi Perjalanan penyakit diare menurut Ngastiyah (2005:hal 224) adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, jamur, virus) kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut akan berkembang biak didalam usus halus dan akan mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut akan terjadi : a. Gangguan Osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul gastroenteritis. b. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c. Gangguan Motilitas4 usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
3 4

Parenteral berarti bukan lewat saluran cerna Motile atau motility berarti dapat bergerak spontan (gerakan spontan)

berlebihan yang akhirnya diare. Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi kehilangan air dan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, gangguan gizi akibat masukan makanan kurang, pengeluaran berlebihan dan gangguan sirkulasi darah.

Pathway Diare

5. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer (2001:hal 1093), manifestasi klinis pada diare adalah sebagai berikut : a. Kram perut, distensi b. Kelemahan c. Gemuruh usus (borborigimus) d. Anoreksia (kehilangan nafsu makan) e. Haus Menurut Mansyoer Arief (2000), tanda dan gejala pada diare adalah sebagai berikut : a. Pada bayi atau anak cengeng dan gelisah. b. Suhu badan mungkin meningkat. c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada. d. Feses cair dengan darah atau lendir. e. Berat badan turun. f. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. g. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare h. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubunubun besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan bibir kering. i. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.

6. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005:hal 225), komplikasi diare yaitu: a. Dehidrasi Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi: 1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb. 2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb. 3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.

Berdasarkan Tonisitas caiaran dehidrasi terbagi menjadi : 1) Isotonis : Kadar Na + : 131 150 mEq/L

2) Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L 3) Hipotonik : < 131 mEq/L b. Renjatan hipovolemik c. Hipokalemia (dengan gejala lemah, bradikardi, dan perubahan elektrokardiogram) d. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase e. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik f. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

7. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mansyoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien gastroenteritis adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan tinja 1) Makroskopis dan mikroskopis. 2) Biakkan kuman untuk mencari kuman penyebab. 3) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten). 4) PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance). b. Pemeriksaan darah 1) Darah perifer lengkap. 2) Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang). 3) PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan

keseimbangan asam basa. 4) Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. c. Duodenal intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

10

8. Penatalaksanaan Menurut Smeltzer (2000:hal 1094) penatalaksanaan pada pasien diare dengan cara sebagai berikut : Penatalaksanaan medis utama diarahkan pada pengendalian atau pengobatan penyakit dasar, obat-obatan tertentu misalnya prednison dapat mengurangi beratnya diare dan penyakit. Untuk diare ringan, cairan oral berupa glukosa oral serta larutan elektrolit, untuk diare sedang akibat sumber non-infeksius diberikan obat-obatan tidak spesifikasi seperti difenoksilat (lomotil), dan loperamid (imodium), preparat antimikrobial diberikan juga bila preparat infeksius telah teridentifikasi atau bila diare sangat berat. Dan juga terapi cairan intravena. Menurut Mansyoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah terdiri dari: a. Simtomatis 1) Terapi rehidrasi Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu Ringer Laktat, Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dan lain-lain. 2) Antispasmolitik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin. 3) Obat anti diare: a) Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid). b) Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare sklerotik. c) Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu: Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan. 4) Antiemetik/antimuntah (metoclopramid). 5) Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat. 6) Makanan atau diet harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.

11

b. Kausal Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

B. PROSES KEPERAWATAN 1. Pengkajian Untuk kasus diare, pengkajian yang dilakukan meliputi: a. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua, pekerjaan dan pendidikan. b. Riwayat kesehatan masa lalu Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita diare atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan lainlain. c. Riwayat kesehatan sekarang 1) Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau, bentuk mukoid dan mengandung darah. 2) Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-hal yang meringankan dan memperberat penyakit. 3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan. d. Riwayat kesehatan keluarga Ada riwayat penyakit gastroenteritis atau diare. e. Pemeriksaan fisik 1) Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat

ketidakseimbangan cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat, lemah, respirasi meningkat akibat asidosis metabolic. 2) Keadaan umum klien Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera diatasi maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang diawali kelemahan fisik, gelisah, rewel, lesu, sampai kesadaran menurun.

12

3)

Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.

4)

Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).

5)

Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .

6)

Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal

7)

Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

8)

Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

2.

Diagnosa Keperawatan a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya pemasukan makanan. c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses yang sering dan kurangnya asupan cairan. d. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran feses yang sering dan encer. e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik. f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).

13

3.

Intervensi Keperawatan a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. 1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara

maksimal. 2) Kriteria hasil : 1) Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 3637,50 c, RR : <normal> 2) Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung. 3) Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari. 3) Intervensi : a) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit b) Pantau intake dan output R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme. c) Timbang berat badan setiap hari R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt d) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral e) Kolaborasi Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN) R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).

14

Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik) R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

b.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya pemasukan makanan. 1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi. 2) Kriteria hasil : a) Nafsu makan meningkat b) BB meningkat atau normal sesuai umur 3) Intervensi : a) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin). R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus. b) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat. R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan. c) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan. R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan. d) Monitor intake dan out put dalam 24 jam. R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan. e) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu. obat-obatan atau vitamin ( A)
15

R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

c.

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses yang sering dan kurangnya asupan cairan. 1) Tujuan : volume cairan seimbang. 2) Kriteria hasil : a) BAB tidak lebih dari satu kali perhari. b) Intake dan out put seimbang. c) Turgor kulit baik. d) Mata tidak cekung. 3) Intervensi : a) Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi lemah, penurunan natrium serum, haus). R/ keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode akut. Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorbsi air; haluaran melebihi asupan b) Mencatat intake dan output. R/ Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien dan mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan. c) Timbang berat badan setiap hari. R/ sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi. d) Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. R/ memperbaiki kehilangan cairan.

d.

Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengeluaran feses yang sering dan encer. 1) Tujuan : integritas kulit tidak terganggu. 2) Kriteria hasil : a) Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga b) Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar

16

3) Intervensi: a) Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi. R/ Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif. b) Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi. R/ melicinkan kulit dan menurunkan gatal. c) Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat. R/ perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit. d) Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari. R/ sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.

e.

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik. 1) Tujuan : Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang 2) Kriteria hasil : a) Klien tidak rewel atau gelisah b) Hiperperistaltik dan diare sudaah tidak ada lagi 3) Intervensi : a) Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen. R/ Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi kram b) Berikan masukan cairan sedikit tapi sering. R/ Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak area gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala. c) Lindungi daerah perianal dari iritasi. R/ Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal

17

f.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi. 1) Tujuan : keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan. 2) Kriteria hasil : a) keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan. b) keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan. 3) Intervensi: a) Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit. R/ mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses penyakit dan pengobatan. b) Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala. R/ pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya. c) Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek samping. R/ memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program d) Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan yang bersih dan perawatan perineal. R/ Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit

4.

Implementasi Implementasi atau pelaksanaan merupakan aplikasi dari

perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, pengasahan ketrampilan interpersonal, intelektual dan psikologi

individu. Terakhir melakukan pendokumentasian keperawatan berupa mencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001). Dalam pelaksanaan tindakkan ada tiga fase yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Griffith, 1986), berikut penjelasannya:
18

a.

Fase persiapan meliputi: 1) Revieuw antisipasi tindakan keperawatan. 2) Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. 3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul. 4) Persiapan alat. 5) Persiapan lingkungan yang konduksif. 6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.

b.

Fase intervensi terdiri atas: 1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain. 2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium, dll). 3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau

menandakan dimana tindakan medis di laksanakan. c. Fase dokumentasi merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik,

advokasi, konselor dan pencatatan atau penghimpun data.

5.

Evaluasi Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001). Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gastroenteritis adalah: a. b. c. d. Konsistensi feses normal. Klien atau bayi tidak lagi rewel. Turgor kulit baik. Gangguan keseimbangan cairan tubuh teratasi.

19

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Diare atau gastroentritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tija lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam tinja) (Hendarwanto, 2006). Menurut Smeltzer (2001:hal 1093) etiologi diare adalah proses infeksi virus, bakteri (disentri, shigelosis, dan keracunan makanan), obatobatan tertentu misalnya (pergantian hormon tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotik, kemoterapi dan antasida), gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorbsi. Pada pasien diare harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang baik untuk menentukan diagnosis penyebab diare dan ada tidaknya dehidrasi. Penatalaksanaan diare terdiri dari rehidrasi, diet, obat anti-diare dan obat anti mikroba bila penyebab diare adalah infeksi.

B. SARAN Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritk dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

20

DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta Doenges, 2002, hal 435 Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.

Sumber lain : http://alfreedr.blogspot.com/2010/06/askep-gastroenteritis.html http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-diarecair-akut.html

21

Anda mungkin juga menyukai