Anda di halaman 1dari 18

BALANCED SCORCARD

Kinerja Bisnis Dalam lingkungan bisnis yang stabil dan persaingan yang tidak begitu signifikan, kinerja bisnis biasanya di ukur dari penciptaan kekayaan dalam jumlah memadai. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, untuk dapat bertahan hidup dan bertumbuh, penciptaan kekayaan memadai saja tidak cukup sebagai ukuran di dalam kinerja bisnis. Kinerja bisnis tidak hanya dapat di ukur secara konvensional yang hanya mengukur kinerja dari sudut pandang keuangan saja, namun kinerja bisnis juga dapat di ukur dari sudut pandang nonkeuangan. Untuk itu pada bahasan selanjutnya akan di bahas bagaimana pengukuran kinerja bisnis baik dari sudut pandang keuangan maupun nonkeuangan (Mulyadi; 2000) Pengukuran Kinerja Bisnis Konvensional Pengukuran kinerja merupakan indikator tingkat keberhasilan perusahaan dalam pencapaian tujuan bisnisnya. Selain itu, pengukuran kinerja ditujukan untuk mengevaluasi hasil kerja perusahaan. Pengukuran kinerja konvensional menekankan pada aspek finansial perusahaan. Laporan keuangan menjadi tolok ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan. Informasi yang tersaji dalam laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban kepada para stakeholders (pemilik modal). Dan manfaat laporan keuangan ditujukan kepada para stakeholders, karyawan, pemerintah, dan masyarakat umum dalam rangka proses pengambilan keputusan.

Pengertian Sistem Pengukuran Kinerja Mulyadi (1993: 419) menguraikan bahwa pengukuran kinerja adalah: Penentuan secara periodik efektivitas operasional atau organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari definisi diatas dapat dirangkum bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai feedback yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Tujuan dan Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja Mulyadi (1993: 139) menguraikan tujuan sistem pengukuran kinerja sebagai berikut. 1. Menentukan kontribusi suatu bagian dari perusahaan terhadap organisasi secara keseluruhan. 2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing manajer. 3. Memotivasi para manajer agar secara konsisten melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pokok perusahaan. Dari tujuan-tujuan yang ada, maka pengukuran kinerja diharapkan memberikan manfaat bagi perusahaan. Mulyadi (1993: 420) menguraikan manfaat pengukuran kinerja sebagai berikut. 1. Mengelola operasi perusahaan secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal. 2. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan. 3. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan karyawan, seperti promosi, transfer serta pemberhentian. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Analisis Laporan Keuangan Sistem pengukuran kinerja konvensional cenderung mengedepankan pengukuran keuangan jangka pendek sebagai indikator kinerja perusahaan. Dan tolak ukur yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan adalah melalui laporan keuangan. Munawir (1998: 2) mendefinisikan laporan keuangan adalah
2

hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Sedangkan dalam bukunya yang berjudul Akuntansi di Indonesia (1997:3), Hongren mendefinisikan laporan keuangan adalah dokumen-dokumen yang melaporkan kegiatan bisnis pribadi atau organisasi ke dalam satuan moneter. Kemudian komponen-komponen laporan keuangan menurut SAK yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (1999: par.0.7) adalah sebagai berikut. 1. Neraca. 2. Laporan laba rugi. 3. Laporan perubahan ekuitas. 4. Laporan arus kas. 5. Catatan atas laporan keuangan. Dalam analisis laporan keuangan terdapat rasio-rasio pengukuran yang perlu diperhatikan sebagai acuan. Menurut Husnan (1995: 560) analisis rasio keuangan terbagi menjadi: 1. Rasio Leverage Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang, istilah lainnya adalah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya. Contoh: Debt to Equity Ratio, Time Interest Earned; 2. Rasio Likuiditas Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Contoh: Current ratio, Acid Test ratio; 3. Rasio Profitabilitas Rasio ini Mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan (atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan). Mungkin juga efisiensi ingin dikaitkan dengan penjualan yang berhasil diciptakan. Contoh: Return on Equity, Return On Investment; 4. Rasio Nilai Pasar Rasio ini menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan dan pasar modal. Contoh: Price Earning Ratio, Market to Book Value Ratio.
3

Keterbatasan Pengukuran Kinerja Bisnis Konvensional Pengukuran aspek keuangan pada dasarnya merupakan laporan yang berisi angka-angka pasti (kuatitatif) yang menggambarkan kondisi perusahaan. Dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan karena disusun dengan standar akuntansi. Namun, banyak keterbatasan metode konvensional tersebut. Dimana era bisnis sudah semakin maju dan kompetitif, sehingga perusahaan harus lebih memperhitungkan berbagai aspek yang mempengaruhi keberadaan perusahaan di masa depan. Dan sudah pasti bukan hanya aspek keuangan saja, tetapi juga aspekaspek non keuangan, seperti pendidikan dan latihan untuk pemberdayaan karyawan, serta pengembangan sistem informasi manajemen untuk memberikan respon yang cepat dan tanggap terhadap kebutuhan costumer dan supplier. Keterbatasan-keterbatasan pengukuran kinerja bisnis konvensional antara lain: 1. Pemakai kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang; 2. Diabaikannya aspek pengukuran non keuangan dan intangible asset pada umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal, akan memberikan suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa sekarang terlebih lagi di masa datang; 3. Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Pengukuran Kinerja Bisnis dengan Metode Balanced Scorecard Keterbatasan pengukuran kinerja konvensional mengharuskan terciptanya suatu komposisi pengukuran kinerja yang lebih tepat diterapkan pada era bisnis yang sangat kompetitif dan kemajuan teknologi yang demikian canggih. Balanced scorecard hadir sebagai suatu metode alternatif pengukuran kinerja yang komprehensif, koheren, terukur dan seimbang. Balanced scorecard pertama kali dikemukakan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam artikel berjudul Balanced scorecardMeasures that
4

Drive Performance yang diterbitkan oleh Harvard Business Review pada tahun 1992. Artikel tersebut merupakan hasil serangkaian riset dan eksperimen pada beberapa perusahaan di Amerika Serikat dan merupakan hasil diskusi rutin para wakil dari berbagai bidang perusahaan, untuk mengembangkan suatu model pengukuran kinerja baru. Balanced scorecard dikembangkan sebagai sistem pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan. Balanced scorecard memberikan gambaran kepada manajemen dan organisasi bisnis untuk memandang perusahaan dari empat perspektif, yaitu keungan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, serta proses bisnis internal, yang menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Balanced scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran yang digunakan dalam balanced scorecard bukan hanya sekelompok ukuran kinerja finansial dan nonfinansial khusus saja, melainkan semua tujuan dan ukuran tersebut diturunkan melalui suatu proses top-down yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis. Definisi Balanced Scorecard Mulyadi (2001:1-2) mendefinisikan pengertian balanced scorecard adalah sebagai berikut. a. Scorecard (kartu skor) adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang, serta merencanakan skor yang hendak dicapai oleh personel di masa depan. Kartu skor ini nantinya akan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya, dan hasil perbandingan tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja personel yang bersangkutan. b. Balanced (berimbang) dimaksudkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern.

Memperjelas dan menerjemahkan Visi dan Strategi memperjelas visi menghasilkan konsensus

Menglomunikasikan dan menghubungkan Mengkomunikasikan dan mendidik Menetapkan tujuan Mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja-tonggak

Balanced Scorecard

Merencanakan dan Menetapkan sasaran menetapkan sasaran Memadukan inisiatif strategis Mengalokasikan sumber daya Menetapkan tonggaktonggak penting

Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis mengartikulasikan visi bersama Memberikan umpan balik strategis Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategi

Gambar. 2.1 Balanced Scorecard sebagai suatu Kerangka Kerja Tindakan Strategis. (Sumber : Kaplan dan. Norton, 2000: 11) Balanced scoredcard bukan hanya sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional tetapi lebih dari itu, balanced scorecard digunakan sebagai sutau sistem manajemen untuk mengelola strategi bisnis jangka panjang perusahaan. Proses manajemen penting yang dihasilkan oleh fokus pengukuran scorecard antara lain: 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi; 2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; 4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
6

Hubungan antara Balanced Scorecard dengan Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan Pengertian visi dan misi menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2002:103) adalah sebagai gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik dan filosofi organisasi di masa datang yang akan menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan. Sedangkan misi adalah mendefinisikan bisnis bahwa organisasi berada pada atau harus berada pada nilainilai dan keinginan stakeholders yang meliputi produk, jasa, pelanggan, pasar, dan seluruh kekuatan perusahaan. Kemudian menurut Mulyadi (2001: 41) strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi, melalui misi. Setiap sistem pengukuran seharusnya bertujuan untuk memotivasi para manajer dan pekerja guna mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan strategi unit bisnis. Apabila perusahaan dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran, maka secara otomatis akan mampu melaksanakan strategi tersebut karena sudah dapat mengkomunikasikan tujuan dan sasaran dengan baik. Komunikasi ini mengharuskan para manajer dan karyawan untuk fokus terhadap berbagai faktor pendorong penting, yang mengarah kepada keselarasan investasi, inisiatif, dan tindakan dengan pencapaian tujuan strategis. Sehingga, balanced scorecard yang dianggap berhasil apabila telah berhasil mengkomunikasikan strategi melalui sekelompok ukuran finansial dan finansial terpadu. Kaplan dan Norton (2000: 128) menguraikan alasan pentingnya menyusun scorecard yang dapat mengkomunikasikan strategi unit bisnis sebagai berikut: 1. Scorecard menerangkan visi masa depan perusahaan ke seluruh lini perusahaan sehingga menciptakan pemahaman yang sama; 2. Scorecard menciptakan model yang holistik dari strategi yang mengijinkan semua pekerja untuk melihat bagaimana kontribusi mereka terhadap keberhasilan perusahaan. Tanpa keterkaitan seperti itu, pekerja dan departemen perusahaan mungkin mampu mengoptimalkan kinerja lokal masing-masing tetapi akan gagal memberi kontribusi bagi tercapainya tujuan strategis perusahaan;
7

3. Scorecard berfokus kepada upaya perubahan. Jika tujuan dan ukuran yang tepat sudah diidentifikasikan, kemungkinan pelaksanaan yang berhasil sangat besar. Jika tidak, investasi dan inisiatif akan terbuang sia-sia. Keunggulan Balanced Scorecard Balanced scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan perbedaan yang cukup signifikan dengan metode konvensional. Adapun beberapa keunggulan balanced scorecard menurut Mulyadi (2002: 18) adalah sebagai berikut. 1. Komprehensif Balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam pengukuran kinerja, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain, yaitu pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. 2. Koheren Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangaun hubungan sebab-akibat di antara berbagai sasaran strategik yang telah direncanakan. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran nonkeuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Seimbang Balanced scorecard memberikan keseimbangan antara tolak ukur eksternal (misal: laba operasional) dengan tolak ukur internal (misal: pengembangan produk baru). Dengan adanya keseimbangan penerapan strategi perusahaan maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang. 4. Terukur Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasran strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard, sasaran di

ketiga perspektif nonkeuangana tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif panjang. Komponen-komponen Pembentuk balanced Scorecard Pada bagian ini akan dijelaskan komponen-komponen pembentuk balanced scorecard yang terdiri dari empet perspektif yaitu, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ke empat perspektif dalam balanced scorecard ini akan dijelaskan lebih rinci pada point selanjutnya.. Perspektif Keuangan Perspektif keuangan merupakan fokus utama dari tujuan dan ukuran diantara keempat perspektif balanced scorecard lainnya. Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaan strategi memeberikan perbaikan yang mendasar pada kontribusi laba yang diperoleh perusahaan. Tujuan dan sasaran finansial akan berbeda pada tiap tahapan siklus bisnis. Kaplan dan Norton (2000: 42) menidentifikasikan tiga tahapan siklus kehidupan bisnis, yaitu: 1. Bertumbuh (growth) Tahapan ini merupakan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Pada tahap ini, manajemen mempunyai komitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas produksi, membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sisitem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global, dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan;
9

tersebut

menjanjikan

perwujudan

berbagai

sasaran

strategik

nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka

Dalam tahap bertumbuh, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Tujuan finansial perusahaan pada tahap ini adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai segmen pasar, kelompok pelanggan, dan wilayah yang telah ditargetkan. 2. Bertahan (sustain) Pada tahap ini, perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian yang baik. Perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika dirasakan mampu. Sasaran keuangan tahap sustain diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tujuan finansial tahapan ini terkait dengan profitabilitas, yang biasanya dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan marjin kotor. Juga beberapa ukuran lain seperti tingkat pengembalian investasi, return-on-capital-employed (ROCE), dan nilah tambah ekonomis; 3. Menuai (harvest) Merupakan tahapan terakhir, dimana perusahaan akan memanen atau menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan berbagai kapabilitas baru, kecuali pengeluran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran utama adalah memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan finansial pada tahap harvest adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa tujuan finansial pada tiap-tiap tahapan siklus hidup bisnis sangat berbeda. Perusahaan bersama dengan unit bisnis harus dapat membengun strategi finansial yang dirasakan paling tepat untuk tiap tahapan bisnis yang sedang dilalui. Tujuan finansial adalah suatu gambaran mengenai tujuan jangka panjang perusahaan yaitu pengembalian modal investasi yang tinggi dari setiap unit bisnis. Implementasi balanced scorecard tentunya membantu tujuan penting tersebut. Semua tujuan dan ukuran yang terdapat dalam perspektif scorecard yang lain haruslah terkait dengan pencapaian berbagai tujuan di dalam perspektif keuangan.
10

Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan dalam balanced scorecard merupakan suatu indikator pelanggan dan segmaen pasar yang akan dimasuki, yang telah diidentifikasikan oleh perusahaan. Segmen pasar adalah sumber pendorong penghasilan tujuan finansial perusahaan. Suatu pernyataan manajemen terkini adalah pentingnya costumer focus dan costumer satisfaction. Sehingga, apabila servis perusahaan tidak memuaskan para pelanggan, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan dapat menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan perusahaan terlihat baik. Menurut Kaplan dan Norton (2000: 59), perspektif pelanggan mempunyai dua kelompok pengukuran yaitu: costumer core measurement dan costumer value proposition. 1. Costumer Core Measurement (Kelompok Pengukuran Pelanggan Utama) Kelompok pengukuran ini terdiri dari ukuran: a. Market Share (pangsa pasar). Pengukuran ini menggambarkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan; b. Costumer Retention (retensi pelanggan). Pengukuran yang ditujukan untuk mengetahui tingkat di mana perusahaan dapat memperthankan hubungan dengan konsumen; c. Costumer Acquisition (akuisisi pelanggan). Ukuran akuisisi pelanggan mencerminkan kekuatan bisnis unit dalam menarik dan memenangkan pelanggan atau bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru di segmen yang ada; d. Costumer dalam Satisfaction value (kepuasan proposition. mengenai pelanggan). Ukuran Pengukuran ini mencerminkan tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kinerja spesifik costumer kepuasan baik pelanggan perusahaan memberikan umpan balik seberapa

melaksanakan bisnis;

11

e. Costumer Profitability (profitabilitas pelanggan). Ukuran profitabilitas pelanggan dapat mengungkapkan kepada perusahaan mengenai pelanggan segmen pasar yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan. Profitabilitas diukur dengan menghitung laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan khusus untuk pelanggan atau segmen tersebut.

PANGSA PASAR

AKUISISI PELANGGAN

PROFITABILITAS PELANGGAN

RETENSI PELANGGAN

KEPUASAN PELANGGAN Gambar. 2.2 Perspektif Pelanggan Ukuran Utama. (Sumber : Kaplan dan Norton, 2000: 60) 2. Costumer Value Proposition (Kelompok Proposisi Nilai Pelanggan) Proposisi nilai pelanggan merupakan konsep dasar dalam memahami costumr core measurement. Adapun proposisi nilai pelanggan tersusun dari tiga macam atribut yang dikategorikan sebagai berikut: a. Product/Service Attributes (atribut produk dan jasa). Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Costumer memiliki kecenderungan yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Perusahaan harus dapat mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan; b. Costumer Relationship (hubungan pelanggan). Hubungan pelanggan berhubungan dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu pesan dan penyerahan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan;
12

c. Image and Reputation (citra dan reputasi). Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik pelanggan untuk terus berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. Perspektif Proses Bisnis Internal Proses bisnis internal perusahaan mengedepankan analisis terhadap value chain. Di mana manajemen mengidentifikasi proses bisnis secara kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Peranan scorecard dalam perspektif ini yaitu memudahkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk atau jasa yang dihasilkan telah sesuai dengan misi perusahaan, oleh karena itu dirasakan perlu untuk menentukan rantai nilai internal yang lengkap. Kaplan dan Norton (2000: 83) membagi rantai nilai proses bisnis internal menjadi tiga kategori, yaitu: proses inovasi, operasi dan layanan purna jual. 1. Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses inovasi biasanya dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D) sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi persyaratan pemasaran dan dapat dijual berdasarkan kebutuhan pasar. Aktivitas R&D ini sangat penting karena akan menentukan kesuksesan perusahaan terutama untuk jangka panjang. 2. Operasi Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian prduk atau jasa kepada pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya. 3. Pelayanan Purna Jual
13

Merupakan tahap terakhir internal value chain, yaitu jasa pelayanan pada pelangan setelah penjualan produk atau jasa tersebut dilakukan. Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran. Perusahaan dapat mengukur upaya-upaya yang telah dilakukannya, apakah sudah sesuai dengan harapan pelanggan, dengan menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Dalam pengukuran waktu, siklusnya dimulai dari saat keluhan pelanggan diterima perusahaan dan berakhir ketika keluhan tersebut sudah berhasil diselesaikan. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Menurut Kaplan dan Norton (2000: 110), ada tiga kategori utama dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan.. 1. Kapabilitas Pekerja Dalam menetapkan tujuan pekerja, terdapat tiga pengukuran utama yang berlaku umum, yang kemudian dikombinasikan dengan faktor pendorong yang dapat disesuaikan dengan situasi tertentu. Tiga pengukuran tersebut adalah: a. Kepuasan pekerja Indikator kepuasan pekerja dapat dilihat melalui persentase hasil survei rutin yang dilakukan perusahaan. Adapun poin-poin yang dapat ditekankan dalam survei tersebut antara lain keterlibatan dalam pengambilan keputusan, penghargaan atas pekerjaan yang baik, akses yang memadai terhadap informasi yang dibutuhkan, dan tingkat dukungan dari fungsi staf; b. Retensi pekerja Retensi pekerja bertujuan untuk mempertahankan para pekerja terbaiknya untuk waktu yang lama. Pengukurannya dilihat dari persentase keluarnya pekerja yang menduduki posisi atau jabatan strategis;
14

c. Produktivitas pekerja Produktivitas pekerja merupakan pengukuran atas hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Pengukuran ini bertujuan membandingkan output para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan output tersebut. 2. Kapabilitas Sisitem Informasi Walaupun motivasi dan keahlian pegawai telah cukup mendukung proses pencapaian tujuan perusahaan, namun tetap diperlukan informasi-informasi yang berhubungan mengenai pelanggan, proses internal, dan konsekuensi keputusan finansial perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan sistem informasi yang memadai, agar kebutuhan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat terpenuhi dengan baik. 3. Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan Ada beberapa pengukuran yang dapat dilakukan perusahaan dalam memotivasi para pekerja sehingga mempengaruhi peningkatan kinerja perusahaan. Salah satunya adalah pengukuran saran yang dapat dilakukan manajemen dengan melakukan inisiatif sebagai berikut. a. Menerbitkan setiap saran yang berhasil meningkatkan visibilitas dan kredibilitas proses. b. Memperlihatkan manfaat dan perbaikan yang telah dicapai karena sasaran para pekerja. c. Mengkomunikasikan struktur imbalan yang baru untuk setiap saran yang dilaksanakan perusahaan. Proses Penyusunan dan Penerapan Balanced Scorecard secara Umum Proses penyusunan dan penerapan balanced scorecard secara umum. Bagian yang utama dalam suatu sistem manajemen, khususnya perencanaan strategis perusahaan, adalah penetapan target. Kemudian setelah target ditetapkan, pada empat perspektif scorecard, maka sistem informasi dapat dengan mudah mengalokasikan target-target tersebut sesuai dengan wilayah kerjanya.

15

Setelah penetapan strategi, maka hal yang diperlukan berikutnya adalah data atau informasi tentang proses pencapaian target dari seluruh tingkatan organisasi. Karena dalam balanced scorecard terdapat empat perspektif pengukuran maka untuk menilai kinerja manajemen dan karyawan diperlukan penyelarasan dalam menilai pencapaian target dari masing-masing sasaran strategis tersebut. Sehingga, perlu dibuat pengklasifikasian untuk tiap perspektif pengukuran, sasaran strategis, dan tolak ukur kinerja. Langkah-langkah Penyusunan Balanced Scorecard secara Umum Berikut ini adalah tahapan penyusunan balanced scorecard menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2002: 82): 1. Membangun konsensus atas pentingnya perubahan manajemen; 2. Pembentukan tim proyek balanced scorecard; 3. Mendefinisikan perusahaan; 4. Menentukan unit atau SBU (Strategic Business Unit); 5. Mengevaluasi sistem pengukuran yang ada; 6. Merumuskan / mengkonfirmasikan visi dan konsensus atas tujuan-tujuan strategis perusahaan; 7. Merumuskan berbagai perspektif; 8. Merinci visi pada tiap-tiap perspektif dan merumuskan seluruh sasaran strategis; 9. Mengidentifikasikan faktor-faktor penting bagi kesuksesan; 10. Mengembangkan tolak ukur, identifikasi penyebab dan dampak serta membuat keseimbangan; 11. Mengembangkan top level management; 12. Merinci scorecard dan tolak ukur oleh unit organisasi; 13. Merumuskan sasaran; 14. Mengembangkan rencana kegiatan/tindakan; 15. Implementasi scorecard. industri, menjelaskan perkembangannya dan peran

16

Implementasi Balanced Scorecard Sebagai sebuah konsep yang relatif baru, kesuksesan dan kegagalan implementasi balanced scorecard hendaknya dipandang secara positif. Hanya dengan memperhatikan dan memahami secara cermat poin-poin utama dari konsep dan penerapan balanced scorecard, suatu kegagalan dapat di minimalisir. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan penerapan balanced scorecard menurut Yuwono,Sukarno, Ichsan (2002: 126) adalah sebagai berikut. 1. Memandang bahwa balanced scorecard merupakan suatu pendekatan yang berdiri, yang berbeda dengan pendekatan lain. Jadi, bila sejak awal manajemen atau berbagai pihak dalam organisasi memandang keberadaan balanced scorecard secara eksklusif maka resiko kegagalan penerapannya semakin tinggi. 2. Kekeliruan dalam menentukan variabel dan tolak ukur balanced scorecard yang tidak sejalan dengan ekspetasi stakeholders, terutama non-owners stakeholders (selain pemegang saham, seperti: karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat, dan bahkan juga generasi pendatang). 3. Improvement goals (tujuan-tujuan pengembangan manajerial dan bisnis) dalam perusahaan tidak didasarkan pada kebutuhan stakeholders. 4. Tidak ada sistem yang dapat diandalkan yang dapat merinci sasaran-sasaran pada tingkat manajemen puncak hingga level dibawahnya secara efektif, yang pada dasarnya merupakan alat aktualisasi strategi dan pengembangan bisnis. 5. Karyawan (employess) kurang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan. Ini tentunya sangat berpengaruh terhadap efektifitas balanced scorecard, dan balanced scorecard sesungguhnya membutuhkan peran serta seluruh individu dalam seluruh lini organisasi. Karakteristik implementasi balanced scorecard yang sukses adalah: 1. Adanya dukungan yang kuat dari manajemen puncak; 2. Tersedianya waktu yang cukup dalam memahami konsep balanced scorecard; 3. Terciptanya partisipasi dari semua lini dan jenjang dalam perusahaan dalam proses aktual pengembangan scorecard.

17

Metode Lain dalam Penilaian Kinerja Perusahaan Dalam menilai kinerja, balanced scorecard bukanlah satu-satunya metode yang dapat digunakan, dalam upaya mengubah diri agar berhasil dalam persaingan di masa depan, banyak perusahaan dalam menilai kinerja dan perbaikannya berpaling pada sejumlah inisiatif perbaikan antara lain: Manajemen mutu terpadu (TQM) Sistem produksi dan distribusi Just in Time (JIT) Persaingan berdasarkan waktu Manajemen biaya berdasarkan waktu Rekayasa ulang

Tujuan program-program ini bukanlah kepada perbaikan kinerja incremental atau untuk sekedar bertahan hidup, tujuannya adalah kinerja yang diskontinyu, yang memungkinkan perusahaan berhasil dalam persaingan di abad informasi ini. Namun banyak dari program perbaikan ini memberikan hasil yang mengecewakan. Program-program tersebut seringkali terfragmentasi, tidak terkait dengan strategi perusahaan, atau memberikan hasil yang berarti secara finansial dan ekonomis. Terobosan kinerja memerlukan perubahan besar-besaran sistem pengukuran dan manajemen yang digunakan oleh sebuah perusahaan. Perjalanan menuju masa depan yang kompetitif, padat teknologi, dan ditentukan oleh kapabilitas tidak dapat dicapai semata-mata melalui pemantauan dan pengendalian berbagai ukuran kinerja finansial masa lalu. (Sumber: Kaplan dan Norton, 2000:5)

18

Anda mungkin juga menyukai