Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Obat

Obat adalah bahan kimia atau sediaan biologik yang dipergunakan untuk diagnostik, pengobatan maupun pencegahan penyakit adalah peluru utama bagi senjata seorang dokter. Walaupun dunia kedokteran mengenal berbagai cara pengobatan, seperti tindakan operatif, fisioterapi, radioterapi, psikoterapi, diet dan sebagainya, namun pemberian obat tetap menjadi bagian yang dominan. Obat dapat dianggap sebagai zat kimiawi, hewani maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, mencegah penyakit atau untuk kepentingan diagnostik. (Yahya, 1993)

2.2. Penggolongan Obat Obat dikelompokkan atau digolongkan berdasarkan : a. Menurut letak aksi anatomis, contohnya obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf pusat b. Menurut penggunaan terapi (berdasarkan khasiat), contohnya obat hipnotik (menidurkan) c. Menurut mekanisme aksi farmakologis d. Menurut sumber asli atau sifat kimia, penggunaan dan sifat farmakoterapi. Penggolongan obat Menurut Undang-Undang :

e. Obat yang dapat dijual bebas. f. Obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W), yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas. g. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaaljik = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter. h. Obat narkotik (dulu disebut obat daftar O = opiat) untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan apotik diwajibkan melaporkan jumlah dan macamnya. Selain penggolongan obat menurut undang-undang tersebut diawasi pula penggunaan obat-bahan Psikotoprik. Yang disebut obat bebas yaitu obat yang tidak digolongkan sebagai obat keras, obat psikotoprik, obat narkotik, maupun obat bebas terbatas. (Yahya, 1993)

2.3. Pengertian Obat Batuk

Baik batuk maupun pilek merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan dahak, riak, dan benda asing (misal kacang, dsb) dari saluran nafas, sedangkan pilek adalah suatu gejala adanya cairan encer atau kental dari hidung yang disebut ingus.

Obat batuk dan pilek digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit sehingga disebut simtomatik. Batuk dan pilek menyerang saluran pernapasan bagian atas dan seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari. Obat batuk dan pilek dapat digunakan bila dirasakan gejala sudah mengganggu.

Batuk terdiri dari 2 jenis, yaitu batuk kering (non produktif) dan batuk berdahak (produktif). Untuk mengobati batuk tergantung dari jenis batuk yang diderita. (www.medicastore.com)

Pada umumnya obat batuk akan mengandung satu atau lebih komponen berikut, yaitu Ekspektoran (berkhasiat untuk memudahkan mengeluarkan dahak melalui refleks batuk) dan meudahkan mengeluarkan dahak melalui refleks batuk) dan Antihistamin (zat untuk mencegah atau meredam aksi alergi). Ada pula pabrik farmasi yang menambah dengan Antitusif (zat peredam batuk), baik yang berasal dari narkotika, maupun yang bukan narkotik. Akhir-akhir ini ada pula yang menambahkan bahan Mukolitik (pengencer dahak yang kental), dan Surfaktan (bahan pencegah melekatnya dahak pada dinding saluran pernapasan dan diharapkan dapat memperlancar pengeluaran dahak melalui refleks batuk). ( Danusantoso, 2001)

2.4. Komposisi Obat Batuk

Komposisi

yang

terdapat

di

dalam

obat

batuk

biasanya

Tiap 5 ml sirop mengandung : Difenhidramin HCl, Dekstrometorfan HBr, Fenilefrin HCl dan Ammonium Klorida. (www.meprofarm.com)

a. Difenhidramin HCl Difenhidramin HCl berfungsi sebagai penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin (antialergi) dan mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Memiliki efek samping yaitu pengaruh pada kardiovaskular dan SSP seperti sedasi, sakit kepala, gangguan psikomotor, gangguan darah, gangguan saluran cerna, reaksi alergi, efek

antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur dan gangguan saluran cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi, reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi fotosensitivitas, efek ekstrapiramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, berkeringat dingin, mialgia, paraestesia, kelainan darah, disfungsi hepar, dan rambut rontok. (http://www.diskes.jabarprov.go.id/InformasiObat)

b. Dekstrometorfan HBr Dekstrometorfan merupakan derivat fenantren non-narkotik sintesis berkhasiat menekan rangsangan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein tapi bertahan lebih lama. Tidak berkhasiat analgetis, sedatif, sembelit, atau adiktif, maka tidak termasuk daftar narkotika. Mekansime kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP dengan menimbulkan semacam euforia, maka kadang kala digunakan oleh pecandu drugs. Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu, pusing, nyeri kepala dan gangguan lambung usus. (Tjay, 2010)

c. Fenilefrin HCl Fenilefrin HCl merupakan derivat adrenalin hanya memiliki 1 OH pada cincin benzen. Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergis secara tak langsung jalan pembebasan NA dari ujung saraf. Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari adrenalin, tetapi bertahan lebih lama. Tidak menstimulir SSP, efek jantungnya ringan sekali. Berdaya vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan tensi, maka digunakan pada keadaan hipotensi (kolaps). Digunakan sebagai dekongestivum hidung dan mata dan dalam banyak sediaan kombinasi anti flu bersama analgetika, antihistamin dan antitusif. (Tjay, 2010)

d. Ammonium Klorida Ammonium Klorida ini berdaya diuretis lemah yang menyebabkan acidosis, yakni kelebihan asam dalam darah. Keasaman darah merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas meningkat dan gerakan bulu getar (cillia) di saluran napas distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat. Maka senyawa ini banyak digunakan dalam sediaan sirop batuk, misalnya obat batuk hitam. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi dan berupa acidosis (khusus pada anak-anak dan pada pasien ginjal), berhubung sifatnya yang merangsang mukosa. (Tjay, 2010) 2.4.1. Difenhidramin Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal.

Struktur Difenhidramin 2-(diphenylmethoxy)-N,N-dimethylethanamine Diphenhydramine Hydrochloride. Berat molekul 291,82. (Anonim.2011.http://en.wikipedia.org/wiki/Diphenhydramine)

Difenhidramin merupakan amine stabil dan cepat diserap pada pemberian secara oral, dengan konsentrasi darah puncak terjadi pada 2-4 jam. Di dalam tubuh dapat terdistribusi meluas dan dapat dengan segera memasuki system pusat saraf, sehingga dapat menimbulkan efek sedasi dengan onset maksimum 1-3 jam. Diphenhydramine memiliki waktu kerja/durasi selama 4-7 jam. Obat tersebut memiliki waktu paruh eliminasi 2-8 jam dan 13,5 jam pada pasien geriatri. Bioavailabilitas pada pemakaian oral mencapai 40%-60% dan sekitar 78% terikat pada protein. Sebagian besar obat ini dimetabolisme dalam hati dan mengalami first-pass efect, namun beberapa dimetabolisme dalam paru-paru dan system ginjal, kemudian diekskresikan lewat urin.

Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H1) dan asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder).

Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2. Reseptor H1 terdapat di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran

pernapasan. Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik, anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat.

(http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines /diphenhydramine.htm)

a. Cara Kerja Difenhidramin Difenhidramin memiliki dua cara kerja di dalam tubuh yaitu sebagai : Kerja Antikolinoseptor, Kebanyakan antagonis H1, terutama dari subgrup etanolamin dan etilendiamin, mempunyai efek seperti atropin yang bermakna atas reseptor muskarinik perifer. Kerja ini mungkin bertanggung jawab bagi beberapa (bukan pasti) manfaat yang dilaporkan bagi rinore nonalergi tetapi bisa juga menyebabkan retensio urina dan kaburnya penglihatan. Anstesi Lokal, Sebagian besar antagonis H1 merupakan anestesi lokal yang efektif. Ia menghambat saluran natrium pada membran yang dapat dirangsang dengan cara yang sama seperti prokain dan lidokain. Sebernarnya difenhidramin dan prometazin lebih kuat sebagai anestesi lokal daripada prokain. Kadangkadang dipakai untuk menimbulkan anestesi lokal pada penderita yang alergi terhadap obat anestesi lokal konvensional.

b. Indikasi Di dalam tubuh difenhidramin memiliki berbagai indikasi antara lain yaitu : Reaksi Alergi: Obat antihistamin H1 sering merupakan obat pertama yang dipakai untuk mencegah reaksi alergi atau untuk mengobati gejalanya. Pada rinitis alrgika atau urtikaria, tempaat histamin merupakan zat perantara utama, antagonis H1 merupakan obat ini pilihan dan sering efektif. Mabuk dan Gangguan Keseimbangan: Skopolamin dan antagonis H1 tertentu merupakan obat terefektif yang tersedia untuk mencegah mabuk. Obat antihistamin dengan kemampuan terbesar untuk pemakaian ini adalah

difenhidramin dan prometazin. Mual dan Muntah pada Kehamilan: Beberapa obat antagonis H1 tealah diselidiki bagi kemungkinan penggunaan untuk mengobati morning sickness. Turunan piperzin telah ditolak bagi poenggunaan seperti itu sewaktu terbukti mempunyai efek teratogenik pada rodensia. Doksilamin, suatu antagonis H1 etanolamin, telah dipromosikan untuk kegunaan ini sebagai suatu komponen bendectin, suatu obat resep yang juga mengandung piridoksin. (Katzung, 2004) c. Kontra indikasi Kontra indikasi dari difenhidramin di dalam tubuh yaitu : Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari formulasi; asthma akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pernapasan sehingga memperberat serangan asma akut;

Pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi SSP paradoksikal.

(http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines /diphenhydramine.htm) d. Efek Samping Efek samping yang ditimbulkan dari difenhidramin yaitu : Sedasi. Gangguan pada lambung-usus. Efek anti muskarinik. Hipotensi, lemah otot, telinga berdenging tanpa rangsang dari luar, euforia (keadaan emosi yang gembira berlebihan), sakit kepala. Perangsangan saraf pusat. Reaksi alergi. Kelainan Darah

e. Perhatian Difenhidramin tidak dapat digunakan pada pasien yang memilki : Glaukoma sudut tertutup. Kehamilan. Retensi urin, pembesaran prostat. Pasien dengan lesi fokal pada korteks serebral. Hindari mengendarai kendaraan atau mengoperasikan mesin.

Sensitifitas

silang

terhadap

obat-obat

yang

berkaitan.

Interaksi obat : alkohol, depressan susunan saraf pusat, antikolinergik, obat-obat penghambat mono amin oksidase. f. Hal yang perlu diperhatikan Hal-hal yang harus diperhatikan setelah mengkonsumsi atau menggunakan difenhidramin yaitu : Obat ini menyebabkan mengantuk. Jika menggunakan obat ini, jangan mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin. Jangan digunakan bersama obat influenza yang mengandung antihistamin. Agar dikonsultasikan dengan dokter atau unit pelayanan kesehatan terlebih dahulu apabila digunakan pada : 1. penderita asma, karena dapat mengurangi sekresi dan mengentalkan dahak. 2. wanita hamil, menyusui dan anak<6 tahun. (sehatnews.com/.../3273-Diphenhydramine-Difenhidramin-HCl.html)

2.4.2. Pembagian Obat Batuk Obat batuk dibagi menjadi dua yaitu : a. Antitusif Antitusif yaitu obat yang bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat aktif yang termasuk antitusif antara lain dekstrometorfan HBr dan difenhidramin HCl (dalam dosis tertentu).

b. Ekspektoran Ekspektoran berfungsi untuk memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan dengan demikian mengurangi kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarnnya dengan batuk. Mekanisme kerjanya adalah merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar sekresi dari saluran lambung usus dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran napas. Zat aktif yang termasuk ekspektoran antara lain Ammonium klorida, minyak terbang, gualakol. (Tjay, 2010)

2.5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Analisis senyawa obat baik dalam bahan bulk, dalam sediaan farmasi, maupun dalam cairan biologis dengan metode kromatografi dapat ditilik balik pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1955-an, metode kromatografi kertas secara menaik (ascending) dan menurun (descending) telah muncul pada berbagai Farmakope untuk analisis produkproduk obat. Edisi Farmakope lanjut mulai menggunakan metide kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG) untuk analisis obat. Saat ini, metode kromatografi merupakan metode utama yang digunakan untuk analisis obat dalam Farmakope. Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka proses nya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan kromatigrafi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair. (Rohman, 2009)

2.5.1. Kegunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil), penentuan molekul-molekul netral, ionik, mauoun zwitter ion, isolasi dan poemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dan jumlah bayak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak dekstruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT paling sering digunakan untuk : menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi, memonitor sampelsampoel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran, memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran, kontrol kulitas, dan mengikuti jalannya raksi sintetis. (Rohman, 2009) 2.5.2. Kelebihan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan Kromatografi Gas tradisional, yaitu : a. Kecepatan Waktu analisis yang kurang dari satu jam merupakan hal yang lazim. Banyak analisis dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Memang, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 15 menit.

b. Daya Pisah Berbeda dengan Kromatografi Gas, kromatografi cair mempunyai dua fase tempat terjadinya antaraksi. Pada Kromatografi Gas, gas yang mengalir berantaraksi sedikit dengan linarut, pemisahan tercapai terutama karena antaraksi dengan fase diam. c. Kepekaan Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram (10-9g). Detektor fluoresensi dan elektrokimia dapat mendeteksi dalam jumlah pikogram (10-12-) d. Kolom yang dapat dipakai kembali Berbeda dengan Kromatografi Cair klasik, kolom KCKT dapat dipakai kembali. Banyak analisis dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan tetapi, kolom tersebut turun mutunya, laju penurunan mutu itu bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut dan jenis pelarut yang dipakai. e. Molekul besar dan ion Secara khusus senyawa jenis ini tak dapat dipisahkan dengan KG karena keatsiriannya rendah. KG biasanya menggunakan senyawa turunannya untuk menganalisis ion. KCKT dalam ragam ekslusi dan pertukaran ion ideal untuk menganalisis molekul besar dan ion.

f. Mudah memperoleh kembali cuplikan Sebagian besar detektor yang dipakai pada KCKT tidak merusak sehingga komponen cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika mereka melewati detektor. Biasanya pelarut dihilangkan dengan mudah dengan cara penguapan, kecuali pada pertukaran ion yang memerlukan tatakerja khusus. (Johnson, 1991)

2.5.3. Komponen-komponen Penting dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

a. Wadah Fase gerak dan Fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponenkomponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik.

b. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan

yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

c. Tempat Penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Posisi pada saat memuat sampel

Posisi pada saat menyuntik sampel

d. Kolom

Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni:

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 l/menit).

Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan. e. Detektor Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel. 2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil. 3. Stabil dalam pengopersiannya. 4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. 5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier). 6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak. (Rohman, 2009)

2.5.4. Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pemisahan dengan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, KCKT juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut. Pada penentuan kadar difenhidramin ini digunakan kromatografi cair kinerja tinggi jenis kromatografi fase terikat. Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.

2.5.5. Penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemumian

dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat /bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (chirale Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif. Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 KCKT belum digunakan sebagai suatu metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal di Farmakope negaranegara maju sudah lama digunakan, seperti Farmakope Amerika Edisi 21 (United State of Pharmacopoeia XXI), Farmakope Jerrnan Edisi 10 (Deutches Arzneibuch 10). Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua ratus tujuh puluh tujuh) obat/bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat. Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat mahal, namun metoda ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 jenis obat / bahan obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, waktu analisis cepat. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasi-effendy2.pdf)

Anda mungkin juga menyukai