Anda di halaman 1dari 2

Formasi Nanggulan Formasi Nanggulan tersusun oleh batupasir bersisipan lignit, napal pasiran, batu lempung dengan konkresi

limonit, sisipan napal dan batugamping, batu pasir dan tuf. Bagian bawah formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal berupa batu pasir, serpih dengan perselingan napal dan lignit. Bagian atas dicirikan oleh batuan napal, batu pasir gampingan, batu gamping dan tuf yang menunjukan endapan laut fasies neritik. Formasi ini kaya akan Foraminifera dan Moluska. Berdasarkan Kajian Foraminifera Plankton Formasi Nanggulan ini berumur Eosen Tengah sampai Oligosen akhir. Formasi ini mempunyai ketebalan kira-kira 300 meter. Formasi Andesit Tua Formasi Andesit Tua tersusun oleh breksi andesit, tuf, tuf lapili, anglomerat, dan sisipan aliran lava andesit. Komposisi lava terutama terdiri dari andesit hiperten dan andesit augit hornblende. Kepingan tuf napalan yang merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai dikaki Gunung Mudjil . Di bagian bawah formasi ini mengandung fosil plankton yang menunjukan umur oligosen akhir. Oleh karena bagian bawah formasi Sentolo berumur Miosen Awal. Mempunyai ketebalan kira-kira lebih dari 600 meter. Untuk Formasi Andesit Tua ini dibagi lagi kedalam Formasi Kulon Progo yang mempunyai lingkungan darat dan Formasi Giripurwo dengan lingkungan laut. Formasi Andesit Tua terbentuk lebih dari 1 sumber gunung api yaitu gunung api Gajah, gunung api ijo dan Gunung api menoreh (Van Bemmelen,1949). Formasi Jonggrangan Formasi Jonggrangan bagian bawah terdiri dari konglomerat yang ditumpangi oleh napal tufan dan batu pasir gampingan bersisipan lignit. Kea rah atas berubah menjadi batu gamping berlapis dan batu gamping koral. Batugamping ini membentuk bukit berbentuk kerucut disekitar Desa Jonggrangan. Formasi ini dianggap berumur Miosen Awal - Miosen Tengah dan di bagian bawah berjari - jemari dengan bagian bawah Formasi Sentolo. Mempunyai ketebalan sekitar 250 meter. Formasi Jonggrangan terendapkan pada lingkungan laut Dangkal Formasi Sentolo Formasi Sentolo tersusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari konglomerat alas yang ditumpangi batupasir gampingan, napal tufan dengan sisipan tuf kaca. Ke arah atas berangsur angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya akan foraminifera. Penelitian plankton oleh Kadar (1975) menunjukan umur Formasi Sentolo berkisar antara Miosen Awal sampai Pliosen (zona N 7 N 21). Formasi ini mempunyai ketebalan kira-kira 950 meter, tersingkap baik disekitar daerah Sentolo. Aluvium Aluvium terdiri dari krakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Aluvium sungai berdampingan dengan alluvium rombakan bahan vulkanik

Tabel II.3.2.1 Stratigrafi regional Kulon Progo dari berbagai sumber Geologi regional Kulon Progo telah banyak dibahas oleh beberapa ahli Pendekatan-pendekatan serta analisa yang telah dilakukan peneliti terdahulu menghasilkan berbagai versi peta geologi, berikut peta geologi Pegunungan Kulon Progo menurut Van Bammenlen (1949) dan Rahardjo dkk (1995) Gambar II.3.2.2. Peta Geologi Pegunungan Kulon Progo (Van Bammelen, 1949) Gambar II.3.2.3. Peta Geologi Pegunungan Kulon Progo (Rahardjo dkk,1995).

II.3.3.EVOLUSI TEKTONIK PEGUNUNGAN KULON PROGO Daerah Kulon Progo mengalami tiga kali fase tektonik (Rahardjo dkk, 1995). Fase tektonik pertama terjadi pada Oligosen Awal dengan disertai aktifitas volkanisme. Fase ketiga terjadi pada Pliosen sampai Pleistosen terjadi fase tektonik berupa pengangkatan dan aktivitas vulkanisme. Fase tektonik Oligosen Awal Oligosen Akhir Fase tektonik Oligosen Awal terjadi proses pengangkatan daerah Kulon Progo yang dicirikan oleh ketidak selarasan antara Formasi Nanggulan yang diendapkan di darat.Fase tektonik ini juga mengaktifkan vulkanisme di daerah tersebut ,yang tersusun oleh beberapa sumber erupsi. Perkembangan vulkanisme di kulon Progo tidak terjadi bersamaan, namun di mulai oleh Gunung Gajah, kemudian berpindah ke selatan pada Gunung Ijo. Dan terakhir berpindah ke utara pada Gunung Menoreh. Fase Tektonik Miosen Awal Pada pertengahan Miosen Awal terjadi fase tektonik kedua berupa penurunan daerah Kulon Progo. Penurunan ini dicirikan oleh berubahnya lingkungan pengendapan , yaitu dari Formasi Andesit Tua yang diendapkan di darat menjadi Formasi Jonggrangan yang diendapkan di laut dangkal. Pada fase ini, hampir semua batuan gunung api Formasi Andesit Tua tertutup oleh batu gamping Formasi Jonggrangan, menandakan adanya genang laut regional. Fase Tektonik Pliosen Pleiotosen Pada Akhir Pliosen terjadi fase tetonik ketiga di daerah Kulon Progo, berupa pengangkatan. Proses ditandai oleh berakhirnya pengendapan Formasi Sentolo di laut dan diganti oleh sedimentasi darat berupa alluvial & endapan gunung api kuarter. Fase tektonik inilah yang mengangkat daerah Kulon Progo menjadi pegunungan kubah memanjang yang disertai dengan gaya regangan di utara yang menyebabkan terpancungnya sebagian Gunung Menoreh. Bisa dikatakan bahwa fase tektonik inilah yang membentuk moorfologi Pegunungan Kulon Progo saat ini. II.3.4. Sejarah Geologi Daerah Penelitian Sejarah geologi daerah penelitian dimulai sejak kala Oligosen Akhir - Miosen Awal ditunjukkan oleh kegiatan magma andesitik yang menghasilkan endapan lahar, lava dan intrusi andesit pada lingkungan laut. Kemudian diikuti oleh proses tektonik Miosen yang menghasilkan struktur sesar, dan kekar pada lingkungan daratan. Pada lingkungan daratan ini terjadi alterasi dan mineralisasi yang berupa urat urat kuarsa dan ubahan batuan. Proses berikutnya terjadi genang laut dari lingkungan darat menjadi laut dangkal pada kala Pliosen. Kondisi genang laut tersebut menyebabkan diendapkannya batugamping beriapis. Kala Pleistosen terjadi perlipatan pada batugamping berlapis dengan ditunjukkan oleh kemiringan satuan batuan tersebut. Pada kala Holosen terjadi pelapukan, erosi, transportasi dan deposisi endapan aluvial disepanjang sungai dan dataran banjir.

Anda mungkin juga menyukai