Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Kognitif

Kamis, Oktober 29, 2009

Memahami perkembangan kognitif sangatlah diperlukan bagi seorang pengajar dan orang tua. Maka dari itu Situs Belajar Psikologi Mengangkat sebuah judul "perkembangan Kognitif". Sebelum membahas lebih jauh mengenai perkembangan kognitif dan Tahapannya, mari kita mengenal dulu siapa penemu teori Psikologi ini. Jean Piaget adalah seorang tokoh besar di bidang psikologi perkembangan terutama dalam bidang perkembangan kognitif anak. Dijelaskan oleh Piaget, dalam memahami dunia mereka secara aktif anak-anak menggunakan skema yaitu sebuah konsep di dalam pikiran seseorang yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengartikan informasi yang didapat dan dapat membantu untuk menginterpretasi dan memahami dunia. Skema bisa berupa skema sederhana maupun skema yang sudah kompleks. Ada dua buah proses yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka, yaitu asimilasi dam akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses mental dimana anak-anak menambahkan informasi baru kedalam skema yang sudah ada. Pada proses ini anak-anak memasukkan faktor lingkungan ke dalam skema yang telah dimiliki. Akomodasi merupakan suatu proses dalam bentuk penyesuaian yang melibatkan perubahan atau penggantian skema akibat ada informasi yang tidak sesuai dengan skema lama bahkan dapat terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Pada proses ini anak-anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya. Kemudian konsep Piaget yang lain adalah organisasi yang artinya adalah usaha untuk mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang lebih teratur dalam sistem fungi kognitif. Setiap level akan diorganisasikan dan perbaikan terus menerus terhadap organisasi ini adalah bagian yang saling bersatu padu dalam perkembangan. Melalui proses asimilasi dan akomodasi sistem kognisi anak berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap lainnya yang lebih tinggi. Kedua proses tersebut juga dilakukan untuk mencapai keadaan ekuilibrium yaitu keadaan dimana terjadi pergereran dari satu tahap pemikiran ke tahap selanjutnya saat anak mengalami konflik kognitif atau disekuilibrium dalam usahanya memahami dunia yang pada akhirnya konflik itu dapat dipecahkan dan anak mendapat keseimbangan pemikiran. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif menjadi empat yang masing masing

berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun) Dalam tahap ini pemahaman tentang dunia atau pengalaman diperoleh anak dengan mengorganisasikan pengalaman sensori koordinasi alat indera mereka dengan gerakan otot mereka. Pada tahap ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya. Karena bayi lahir dengan refleks bawaan kemudian seiring dengan pertumbuhan mereka skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Ketika bayi, anak-anak tidak dapat membedakan antara dirinya dan dunianya serta tidak memiliki pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak mulai bisa membedakan antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tersebut ada dari waktu ke waktu. Tahap sesorimotor ini terbagi atas beberapa sub-tahapan yaitu : Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2. Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun) Tahap ini merupakan tahap pemikiran yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis. Tahap ini dibagi atas dua sub-tahapan yaitu sub-tahap fungsi simbolis yang terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Dalam tahap ini anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek yang tak hadir dengan gambaran dan kata-kata tetapi pemikirannya masih bersifat egosentris dan animisme. Hal ini memperluas dunia mental mereka hingga mencakup dimensi-dimensi baru. Egosentris adalah keadaan dimana anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain sedangkan animisme adalah kepercayaan bahwa objek tak bernyawa adalah hidup dan bisa bergerak. Sub-tahapan yang selanjutnya adalah sub-tahap pemikiran intuitif yang terjadi antara usia 4-7 tahun. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap yang intuitif karena anak-anak merasa yakin tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal tetepi tanpa menggunakan pemikiran rasional. Anakanak dapat mengklasifikasikan objek hanya menggunakan satu ciri saja, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat

walau warnanya berbeda-beda. Pada tahap ini anak juga mulai banyak mengajukan pertanyaan dan ingin tahu semua jawaban dari pertanyaan tersebut. 3. Tahap operasional konkrit (usia 7-11tahun) Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutankemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasikemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) Decenteringanak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibilityanak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasimemahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrismekemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).

4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Pada tahap ini diperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Para remaja ini mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau saat peristiwanya berlangsung sehingga dapat memecahkan permasalahan yang sifatnya verbal. Selain itu pada proses ini terdapat kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan atau spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan orang lain. Mereka juga mulai berpikir menyerupai ilmuwan. Mereka menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis munguji solusi-

solusi manakah yang dapat berhasil. TEORI VYGOTSKY Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berfikir dalam diri anak, Vigotsky menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya anak tersebut tinggal. Setiap budaya memberikan pengaruh pada pembentukan keyakinan, nilai, norma kesopanan serta metode dalam memecahkan masalah sebagai alat dalam beradaptasi secara intelektual. Budayalah yang mengajari anak untuk berfikir dan apa yang seharusnya dilakukan. Vigotsky memandang bahwa sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk mengembangkan suatu pengertian. Jadi belajar terjadi dalam konteks sosial, dan kemudian muncul suatu istilah Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). ZPD diartikan sebagai daerah potensial seorang anak untuk belajar, atau suatu tahap dimana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. Daerah ini merupakan jarak antara tahap perkembanan aktual anak yaitu ditandai dengan kemampuan mengatasi permasalahan sendiri dengan batas tahap perkembangan potensial dimana kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang mampu. Erat kaitannya dengan Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) adalah scaffolding yaitu suatu teknik untuk mengubah level dukungan. Jadi, selama proses pengajaran, orang lain yang lebih ahli menyesuaikan jumlah bimbingan terhadap kinerja yang telah dicapai anak agar anak pada akhirnya menguasai keterampilan tersebut secara independen. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK. Bahasa adalah sebuah bentuk komunikasi. Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu biologis, kognitif dan lingkungan. Faktor biologis adalah salah satu landasan perkembangan bahasa untuk membentuk manusia menjadi seorang manusia linguistik. Setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa. Faktor kognitif individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya. Secara umum semua bahasa mengikuti aturan dibawah ini, yaitu: a. Fonologi. Bagaimana seseorang memperoleh fasilitas kemampuan memahami bunyi kata dan intonasi merupakan sejarah perkembangan fonologi. b. Morfologi. Merupakan aturan untuk mengombinasikan morfem. Morfem adalah suatu rangkaian suara yang merupakan kesatuan dari bahasa terkecil. Aturan yang mengatur morfem memastikan bahwa serangkaian suara tertentu terjadi dalam urutan tertentu dan sesuai dengan aturan lainnya. c. Sintaksis. aturan-aturan yang mengatur bagaimana kata-kata disusun ke dalam kalimat yang dipahami dan dapat diterima.

d. Semantik. Merupakan makna kata atau cara yang mendasari konsep-konsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata. e. Pragmatik. Berkenaan dengan bagaimana menggunakan bahasa dengan baik ketika berkomunikasi dengan orang lain. Di dalamnya meliputi bagaimana mengambil kesempatan yang tepat, mencari dan menetapkan topik yang relevan, mengusahakan agar benar-benar komunikatif, bagaimana menggunakan bahasa tubuh (gesture), intonasi suara, dan menjaga konteks agar pesan-pesan verbal yang disampaikan dapat dimaknai dengan tepat oleh penerimanya. Pragmatik juga mencakup di dalamnya pengetahuan sosiolinguistik, yaitu bagaimana suatu bahasa harus diucapkan dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Agar dapat berkomunikasi dengan berhasil, seseorang harus memahami dan menerapkan cara-cara interaksi dan komunikasi yang dapat diterima oleh masyarakat tertentu, seperti ucapan selamat datang dan selamat tinggal serta cara mengucapkannya. Selain itu, seseorang juga harus memperhatikan tata krama berkomunikasi berdasarkan hirarki umur atau status sosial yang masih dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat tertentu. Pada anak, pragmatik dilakuakan ketika mereka belajar membedakanmana bahasa yang sopan dan kasar serta ketika mereka belajar menceritakan sebuah lelucon menjadi terdengar lucu

Anda mungkin juga menyukai