Anda di halaman 1dari 27

7

TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan Alternatif Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah. National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi konsep dari alternatif, ke arah istilah komplementer untuk menggambarkan terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers et al. 1997). Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80% populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al. 1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain, CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997). Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke

mengurangi resiko penyakit kronis (Shils & Rude 1996 Dalam Borchers et al. 1997). Suatu kelompok zat gizi yang berperan penting dalam hal pencegahan penyakit adalah antioksidan (Borchers et al. 1997). Terkecuali manfaat

antioksidatifnya, tanaman mengandung banyak senyawa yang mempunyai efek yang berpotensi baik terhadap banyak penyakit dan hal ini adalah salah satu dari alasan utama mengapa para ilmuwan, menunjukkan peningkatan minat pada medicinal botanicals. Sadar akan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sekitar penggunaan obat herbal, National Institutes of Healths Office of Alternative Medicine bekerjasama dengan Food and Drug Administration mensponsori suatu pertemuan dari orang-orang yang terlibat dalam manufaktur serta distribusi CAM untuk mendiskusikan 1) keamanan dan kemanjuran medicinal botanicals, dan 2) bukti yang diperlukan untuk mengijinkan pemberian label efektif dalam penanganan dari penyakit spesifik. Hal ini menegaskan bahwa pengalaman dari negara lain mungkin memberikan suatu model demikian pula petunjuk untuk regulasi dari beberapa klaim kesehatan (Borchers et al. 1997). Obat Herbal sebagai Obat Tradisional Obat herbal adalah campuran kompleks, sekurang-kurangnya

pemrosesannya (misalnya bagian-bagian tanaman yang direbus untuk dibuat teh). Bersama dengan komponen lainnya seperti akupunktur atau pijatan yang juga termasuk dalam katagori penyembuhan tradisional, obat herbal digunakan untuk pengobatan dalam suatu jangkauan yang lebih luas terhadap gejala dan penyebab penyakit (Plaeger 2003). Penggunaan herbal untuk pengobatan penyakit dalam suatu tradisi penyembuhan kuno itu dimulai di Asia lebih dari 3,000 tahun yang lalu (Nestler 2002 Dalam Plaeger 2003). Oleh praktisi abad ke-19 dan 20 pengobatan tersebut sebagian besar telah diabaikan karena pengaruh pengobatan ala Barat. Memasuki abad ke-21 praktek penyembuhan ramuan obat herbal, seperti obat tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine/TCM), Kampo Jepang, dan Ayurveda India, dengan cepat meningkat penerimaannya di Barat (Plaeger 2003).

Kebangkitan kembali praktek pengobatan tradisional telah banyak dijelaskan (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003), tetapi kenyataannya bahwa obat herbal dan obat alami lainnya atau pengobatan alternatif dengan cepat berasimilasi menjadi praktek medis ala Barat (Plaeger 2003). Pada tahun 1998, dalam suatu survey dilaporkan bahwa 75% dari dokter Jepang telah meresepkan obat Kampo, dan dalam asuransi kesehatan nasional Jepang (Japanese National Health Insurance) sekarang ini juga tercakup pengobatan Kampo (Borchers el al. 2000 Dalam Plaeger 2003). Walaupun pada abad ke-20 Cina dengan cara yang sama mengadopsi pengobatan ala Barat sebagai pengobatan ortodoks, Institute of Chinese Medicine senilai $64 juta, sekarang ini sedang dibangun di Hong Kong, dan Taiwan serta daratan Cina juga sedang memompa dana ke penelitian formula tradisional (Normile 2003 Dalam Plaeger 2003). Diperkirakan bahwa pada tahun 1997 dan 1998, orang Amerika telah menghabiskan lebih dari $4 milyar terhadap obat herbal (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003). Minat Amerika terhadap pengobatan dengan obat tradisional bukan semata-mata hanya untuk penggemar makanan kesehatan atau penduduk West Coast saja (Plaeger 2003). Untuk menambah dorongan lebih lanjut pada beberapa penelitian telah tersedia dana penelitian yang sangat memadai untuk penelitian obat herbal tradisional. Pada tahun 1998, National Institutes of Health mendirikan National Center for Complementary and Alternative Medicine, yang merupakan suatu ekspansi yang sebelumnya Office of Alternative Medicine, dengan 2002 anggaran penelitian lebih dari $100 juta. National Center for Complementary and

Alternative Medicine sekarang ini telah membiayai empat pusat penelitian yang mengkhususkan pada penelitian botanikal dan banyak menginisiasi untuk membiayai pelatihan penelitian dari pengobatan alternatif (http://nccam.nih.gov/). Selain dari pada itu, National Institute of Allergy and Infectious Diseases telah mendanai penelitian manfaat imunomodulatori dari obat herbal serta efek terapeutiknya terhadap penyakit infeksi. National Institutes of Health didirikan yang berminat pada penyakit spesifik (misalnya National Cancer Institute and the National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases) untuk mendukung penelitian tentang pengobatan herbal (Plaeger 2003).

Sehubungan dengan keterbatasan ekonomi, sediaan modern medical healthcare di negara-negara berkembang seperti India adalah masih suatu pencapaian yang sulit untuk dijangkau. Sehingga penggunaan obat alternatif

menjadi sangat penting dalam penanganan berbagai penyakit. Fenomena ini juga dialami di Indonesia yang masyarakatnya masih banyak yang miskin. Obat-

obatan yang paling umum digunakan dari obat modern seperti aspirin, antimalaria, anti-kanker, digitalis, dan lain-lain awalnya berasal dari sumber tanaman. Ke depan, harus dapat dilihat pengobatan terintegrasi dan diharapkan bahwa penelitian obat alternatif akan membantu mengidentifikasikan mana obat yang aman serta efektif daripada marginalnya, klaim dan penemuan medis yang tak lazim (Sagrawat & Khan 2007). Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman yang berbeda dipercaya mempunyai manfaat pengobatan yang spesifik termasuk kemampuan untuk menstimulasi mekanisme melawan penyakit (Craig 1999; Jones 1996 Dalam Punturee et al. 2005). Pasar dan Permintaan Tanaman Obat Permintaan produk bahan alam untuk tujuan kesehatan dan kebugaran terus meningkat. Menurut laporan Convention on Biological Diversity (CBD), pasar herbal dunia tahun 2000 mencapai 43 miliar US$, nilai penjualan suplemen bahan alam mencapai 20 M US$ (Dennin 2000 dalam Komarawinata 2007) atau 30% dari nilai penjualan produk yang berasal dari bahan alam. Kontribusi

Indonesia terhadap pasar herbal dunia baru 100 juta US$. Nilai perdagangan dunia meningkat menjadi 60 miliar US$ tahun 2002, pada tahun 2010 diprediksi menjadi 300 miliar US$ (Bodecker 2003 dalam Komarawinata 2007). Omset penjualan produk tanaman obat Indonesia saat ini baru mencapai 3 triliun rupiah dan diharapkan meningkat menjadi 8 triliun rupiah pada tahun 2010. Di Amerika Serikat, konsumsi tanaman obat naik hampir mendekati 15% setiap tahunnya (Marwick 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Sebagian botanikal dapat diperoleh atau dibeli, baik keseluruhan dari tanaman, atau bagian-bagian daripadanya, atau dapat diperoleh sebagai teh, serbuk, ekstrak cair, kapsul, atau tablet (Wuest & Gossel 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Di Amerika Serikat, ekstrak tanaman secara umum dijual sebagai food supplements sehingga

pertimbangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan zat gizi kelihatannya terjamin (Borchers et al. 1997). Dalam konteks ini adalah menarik untuk dicatat bahwa hal itu telah diketahui untuk beberapa dekade dimana zat gizi dan kesehatan adalah saling berhubungan (Feigin 1997 Dalam Borchers et al. 1997). Indonesia mempunyai keragaman hayati yang cukup luas, mempunyai prospek yang cukup cerah dalam pengembangan produk obat-obatan dan pangan fungsional berbasis bahan alami. Potensi Indonesia untuk menghasilkan obatobatan atau pangan fungsional berbasis bahan alami sangat tinggi, mengingat Indonesia kaya akan kekayaan hayati tumbuhan obat yang mencapai 7000 jenis dan pengetahuan tradisional untuk pemanfaatan tumbuhan obat dari berbagai etnis yang mencapai 370 etnis. Di negara lain, penggunaan ekstrak tanaman untuk tujuan pengobatan dan kebugaran telah banyak dilakukan, karena di dalam ekstrak tanaman mengandung beberapa senyawa, yang dapat memainkan peran penting terhadap fungsi fisiologis dengan cara spesifik yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Namun di Indonesia, penelitian tentang tanaman obat serta

pengetahuan tradisional untuk produk alam masih sangat terbatas. Oleh karena itu investigasi yang luas dan mendalam tentang khasiat berbagai macam tanaman obat termasuk diantaranya tanaman obat pegagan atau pegagan perlu dilakukan. Penelitian tentang Manfaat Pegagan Dilaporkan bahwa pegagan bermanfaat untuk berbagai keadaan klinis misalnya sebagai antibakteri (Taemchuay et al. 2008), antisestoda (Temjenmongla & Yadav 2005) larvasida (Rajkumar & Jebanesan 2005), anti-inflamasi dan antinosiseptif (Somchit et al. 2004) antioksidan (Hamida et al. 2002; Veerendra & Gupta 2002; Zainol et al. 2003; Gnanapragasam et al. 2007; Hussin et al. 2007; Shetty et al. 2008), antitumor (Babu et al. 1995; Punturee et al. 2005), imunostimulan (Punturee et al. 2005; Wang et al. 2004; Wang et al. 2005), penyembuhan luka (Rao Vishnu et al. 1996; Shukla et al. 1999; Hong et al. 2005; Shetty et al. 2008; Suwantong et al. 2008), radio protektif (Sharma & Jaimala 2003), dan fungsi kognitif (Veerendra & Gupta 2002; Rao et al. 2005; Rao et al. 2006; Rao et al. 2007; Wattanathorn et al. 2008). Tabel 1 berikut ini menyajikan sebagian dari hasil penelitian tentang manfaat pegagan terhadap kesehatan.

Tabel 1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan Indikasi o Anti-inflamasi Ekstrak air pegagan pada level 10, 30, 100 dan 300 mg/kg bobot badan memperlihatkan aktivitas antinociceptive dan aktivitas antiinflamasi o Imunostimulasi Deasetilasi dan carboxyl-reduction, pektin dan produk turunannya yang terdapat di dalam pegagan menunjukkan aktivitas imunostimulasi o Antithrombotik Ekstrak metanol (45 mg/kg) dan etanol pegagan (14 mg/kg bobot badan) bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis). o Tulang dan Sendi Pengujian in vitro, fraksi pegagan 10 g/mL dapat menghambat degradasi tulang rawan, menghambat pelepasan IL-1 dan produksi nitric okside oleh eksplan tulang rawan o Tumor Pengujian dengan metoda brine shrimp lethality test, ekstrak etanol pegagan 100, 500 dan 1000 g/mL tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik. Ekstrak metanol pegagan dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites dan mempunyai tingkat keracunan selektif terhadap sel tumor serta memberikan manfaat anti-tumor yang potensial dengan cara menstimulasi sistem kekebalan. Level efektif dari fraksi aseton ekstrak metanol adalah 17 g/mL untuk Ehrlich ascites tumour cells, 22 g/mL untuk Daltons lymphoma ascites tumour cells dan 8 g/mL untuk mouse lung fibroblast. Di samping sitotoksik langsung terhadap sel tumor, ekstrak air pegagan 100 mg/kg bobot badan juga dapat mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun (meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-), sedangkan ekstrak etanol menunjukkan aktivitas imunosuppressif (menurunkan produksi IL-2 dan TNF-) Peneliti Somchit et al. 2004

Wang et al. 2005

Satake et al. 2007

Hartog et al. 2009

Padmaja et al. 2002

Babu et al. 1995

Punturee et al. 2005

Indikasi Antisestoda Aktivitas antisestoda yang moderat telah dilaporkan untuk ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 5 - 40 mg/mL, dengan waktu rata-rata kematian parasit berkisar dari 4 14,66 jam Larvisidal Ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 6,84 ppm (19 C) dan 1,12 ppm (31C) dapat membunuh 50% larva Culex quinquefasciatus

Peneliti Temjenmongla & Yadav 2005

Rajkumar & Jebanesan 2005

Antibakteri Ekstrak air pegagan mempunyai nilai minimum inhibitory Taemchuay et al. concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml terhadap bakteri 2008 Staphylococcus aureus Penyembuhan Luka Pemberian ekstrak etanol daun pegagan 800 mg/kg bobot badan selama 10 hari dapat memacu penyembuhan luka pada tikus dan juga mampu mengatasi reaksi hambatan penyembuhan luka oleh steroid Senyawa asitikosida dari tanaman pegagan diyakini sebagai senyawa aktif yang berhubungan dengan penyembuhan luka Pemberian ekstrak air pegagan dalam bentuk suspensi propylene glycol 5% secara topikal dapat meningkatkan kandungan kolagen pada jaringan luka Aplikasi larutan yang mengandung 0,2% dan 0,4% asiatikosida secara topikal pada marmut normal demikian pula pada yang diabetik atau pemberian 1 mg/kg bobot badan secara oral dapat meningkatkan tingkat penyembuhan luka yang ditandai dengan peningkatan sintesa kolagen dan kekuatan tensil dari jaringan yang luka Ekstrak pegagan telah digunakan di Eropa untuk penanganan penyembuhan luka Perlukaan Lambung Pemberian ekstrak air pegagan pada tikus dengan dosis 10 dan 20 mg/kg bobot badan mempu mencegah terjadinya tukak lambung karena pemakaian obat anti inflamasi (indomethacin) Kecerdasan

Shetty et al. 2008

Suwantong et al. 2008

Rao Vishnu et al. 1996

Shukla et al. 1999

Maquart et al. 1999

Sripanidkulchai et al. 2007

Indikasi Pemberian ekstrak air pegagan pada level 200 dan 300 mg/kg bobot badan tikus selama 14 hari dapat meningkatkan kinerja belajar dan memori Pemberian jus daun segar pegagan selama periode pertumbuhan cepat pada tikus neonatal dapat meningkatkan kinerja memori Pemberian ekstrak daun segar pegagan 0,158-0,474 g/kg bobot badan tikus dapat menstimulus pertumbuhan dendritik neuronal, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan dendrit neuronal pada stres dan neurodegeneratif serta kelainan memori Pemberian jus daun segar pegagan dapat meningkatkan arborisasi dendritik di neuron amygdaloid tikus

Peneliti Veerendra & Gupta 2002

Rao et al. 2005

Rao et al. 2006

Rao et al. 2007

Pemberian ekstrak pegagan 750 mg per hari selama 2 bulan Wattanathorn et berpotensi untuk mengurangi kemunduran fungsi kognitif al. 2008 yang berhubungan dengan umur dan ketidakteraturan suasana hati pada orang tua yang sehat Antioksidan Ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Bagian akar menunjukkan aktivitas tertinggi daripada bagian lainnya Pemberian ekstrak air 100-300 mg/kg bobot badan tikus dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta manfaat antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi lemak dan memperbanyak enzim antioksidan endogenus di dalam otak Aksesi pegagan yang berbeda mempunyai aktivitas antioksidatif yang berbeda pula. Bagian daun mempunyai aktivitas antioksidatif yang tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai Ekstrak air pegagan 200 mg/kg bobot badan tikus efektif menetralkan perubahan enzim mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria (mengurangi kardiomiopati mitokhondria)

Hamida et al. 2002

Veerendra & Gupta 2002

Zainol et al. 2003

Gnanapragasam et al. 2007

Pemberian 5% tepung dan 0,3% ekstrak pegagan dalam

Hussin et al.

Indikasi makanan dapat memperbaiki stres oksidatif dengan cara mengurangi peroksidasi lemak melalui perubahan sistem pertahanan antioksidan Ekstrak alkohol pegagan 800 mg/kg bobot badan tikus dapat menigkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase dan mengurangi peroksidasi lemak Pegagan

Peneliti 2007

Shetty et al. 2008

Pegagan merupakan tanaman merambat yang tumbuh di tempat lembab di India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007), terutama ditemukan di Asia bagian selatan (Wang et al. 2005). Ekstrak tanaman pegagan mengandung

beberapa senyawa yang dapat berperan pada fungsi fisiologi dengan cara spesifik yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Pegagan adalah tanaman obat dari famili Apiaceae/Umbelliferae (Sharma & Jaimala 2003), dan menurut Babu et al. (1995), pegagan merupakan salah satu tanaman dari famili Umbelliferae yang mempunyai manfaat pengobatan yang tinggi. Tanaman obat ini pada umumnya dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma & Jaimala 2003).

Gambar 1 Tanaman pegagan Di Thailand, tanaman ini umumnya dikenal sebagai Buabok dan biasanya diminum sebagai teh atau jus (Farnsworth & Bunyapraphatsara 1992 Dalam Punturee et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai mulai di dataran rendah sampai di dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi dan tanah basah sampai kering (Widowati et al. 1992). Pegagan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Klas : Dicotyledenae

Sub-Klas : Polypetalae Series Order Famili Genus Spesies : Calyciflorae : Umbellales : Umbelliferae (Apiaceae) : Centella : asiatica

Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu (Sharma & Jaimala 2003). Menurut Satake et al. (2007) pegagan juga telah digunakan di seluruh dunia untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pegagan juga dikenal sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003), dan juga pegagan menjadi sangat penting berdasarkan peran kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al. 2008). Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan mungkin berhubungan dengan keberadaan senyawa fenolik yang dikandungnya (Zainol et al. 2003). Kandungan Kimia Ekstrak air pegagan mengandung senyawa asiatikosida, asam asiatik, triterpines, centoic acid, centellic acid dan esternya. Ekstrak tanaman ini juga kaya akan vitamin, mineral dan nutrien yang secara umum tidak beracun terhadap tubuh. Disamping senyawa tersebut, juga banyak dijumpai senyawa lainnya

termasuk asam askorbik (Sharma & Jaimala 2003), dan senyawa pektin yang mengandung arabinose, rhamnose, galactose, xylose serta galacturonic acid (Wang et al. 2005), serta sterol bebas (Mangas et al. 2008). Di dalam pegagan juga ditemukan senyawa flavonoid lainnya seperti castilliferol, castillicetin, dan isochlorogenic acid (Subban et al. 2008). Menurut Zhang et al. (2009), selain asiatikosida, pegagan juga mengandung madekassosida, brahmosida, brahminosida dan thankunisida yang merupakan komponen utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid. Diantara senyawa aktif tersebut, asam asiatik merupakan suatu senyawa triterpin

yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognisi (Rao et al. 2005). Asam asiatik tersebut adalah suatu metabolit aktif dari

asiatikosida, dan juga merupakan senyawa ionik (Thongnopnua 2008). Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik disajikan pada Tabel 2 (Aziz et al. 2007). Tabel 2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik Senyawa aktif Rumus molekul Asiatikosida C 48 H 78 O 19 Madekassosida C 48 H 78 O 20 Asam madekassik C 30 H 48 O 6 Asam asiatik C 30 H 48 O 5 Sumber: (Aziz et al. 2007) Berat molekul 958 974 504 488

Gambar berikut menjelaskan struktur asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik (Aziz et al. 2007).

Gambar 2 Struktur dari asiatikosida, madekassosida, asam madekassik, dan asam asiatik. Asiatikosida (R1 = H; R2 = O-glu-glu-rham), Madekassosida (R1 = OH; R2 = O-glu-glu-rham), Asam madekassik (R1 = OH; R2 = OH), Asam asiatik (R1 = H; R2 = OH) (Aziz et al. 2007). Distribusi senyawa asiatikosida dan madekassosida di dalam bagian organ spesifik pegagan adalah berbeda, dimana bagian daun mengandung senyawa tersebut yang lebih tinggi (Aziz et al. 2007). Zainol et al. (2003) juga melaporkan bahwa ekstrak daun mengandung senyawa fenolik yang tertinggi pada semua aksesi tanaman pegagan, diikuti oleh akar sementara konsentrasi paling rendah adalah pada bagian tangkai daun, dengan aktivitas antioksidatif yang serupa.

Sedangkan menurut Kim et al. (2007), asiatikosida dan madekassosida dihasilkan dalam jumlah yang sedikit di dalam bagian akar (Tabel 3). Tabel 3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan dari keseluruhan bagian tanaman pegagan

Asiatikosida Kandungan (mg/g BK) Distribusi (%) Daun 9,56 + 0,91 82,6 Tangkai daun 1,85 + 0,07 15,9 Akar 0,17 + 0,01 1,5 ND Node 0 Keseluruhan tanaman 4,32 + 0,35 Sumber: Kim et al. (2007). BK = Berat Kering, ND = Tidak ada data Jaringan Pegagan dari dua fenotip yang berbeda memperlihatkan perbedaan pada kandungan asiatikosida dan madekassosida. Pada phenotype-Smoot kandungan asiatikosida dan madekassosida lebih tinggi dibandingkan dengan phenotypeFringed. Kandungan asiatikosida dan madekassosida pada tanaman yang

diregenerasi bervariasi sesuai dengan medium regenerasi yang digunakan. Kandungan rata-rata dari kedua senyawa tersebut paling banyak dijumpai di dalam daun (Aziz et al. 2007). Variasi kandungan kimia juga dijumpai di antara populasi pegagan (Zhang et al. 2009). Peningkatan senyawa target yang dihasilkan pada pegagan dapat dilakukan dengan suatu protokol transformasi genetik yang efisien menggunakan strain R1000 dari Agrobacterium rhizogenes yang mengandung encoding

pCAMBIA1302 gen hygromycin phosphotransferase (hpt) dan green fluorescence protein (mgfp5) (Kim et al. 2007). Kandungan senyawa aktif tersebut juga

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana kondisi lingkungan harus optimal untuk memaksimalkan sintesa senyawa aktif tersebut. Variasi kandungan

asiatikosida di dalam pegagan juga berhubungan dengan asal tanaman. Tanaman yang diperoleh dari ketinggian 609 m di atas permukaan laut mengandung 0,11 % asiatikosida per daun kering, sedangkan yang diperoleh dari ketinggian yang lebih rendah yaitu 5 m di atas permukaan laut mengandung hampir setengah nilai tersebut (Aziz et al. 2007).

Jalur biosintesis senyawa asiatikosida dan madekassosida masih belum diketahui secara pasti (Aziz et al. 2007), namun diduga bahwa sintesis asiatikosida adalah melalui jalur squalene (Gambar 3).

Gambar 3

Jalur biosintesis asiatikosida di dalam tanaman pegagan. HMGCoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A), MVA (mevalonic acid), IPP (isopentenyl diphosphate), DMAPP (dimethylallyl diphosphate), FPP (farnesyl diphosphate), CYS (cycloartenol synthase), bAS (amyrin synthase), LUS (lupeol synthase) (Aziz et al. 2007). Manfaat Pegagan Antibakteri, Antisestoda dan Larvisidal

Pemanfaatan pegagan sebagai phytochemical telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Dinyatakan bahwa pegagan dapat bertindak sebagai alternatif yang tepat untuk insektisida sintetis pada masa mendatang karena relatif aman, tidak mahal, dan banyak tersedia di banyak area (Rajkumar & Jebanesan 2005). Ekstrak kasar pegagan, terutama sekali yang diekstrak dengan air, mempunyai efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Taemchuay et al. 2008), antisestoda (Temjenmongla & Yadav 2005), larvisida dan menghambat munculnya Culex quinquefasciatus serta dapat digunakan secara langsung dalam volume yang kecil di habitat air atau pada tempat pembiakan ukuran terbatas di sekitar manusia (Rajkumar & Jebanesan 2005). Aktivitas biologis dari ekstrak

tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid, dan alkaloid yang ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara bersama-sama atau secara terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisidal dan menghambat munculnya nyamuk dewasa Culex quinquefasciatus. Ekstrak ini dapat digunakan untuk mengontrol larva Culex quinquefasciatus pada cakupan temperatur yang luas (Rajkumar & Jebanesan 2005). Ekstrak daun pegagan dapat menyebabkan kematian larva Culex quinquefasciatus pada semua temperature yang diuji. Pada 24 jam, LC 50 (Lethal Concentration) adalah 1,12 ppm pada 31C dan nilai LC 50 meningkat mencapai 6,84 ppm dengan menurunnya temperatur menjadi 19C (Tabel 4) (Rajkumar & Jebanesan 2005). Tabel 4 Aktivitas larvisidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda. Temperatur (oC) 19 22 25 28 31 Sumber: LC 50 (ppm) 6,84+1,32a 5,64+1,57b 3,92+1,23c 2,79+1,43d 1,12+1,23e 95% Confidence limit (ppm) 4,85-8,79 3,78-7,56 2,22-4,82 1,37-3,57 0,22-2,08 LC 90 (ppm) 9,12+2,12a 8,32+1,82b 6,78+1,47c 5,28+1,43d 3,63+1,57e 95% Confidence limit (ppm) 5,92-12,57 4,98-11,39 4,06-8,71 3,32-7,19 2,68-4,52

Rajkumar & Jebanesan (2005). Nilai dalam kolom dengan superscript yang berbeda adalah perbedaan signifikan pada tingkat P<0,05 (DMRT test). Anti-inflamasi dan Antinosiseptif

Ekstrak air pegagan memperlihatkan aktivitas antinosiseptif. Aktivitas antinosiseptif tersebut sama dengan aspirin tetapi tidak lebih kuat dibandingkan dengan morfin. Ekstrak pegagan juga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori. Efek antiinflamatori tersebut sama dengan asam mefenamat yaitu sejenis obat antiinflamatori non-steroid. Pemberian ekstrak pegagan 2 mg/kg menunjukkan aktivitas antiinflamatori dan pemberian dengan dosis yang lebih besar memberikan aktivitas yang lebih efektif dari asam mefenamat. Penemuan ini memberikan alasan penggunaan secara tradisional dari tanaman ini pada penanganan peradangan atau rheumatik (Somchit et al. 2004).

Aktivitas Antioksidan Aktivitas antioksidan dari suatu tanaman sangat ditentukan oleh kandungan senyawa aktif yang dijumpai di dalam tanaman tersebut. Dilaporkan bahwa antioksidan alami dari tanaman memperkuat pertahanan antioksidan endogenus dari kerusakan reactive oxygen species (ROS) dan membangun kembali keseimbangan optimal dengan cara menetralkan reactive species (Shetty et al. 2008) juga dapat memberikan perlindungan dari kerusakan oksidatif (Hussin et al. 2007). Ekstrak air dari keseluruhan tanaman pegagan mempunyai dua efek yaitu untuk meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta sebagai antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi lemak serta memperbanyak enzim antioksidan endogenus di dalam otak (Veerendra & Gupta 2002). Laporan

lainnya menyebutkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dapat meningkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase serta mengurangi kadar lipid peroksidasi (Shetty et al. 2008). Efek ini kemungkinan berhubungan dengan kehadiran senyawa flavonoid, quersetin, katekhin dan rutin, yang diketahui adalah sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007). Aktivitas enzim penanda kardiak (laktat dehydrogenase, kreatin fosfokinase, amino transferase), enzim siklus TCA (isositrat dehydrogenase, ketoglutarat dehydrogenase, malat dehydrogenase), enzim penanda respirasi (NADH-dehydrogenase, sytochrom-C-oksidase), dan enzim antioksidan

mitokhondria (glutathion peroksidase, glutathione, superokside dismutase, katalase) pada tikus yang diinduksi dengan adriamycin dapat diturunkan dan tingkat peroksidasi lemak dapat ditingkatkan dengan pemberian pegagan. Aktivitas protektif dari pegagan terhadap kardiotoksisitas menunjukkan bahwa efek protektif ini merupakan efek yang utama dari manfaat antioksidannya (Gnanapragasam et al. 2007). Data ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air pegagan sebanyak 200 mg/kg bobot badan secara oral, efektif menetralkan perubahan pada enzim mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria. Dilaporkan juga bahwa

ekstrak air dari pegagan tidak hanya memiliki keuntungan antioksidan tetapi juga mengurangi tingkat kerusakan mitokhondria. Manfaat dari pegagan tersebut

menawarkan sesuatu yang penting untuk mengurangi kardiomiopati mitokhondria yang merupakan faktor pembatas dalam terapi antineoplastik (Gnanapragasam et al. 2007). Pegagan juga mempunyai efek stimulatori terhadap antioksidan seluler serta sistem kekebalan yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk penggunaan profilaktik terhadap sejumlah penyakit pada manusia seperti penyakit

kardiovaskuler dan kelainan yang berhubungan dengan stres (Shetty et al. 2008). Veerendra & Gupta (2002) melaporkan bahwa diantara dosis ekstrak air yang diuji terhadap parameter stres oksidatif, hanya dosis 200 dan 300 mg/kg menunjukkan penurunan malondialdehyde (MDA) pada otak dengan

meningkatkan simultan pada level glutathione. Kadar MDA yang rendah pada tikus yang diberi ekstrak dan tepung pegagan juga dilaporkan oleh Hussin et al. (2007), yang mengindikasikan telah terjadi pengurangan peroksidasi lemak pada tikus tersebut. Pengurangan produksi MDA tersebut menunjukan terjadinya

hambatan peroksidasi lemak. Pengurangan MDA membuktikan bahwa pegagan mempunyai aktivitas antioksidasi yang baik sekali (Hussin et al. 2007). Pemberian 300 mg/kg bobot badan ekstrak air pegagan dapat memberikan peningkatan level katalase tetapi tidak ada perubahan pada level superoxide dismutase (SOD) (Veerendra & Gupta 2002), sedangkan pada laporan lainnya menyebutkan bahwa pemberian pegagan dapat mengurangi aktivitas superoxide dismutase pada minggu ke 25 (Hussin et al. 2007). Peningkatan aktivitas katalase adalah sebagai respon terhadap akumulasi H 2 O 2 , sedangkan penurunan aktivitas superoxide dismutase kemungkinan karena kemampuan senyawa antioksidan yang terdapat di dalam pegagan (Hussin et al. 2007). Penurunan aktivitas

superoxide dismutase pada tikus yang disupplementasi dengan pegagan menunjukkan kebutuhan yang lebih rendah akan enzim dan ini mengindikasikan efek protektif dari tanaman ini dalam serangan stres oksidatif (Hussin et al. 2007). Pemberian 100 mg/kg bobot badan, tidak memberikan perubahan pada parameter antioksidan kecuali terhadap level glutathione (Veerendra & Gupta 2002). Laporan lainnya menyebutkan bahwa ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak air, sementara pegagan yang diekstrak dengan light petroleum ether menunjukkan aktivitas yang lebih rendah (Hamida et al. 2002). Aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh jenis aksesi (Zainol et al. 2003). Selain aksesi, bagian yang berbeda dari pegagan (daun, tangkai daun, dan akar) juga memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang berbeda pula (Hamida et al. 2002). Bagian daun dari pegagan mempunyai aktivitas antioksidatif yang tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai daun (Zainol et al. 2003), sedangkan Hamida et al. (2002) melaporkan bahwa bagian akar menunjukkan aktivitas antioksidatif tertinggi daripada bagian lainnya. Perbedaan aktivitas antioksidatif dari bagian yang berbeda dari pegagan mungkin saja sehubungan dengan reduksi hidroperoksida, inaktivasi radikal bebas, selasi dari ion logam atau kombinasi daripadanya (Zainol et al. 2003). Perbedaan aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh beberapa faktor lainnya seperti mekanisme yang berbeda dari metoda yang berbeda, struktur dari senyawa fenolik yang berbeda, dan mungkin juga sehubungan dengan efek sinergistik dari senyawa yang berbeda. Faktor lainnya yang menentukan aktivitas antioksidatif potensial dari senyawa fenolik adalah stabilitas dari bentuk radikal aroxy dalam struktur dari senyawa itu sendiri (Zainol et al. 2003). Mekanisme, demikian pula senyawa spesifik yang bertanggungjawab terhadap manfaat oksidatif yang diamati dari pegagan masih belum jelas. Diduga bahwa terdapat hubungan yang kuat antara aktivitas antioksidatif dan senyawa fenolik, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa fenolik tersebut mungkin bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidatif dari pegagan. Walaupun

senyawa fenolik tersebut mempunyai kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidatif pada pegagan, namun ciri-ciri dari senyawa tersebut masih belum diketahui (Zainol et al. 2003). Antiproliferatif Dilaporkan bahwa telah diperoleh 10 senyawa antiproliferatif dari ekstrak pegagan dari bagian aerialnya. Sepuluh senyawa antiproliferatif tersebut adalah 11,12-dehydroursolic acid lactone, asam ursolik, asam pomolik, 2 ,3dihydroxyurs-12-en-28-oic acid, 3-epimaslinic acid, asam asiatik, asam korosolik,

8-acetoxy-1,9-pentadecadiene-4,6-diyn-3-ol, -sitosterol 3-O--glucopyranoside, dan asam rosmarinik (Yoshida et al. 2005). Antithrombotik Pegagan adalah tanaman obat yang juga bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis). Efek dari pemberian kronis yaitu dengan frekuensi pemberian dua kali sehari untuk 14 hari terhadap hambatan kereaktivan platelet dan koagulasi dinamis dapat memicu sirkulasi darah untuk menghilangkan stasis darah. Fase larutan EtOAc dari ekstrak MeOH memperlihatkan aktivitas

hambatan yang paling kuat untuk menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi dinamis, sedangkan fase larutan n-BuOH juga memperlihatkan hambatan kereaktifan platelet tetapi tidak mempengaruhi koagulasi dinamis (Satake et al. 2007). Senyawa 3,5-di-O-caffeoylquinic acid menunjukkan kemampuan untuk menghambat aktivasi platelet (anti-thrombotic) dan hambatan koagulasi dinamis, sehingga mendukung fakta bahwa senyawa ini mempunyai efek antihipertensi. Komponen aktif lainnya seperti asiatikosida yang merupakan saponin utama dari tanaman ini, tidak menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi dinamis, demikian juga dengan senyawa 1,5-disubstituted isomer dan flavonoid. Efek

hambatan terhadap reaksi platelet dan koagulasi dinamis menunjukkan aktivitas yang maksimum pada konsentrasi 0,4 mg/kg bobot badan, dan menurun pada konsentrasi 4 mg/kg bobot badan serta 0,2 mg/kg bobot badan (Satake et al. 2007). Sitotoksisitas Manfaat pegagan terhadap anti tumor masih belum konsisten. Terdapat laporan yang mengatakan bahwa ekstrak etanol pegagan tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik (Padmaja et al. 2002) sedangkan pada laporan lainnya dinyatakan bahwa pegagan mempunyai efek sitotoksisitas (Babu et al. 1995). Pegagan memberikan manfaat sitotoksik dan anti-tumor yang potensial (Babu et

al. 1995). Aktivitas kemopreventif atau antikanser tersebut mungkin diperoleh melalui aktivitas imunostimulasi (Punturee et al. 2005). Stimulasi sistem

kekebalan ini secara langsung menyebabkan sitotoksik terhadap sel tumor serta diyakini bahwa ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi mempunyai tingkat keracunan selektif terhadap sel tumor (Babu et al. 1995). Di samping sitotoksik langsung terhadap sel-sel tumor, pegagan dapat mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun. Dilaporkan juga bahwa ekstrak air pegagan mendesak aktivitas imunostimulasi terhadap proliferasi mitogenstimulasi dari human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs). Ekstrak air pegagan juga meningkatkan produksi IL-2 dan TNF- pada human PBMCs (Punturee et al. 2005). Penelitian secara in vivo, menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak air pegagan (100 mg/kg bobot badan) menunjukkan respon yang lebih tinggi terhadap antibodi primer dan sekunder. Berbeda dengan ekstrak air, ekstrak etanol pegagan menunjukkan aktivitas imunosupresif. Hal itu ditandai dengan pengurangan proliferasi mitogen-stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-. Produksi TNF- yang berlebihan berhubungan dengan berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi, penyakit autoimun dan kanker. Dengan demikian, hambatan produksi TNF- oleh ekstrak etanol dari pegagan mungkin saja penting. Walaupun, mekanisme yang tepat dari efek ini tidak jelas, namun mekanisme tersebut mungkin saja dimediasi oleh interaksi antara komponen aktif dari ekstrak dan sel molekul atau faktor-faktor pertumbuhan yang terlibat dalam aktivasi mitogen. Kemungkinan aktivitas yang lain adalah mungkin saja interferensi

dengan sel signaling (Punturee et al. 2005). Berbeda dengan pengujian secara in vivo, pengujian sitotoksisitas secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi yang dipurifikasi menunjukkan efek sitotoksisitas terhadap berbagai cell line yang Efek

ditransformasikan, demikian juga aktivitas terhadap sel fibroblast.

sitotoksisitas terhadap multiplikasi sel mouse lung fibroblast (L-929) secara in vitro dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton dari kolom khromatografi memberikan hasil yang bermanfaat pada konsentrasi 100 g/mL. Demikian juga dengan pemberian secara oral dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton

dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites. Konsentrasi ekstrak etanol yang diperlukan untuk menghasilkan 50% kematian sel adalah 62 g/mL untuk EAC (Ehrlich ascites tumour cells) dan 75 g/mL untuk DLA (Daltons lymphoma ascites tumour cells) dan untuk fraksi yang dipurifikasi adalah 17 g/mL untuk EAC dan 22 g/mL untuk DLA (Babu et al. 1995). Pemberian ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi dapat mengurangi perkembangan murine solid tumour. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa

fluorescent juga menghambat proliferasi sel L-929 di dalam kultur pada konsentrasi 8 dan 3,5 g/mL. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent menghambat sintesa DNA dengan pengurangan produksi (3H)-thymidine dan tidak mempunyai peran terhadap hambatan sintesa protein dan sintesa RNA. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent kurang menyebabkan peningkatan (3H)-leucin dan (3H)-uridine, mungkin karena terjadi peningkatan transkripsi dan translasi sel tumor selama kematian sel (Babu et al. 1995). Pangan Fungsional Berdasarkan bukti ilmiah bahwa pegagan mengandung berbagai macam zat gizi dan juga dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan maka pegagan dapat dikatagorikan sebagai nutraceutical dan pangan fungsional karena telah terbukti dapat mengobati dan mencegah terjadinya penyakit disamping sebagai gizi dasar. Terdapat beberapa definisi tentang pangan fungsional yang

dikeluarkan oleh lembaga Internasional. Menurut International Food Information Council (IFIC), pangan fungsional adalah makanan atau komponen makanan yang dapat memberikan manfaat kesehatan di luar gizi dasar. International Life

Sciences Institute of North America (ILSI), mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan yang secara fisiologis komponen bahan aktifnya memberikan manfaat kesehatan di luar gizi dasar. Health Canada mendefinisikan bahwa

pangan fungsional adalah makanan yang mirip dalam hal tampilannya dengan makanan konvensional, dikonsumsi sebagai bagian dari diet biasa, dengan manfaat fisiologis mengurangi risiko penyakit kronis diluar fungsi gizi dasar. Nutrition Business Journal mengklasifikasikan pangan fungsional sebagai makanan yang diperkaya dengan bahan-bahan tambahan atau konsentrat yang

dapat meningkatkan kesehatan atau kinerja. Pangan fungsional termasuk sereal yang diperkaya, roti, minuman olahraga, makanan ringan fortifikasi, makanan bayi, makanan siap saji, dan banyak lagi yang lainnya (Wildman & Kelley, 2007). Tren terbaru dalam pemasaran pangan fungsional menunjukkan bahwa beberapa manfaat produk menjadi hal yang paling umum yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen. Ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsi

pangan fungsional untuk tujuan kesehatan tidak lepas dari bukti ilmiah dari khasiat pangan fungsional, penetahuan gizi, promosi dan penawaran produk yang lebih beragam untuk dijual. Konsumen cenderung akan merespon dengan

berbagai latar belakang misalnya kondisi kesehatan dan tingkat pengetahuan. Teratanavat & Hooker (2006) melaporkan bahwa manfaat kesehatan dan kealamihan produk pangan fungsional lebih dipilih oleh konsumen, namun preferensi tersebut tergantung pada tingkat pendidikan individu, pendapatan, dan perilaku pembelian makanan. Berdasarkan bentuk produk pangan fungsional, zat gizi alami lebih disukai oleh konsumen daripada produk fortifikasi. Produk pangan fungsional yang diterima oleh konsumen biasanya melibatkan beberapa tahap yang berbeda dari suatu konsep untuk pelaksanaan pasar yang berhasil. Dimulai dengan menterjemahkan konsep penting menjadi prototipe yang diterima dan bermanfaat. Prototipe tersebut kemudian

memerlukan penilaian untuk efikasi dan pengujian keamanan melalui hewan coba dan manusia. Publikasi data efikasi dan keamanan pangan merupakan tahap akhir dari suatu proses pengembangan pangan fungsional (Jones & Jew 2007). Pengembangan dan pemasaran produk pangan fungsional agak rumit, mahal dan berisiko. Selain hambatan teknologi, aspek legislatif, serta tuntutan konsumen perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan pangan fungsional. Penerimaan konsumen adalah faktor kunci untuk sukses dalam bernegosiasi peluang pasar (Sir et al. 2008). Otak dan Hipokampus Otak adalah pusat dari sistem saraf pada semua hewan vertebrata, dan merupakan organ yang paling kompleks dari tubuh. Secara visual, bagian dalam otak terdiri dari daerah yang warna gelap (grey matter) yang dipisahkan oleh warna lebih terang (white matter). Otak dari semua spesies terutama terdiri dari

dua jenis sel yaitu sel neuron dan sel glial. Sel glial juga dikenal sebagai glia atau neuroglia ada beberapa jenis, dan melakukan sejumlah fungsi penting, namun neuron biasanya dianggap sebagai sel yang paling penting di otak. Jumlah sel neuron dan sel glial pada pria lebih banyak 24% dari wanita. Pada wanita jumlah keseluruhan neuron neokorteks dan sel glial adalah 49,3 miliar dan pada pria 65,2 miliar (Pelvig 2008). Neuron memiliki manfaat yang unik karena mampu mengirim sinyal ke sel target yang jauh sekalipun. Neuron berkomunikasi dengan neuron lainnya melalui

serabut protoplasma panjang yang disebut akson yang membawa potensial aksi ke bagian yang jauh dari otak atau tubuh. Neuron menghasilkan sinyal listrik yang berjalan di sepanjang akson. Ketika sinyal listrik mencapai persimpangan

(sinaps), mengakibatkan neurotransmiter dilepaskan dan mengikat pada reseptor pada sel lain dan dengan demikian mengubah aktivitas listriknya. Sinaps merupakan elemen fungsional utama dari otak.

Sumber: www.loni.ucla.edu/data/rat/

Sumber: synapses.bu.edu/anatomy/hippo/hippo2.stm

Gambar 4

Anatomi otak pada posisi pandangan coronal. Inside adalah bagian hipokampus yang dibagi menjadi subdevisi CA1, CA2 dan CA3 (CA = Cornu Ammonis)

Fungsi penting dari otak adalah membangun komunikasi sel ke sel, dan sinaps merupakan titik dimana komunikasi terjadi. Fungsi otak sangat tergantung pada kemampuan neuron untuk mengirim sinyal elektrokimia ke sel lain, dan kemampuan sel neuron untuk merespon dengan tepat terhadap sinyal-sinyal elektrokimia yang diterima dari sel lain. Sifat listrik dari neuron dikendalikan oleh berbagai proses biokimia dan metabolik, terutama interaksi antara

neurotransmiter dan reseptor yang terjadi pada sinaps. Jaringan otak memerlukan sejumlah besar energi dan tergantung pada volume otak. Sebagian besar spesies vertebrata memerlukan antara 2-8% metabolisme basal ke otak dan pada manusia meningkat hingga 20-25%.

Gambar 5 Struktur sel neuron (http://en.wikipedia.org/wiki/File: Chemical_ synapse_schema_cropped.jpg Hipokampus adalah komponen utama dari otak manusia dan vertebrata lainnya. Hipokampus mempunyai sistem limbik dan memainkan peran penting dalam konsolidasi informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang dan navigasi spasial. Manusia dan mamalia lainnya memiliki dua

hipokampus, satu di setiap sisi otak. Hipokampus sangat erat kaitannya dengan korteks serebral, dan pada primata terletak di lobus temporal medial, di bawah permukaan kortikal. Hipokampus terdiri dari dua bagian utama yaitu Ammon's horn dan dentate gyrus, yang pada awalnya digambarkan sebagai pes hippocampi major dan pes hippocampi minor. Kerusakan pada hipokampus juga bisa terjadi akibat kekurangan oksigen (hipoksia), ensefalitis, atau epilepsi lobus temporal medial. Orang yang mengalami kerusakan hipokampus bilateral akan mengalami anterograde amnesia yaitu ketidakmampuan untuk membentuk atau

mempertahankan memori baru.

Pada hewan pengerat, hipokampus telah

dipelajari secara ekstensif sebagai bagian dari sistem otak yang bertanggung

jawab untuk memori spasial dan navigasi. Oleh karena berbagai jenis sel saraf yang tersusun rapi di dalam lapisan di hipokampus, sehingga sering digunakan sebagai model untuk mempelajari neurofisiologi. Secara historis, pada awalnya diduga bahwa hipokampus berfungsi dalam sistem penciuman, namun hanya sedikit orang yang percaya bahwa penciuman adalah fungsi utamanya. Saat ini sudah ada kesepakatan umum bahwa

hipokampus memainkan peran penting dalam memori, namun sifat yang tepat dari peran ini masih banyak diperdebatkan. Peran hipokampus dalam fungsi kognitif dipopulerkan oleh O'Keefe dan muridnya Dostrovsky pada tahun 1971 yang menemukan neuron di hipokampus tikus yang menjelaskan tentang aktivitas tikus dalam lingkungannya. Selanjutnya pada tahun 1978 O'Keefe & Lynn Nadel

menyusun buku yang diberi judul The Hipokampus as a Cognitive Map. Sel di hipokampus yang bertanggung jawab dalam memberi respon adalah sel pyramidal dan sel granula di dentate gyrus yang terdapat di hipokampus lapisan padat. Tipe sel neuronal utama dari hipokampus adalah sel piramidal.

Walaupun neuron piramidal sebagian besar neuron pada CA3, namun ada juga kelompok dari interneuron yang heterogen. Pada tingkat dorsal, sel-sel kecil (dengan ukuran diameter soma ~300 m2 atau 20 m) terletak di dalam otot dentate gyrus dan mempunyai total panjang dendritik 811 mm. Sel-sel besar (dengan ukuran diameter soma ~700 m2 atau 30 m), terletak di bidang distal, mempunyai total panjang dendritik 1619 mm. Total panjang dendritik tidak berhubungan dengan panjang aksonal karena sel piramidal di bagian proksimal dari CA3, dengan keseluruhan poros tempat dendritik yang paling pendek, mempunyai pohon aksonal yang paling besar (Witter 2007). Stres sosial yang kronis mendorong penurunan jumlah titik percabangan dan total panjang dendritik di pohon dendritik apikal dari neuron CA3 piramidal (Mckittrick et al. 2000). Banyak sel piramidal ventral mempunyai pohon dendritik yang besar juga cenderung mempunyai pohon aksonal yang lebih besar dibandingkan dengan yang di posisi dorsal. Distribusi dari pohon dendritik sel CA3 piramidal lebih lanjut bervariasi tergantung pada dimana badan sel terletak sepanjang poros melintang (Witter 2007).

Secara bilateral ukuran soma CA3 secara positif berhubungan dengan umur. Somata CA3 lebih kecil dibandingkan dengan somata CA2. Variabilitas pada bentuk soma atau ukuran meningkat dengan bertambahnya umur di kedua sub bidang, sementara variabilitas pada orientasi soma kurang berhubungan dengan pertumbuhan otak. Di awal perkembangan terdapat persamaan dalam pola pertumbuhan hemisfer di CA3 dan CA2. Somata CA2 adalah 34% dan 32% lebih besar dari somata CA3 di sisi kiri dan kanan. Secara bilateral, ukuran soma meningkat secara linear dengan pertumbuhan otak. Demikian juga variabilitas ukuran soma meningkat secara sistematis ketika otak bertumbuh. Di sisi lain, secara bilateral variabilitas dalam orientasi soma kurang berhubungan dengan berat otak, dan secara konsisten ke arah negatif. Korelasi antara kepadatan

neuronal dan berat otak mengungkapkan satu pola konsisten yang kuat di kedua sub bidang. Hubungan yang kuat antara ukuran soma dan kepadatan hanya

ditemukan pada CA3 kanan. Pola pertumbuhan yang serupa diamati di dua sisi berkenaan dengan ukuran soma dan variabilitas dari ukuran, bentuk, dan orientasi. Ketika neuron pada sub bidang hipokampus ini tumbuh lebih besar, kepadatan merosot, yang menunjukkan kematangan dari neuron. Rendahnya nilai korelasi mengisyaratkan laju maturasi neuronal lambat. Secara bilateral, ukuran neuron dan perbedaan bentuk meningkat dengan berat otak (umur), sedangkan keteraturan di dalam orientasi neuronal adalah sama (Zaidel 1999). Neuron pada CA3, baik sel piramidal demikian pula interneuron, menerima input masif dari sel granul di dentate gyrus, yang disebut sistem serat mossy. Secara proksimal di dalam CA3, serat mossy didistribusikan ke superfisial lapisan sel piramidal. Bagian distal dari CA3 menerima input serat mossy secara preferensial dari sel granul pada blade tertutup dari dentate gyrus. Permulaan input dari bagian berbeda dari dentate gyrus dapat juga menggunakan pengaruh yang berbeda sepanjang pohon dendritik dari CA3 piramidal individual demikian pula dapat secara selektif menginervasi kelompok tertentu dari neuron CA3. Pada kebanyakan ujung distal dari bagian dorsal dari CA3, populasi sel CA3 piramidal sebagian besar mengintegrasikan input dari keseluruhan dorsal ujung dentate gyrus, fitur itu tidak ada pada level proksimal dan pertengahan transversal demikian pula pada level CA3 ventral. Dalam hal keterkaitan fungsional, peran

CA3 di luar jejaring yang autoasosiatif menyediakan input ke CA1. Di bagian distal CA3, dan lebih khususnya pada level dorsal, neuron CA3 individual menerima input serat mossy yang berasal dari bagian dorsal yang tersebar luas ke lokasi neuron penerima. Dengan demikian distal CA3 neuron ini

mengintegrasikan output dari bagian yang cukup besar dari dentate gyrus. Bagian proksimal dari CA3 mungkin saja secara fungsional berbeda dari bagian distal. Distribusi transversal dari input serat mossy infrapiramidal dapat berubah tergantung pada pengalaman behavioral (Witter 2007). Restrukturisasi morfologis dari pohon dendrit sel CA3 piramidal mungkin saja bagian dari respon adaptip normal terhadap stres, dari langkah pertama dalam kaskade yang mendorong ke arah kematian sel pyramidal. Beberapa observasi mendukung hipotesis bahwa remodeling dendritik tidak perlu merepresentasikan suatu respon mengenai patologis terhadap stres. Penyusutan pohon dendritik

dengan stres berpotensi memberikan fungsi adaptip dengan cara membatasi input ke neuron CA3 piramidal, dengan demikian penyaringan informasi ekstraneous keluar selama waktu stress. Penyusunan kembali vesikel kecil dekat zona aktif sinaptik adalah disertai dengan hipertropi mitokhondrial, menegaskan bahwa, setelah stres kronis, terminal serat mossy meningkatkan output eksitatori. Beberapa kemungkinan manfaat dari remodeling dapat terjadi bersama dengan pengurangan yang kecil pada spasial learning (Mckittrick et al. 2000). Kognitif Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kemampuan berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan seseorang untuk berfikir dipengaruhi oleh keadaan otak. Hampir semua makhluk mampu memodifikasi perilakunya sebagai hasil dari pengalaman. Perilaku didorong oleh aktivitas otak, sehingga perubahan

perilaku juga diikuti dengan perubahan dalam otak. Hipokampus dan korteks serebral sangat berperan pada fungsi tersebut. Pada proses otak menjadi tua terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron mengalami penurunan di berbagai bagian otak. Di bagian hipokampus yang

merupakan pusat pantauan memori juga terjadi penurunan jumlah sel neuron dalam jumlah besar. Tulving & Markowitsch (1998) melaporkan bahwa

hipokampus sangat berperan pada kemampuan memori seseorang. Orang yang mengalami kerusakan pada hipokampus dapat menimbulkan gangguan pada memori episodik yaitu ketidakmampuan untuk mengingat rincian peristiwa tertentu. Secara klinis, pada orang usia lanjut kemunduran fungsi memori digolongkan ke dalam gangguan memori fisiologis dan gangguan memori patologis yang disebabkan oleh penyakit otak misalnya Alzheimer (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dilaporkan juga bahwa penuaan yang normal juga akan memberi perubahan pada struktur hipokampus dan biokimia hipokampus (Driscoll et al. 2003). Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak akan berpengaruh secara langsung kepada fungsi kognitif seseorang. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak saat ini mengalami lompatan yang luar biasa, dan hasil penelitian yang telah diperoleh saat ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan fungsi kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian, memahami mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-bagian fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan menjadi dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003) dan peningkatan fungsi kognitif.

Anda mungkin juga menyukai