Anda di halaman 1dari 53

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003).

2.1.1. Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri, antara lain: 1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) seperti pada gambar 2.1. a. Memakai bahan pengikat aspal. b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur roda). d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar).

Hal. 4

Gambar 2.1 Komponen Perkerasan Lentur Sumber : Silvia Sukirman, 2003

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) seperti pada gambar 2.2.

a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC). b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas. c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada permukaan jalan. d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok di atas permukaan

Gambar 2.2. Komponen Perkerasan kaku Sumber : Silvia Sukirman, 2003

Hal. 5

3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement) gambar 2.3 a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur. b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

Gambar 2.3. Komponen Perkerasan komposit Sumber : Silvia Sukirman, 2003

2.1.2. Fungsi Lapis Perkerasan Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Silvia Sukirman, 2003). 1. Lapis Permukaan (LP) Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan dapat meliputi: a. Struktural : Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil. b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup : 1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya.

Hal. 6

2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup. 3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas. 4) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu: 1) Lapis Aus (Wearing Course) Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air. b) Menyediakan permukaan yang halus. c) Menyediakan permukaan yang kesat. 2) Lapis Antara (Binder Course) Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah a) Mengurangi tegangan. b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup. 2. Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah : a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan. b. Pemikul beban horizontal dan vertikal. c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah. 3. Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course

Hal. 7

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah : a. Penyebar beban roda. b. Lapis peresapan. c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi. d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan. 4. Tanah Dasar (TD) atau Subgrade Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

2.2. Bahan Penyusun Perkerasan Lentur Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan lain-lain. Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/ bitumen, portland cement, atau kapur/ lime.

2.2.1. Aspal Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masingmasing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar

Hal. 8

antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15% berdasarkan volume campuran (Silvia Sukirman, 2003). Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.

2.2.2. Agregat Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan (Petunjuk Pelaksanaan Laston Untuk Jalan Raya SKBI -2.4.26.1987). Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90% 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75% 85% agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman, 2003, Beton Aspal Campuran Panas). Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu perkerasan jalan. Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N. Atkins, PE. 1997). Sedangan secara umum agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat (Silvia Sukirman, 2003). Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa agregat sebagai suatu kumpulan butiran batuan yang berukuran tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu besar ataupun agregat yang disengaja

Hal. 9

dibuat untuk tujuan tertentu. Seringkali agregat diartikan pula sebagai suatu bahan yang bersifat keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan pengisi campuran. Agregat dapat berupa berbagai jenis butiran atau pecahan batuan, termasuk di dalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, abu/debu agregat dan lain-lain.

Gambar 2.4 Macam - macam Agregat Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam penggambaran agregat menurut Harold N. Atkins, (1997) adalah sebagai berikut : 1. Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75 m (no.200 sieve test). 2. Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat berukuran lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test). 3. Pit run : agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami. 4. Crushed gravel : pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces). 5. Crushed rock : agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material tersebut.

Hal. 10

6. Screenings : kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat. 7. Concrete sand : pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan debu dan kotoran. 8. Fines : endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil dari 75 m (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing yang tidak diperlukan dalam agregat. Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. 2.2.2.1. Klasifikasi Agregat Agregat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Silvia Sukirman, 1999) : 1. Berdasarkan proses pengolahannya, agregat dapat dibedakan menjadi : a. Agregat Alam Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau dengan sedikit proses pengolahannya dinamakan agregat alam. Dua bentuk agregat yang sering digunakan yaitu : 1) Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari inch (6,35 mm). 2) Pasir adalah agregat dengan ukuran partikel kecil dari 1/4 inch tetapi lebih besar dari 0,075 mm (saringan no.200). b. Agregat yang melalui proses pengolahan Di gunung-gunung atau di bukit-bukit dan di sungai sering ditemui agregat berbentuk besar-besar melebihi ukuran yang diinginkan, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya diperoleh : 1) Bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus. 2) Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik. 3) Gradasi sesuai yang diinginkan.

Hal. 11

Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga ukuran partikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, berarti gradasi yang diharapkan dapat dicapai spesifikasi yang telah ditetapkan. c. Agregat buatan Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel dengan ukuran <0,075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen dan pemecah batu. 2. Berdasarkan besar partikel-partikel (ukuran butiran) agregat, dapat dibedakan menjadi : a. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 (4,75 mm). b. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan no.4 dan tertahan no.200 (0,075 mm). c. Abu batu/mineral filler, merupakan bahan berbutir halus yang mempunyai fungsi sebagai pengisi pada pembuatan campuran aspal. Filler didefinisikan sebagai fraksi debu mineral/ agregat halus yang umumnya lolos saringan no.200, bisa berupa kapur, debu batu atau bahan lain, dan harus dalam keadaan kering (kadar air maksimal 1%).

2.2.2.2. Bentuk dan Tekstur Agregat Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Agregat yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada, maka agregat yang memiliki minimal satu bidang pecahan, dapat digunakan sebagai alternatif berikutnya. Partikel agregat dapat berbentuk sebagai berikut : 1. Bulat (rounded) Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat. Partikel agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih mudah tergelincir.

Hal. 12

2. Lonjong (elongated) Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya lebih panjang dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan yang berbentuk bulat. 3. Kubus (cubical) Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga memberikan interlocking/saling mengunci yang lebih besar. Dengan demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan. 4. Pipih (flaky) Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. 5. Tak beraturan (irregular) Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan di atas. Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal. Tekstur permukaan agregat terdiri atas : a. b. c. d. Kasar sekali (very rough) Kasar (rough) Halus Halus dan licin (polished)

Permukaan agregat yang halus memang mudah dibungkus dengan aspal, tetapi sulit untuk mempertahankan agar film aspal itu tetap melekat, karena makin kasar bentuk permukaan maka makin tinggi sifat stabilitas dan keawetan suatu campuran aspal dan agregat.

Hal. 13

Campuran aspal beton (AC) dapat dibuat bergradasi halus (mendekati batas titik-titik kontrol atas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA) yang disyaratkan. Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati batas titik-titik kontrol bawah).

2.2.2.3. Gradasi Agregat Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran agregat yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan (dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18 mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm), dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling bawah. Satu saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup (Silvia Sukirman, 1999).

2.2.2.4. Jenis Gradasi Agregat Gradasi adalah susunan butiran agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Satu set saringan umumnya terdiri dari saringan berukuran 2 inci, 1 inci, 1 inci, inci, inci, 3/8 inci, No. 4, No. 8, No. 10, No.16, No. 30, No.40, No. 50, No. 100, No.200. Ukuran saringan dalam ukuran panjang menunjukkan ukuran bukaan, sedangkan nomor saringan menunjukkan banyaknya bukaan dalam 1 inci panjang. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan 1 set saringan. Saringan berukuran bukaan paling besar diletakkan teratas, dan yang paling halus (No. 200) terbawah sebelum pan. Jadi satu set saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup saringan. Analisa saringan dapat dilakukan secara basah atau kering (saringan basah atau kering). Analisis basah dilakukan untuk menentukan jumlah bahan yang lolos dalam agregat yang

Hal. 14

lolos saringan No. 200, mengikuti nama manual SNI-M-02-1994-03 atau AASHTO T11-90. Presentase lolos saringan ditentukan melalui pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar (saringan kering) sesuai manual SNI-03-19681990 atau AASHTO T27-88. Pemeriksaan jumah bahan dalam agregat yang lolos saringan No. 200, dengan mempergunakan saringan basah dapat dilanjutkan dengan mengeringkan benda uji dan selanjutnya melakukan pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat. Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Sebaliknya, jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil merata, maka rongga atau pori yang terjadi sedikit. Hal ini terjadi karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran kecil.

a. Jenis Gradasi Agregat Distribusi butir-butir agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat. Gradasi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi baik dan agregat bergradasi buruk. 1. Agregat bergradasi baik adalah agregat yang berukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat bergradasi baik disebut pula agregat bergradasi rapat. Campuran agregat bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan dan mempunyai stabilitas tinggi. Tingkat stabilitas ditentukan dari ukuran butir agregat terbesar yang ada. Berdasarkan ukuran butir agregat yang dominan menyusun campuran agregat, maka agregat bergradasi baik dapat dibedakan atas : Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran kasar.

Hal. 15

Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan halus, tetapi dominan berukuran halus. 2. Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi campuran agregat bergradasi baik. Terdapat berbagai macam nama gradasi agregat yang dapat dikelompokkan ke dalam agregat bergradasi buruk seperti : Agregat bergradasi seragam, adalah agregat yang hanya terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran agregat ini mempunyai pori antar butir yang cukup besar, sehingga sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi ukuran butir yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit. Agregat bergradasi terbuka, adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik. Agregat bergradasi senjang, adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali. Secara umum terdapat perbedaan yang mendasar dari sifat campuran agregat bergradasi baik dan buruk seperti yang terlihat pada table 2.2. Gradasi agregat merupakan kondisi agregat yang dapat dibentuk untuk mencapai persyaratan yang diinginkan. Perbaikan dilaksanakan dengan metode pencampuran. Jika agregat yang tersedia terlalu kasar, maka dicampur dengan agregat yang lebih halus, demikian pula sebaliknya. Penentuan komposisi dari masing-masing fraksi agregat untuk mendapatkan agregat sesuai dengan gradasi yang diinginkan. b. Ukuran Maksimum Agregat Ukuran maksimum butir agregat dapat dinyatakan dengan mempergunakan yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil dimana agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 100%.

Hal. 16

Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan terbesar di mana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak lebih dari 10%. Ukuran maksimum agregat adalah satu saringan atau ayakan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum. Gradasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi seragam dan gradasi timpang. 1. Gradasi Rapat (Dense Graded/ Well Graded) Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded). Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi : P = 100 (d/D)0,45 Dimana : P = persen lolos saringan dengan ukuran bukaan d mm. d = ukuran agregat yang sedang diperhitungkan D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut. Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. 2. Gradasi Seragam (Uniform Graded) Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/ sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. 3. Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/ Gap Graded) Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, merupakan campuran agregat dengan 1 fraksi hilang dan 1 fraksi sedikit sekali. Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis di atas.

Hal. 17

Gambar 2.5. Ilustrasi Macam Gradasi Agregat Sumber : Silvia Sukirman, 2003

2.2.3. Jenis Agregat Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam, agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial. a. Agregat alam (Natural aggregates) Agregat alam adalah agregat yang digunakan dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau tanpa pemrosesan sama sekali. Agregat ini terbentuk dari proses erosi alamiah atau proses pemisahan akibat angin, air, pergeseran es, dan reaksi kimia. Aliran gletser dapat menghasilkan agregat dalam bentuk bongkahan bulat dan batu kerikil, sedangkan aliran air menghasilkan batuan yang bulat licin. Dua jenis utama dari agregat alam yang digunakan untuk konstruksi jalan adalah pasir dan kerikil. Kerikil biasanya didefinisikan sebagai agregat yang berukuran lebih besar 6,35 mm. Pasir didefinisikan sebagai partikel yang lebih kecil dari 6,35 mm tetapi lebih besar dari 0,075 mm. Sedangkan partikel yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut sebagai mineral pengisi (filler). b. Agregat yang diproses Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum digunakan. Pemecahan agregat dilakukan karena tiga alasan : untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar, untuk merubah bentuk partikel dari bulat ke angular, dan untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran partikel. Penyaringan yang dilakukan pada agregat yang telah dipecahkan akan menghasilkan partikel agregat dengan rentang gradasi

Hal. 18

tertentu. Mempertahankan gradasi agregat yang dihasilkan adalah suatu faktor yang penting untuk menjamin homogenitas dan kualitas campuran beraspal yang dihasilkan. c. Agregat buatan Agregat ini didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat. Beberapa jenis dari agregat ini merupakan hasil sampingan dari proses industri dan dari proses material yang sengaja diproses agar dapat digunakan sebagai agregat atau sebagai mineral pengisi (filler). 2.2.4. Persyaratan Agregat Sebagai Bahan Jalan Secara umum agregat sebagai bahan jalan harus memenuhi persyaratan : 1. Tahan lama (tahan terhadap abrasi) 2. Kuat, keras, ulet 3. Khusus untuk bahan lapis permukaan harus diperhatikan : a. Keuletan/toughness, agregat harus memiliki keuletan yang cukup yang akan memberikan tahanan terhadap : - Slow crushing load (diperiksa dengan ACT 10% fine) dan - Rapid impact load (diperiksa dengan JAT, LAT) b. Kekerasan/hardness, akan memberikan tahanan terhadap abrasion/attrition (diperiksa dengan DT, AAT, LAT) c. Polishing, agregat harus memiliki tahanan terhadap polishing agar dapat menyelesaikan koefisien gesek yang cukup dan dapat bertahan lama. d. Stripping, agar agregat tahan terhadap stripping harus mempunyai adhesi yang baik dengan bahan ikatnya. Untuk itu dapat diadakan pemeriksaan dengan tes kelekatan aspal agregat. e. Weathering, agregat harus memiliki ketahanan terhadap cuaca (weather), antara lain terhadap perubahan suhu, air, kembang susut, frost. Untuk ini dapat diadakan pemeriksaan dengan Water Absorbtion Test atau Soundness Test.

Hal. 19

2.2.5. Agregat Kasar Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan saringan no.8 ( 2,36 mm ), menurut standart ASTM atau tertahan pada saringan no.7, menurut Standart British. dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.1 Fraksi agregat kasar harus batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal. Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu saringan yang lebih besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum adalah satu saringan yang lebih kecil dari saringan pertama (teratas) dengan bahan tertahan kurang dari 10%. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.2. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm) dengan muka bidang pecah satu atau lebih. Tabel 2.1 Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat Abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal Angularitas Partikel pipih dan lonjong (**) Material lolos saringan No.200 Sumber : SNI No. 1737 1989 F
Catatan : (*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah

Standar SNI 03-3407-1994 SNI 03-2417-1991 SNI 03-2439-1991 SNI 03-6877-2002 RSNI T-01-2005 SNI 03-4142-1996

Nilai mak. 12% mak. 40% min. 95% 95/90(*) mak. 10% mak. 1%

satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih. (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

Hal. 20

Pembatasan lolos saringan No.200 (0,075 mm) < 1%, pada saringan kering karena agregat kasar yang dilekati lumpur tidak dapat dipisahkan pada waktu pengeringan sehingga tidak dapat dilekati aspal

2.2.6 Agregat Halus Agregat halus dapat berupa pasir, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan 2,36 mm dan tertahan pada saringan 75 m atau saringan no. 200. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang disarankan untuk laston (AC) adalah 10%. Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Agregat halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu. Agar dapat memenuhi ketentuan mutu, batu pecah halus harus diproduksi dari batu yang bersih. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Halus Pengujian Nilai setara pasir Material lolos saringan No. 200 (0,075 mm) Angularitas Sumber : SNI No. 1737 1989 F Standar SNI 03-4428-1997 SNI 03-4142-1996 SNI 03-6877-2002 Nilai Min. 45% Mak. 8% Min. 45%

Fungsi utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan ( interlocking ) dan gesekan antar partikel. Berkenaan dengan hal ini, sifat-sifat khas yang diperlukan dari agregat adalah sudut permukaan, kekasaran permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

Hal. 21

2.2.7. Bahan Pengisi (Filler) Filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan no. 39 (595 u) US Standart Sieve dan 65 % lewat ayakan no. 200 (74 u). Bahan filler dapat berupa : debu batu, kapur, Portland cement, atau bahan lain dan mempunyai nilai indeks plastisitas < 4. Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu dan apabila dilakukan pengujian analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi seperti pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Gradasi Butiran Filler Ukuran Saringan No. 30 (0,590 mm) No. 50 (0,279 mm) No. 100 (0,149 mm) No. 200 (0,074 mm) Sumber : SNI No. 1737 1989 F Persentase Berat yang Lolos 100 95-100 90-100 65-100

Filler dapat berfungsi untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler maka cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas. Pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi. Jumlah filler ideal antara 0.6 sampai 1.2, yaitu perbandingan prosentase filler dengan prosentase kadar aspal dalam campuran atau lebih dikenal dengan istilah Dust Proportion. Filler berperan dalam campuran aspal dengan 2 macam cara ; yaitu pertama filler sebagai modifikasi dari gradasi pasir yang menimbulkan kepadatan campuran dengan lebih banyak titik kontak antara butiran partikel, hal ini akan mengurangi jumlah aspal yang akan mengisi rongga-rongga yang tersisa didalam campuran. Sedangkan peran kedua adalah suatu cara yang baik untuk mempengaruhi kinerja filler dengan mempertimbangkan proporsi yang menguntungkan dari komposisi agregat halus, filler dan aspal didalam mortar, selanjutnya sifat-sifat mortar ini

Hal. 22

tergantung pada sifat asli dari pasir, jumlah takaran dalam campuran aspal serta viskositas pasta atau bahan pengikat yang digunakan. Pembuatan lapis permukaan dari beton aspal diperlukan agregat dengan gradasi tertentu, untuk itu biasanya dibutuhkan, disamping agregat kasar, agregat halus juga pengisi/filler. Campuran agregat-agregat itu akan membentuk gradasi tertentu sesuai yang dipersyaratkan. Dalam campuran beton aspal, filler memiliki peranan tersendiri, untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi

kebutuhannya. Penggunaan filler dalam campuran beton aspal akan sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut, efek tersebut dapat dikelompokkan : 1. Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran aspal filler. a. Efek penggunaan filler terhadap viskositas campuran - Efek penggunaan berbagai jenis filler terhadap viskositas campuran tidak sama - Luas permukaan filler yang makin besar akan menaikkan viskositas campuran disbanding dengan yang berluas permukaan kecil - Adanya daya affinitas, menyebabkan jumlah aspal yang dapat diserap oleh berbagai filler cukup bervariasi. Pada keadaan dimana viskositas naik, jumlah aspal yang diserap makin besar. b. Efek penggunaan filler terhadap daktailitas dan penetrasi campuran ; - Kadar filler yang semakin tinggi akan menurunkan daktailitas, hal ini juga terjadi pada berbagai suhu - Jenis filler yang akan menaikkan viskositas aspal, akan menurunkan penetrasi aspal c. Efek suhu dan pemanasan - Jenis dan kadar filler memberikan pengaruh yang saling berbeda pada berbagai temperatur. 2. Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran beton aspal Kadar filler dalam campuran akan mempengaruhi dalam proses pencampuran, penggelaran, dan pemadatan. Di samping itu kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastik campuran dan sensitifitas terhadap air.

Hal. 23

Hasil penelitian pengaruh penggunaan filler terhadap campuran beton aspal adalah sebagai berikut : a. Filler diperlukan untuk meningkatkan kepadatan, kekuatan, dan karakteristik lain beton aspal b. Filler dapat berfungsi ganda dalam campuran beton aspal : c. Sebagai bagian dari agregat, filler akan mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehingga akan meningkatkan kekuatan campuran d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersama-sama e. Sifat aspal (daktailitas, penetrasi, viskositas) diubah secara drastis oleh filler, walaupun kadarnya relatif rendah dibanding pada campuran beton aspal. Penambahan filler pada aspal akan meningkatkan konsistensi aspal. f. Pada kadar filler yang umum digunakan dalam campuran beton aspal, daktailitas campuran aspal - filler akan mencapai nol. Sedangkan pada suhu dan kadar filler yang sama, nilai penetrasi campuran aspal filler akan turun sampai < 1/3 dari penetrasi semula. g. Viskositas campuran aspal filler pada suhu tinggi sangat bervariasi pada kisaran lebar, tergantung pada jenis filler dan kadarnya. Perbedaan ini menjadi kecil pada suhu lebih rendah. h. Hasil tes menunjukkan bahwa ada hubungan yang baik antara viskositas aspal dan usaha pemadatan campuran. Disarankan suhu perlu dinaikkan bila memadatkan campuran dengan filler aspal berkonsistensi tinggi. i. Hasil tes menunjukkan bahwa ada hubungan yang baik antara stabilitas campuran dan kekentalan aspal pada pemadatan campuran dengan kadar void yang sama. j. Sensitifitas campuran terhadap air pada tipe dan kadar filler yang berbeda menunjukkan variasi yang besar. Hasil tes menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap air dapat diturunkan dengan mengurangi kadar filler yang sensitif air.

Hal. 24

2.3. Beton Aspal Beton aspal adalah tipe campuran pada lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai nilai struktural dengan kualitas yang tinggi, terdiri atas agregat yang berkualitas yang dicampur dengan aspal sebagai bahan pengikatnya. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal apa yang akan digunakan. Dalam pencampuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat kecairan (viskositas) yang tinggi agar dapat mendapatkan mutu campuran yang baik dan kemudahan dalam pelaksanaan. Pemilihan jenis aspal yang akan digunakan ditentukan atas dasar iklim, kepadatan lalu lintas dan jenis konstruksi yang akan digunakan.

2.3.1. Jenis Beton Aspal Jenis beton aspal dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material pembentuk beton aspal, dan fungsi beton aspal. Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, campuran beraspal (beton aspal) dapat dibedakan atas: 1. Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 140oC. 2. Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 60oC. 3. Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya di campur pada suhu pencampuran sekitar 25oC.

Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas: 1. Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.

Hal. 25

2. Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisan perkerasan yang tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan. 3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown. (Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)

2.3.2. Karakteristik Campuran Aspal Beton Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran panas aspal beton adalah: 1. Stabilitas, yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Untuk mendapat stabilitas yang tinggi diperlukan agregat bergradasi baik, rapat, dan mempunyai rongga antar butiran agregat (VMA) yang kecil. Tetapi akibat VMA yang kecil maka pemakaian aspal yang banyak akan menyebabkan terjadinya bleeding karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik. 2. Durabilitas atau ketahanan, yaitu ketahanan campuran aspal terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Untuk mencapai ketahanan yang tinggi diperlukan rongga dalam campuran (VIM) yang kecil, sebab dengan demikian udara tidak (atau sedikit) masuk kedalam campuran yang dapat menyebabkan menjadi rapuh. Selain itu diperlukan juga VMA yang besar, sehingga aspal dapat menyelimuti agregat lebih baik. 3. Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak (fatigue cracking). Untuk mencapai kelenturan yang tinggi diperlukan VMA yang besar, VIM yang kecil, dan pemakaian aspal dengan penetrasi tinggi. 4. Kekesatan (skid resistence), yaitu kemampuan perkerasan aspal memberikan permukaan yang cukup kesat sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami slip, baik diwaktu jalan basah maupun kering. Untuk mencapai

Hal. 26

kekesatan yang tinggi perlu pemakaian kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, dan penggunaan agregat kasar yang cukup. 5. Ketahanan leleh (fatigue resistence), yaitu kemampuan aspal beton untuk mengalami beban berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau kerusakan alur (rutting). 6. Permeabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal dirembesi udara dan air. 7. Workabilitas, yaitu kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang mempengaruhi workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi baik lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan mempersulit pelaksanaan.

2.4. Campuran Beraspal Panas Merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal. Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Untuk mengeringkan agregat dan memperoleh kekentalan aspal yang mencukupi dalam mencampur dan mengerjakannya, maka kedua-duanya dipanaskan pada temperatur tertentu. Umumnya suhu pencampuran dilakukan pada suhu 145oC 155oC. Saat ini di Indonesia terdapat berbagai macam bentuk aspal campuran panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal yang akan digunakan di suatu lokasi sangat ditentukan oleh jenis karakteristik beton aspal yang lebih diutamakan. Sebagai contoh, jika perkerasan direncanakan akan digunakan untuk melayani lalu lintas berat, maka sifat stabilitas lebih diutamakan. Ini berarti jenis beton aspal yang paling sesuai adalah beton aspal yang memiliki agregat campuran bergradasi baik. Pemilihan jenis beton aspal ini mempunyai konsekuensi pori dalam campuran menjadi lebih sedikit, kadar aspal yang dapat dicampurkan juga berkurang, sehingga selimut aspal menjadi lebih tipis (Silvia Sukirman, 2003). Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini adalah:

Hal. 27

1. Laston (Lapisan Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang cukup berat. Laston dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete). Karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum Laston 4-6 cm. Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu: a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm. b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 5 cm. c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 6 cm. 2. Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi senjang. Lataston biasa pula disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya Lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu: a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3 cm. b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled Sheet-base). Tebal nominal minimum HRS-Base adalah 3,5 cm. 3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir), adalah beton aspal untuk jalan-jalan dengan lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar tidak atau sulit diperoleh. Lapisan ini khusus mempunyai ketahanan alur (rutting) rendah. Oleh karena itu tidak diperkenankan untuk daerah berlalu lintas berat atau daerah tanjakan. Latasir biasa pula disebut sebagai SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot Rolled Sand Sheet). Sesuai gradasi agregatnya, campuran latasir dapat dibedakan atas: a. Latasir kelas A, dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A. Tebal nominal minimum HRSS-A adalah 1,5 cm.

Hal. 28

b. Latasir kelas B, dikenal dengan nama HRSS-B atau SS-B. Tebal nominal minimum HRSS-A adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B lebih kasar dari HRSS-A. 4. Lapisan perata adalah beton aspal yang digunakan sebagai lapisan perata dan pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama. Semua jenis campuran beton aspal dapat digunakan, tetapi untuk membedakan dengan campuran untuk lapis perkerasan jalan baru, maka setiap jenis campuran beton aspal tersebut ditambahkan huruf L (Leveling). Jadi ada jenis campuran ACWC(L), AC-BC(L), AC-Base(L), HRS-WC(L), dan seterusnya 5. SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut aspal yang tebal. Campuran ini mempergunakan tambahan berupa fiber selulosa yang berfungsi untuk menstabilisasi kadar aspal yang tinggi. Lapisan ini terutama digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Ada 3 jenis SMA, yaitu: a. SMA 0 / 5 dengan tebal perkerasan 1,5 3 cm. b. SMA 0 / 8 dengan tebal perkerasan 2 4 cm. c. SMA 0 / 11 dengan tebal perkerasan 3 5 cm. (Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)

2.5. Laston Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas laston lapis aus (AC-WC), laston lapis permukaan antara (AC-BC) dan laston lapis pondasi (AC-Base). Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. Sebagai lapis permukaan, Lapis Aspal Beton harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan yang tinggi (Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya, SKBI 2.4.26.1987) Laston (Lapisan Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Laston

Hal. 29

dikenal pula dengan nama AC (Asphalt Concrete), karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum Laston 4 6 cm (Spesifikasi 2002). Pada gambar 2.6 Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu : 1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt ConcreteWearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm. 2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete- Binder Course). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 5 cm. 3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-base (Asphalt Concrete- Base). Tebal nominal minimum AC-Base adalah 6 cm.

SURFACE

AC-WC AC-BC AC-BASE

4 CM 5 CM 7 CM 15 CM 20 CM 10 CM

BASE COURSE (LPA) SUB BASE COURSE (LPB) SUB GRADE

Gambar 2.6 Lapisan Perkerasan Lentur Laston Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 1989 F

2.5.1. Fungsi dan Sifat Laston Laston adalah aspal campuran panas yang bergradasi tertutup (bergradasi menerus) yang berfungsi sebagai berikut: a. Sebagai pendukung beban lalu lintas. b. Sebagai pelindung konstruksi dibawahnya. c. Sebagai lapisan aus. d. Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin. Sedangkan sifat-sifat dari Laston antara lain: a. Kedap air. b. Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas.

Hal. 30

c. Mempunyai nilai struktural. d. Mempunyai stabilitas tinggi e. Peka terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan.

Aspal beton merupakan salah satu jenis lapis permukaan yang umum dipakai di Indonesia yang berfungsi sebagai lapisan konstruksi yang menahan dan menyebarkan beban roda, lapis kedap air serta sebagai lapis aus (wearing course). Campuran yang diuji dengan melakukan test Marshall harus memenuhi persyaratan persyaratan Bina Marga (1989), SNI No. 1737 1989 F seperti yang tertera pada tabel 2.4 dan tabel 2.5.

Tabel 2.4 Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton Sifat-sifat Campuran Jumlah tumbukan per bidang Penyerapan aspal Rongga dalam campuran (VIM), % Rongga dalam agregat (VMA), % Rongga terisi aspal (VFB), % Stabilitas Marshall, kg Kelelehan, mm Marshall Quetiont, kg/mm Max Min Max Min Min Min Max Min Min 15 65 800 3 250 Laston WC 75 1,2 3,5 5,5 14 63 13 60 1500 5 300 BC Base 112

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min 80 perendaman selama 24 jam, 60o C pada VIM 7 % Rongga dalam campuran pada kepadatan Min 2,5 memball (Refusal), % Sumber : Revisi SNI 2003 1737 1989 pedoman pelaksanaan lapis campuran beraspal panas

Hal. 31

Tabel 2.5. Persentase Minimum Rongga Dalam Agregat Ukuran Maksimum Nominal Agregat Persentase Minimum Rongga (mm) Dalam Agregat No. 16 1,18 23,5 No. 8 2,36 21,0 No. 4 4,75 18,0 3/8 inch 9,50 16,0 inch 12,50 15,0 inch 19,00 14,0 1 inch 25,00 13,0 1 inch 37,50 12,0 2 inch 50,00 11,5 2 inch 63,00 11,0 Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 1989 F

Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Berikut adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut : 1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah : a. Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. b. Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

Hal. 32

2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalulintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. 3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk

menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. 4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. 5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. 6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. 7. Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.

Hal. 33

Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu lintas ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih jenis beton aspal dengan stabilitas tinggi.

2.6. AC-BC (Asphalt Concrete - Binder Course) AC-BC merupakan Laston sebagai lapisan pengikat disebut juga lapis antara pondasi beraspal, lapisan ini terletak di bawah lapis permukaan dan di atas lapis pondasi. Bahan campuran AC-BC terdiri dari agregat kasar agregat, halus, bahan pengisi (filler) dan aspal. Material utama penyusun suatu campuran aspal sebenarnya hanya dua macam, yaitu agregat dan aspal. Namun dalam pemakaiannya aspal dan agregat bisa menjadi bermacam-macam, tergantung kepada metode dan kepentingan yang dituju pada penyusunan suatu perkerasan. Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan adalah AC-BC (Asphalt Concrete - Binder Course) / Lapis Pengikat Aspal Beton. AC-BC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapis aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Fungsi dari lapis AC-BC menurut Puslitbang Prasarana Transportasi (2004) adalah mengurangi tegangan dan menahan beban maksimum akibat beban lalu lintas, sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup Ada 2 (dua) alasan lapis pengikat (AC binder course) digunakan sebagai tambahan dalam lapis permukaan. Pertama, bila lapisan beraspal terlalu tebal dipadatkan dalam satu lapis, sehingga harus dihampar dalam dua lapisan. Kedua, karena lapis pengikat terdiri dari aggregate yang lebih kasar dari lapis permukaan (AC wearing course) dan mempunyai kadar aspal rendah, serta tidak

Hal. 34

memerlukan kualitas yang sama dengan lapis permukaan, sehingga dengan mengganti sebagian lapis permukaan menjadi lapis pengikat menghasilkan desain yang lebih ekonomis (Huang, 1993). Dalam pelaksanaan pekerjaan campuran beton aspal panas termasuk pada lapisan aspal beton lapis pengikat (AC binder course) dimana konstruksi tersebut dipasang di bawah lapis pengikat (AC binder course) dimana konstruksi tersebut dipasang di bawah lapisan aus (permukaan), temperatur baik pada saat pencampyran pada unit pencampur aspal panas (batching plant) maupun pada saat pemadatan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat kepadatan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja dari campuran beton aspal tersebut maupun lapis aspal beton di atasnya (lapis aus/permukaan). Secara umum bahan perkerasan campuran AC-BC terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dan aspal dapat dilihat dalam Tabel 2.6 di bawah ini dengan membandingkan dengan AC-BC yang mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25 mm atau 1 dan AC-Base 37,5 mm atau 1. Sedangkan AC-WC mempunyai ukuran butir agregat maksimum 19 mm atau .

Hal. 35

Tabel 2.3 Gradasi Agregat Untuk Campuran Lapis Beton Aspal Ukuran Ayakan ASTM (mm) 11/2 37,5 1 25 3/4 19 12,5 3/8 9,5 No.8 2,36 No.16 1,18 No.30 0,6 No.50 0,3 No.100 0,15 No.200 0,075 % Berat Yang Lolos BC Base 100 100 90 100 90 100 Maks. 90 Maks. 90 23 49 48 Daerah Larangan 34,6 22,3 28,3 16,7 20,7 13,7 19 45 37 39,5 26,8 30,8 18,1 24,1 13,6 17,6 11,4

WC 100 90 100 Maks. 90 28 58 4 10

No.4 4,75 No.8 2,36 39,1 No.16 1,18 25,6 31,6 No.30 0,6 19,1 23,1 No.50 0,3 15,5 Sumber : SNI No. 1737 1989 F

2.7 Sifat Volumetrik Dari Campuran Beton Aspal Secara analitis, dapat ditentukan sifat volumetrik dari beton aspal padat, baik yang dipadatkan di laboratorium maupun di lapangan. Parameter yang biasa digunakan adalah : Vmb = volume bulk campuran beton aspal padat

VMA = volume pori diantara butir agregat campuran, dalam beton aspal padat termasuk yang terisi oleh aspal.

VIM VFA

= volume pori udara dalam aspal beton padat = volume pori beton aspal padat yang terisi aspal

Tebal film aspal atau tebal selimut aspal seringkali digunakan pula untuk menentukan karakteristik beton aspal.

Hal. 36

Gambar 2.7. Pengertian tentang VIM, selimut aspal (film aspal), aspal yang terabsorbsi Sumber : Silvia Sukirman, 2003

VIM adalah volume pori yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan (gambar 2.7). VIM ini dibutuhkan untuk tempat bergesernya butirbutir agregat, akibat pemadatan tambahan lalu lintas, atau tempat jika aspal menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur. Jika VIM terlalu besar, akan mengakibatkan beton aspal padat akan berkurang kekedapan airnya, sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas beton aspal. Sedangkan apabila VIM terlalu kecil, maka akan mengakibatkan perkerasan mengalami bleeding jika temperatur meningkat. VMA adalah volume pori di dalam beton aspal padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. Sedangkan VFA adalah volume pori beton aspal padat yang terisi oleh aspal, atau volume film/ selimut aspal. (gambar 2.8)

Hal. 37

UDARA

VIM VMA VFA Vab Vmm

ASPAL Vmb

Va

AGREGAT

Vsb Vse

Gambar 2.8 Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal Sumber : Silvia Sukirman, 2003

2.8 Temperatur Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viskositas aspal menjadi tinggi dan menjadi sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi. Density pada saat pemadatan campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 275o F (135o C). Density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah. Aspal material yang bersifat termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, dimana

Hal. 38

setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama. (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 Viskositas VS Temperatur Pada 2 Aspal yang Sama Penetrasinya pada Temperatur 25oC Sumber : Silvia Sukirman, 2003

Pada gambar 2.6, terlihat dua kelompok aspal dengan nilai penetrasi yang sama pada temperatur 25oC tetapi tidak berasal dari sumber yang sama. Pada temperatur selain 25oC viskositas dari kedua aspal tersebut berbeda, hal ini disebabkan karena kepekaan terhadap temperaturnya berbeda.

2.9. Pengujian Marshall Pengujian marshall untuk mengetahui kinerja beton aspal yang dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh U.S. Corps Engineer. Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (Cincin penguji) berkapasitas 22.2 KN dan flow meter. Proving ring digunakan untuk mengukur stabilitas dan flow meter utnuk mengukur kelelehan plastis. Benda uji marshall berbentuk silinder dengan diamater 4 inci (10,2 cm) dan tinggi

Hal. 39

2,5 inci (6,35 cm). Prosedur pengujian marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASTHO T 245-90, atau ASTM D 1559-76. 2.10. Jenis-jenis Kerusakan Pada Permukaan Jalan dan Pemeliharaan Jalan Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang, peningkatan ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakan-kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi mengenai penyebab dan akibat mengenai kerusakan tersebut. Besarnya pengaruh suatu kerusakan dan langkah penangaran selanjutnya sangat tergantung dari evaluasi yang dilakukan oleh sipengamat, oleh karena itu sipengamat haruslah orang yang benar-benar menguasai jenis dan sebab serta tingkat penanganan yang dibutuhkan dari kerusakan-kerusakan yang timbul. Kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan reperisi beban. b. Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan yang tidak baik. d. Iklim Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasar yang memang jelek. f. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling kait mengait. Sebagai contoh adalah retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan

Hal. 40

antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping melemahkan daya dukung lapisan di bawahnya. Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan: Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya. Tingkat kerusakan (distress severity) Jumlah kerusakan (distress amount)

sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling sesuai.

Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas : a. Retak (cracking) b. Distorsi(distortion) c. Cacat permukaan (disintegration) d. Pengausan (polished aggregate) e. Kegemukan (bleeding or flushing) f. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)

2.10.1. Retak (cracking) dan penyebabnya Retak yang terjadi pada lapisan perrnukaan jalan dapat dibedakan atas : 1. Retak halus (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam lapis permukaan. Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis latasir, atau buras. Dalam tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan perbaikan sistem drainase. Retak rambut dapat berkembang menjadi retak kulit buaya. Retak ini dapat berbentuk melintang dan memanjang seperti pada gambar 2.10, dimana retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu jalan dan dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan, sedangkan untuk retak

Hal. 41

memanjang terjadi pada arah sejajar sumbu jalan biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan atau sambungan pelebaran.

Gambar 2.10. Retak halus (hair cracking) Sumber : Dokumentasi

2. Retak kulit buaya (alligalor cracks),lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Saling merangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan perrnukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah baik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas seperti pada gambar 2.11. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, jika celah < 3 mm. Sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kernbali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase di sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalulintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan. Retak kutit buaya dapat diresapi

Hal. 42

oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang- lubang akibat terlepasnya butiran-butiran.

Gambar 2.11. Retak kulit buaya (alligator cracking) Sumber : Dokumentasi

3. Retak pinggir (edge cracks) seperti terlihat pada gambar 2.12 adalah retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang rumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak lapis permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.

Hal. 43

Gambar 2.12. Retak pinggir (edge crack) Sumber : Dokumentasi

4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint cracks),retak memanjang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan dengan kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk dari pada di bawah perkerasan, terjadinya settlement dibahu jalan,penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau akibat lintasan truck/kendaraan berat di bahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi. 5. Retak sambungan jalan (lane joint cracks) pada gambar 2.13, retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalulintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang rnenjadi lebar karena terlepasnya butir-butir pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.

Hal. 44

Gambar 2.13. Retak sambungan jalan (lane joint cracks) Sumber : Silvia Sukirman

6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks) seperti pada gambar 2.14, adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan yang tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran aspal cair dengan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah, butir-butir dapat lepas dan retali bertambah besar.

Gambar 2.14. Retak sambungan pelebaran jalan (Widening cracks) Sumber : Silvia Sukirman

Hal. 45

7. Retak refleksi (reflection cracks) seperti pada gambar 2.15, retak memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan di bawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula terjadi jika gerakan vertikal/horisontal di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang, dan digonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.

Gambar 2.15. Retak refleksi (reflection cracks) Sumber : Dokumentasi

8. Retak susut (shrinkage cracks) seperti pada gambar 2.16, retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi Celah dengan campuran aspal cair dan pasir dan melapisi dengan burtu.

Hal. 46

Gambar 2.16. Retak susut (shrinkage cracks) Sumber : Dokumentasi

9. Retak Selip (slippage cracks) seperti pada gambar 2.17, retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaaaan dengan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non-adhesif lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapis permukaan. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Gambar 2.17. Retak selip (slippage cracks) Sumber : Dokumentasi

Hal. 47

2.10.2. Distorsi (Distortion) Distorsi/perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalulintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi yang tadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang cepat. Distorsi (distrotion) dapat dibedakan atas: 1. Alur (ruts) seperti pada gambar 2.18, yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalulintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai.

Gambar 2.18. Alur (ruts) Sumber : Dokumentasi

2. Keriting (corrugation) seperti pada gambar 2.19, alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting ini pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak mempergunakan agregat

Hal. 48

halus, agregat berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalulintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang mempergunakan aspal cair). Kerusakan dapat diperbaiki dengan : Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru. Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan yang baru.

Gambar 2.19. Keriting (corrugation) Sumber : Dokumentasi

3. Sungkur (shoving) seperti pada gambar 2.20, deformasi plastis yang terjadi setempat, di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali (lihat retak kulit buaya).

Hal. 49

Gambar 2.20. Sungkur (shoving) Sumber : Dokumentasi

4. Amblas (grade depressions) seperti 2.21, terjadi setempat, dengan atau ranpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami penurunan (settlement). Perbaikan dapat dilakukan dengan : Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston. Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan lapis kembali dengan lapis yang sesuai.

Hal. 50

Gambar 2.21. Amblas (grade depression) Sumber : Silvia Sukirman.

5. Jembul (upheaval) seperti pada gambar 2.22, terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kernbali.

Gamtlar 2.22. Jembul (upheaval) Sumber : Dokumentasi

Hal. 51

2.10.3. Cacat permukaan (disintegration) Cacat permukaan (disintegration) seperti pada gambar 2.23, yang mengarah kepada kerusakan secara kirniawi dan mekanis dari lapisan perkerasan. Yang terrnasuk dalam cacat permukaan ini adalah : 1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.

Gambar 2.23. Lubang (potholes) Sumber : Dokumentasi

Lubang dapat terjadi akibat : a. campuran material lapls permukaan jelek, seperti : Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas. Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik. Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.

b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca. c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan. d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.

Hal. 52

Gambar 2.24. perbaikan lubang yang bersifat permanen Sumber : Silvia Sukirman

Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkan dan dilapis kernbali. Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep patch (tambalan dalam), yang dilakukan sebagai berikut : Bersihkan lubang dari air dan material-material yang lepas. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong dalam bentuk yang persegi panjang). Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat. Isikan carnpuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi. Padatkan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan lingkungannya.

Hal. 53

2. Pelepasan butir (ravelling) seperti pada gambar 2.25, dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

Gambar 2.25. Pelepasan butir (ravelling) Sumber : Dokumentasi

3. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping) seperti pada gambar 2.26, dapat disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapisi dengan buras.

Gambar 2.26. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping) Sumber : Dokumentasi

Hal. 54

2.10.4. Pengausan (Polished Aggregate) Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cabical seperti pada gambar 2.27. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir.

Gambar 2.27. Pengausan (Polished Aggregate) Sumber : Dokumentasi

2.5.5. Kegemukan (bleeding or flushing) Permukaan menjadi licin. Pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda dan berbahanya bagi kendaraan. Kegemukan (bleeding) seperti pada gambar 2.28, dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan atau lapis aspal diangkat kemudian diberi lapisan Penutup.

Hal. 55

Gambar 2.28. Kegemukan (Bleeding) Sumber : Dokumentasi

2.10.6. Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas (utility cut depression) Terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai. Seperti pada gambar 2.29

Gambar 2.29. Penurunan pada bekas penanaman utilitas Sumber : Silvia Sukirman

Hal. 56

Anda mungkin juga menyukai