Derajat Kesehata1
Derajat Kesehata1
Sumber : BPS Kabupaten Tangerang 2. Jumlah Kematian a. Jumlah Kematian Bayi Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayilahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar,dari sisipenyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi dibawah satu tahun pada setiap 1.000 kelahiran hidup.Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersediaan,pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal disamping juga merupakan indikator terbaik untuk menilai pembangunan sosial ekonomi
Gambar III.1 Jumlah Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2003-2009
Penyebab kematian Bayi di Kabupaten Tangerang , pada gambar berikut Gambar III.2 Penyebab Kematian Bayi di Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2009
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama pada ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu pada masa nifas. Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi,terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman (making pregnancy safer) serta Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) oleh tenaga kesehatan terlatih, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. Angka Kematian Ibu di Indonesia berkisar antara 230 hingga 307 kematian ibu tiap 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian maka upaya menurunkan jumlah kematian ibu adalah salah satu prioritas tertinggi dalam lingkup kesehatan reproduksi. Jumlah kematian ibu di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 adalah sebanyak 22 orang dengan estimasi Angka Kematian Ibu sebesar 197/100.000 Kelahiran Hidup dan jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan 83,13%. Gambar III.3 Jumlah Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2003-2009
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, hipertensi dan infeksi, faktor-faktor tersebut juga menjadi penyebab kematian ibu di Kabupaten Tangerang ,seperti pada gambar berikut
Gambar III.4 Penyebab Kematian Ibu di Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Dari grafik dapat dilihat bahwa Penyakit ISPA merupakan penyakit terbanyak yang terjadi pada tahun 2009 kemudian disusul penyakit Batuk
2.Penyakit Menular
Dalam rangka penanggulangan penyakit menular dilakukan berbagai kegiatan antara lain: 1). Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue melalui pemberantasan sarang nyamuk. 2). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis, dengan melakukan pengobatan masal Filariasis ke 2 3). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis 4). Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta 5). Penemuan kasus,Pencegahan serta pengobatan HIV-AIDS 6). Penyakit menular langsung lainnya serta penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi. Adapun data-data yang dapat disajikan adalah sebagai berikut : a.Penyakit Menular Bersumber Binatang 1.Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada Tahun 2009, Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dititik beratkan pada kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) disemua wilayah, dan pemantauan jentik berkala untuk mencapai angka bebas jentik sesuai target ( >95 %), dengan
melakukan Lomba sekolah dan desa bebas jentik,penemuan penderita DBD melalui survey jentik dengan melakukan PE dan melaksanakan Foging Fokus sesuai indikasi. Jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Tangerang dilaporkan sebagai berikut : Tabel III.2 Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Tangerang Tahun 2004 2009
Gambar. III.6 Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue Menurut Puskesmas Tahun 2009
Dari Grafik di atas menunjukkan Puskesmas Kutabumi memiliki kasus yang terbanyak disusul Puskesmas Mauk dan Kelapa Dua. 2. Filariasis
Gambar III.7 Wilayah Puskesmas yang mendapat Kasus Filariasis Tahun 2009
Upaya kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit filaria tahun 2009 difokuskan pada kegiatan Pengobatan Massal (tahun kedua), penemuan penderita dan pengendalian vektor yang berpotensi di wilayah endemis. Jumlah seluruh kasus di th 2008 sebanyak 26 kasus yang tersebar di 12 wilayah kecamatan (termasuk Tangsel), 14 kasus di Kabupaten Tangerang dan semua kasus sudah ditangani (100%). Pada tahun 2009 ditemukan 6 kasus baru Penyakit filariasis di Kabupaten Tangerang, masing-masing di kec. Rajeg ,Mekar Baru, Gunung Kaler, Mauk, Sindang Jaya, dan Pakuhaji). Dapat dilihat pada gambar diatas. b. Penyakit Menular Langsung. 1. Penyakit Diare Penyakit diare adalah penyakit yang banyak menyerang golongan umur anak-anak terutama balita.Dimana hal ini dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan dan kualitas hidup anak. Upaya program pemberantasan melalui edukasi dan peningkatan kemampuan penanggulangan kasus oleh petugas lapangan terus dilakukan. Pada tahun 2009 jumlah kasus diare untuk semua umur terlihat pada grafik dibawah ini : Gambar III.8 Jumlah Kasus Diare di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 - 2009
Gambar III.9 Cakupan Penemuan Penderita Diare Se-Kabupaten Tangerang Tahun 2006 - 2009
Gambar III.10 Trend Kasus Penyakit Diare per bulan di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 2009
Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan kasus diare pada tahun 2009 yaitu di bulan Juni, tetapi jumlah kasus pada bulan Juni tersebut relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan puncak kasus diare di bulan Nopember tahun 2008, (sebanyak 3900 kasus diare pada Juni 2009 dibandingkan 5095 kasus diare di bulan Nopember 2008) .
2.Pneumonia Gambar III.11 Grafik Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Di Kabupaten Tangerang Tahun 2005 - 2009
Dari grafik tersebut, terlihat penurunan cakupan penemuan Pneumonia,dibandingkan hasil di tahun.2008 yaitu sebesar 5,29%. Gambar III.12 Grafik penemuan kasus Pneumonia Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Dari grafik tersebut terlihat bahwa Cakupan Penemuan kasus pneumonia terbanyak pada th.2009 ditemukan diwilayah Balaraja dan Suradita. 3.Penyakit Kusta
Gambar III.13 Kasus Baru Kusta Type PB dan MB Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Secara keseluruhan jumlah penderita penyakit kusta di Kabupaten Tangerang pada tahun 2008 adalah 261 kasus baru terdiri dari 40 kasus PB dan 221 kasus MB.Pada th 2009 ditemukan 30 kasus baru PB dan 152 kasus baru MB, dari 40 kasus PB di tahun 2008 25 kasus sudah RFT di tahun 2009, sedangkan dari 373 kasus MB yang minum obat, sudah RFT sebanyak 169 kasus (45.31 %).
c.Penyakit HIV / AIDS Upaya pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS, disamping ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Berdasarkan pelaporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit diketahui pada tahun 2008 terdapat 87 kasus HIV/AIDS, dari jumlah tersebut yang ditangani sebanyak 100%. Walaupun jumlah penderita HIV/AIDS secara kumulatif relatif kecil (Case Rate 1,60 per 100.000 penduduk), namun dalam perjalanan penyakit dari HIV (+) menjadi AIDS tidak diketahui dengan pasti periodisasinya karena adanya windows periods,sehingga kelompok ini menjadi potensial dalam penularan penyakit AIDS.Sedangkan untuk data kasus dapat dilihat pada grafik berikut. Gambar III.14 Kasus HIV - AIDS di Kabupaten Tangerang Tahun 2009
Berdasarkan grafik tersebut Kecamatan Kosambi menjadi urutan pertama tertinggi untuk kasus HIV,selanjutnya disusul oleh Kecamatan Cikupa dan Kelapa Dua. Untuk Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) ditemukan 884 kasus dan semua kasus tersebut telah ditangani . d.Penyakit Tuberkulosa Jumlah kasus TBC Paru BTA positif pada tahun 2009 diperkirakan 2638 orang, dari jumlah tersebut dilakukan pemeriksaan dan pengobatan pada 1927 orang sehingga diperoleh Case Detection rate (CDR) sebesar 73 %, angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 71,1 %. Angka kesembuhan TBC Paru (Cure Rate) adalah kasus yang ditemukan dan diobati pada tahun 2008 dan dievaluasi di tahun 2009, CR yang diperoleh adalah sebesar 82,3 % dengan suces rate 87 %,angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 97,04 %, hal ini disebabkan adanya pemisahan wilayah dengan Tangerang Selatan, sehingga ada penurunan jumlah pasien TBC sembuh untuk wilayah Kabupaten Tangerang Gambar III.15 Penemuan Kasus TB(CDR)/Puskesmas Di Kabupaten Tangerang Tahun 2009
e.Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dan KLB (Kejadian Luar Biasa) PD3I adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Upaya pencegahan dilakukan dengan pemberian immunisasi, dan vaksin yang dipakai adalah : DPT_HB untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis-B; sedangkan vaksin Polio untuk mencegah penyakit polio (lumpuh); vaksin campak untuk mencegah penyakit campak (measles) dan BCG untuk mencegah penyakit TBC.Keberhasilan pemberian immunisasi diukur dengan pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara lengkap pada kelompok bayi.Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah, berarti dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan pada bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam indikator Indonesia Sehat 2010 ditargetkan pencapaian UCI 100% pada wilayah administrasi desa atau kelurahan, maksudnya adalah 80% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Perlu diketahui bahwa jumlah Desa UCI untuk Kabupaten Tangerang adalah 235 desa (86 %) dari jumlah desa (274). PD3I berpotensi menjadi kejadian luar biasa (KLB). Beberapa penyakit bisa dikatakan sebagai KLB apabila ada kenaikan kejadian kasus 3 kali atau lebih, dari tidak ada kasus menjadi ada. Sebagai contoh, untuk penyakit campak dikatakan sebagai KLB apabila dalam suatu RT (dusun) atau dalam wilayah epidemiologi ada 5 kejadian kasus dalam kurun waktu 28 hari, sedangkan untuk Dipteri setiap kejadian walaupun 1 kasus sudah dapat disebut KLB. Gambaran Pola kejadian kasus PD3I di Kabupaten Tangerang dalam
kurun waktu 2008 s/d 2009 adalah sebagai berikut : Tabel. III.3 Pola Kasus PD3I Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009
Kasus PD3I yang ditemukan pada tahun 2008 dan 2009 adalah Difteri, Tetanus dan Campak. Bila dibandingkan dengan tahun 2008, maka jumlah kasus penyakit yang ditemukan di tahun 2009 mengalami penurunan yang cukup berarti baik dalam jumlah kasus dan jumlah lokasi kecamatan , dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penurunan yang paling tinggi adalah pada penyakit campak. Tabel. III.4 Kasus KLB Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang terjadi pada tahun 2008 ada 6 jenis,sedangkan pada tahun 2009 ada 7 jenis KLB , dimana penyakit Leptospirosis dan Avian Influenza merupakan kasus baru yang ditemukan di tahun 2009.Dilihat dari jumlah kasus,ada beberapa KLB yg mengalami mengalami penurunan, yaitu KLB Chikungunya pada tahun 2008 terdapat 469 kasus, menjadi 135 kasus di tahun 2009 ;KLB DBD pada tahun 2008 terdapat 685 kasus di 10 wilayah
kecamatan,menjadi 398 kasus di 7 kecamatan pada tahun 2009 Keadaan ini menendakan semakin intensifnya kegiatan surveilens dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian penyakit.
Gambar III.16 Gambaran Status Gizi Balita di Kabupaten Tangerang Tahun 2007 2009
Dari grafik tersebut terlihat bahwa bahwa dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi peningkatan persentase kasus gizi kurang yaitu dari 6,08 % menjadi 6.93 % di tahun 2009, sedangkan persentase kasus gizi buruk dari 0.84 % menjadi 0,99 % .Hasil kegiatan bulan penimbangan Balita pada bulan Agustus tahun 2009, menunjukkan adanya 2 kecamatan yang termasuk dalam kriteria Kecamatan rawan Gizi, yaitu Kecamatan Mekar Baru dan Kecamatan Kosambi. Kecamatan Rawan Gizi adalah kecamatan dimana jumlah balita dengan status gizi kurang dan status gizi buruk lebih besar atau sama dengan 15 % dari jumlah balita ditimbang pada wilayah tersebut.
D. PERILAKU MASYARAKAT
Dari hasil survey cepat PHBS terhadap sampel sebanyak 56.387 KK pada bulan April tahun 2009, diperoleh hasil 16,65% KK berperilaku sehat.Bila dibandingkan dengan hasilsurvey tahun 2008 (38%)
prosentase KK sehat mengalami penurunan, hal ini disebabkan indikator KK sehat tahun 2008 berbeda dengan tahun 2009.Dari hasil pengkajian PHBS tersebut dapat digambarkan permasalahanperilaku kesehatan dengan urutan sebagai berikut : 1. Tidak memberikan ASI Eksklusif : 78,59% 2. Masih merokok : 74,68% 3. Merokok didalam rumah : 74,56% 4. Persalinan tidak ditolong oleh Nakes : 67,10% 5. Tidak menjadi anggota JPKM : 64,67% 6. Tidak mengkonsumsi sayur dan buah : 48,68% 7. Tidak buang Air Besar di jamban : 47,61% 8. Rasio Penghuni dg luas rumah yang tidak : 42,91% memenuhi syarat 9. Lantai rumah tidak memenuhi syarat kesehatan : 36,66% 10. Tidak melakukan Aktifitas Fisik : 30,03% 11. Tidak menggunakan Sarana Air Bersih : 29.00% Salah satu upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat adalah dengan penyebarluasan informasi melalui berbagai metode dan media. Media yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain media cetak : spanduk, banner, leaflet, poster, lembar balik, sticker, booklet, tabloid INTAN, berlangganan advertorial di media massa. Media elektronik talkshow dan spot di stasiun radio. Metode yang digunakan antara lain penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok, KPP (Komunikasi Perubahan Perilaku), Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli, Kampanye kesehatan.
Bila dibandingkan dengan tahun 2008 , maka pada tahun 2009 prosentase Posyandu Aktif (Purnama dan Mandiri) mengalami kenaikan sebesar 3,76% . Sedangkan jumlah desa siaga aktif sampai dengan tahun 2009 adalah 27 desa (23,27 %) dari 116 desa siaga yang sudah terbentuk. Sampai dengan Tahun 2009 sudah terbentuk kepengurusan SBH di 29 Ranting dengan jumlah anggota sebanyak 1257. Kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pengurus, pamong, instruktur dan peserta didik. Dari mulai terbentuk sampai sekarang SBH telah menunjukkan peran melalui Bakti Masyarakat dalam hal peningkatan PHBS, pencegahan penyakit, dan penyehatan lingkungan.
F.KESEHATAN LINGKUNGAN
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TPUM).Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait, swasta, NGO dll seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
kegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat tempat umum (hotel, terminal), tempat pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya. Didalam memantau pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai berikut :
2. Rumah Sehat
Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Pada tahun 2008 telah dilakukan Inspeksi Sanitasi (IS) di 47 wilayah Puskesmas di Kabupaten Tangerang, dari hasil inspeksi sanitasi tersebut sebanyak 201.021 rumah yang dinyatakan memenuhi syarat kesehatan sebanyak 137.448 rumah (68,38%).Untuk tahun 2009 dimana telah terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan berimplikasi terhadap penurunan akumulasi jumlah rumah yang diperiksa dan persentase rumah sehat di 29 kecamatan Kabupaten Tangerang ,dari hasil inspeksi sanitasi terhadap 112.257 didapatkan rumah yang dinyatakan memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 74.928 rumah (66,75 %). Dari data yang ada, maka program sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah sehat perlu terus dilakukan sehingga pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit dapat diperkecil, demikian pula penyebab penyakit lainnya disekitar rumah.
Dari data diatas menunjukkan bahwa tahun 2009 kepemilikan sarana sanitasi dasar serta penggunaan dan akses air bersih di Kab.Tangerang terjadi penurunan dibandingkan tahun 2008, hal ini disebabkan terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10
Selain kegiatan di atas, juga dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang berisi tentang tata cara memperoleh sertifikasi kursus TPM, hak dan kewajiban pengelola TPM, sanksi yang berlaku bagi pelanggaraan TPM serta
perlindungan bagi masyarakat terhadap keamanan pangan agar tidak membahayakan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan lainnya yaitu koordinasi antar instansi terkait / terpadu tentang keamanan pangan yaitu dengan Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Satpol PP dan PKK Kabupaten Tangerang.
G.PELAYANAN KESEHATAN
1. Pelayanan Imunisasi
a. Pelaksanaan Imunisasi Rutin Pada tahun 2007 imunisasi DPT dan Hepatitis B diberikan secara tunggal.Sedangkan tahun 2009 diberikan dengan menggabungkan dua antigen dalam satu kali pemberian imunisasi. Jenis imunisasi yang diberikan adalah DPT-HB 1, 2 sampai dengan 3. Tabel III.8 Cakupan Imunisasi Rutin Menurut Jenis Antigen Di Kabupaten Tangerang Tahun 2007 - 2009 b. Pelaksanaan BIAS Pada bulan Agustus tahun 2009 telah terlaksana BIAS Imunisasi Campak pada 55.627 anak atau sekitar 94 % dari sasaran anak SD kelas I dari 39 wilayah Puskesmas.Hasil pelaksanaan Imunisasi DT dan TT pada anak sekolah adalah 57.683 anak murid kelas I mendapat Imunisasi DT atau 94 % dari sasaran dan 105.785 anak murid kelas II dan III mendapat Imunisasi TT atau 95 % dari sasaran.
a. Pemeriksaan Ibu Hamil Konsep kunci dalam melakukan evaluasi cakupan pelayanan antenatal adalah akses dan retensi. Akses dihitung menggunakan indikator K1 yang menghitung proporsi ibu hamil yang melakukan sedikitnya satu kunjungan antenatal. Retensi dihitung menggunakan indikator K4 yang menghitung proporsi ibu hamil yang melakukan sedikitnya 4 kunjungan antenatal, sesuai standar baku bagi ibu hamil yang tidak mengalami komplikasi atau gejala sakit/resiko apapun. Selisih antara K1 dan K4 mencerminkan tingkat kesempatan yang hilang pada sistem layanan kesehatan-mereka adalah para ibu yang terbukti memiliki akses kepada layanan namun tidak melakukan kunjungan sebanyak jumlah yang disarankan. Selisih ini mencerminkan kesenjangan potensial atas kualitas layanan, sekaligus keuntungan potensial untuk menutup kesenjangan itu. Gambar III.18 Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K1) di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009
Gambar III.19 Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil (K4) di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009
Dari gambar diatas diperoleh cakupan K4 pada tahun 2009 adalah 86,04% hasil ini sudah melampaui target K4 Nasional (84%).Dari kehamilan yang dilaporkan pada tahun 2009, didapatkan 101,78% ibu hamil melakukan sedikitnya satu kunjungan antenatal (K1), sehingga terdapat selisih K4 dan K1 sebesar 9.497 orang ibu hamil yang tidak memenuhi standar minimum empat kali kunjungan,hal ini kemungkinan disebabkan adanya ibu hamil yang tidak mematuhi jadwal kunjungan antenatal yang disarankan atau terlambat untuk mengakses ANC sebanyak empat kali dan dapat juga karena faktor penyebab lain antar lain kualitas layanan kesehatan yang belum maksimal, kesadaran masyarakat masih kurang, dan faktor-faktor akses layanan belum optimal. b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan yang terlatih kemungkinan adalah langkah awal terpenting untuk mengurangi kematian ibu dan kematian neonatal dini. Gambar III.20 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tangerang Tahun 2005-2009
Dalam lima tahun terakhir pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terus meningkat hal ini disebabkan beberapa kegiatan telah berjalan dengan baik antara lain : Kemitraan Bidan dan Dukun, baik kegiatan Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas PONED, peningkatan kapasitas manajemen tenaga kesehatan terutama tenaga bidan dalam Asuhan Persalinan Normal,
Manajemen Asfiksia, Manajemen BBLR, Pelatihan PONED; selain itu Bidan desa proaktif dalam pelayanan kesehatan didesanya masing-masing, serta sudah berjalannya kegiatan KPKIA (Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak) di beberapa desa di wilayah Kabupaten Tangerang.
3. Pelayanan Neonatal
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 2 kali,selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus meliputi : 1.Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 1 7 hari setelah lahir. 2.Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir. Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan,minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Tabel III.9 Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Neonatal-Bayi di Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2009
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat, yang meliputi : 1.Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir Perawatan Tali pusat Melaksanakan ASI Eksklusif
Memastikan bayi telah diberi Injeksi Vitamin K1 Memastikan bayi telah diberi Salep Mata Antibiotik Pemberian Imunisasi Hepatitis B-0
2.Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah dan Masalah pemberian ASI. Pemberian Imunisasi Hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Pelayanan kesehatan salah satunya ditujukan terhadap kelompok usia lanjut dengan kelompok umur pra lanjut usia (45-59 thn) dan lanjut usia (>60thn), pada kedua kelompok ini biasanya banyak mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya. Dalam upaya meningkatkan status kesehatan usia lanjut, telah dilaksanakan kegiatan program pelayanan kesehatan usia lanjut. Program Pelayanan kesehatan usia lanjut juga telah diupayakan melalui kegiatan penjaringan kesehatan di Posbindu dan Puskesmas. Pada tahun 2009 jumlah posbindu yang ada di Kabupaten Tangerang sebanyak 395, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 375 di tahun 2008, hal ini disebabkan meningkatnya peran serta masyarakat serta aktifnya petugas kesehatan di Puskesmas.
6. Pelayanan pengobatan
Pelayanan pengobatan rawat jalan dan Rawat Inap untuk masyarakat yang dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit telah menunjukan peningkatan yang cukup signifikan selama tahun 2008, seperti yang ditunjukan pada Grafik di bawah ini ; Gambar III.23 Persentase Kunjungan Pasien ke Pelayanan Pengobatan di Puskesmas & Rumah Sakit Se- Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009
Untuk Pelayanan Pengobatan Gigi dapat dilihat dari pencapaian pelayanan dasar kesehatan gigi di Puskesmas pada Grafik dibawah ini : Gambar III.24 Hasil Pencapaian Pelayanan Kesehatan Gigi Di Kabupaten Tangerang 2009
Dari Grafik dapat disimpulkan bahwa Rasio tambal/cabut untuk tahun 2009 adalah sebesar 0,52 Untuk meningkatkan mutu pelayanan promotif,kuratif dan rehabilitatif dalam kesehatan gigi.,maka Puskesmas telah dilengkapi dengan sarana prasarana kesehatan gigi yang lebih memadai serta lebih digiatkan program UKGMD dan UKGS Dibawah ini adalah gambaran kinerja pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kabupaten Tangerang tahun 2009 sebagai berikut : Pelayanan Rumah Sakit Untuk mengukur kinerja pelayanan di Rumah Sakit diantaranya digunakan indikator sbb:
1.Bed Occupancy Rate (BOR) BOR menunjukan Angka pemanfaatan tempat tidur di Rumah Sakit. Pada tahun 2009 BOR RSUD Kabupaten Tangerang yang merupakan RS kelas B cukup tinggi yaitu berkisar 90 % , rata-rata BOR di RS Swasta berkisar 53 % sedangkan rata-rata BOR di RSIA Swasta berkisar 37 %. Tabel. III.10 BOR, LOS dan TOI Rumah Sakit Di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009
2.Length Of Stay (LOS) Untuk mengukur efisiensi dan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah dengan angka ratarata lamanya dirawat atau LOS. Angka rata-rata LOS untuk RSUD Kabupaten Tangerang pada tahun 2009 yaitu 4 hari,sama dengan rata-rata LOS RS Swasta,sedangkan rata-rata LOS RSIA adalah 3 hari. 3.Turn Over Interval (TOI) TOI atau Interval Pemakaian Tempat Tidur adalah rata-rata jumlah hari tempat tidur rumah sakit tidak dipakai dari saat kosong ke saat terisi berikutnya. Pada tahun 2009 angka TOI untuk RSUD Kabupaten Tangerang adalah 1 hari, TOI RS Swasta dalah 4 hari sedangkan TOI RSIA dalah 3 hari. Tabel. III.11 NDR dan GDR Rumah Sakit di Kabupaten Tangerang Tahun 2008 - 2009
4. Net Death Rate (NDR) NDR adalah satu indikator untuk menilai mutu pelayanan Rumah Sakit, dengan menghitung angka kematian pasien di Rumah Sakit setelah dirawat lebih dari 48 jam per 1000 penderita keluar hidup dan mati. Nilai NDR yang ideal adalah < 25/1000 penderita. 5. Gross Death Rate (GDR) GDR atau kematian total pasien rawat inap yang keluar Rumah Sakit per 1.000 penderita keluar hidup dan mati. Nilai ideal GDR adalah < 45/1.000.
Tabel III.14 Tenaga Kesehatan Yang Telah Memliki Izin Di Wilayah Kabupaten TangerangTahun 2009 Last Updated ( Thursday, 28 October 2010 07:40 ) Sekretaris Pencegahan,
Indonesia dan Derajat Kesehatan OPINI Diah Ayu | 23 October 2010 | 20:15 87 0 1 dari 1 Kompasianer menilai Aktual. <! @page { margin: 0.79in } P { margin-bottom: 0.08in } > Kesehatan adalah hak hukum masyarakat dan tanggung jawab Negara. Kesehatan dan kesejahteraan merupakan keinginan mutlak setiap manusia. Kesehatan seseorang tidak bisa diukur hanya dengan kondisi fisik namun juga lingkungan akses terhadap makanan bergizi, akses pelayanan kesehatan hingga budaya sehat di kalangan masyarakat. Berdasarkan konstitusi WHO (World Health Organization) telah ditegaskan bahwa memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya merupakan hak asasi bagi setiap orang. Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia menempati posisi yang memprihatinkan dalam tingkat derajat kesehatan masyarakatnya. Padahal masalah derajat kesehatan maupun hak atas kesehatan telah tercantum dalam universal declaration of human right, sama halnya seperti yang tercantum dalam UUD 45 pasal 28H ayat 1 yang bunyinya setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.. Selain itu dengan adanya ketetapan MPR no XVII / MPR / 1998 dan UU NO
39 TAHUN 1999 tentang hak asasi manusia semakin menggambarkan perubahan paradigma bahwa kesehatan saat ini semata mata bukan lagi menjadi masalah yang pribadi yang terkait dengan nasib ataupun karunia Tuhan dan tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab Negara, melainkan menjadi suatu hukum yang legal. Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan sampai sejauh mana individu dan masyarakat berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia dapat menuntut tanggung jawab Negara, menjamin perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia secara efektif dibidang kesehatan. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut peraturan pertanggung jawaban Negara tersebut perlu diregulasikan dan dibentuk kebijakan penyedia sarana dan fasilitas kesehatan dengan standar kelayakan, dan keterjangkauan masyarakat. Kaitannya dengan kasus yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga pemaparan di atas maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada warga negaranya yang kurang mampu, yaitu dengan cara memberikan bantuan yang wujudnya Jamkesmas atau Jaminan Kesehatan Masyarakat. Sehingga dapat mengurangi biaya pengobatan bagi warga yang kurang mampu. Sebenarnya program ini sudah berjalan cukup lama, namun hal ini sangat disayangkan sebab bantuan Jamkesmas ini kebanyakan diberikan tidak pada orang yang tepat dan birokrasi dalam agar mendapatkan Jamkesmas ini sering kali dipersulit oleh birokrasi yang ada. Dan ternyata jamkesmas ini dijadikan ajang bisnis baru oleh kaum kaum birokrat untuk menjadikan diri mereka mendapatkan kekayaan lagi. Jamkesmas yang sebenarnya tidak membutuhkan biaya sama sekali untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di instansi kesehatan milik pemerintah kenyataannya hanya sebuah kata kata belaka. Untuk mendapat fasilitas jamkesmas ini masyarakat yang kurang mampu pada kenyataannya harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Ironisnya orang yang memiliki penghasilan cukup bahkan lebih justru mendapatkan bantuan tersebut sedangkan orang yang tidak mampu tidak mendapatkannya. Seharusnya kini pemerintah lebih teliti mendata mana warga negaranya yang pantas menerima bantuan tersebut dan mana yang tidak. Selain itu pemerintah juga harus memantau bagaimana pelaksanaan Jamkesmas tersebut. Jangan sampai jamkesmas ini terus terusan dijadikan modal bagi para koruptor koruptor negri ini. Jika pemerintah berhasil melaksanakan program jamkesmas ini dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan awal maka kesehatan masyarakat Indonesia akan terjamin. Dengan begitu keberhasilan dari program bantuan Jamkesmas ini dapat meningkatkan derajat kesehatan Indonesia di mata dunia, dan Indonesia tidak akan menempati posisi yang memprihatinkan lagi dalam hal derajat kesehatan masyarakatnya.