Anda di halaman 1dari 10

BAB III METODE PENELITIAN

A. Alat Yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1. Batang pengaduk 2. Botol perkolat 3. Botol sirop 4. Botol selai 5. Botol vial 6. Botol semprot 7. Chamber 8. Corong kaca 9. Corong pisah 10. Cutter 11. Double tip 12. Erlenmeyer 13. Gegep

14. Gelas kimia 15. Gelas ukur 16. Gunting 17. Jerigen 18. Kamera digital 19. Kertas label 20. Kertas karkil 21. Kertas manila 22. Kertas saring 23. Kompor 24. Lakban 25. Lampu UV 254 nm 26. Lem 27. Mistar 28. Object dan deck gelas 29. Oven 30. Penghapus 31. Pensil warna

32. Pensil 33. Pipa kapiler 34. Pipet tetes 35. Rotavapor 36. Selang infuse 37. Statif 38. Timbangan 39. Toples B. Bahan Yang Digunakan Bahan-Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 1. Air suling 2. Aluminium foil 3. Asam sulfat 4. Benzen 5. Buku gambar 6. Ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L) 7. Dietil eter 8. Etanol

9. Eter 10. Etil asetat 11. Heksan 12. Kanji 13. Kloroform 14. Methanol 15. N butanol 16. Silika gel 17. Tissue roll C. CARA KERJA 1. PENGHASILAN KERJA 2. PENGOLAHAN SAMPEL Herba pegagan (Centella asiatica L.) diambil pada pagi hari pada pukul 08.00 11.00 di daerah Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah. Kemudian sampel disortasi basah dengan cara dicuci dengan air mengalir untuk mengeluarkan debu dan kotoran yang masih menempel pada bagian tanaman. Dipotong kecil-kecil hingga

membentuk haksel. Kemudian disortasi kering dengan mengangin-anginkan sampel tanpa penyinaran matahari langsung. 3. EKSTRAKSI SAMPEL Percolator dicuci dengan bersih, dikeringkan kemudian dibilas dengan methanol (sekaligus menguji kebocoran) dan dipasang dengan kuat pada statif. Simplisia yang telah diserbuk ditimbang kemudian dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan yaitu methanol dalam gelas kimia dan dibiarkan mengembang selama 3 jam. Setelah itu massa dipindahkan kedalam percolator dan diratakan dengan batang pengaduk, kemudian diberi kertas saring atau kapas pada bagian atas massa (simplisia) lalu ditambahkan cairan penyari. Setelah percolator sudah penuh dengan cairan penyari. Setelah percolator sudah penuh dengan cairan penyari maka kran perkolator dibuka dan tetesan

perkolatnya diatur dengan kecepatan 1 ml per menit. Perkolat yang keluar ditampung dalam wadah penampung.

Sementara cairan penyari ditambah pada bagian atas perkolator secara continue. Perkolat dikumpulkan

diendaptuangkan selama semalam. Penguapan ekstrak dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang lebih pekat dari hasil ekstraksi. Penguapan yang dilakukan adalah sirkulasi paksa dengan menggunakan rotavavor yaitu dengan cara sampel atau ekstrak cair yang akan diuapkan dimasukkan dalam labu alas bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan, kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut dari sampel (misalnya methanol 650C) dengan menekan tombol on/off waterbath. Setelah suhu tercapai ditandai dengan padamnya lampu pengontrol suhu, labu alas bulat yang telah diisi ekstrak dipasang dengan kuat pada ujung rator yang berhubungan dengan kondensor. Aliran air pendingin dan pompa vacuum dijalankan kemudian tombol rator diputar pada angka 5 8 putaran permenit. Bila ekstrak dalam labu

alas bulat sudah menguap atau berkurang maka dapat ditambah ekstrak lagi melalui selang pemasuk pada ujung atas kondensor dengan terlebih dahulu memutar tombol rator ke angka nol dengan demikian ekstrak akan terhisap sendiri masuk kedalam labu alas bulat. Setelah itu penguapan ini dilakukan hingga diperoleh ekstrak kental atau ekstrak kering yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung udara pada permukaan ekstrak dildalam labu alas bulat. 4. EKSTRAKSI DENGAN ETIL ETER Ekstrak kering methanol ditambahkan air sebanyak 30 ml, kemudian diekstraksi dengan 30 ml dietil eter dalam corong pisah sebanyak 3 kali. Lapisan eter dikumpulkan dan dikisat dengan rotavapor sampai diperoleh ekstrak kental dan selanjutnya di uapksn pelarutnya hingga kering. Ekstrak kering yang diperoleh ditimbang. 5. IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA a. KLT

Hasil ekstrak eter yang diperoleh dilarutkan dengan menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan

perbandingan 8 : 2. Ditotolkan pada batas bawah lempeng 3 x 7 cm dan dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh, ditunggu sampai terelusi ke batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan diangin anginkan, kemudian di lihat noda dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan dihitung nilai Rfnya. b. KLTP Hasil ekstrak eter yang diperoleh dilarutkan dengan menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan

perbandingan 8 : 2. Ditotolkan sepanjang batas bawah lempeng yang berukuran 20 x 20 cm dan dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh, ditunggu sampai terelusi ke batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan diangin anginkan, kemudian di lihat noda dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan dihitung jumlah fraksi. Dikeruk dan dimasukkan dalam vial.

c. KLT HASIL DARI FRAKSI-FRAKSI Hasil fraksi yang diperoleh dilarutkan dengan menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan

perbandingan 8 : 2. Ditotolkan pada batas bawah lempeng yang berukuran 3 x 7 cm dan dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh, ditunggu sampai terelusi ke batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan diangin anginkan, kemudian di lihat noda dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan dihitung nilai Rfnya serta dilihat noda tunggal. d. KLTP DUA DIMENSI Hasil ekstrak eter yang diperoleh dilarutkan dengan menggunakan eluen heksan : etil asetat dengan

perbandingan 8 : 2. Ditotolkan pada batas bawah lempeng yang berukuran 10 x 10 dan dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh, ditunggu sampai terelusi ke batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan diangin anginkan, kemudian di lihat noda dengan menggunakan

sinar uv 254 nm dan dihitung nilai Rfnya. Kemudian diputar ke kiri sebesar 900C dari arah totolan lalu di masukkan kembali ke dalam chamber, ditunggu sampai terelusi ke batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan diangin anginkan, kemudian di lihat noda dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan dihitung kembali nilai Rfnya. e. PENGUKURAN MAX FRAKSI TUNGGAL PADA SPEKTRO UV-VIS

Anda mungkin juga menyukai