Anda di halaman 1dari 28

ABSTRAK

Sebuah hasil produksi atau benda kerja didapatkan sama dengan yang kita inginkan, apabila sudah dilakukan pengukuran dan hasilnya tidak melebihi daerah toleransi. Pengukuran ini dapat berupa pengukuran panjang, massa, sudut dan lain-lain. Untuk lebih memahami cara-cara pengukuran dan jenis-jenis alat ukur maka dilakukan percobaan ini. Percobaan ini dilakukan dengan cara menggunakan jenis alat ukur, yaitu micrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel protactor. Pada alat micrometer untuk mengukur diameter luar; jangka sorong untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, dan kedalaman; bevel protactor untuk mengukur sudut; dial indicator untuk mengukur ketinggian; dan height gauge untuk mengukur diameter luar. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 5 kali pengukuran. Setelah melakukan praktikum ini didapatkan hasil berupa diameter luar, diameter dalam, kedalaman, sudut dan ketinggian benda kerja.

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Dalam suatu pengerjaan bahan atau hasil produksi tidak semuanya dapat

dikatakan hasil yang baik dan sesuai dengan harapan. Beberapa diantaranya ada yang cacat. Kecacatan ini dapat berupa cacat material, geometri, berat, suhu dan lain-lain. Untuk mengklasifikasikanhasil hasil produksi yang cacat atau tidak, salah satunya adalah dengan cara pengukuran. Oleh karena itu pengukuran ini dilakukan untuk lebih memahami cara-cara pengukuran yang benar serta membaca skalaskala yang ada pada alat ukur.

I.2

Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam praktikum ini adalah : 1. Apa yang didapatkan pada sifat-sifat alat ukur? 2. Bagaimana cara melakukan pengukuran pada alat ukur? 3. Data apa yang didapatkan pada pengukuran?

I.3 I.3.1

Batasan Masalah Batasan masalah pada mikrometer: a. Alat ukur sudah dikalibrasi b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

I.3.2

Batasan masalah pada jangka sorong a. Alat ukur sudah dikalibrasi b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

I.3.3

Batasan masalah pada bevel protactor a. Alat ukur sudah dikalibrasi b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah.

I.3.4

Batasan masalah pada dial indicator a. Alat ukur sudah dikalibrasi b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah c. Permukaan dianggap rata

I.3.5

Batasan masalah pada height gauge a. Alat ukur sudah dikalibrasi b. Kondisi lingkungan konstan atau tidak berubah c. Permukaan dianggap rata.

I.4

Tujuan Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah : 1. Mengetahui kecermatan alat ukur yang digunakan 2. Mengetahui cara mengukur berbagai alat ukur 3. Mengetaui kedalaman, diameter luar, diameter dalam, sudut dan ketinggian benda kerja.

I.5

Manfaat Praktikum Manfaat dari praktikum ini yaitu diharapkan praktikan mengetahui cara-

cara pengukuran suatu benda uji dengan berbagai macam alat ukur sesuai penggunaan yang dibutuhkan. Dalam hal ini praktikan diwajibkan untuk mengukur suatu benda uji mengenai diameter luar, diameter dalam, sudut serta ketinggian. Praktikan juga diharapkan untuk mengetahui kecermatan tiap alat ukur, agar sesuai dalam penggunakan dalam pengukuran.

I.6 BAB I

Sistematika laporan : Pendahuluan

I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 I.6 BAB II BAB III III.1 III.2 BAB IV IV.1 IV.2 IV.3 IV.4 BAB V V.1 V.2 LAMPIRAN

: Latar Belakang : Perumusan Masalah : Batasan Masalah : Tujuan Percobaan : Manfaat : Sistematika Laporan : Dasar Teori : Metodologi Percobaan : Peralatan yang digunakan : Langkah-langkah Percobaan : Analisa Data dan Pembahasan : Data Acuan : Data Praktikan : Contoh Perhitungan Standar Deviasi dan Rata-rata : Pembahasan : Kesimpulan dan Saran : Kesimpulan : Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengukuran 2.1.1 Bevel Protactor


Bevel protactor adalah perkembangan dari protavtor dengan sebuah atau dua lengan yang bisa berputar. Alat ini digunakan untuk mengukur sudut dengan busur derajat yang mengukur sudut antara dua garis yang berhubungan dan dibatasi oleh sudut maksimum 18. Bevel protactor ini juga dapat mengukur benda kerja tanpa harus mengetahui titik potongnya. Bevel protactor ini dapat mengukur objek dengan sudut maksimal 360 karena alat ukur ini dilengkapi dengan lengan gerak 360. Bevel protactor banyak dipakai pada gambar arsitektur dan mesin sebelum perangkat lunak CAD umum digunakan. Bentuk lain dari bevel protactor adalah bevel protactor mekanis yang banyak dipakai dalam proses permesinan.

Gambar 2.1 Bevel Protactor

2.1.2 Dial Indicator


Dial indicator adalah sebuah perangkat yang bisa digunakan untuk mengukur increment sangat kecil, hal ini digunakan dalam proses permesinan untuk mengukur bagian logam dengan presisi. Pada dasarnya, ada tiga jenis pengukuran incremental yang digunakan oleh dial indicator. Kenaikan terbesar adalah 0,005 (lima perseribu inchi), terkecil adalah 0,001 (seperseribu inchi), dan pengukuran paling akurat adalah 0,001 (seperseribu inchi). Di dalam sebuah dial indicator terdapat komponen, sebuah rak sederhana dan peralatan sistem sayap rak terhubung ke pinggir gigi pinion dihubungkan ke lengan. Pembebanan pegas pluger adalah bagian dari mekanisme yang melawan arah dan reaksi dari dalam sistem gearing. Mekanisme ini tidak efektif pada batas perjalanan pluger indicator pada sebuah kualitas tempat semua perjalanan di luar batas-batas tentang pengukuran yang ditentukan.

Gambar 2.2 Dial Indicator

2.1.3 Jangka Sorong


Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian dalam dan bagian bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display digital pada versi analog umumnya. Tingkat ketelitian adalah 0,05 mm untuk jangka sorong di bawah 30 cm dan 0,01 untuk di atas 30 cm.

Gambar 2.3 Jangka Sorong

2.1.4 Mikrometer
Pada pengukuran mikrometer, hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer biasanya lebih presisi daripada menggunakan jangka sorong. Mikrometer memiliki ketelitian sampai dengan 0,001 mm. Jangkauan ukur mikrometer adalah 0-25 mm, 25-50 mm, 50-75 mm, dan seterusnya dengan selang 25 mm. Cara membaca skala mikrometer secara angkat sebagai berikut: a. Baca angka skala utama (Barrel scale) b. Baca angka skala c. Jumlahkan angka yang diperoleh

Gambar 2.4 Mikrometer Sekrup

2.2 Sifat Alat Ukur


1. Rantai Kalibrasi (Calibration Chain) Kalibrasi yaitu membandingkan suatu besaran dengan besaran standar. Dalam kalibrasi, yang diukur adalah objek ukur yang diketahui harga sebenarnya, adalah harga yang dianggap benar dalam kaitannya dengan tingkat kebenarannya, diperlukan oleh alat ukur yang dikalibrasi. 2. Kecermatan (Resolution) Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan cara pembacaannya. Bagi skala yang dibacanya melalui garis indeks atau jarum penunjuk, kecermatan alat ukur sama dengan kecermatan skala, yaitu arti jarak antar garsi skala. Bila dibantu dengan pertolongan skala nonius, kecermatan alat ukur diwakili oleh angka paling kanan (angka satuan terkecil). Kecermatan dirancang sesuai dengan rancangan bagian penggerak dan penunjuk alat ukur dengan memperhatikan kepekaan, keterbatasan, dan kapasitas ukur. 3. Kepekaan (Sensivity) Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah sesuai dengan prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini kepekaan alat ukur adalah kemampuan alat ukur untuk menerima,

mengubah, dan meneruskan isyarat sensor (dari sensor menuju bagian penunjuk, pencatat, atau pengolah data pengukuran). 4. Keterbacaan (Readability) Karena pengamat akan lebih mudah dan cepat membaca hasil pengukuran, maka skala keterbacaan penunjuk digital dikatakan lebih tinggi daripada keterbacaan skala dengan jarum penunjuk, garis indeks, atau garis indeks dengan jarum. Istilah keterbacaan dalam metrologi secara khusus lebih dikaitkan kepada jarum penunjuk dengan skala, yang telah disinggung di depan keterbacaannya, dirancang dengan mempermainkan pits, kepekaan, dan kecermatan. 5. Histerisis (Hysterisis) Histerisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran secara verkesinambungan dari dua arah berlawanan (mulai dari skala nol hingga skala maksimal, kemudian diulangi dari skala maksimal hingga skala nol). Histerisis muncul karena adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur. 6. Kepasifan atau Kelambatan Reaksi (Passivity) Sekilas istilah kepasifan ini terasa memiliki konotasi kebalikan dari kepekaan, dikaitkan dengan kemampuan menerima, mengubah, dan mengolah isyarat sensor. Kepasifan dikaitkan dengan waktu yang digunakan perjalanan isyarat mula dari sensor sampai pada penunjuk. Suatu alat ukur dapat memiliki kepekaan tinggi dengan kepasifan yang tinggi atau sebaliknya, sebab antara kepekaan dan kepasifan tidak ada keterkaitan. 7. Pergeseran (Shifting) Pergeseran terjadi bila jarum penunjuk atau pencatat bergeser dari posisi yang semestinya. Proses pergeseran biasanya diamati dengan lebih jelas bila selama isyarat sensor tak diubah, sensor diusahakan pada posisi presisi jarum penunjuk atau pena pencatat yang bergeser ke satu arah, sudut pergeseran merupakan suatu penyimpangan, yaitu membesar dengan berjalannya waktu.

8. Kestabilan Nol (Zero Stability) Serupa dengan pergeseran, kestabilan nol dapat diperiksa secara periodik dengan melakukan pengukuran ulang dengan menggunakan objek ukur acuan standar atau yang dipilih, sehingga alat ukur menunjukkan harga acuan (atau nol tertentu) jika harga ini berubah-ubah secara acak, kabang besar, kadang kecil, positif, negatuf, atau tak ada perubahan pada setiap kali pergeseran. Berarti kestabilan nol alat ukur (sistem pengukuran) tidak stabil. 9. Pengambangan atau Ketidakpastian (Floating) Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu bergerak posisinya (bergetar) atau angka terakhir (paling kanan penunjuk) berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan yang menyebabkan perubahan kecil yang dirasakan sensor yang kemudian diperbesar oleh bagian pengubah alat ukur. Semakin peka dan cermat alat ukur, kemungkinan terjadinya gangguan sewaktu proses pengukuran semakin besar.

2.3 Faktor Kesalahan Pengukuran


Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pada pengukuran: 1. Faktor Internal a. Kesalahan paralaks b. Kesalahan pembulatan pengukuran c. Kesalahan dalam pemilihan alat ukur d. Kesalahan pembacaan alat ukur 2. Faktor Eksternal a. Alat ukur yang tidak dikalibrasi b. Meja yang digunakan saat pengukuran tidak rata c. Kondisi lingkungan tidak berubah

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III.1

Peralatan yang Digunakan

1. Micrometer 2. Jangka Sorong 3. Dial Indikator 4. Bevel Protactor

III.2

Langkah-langkah Percobaan

III.2.1 Mikrometer 1. Menentukan ketelitian alat ukur yang dipaki 2. Permukaan alat ukur dan mulut ukur harus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol dan tisu halus. 3. Memeriksa kedudukan titik rol micrometer, bila tidak segaris maka harus disetel terlebih dahulu 4. Membuka mulut sampai melebihi dimensi benda ukur. Menggunakan poros ukur untuk membuka mulut ukur dan jangan menggunakan rahang micrometer 5. Pada waktu mengukur, penekanan poros ukur pada benda ukur jangan terlalu keras. Menggunakan pembatas momen putar ketika poros ukur hampir mencapai permukaan benda ukur 6. Melakukan pengukuran dan mencatat pada lembar data 7. Mengulangi pengukuran hingga 5 kali pengambilan data.

III.2.2 Jangka Sorong 1. Menentukan kecermatan dari jangka sorong yang digunakan 2. Membersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukur sebelum dilakukan pengukuran 3. Memastikan skala nonius dapat bergerak dengan bebas sebelum jangka sorong digunakan 4. Memastikan angka 0 pada kedua skala bertemu dengan tepat 5. Ketika mengukur, usahakan benda yang diukur sedekat mungkin dengan skala utama. Pengukuran dengan ujung gigi pengukur menghasilkan pengukuran yang kurang cermat 6. Menempatkan jangka sorong tegak lurus dengan benda yang diukur 7. Tekanan saat pengukuran tidak boleh terlalu kuat, karena akan menyebabkan terjadinya pembengkaan pada rahang ukur maupun pada lidah ukur kedalaman 8. Mengencangkan hasil pengunci agar rahang tidak bergeser, tapi tidak boleh terlalu kuatkarena akan merusak ulir dan baut pengunci 9. Pembacaan skala nonius diusahakan dilakukan setelah jangka sorong diangkat keluar dengan hati-hatidari benda ukur 10. Melakukan pengukuran diameter luar, diameter dalam dan kedalaman 11. Mencatat hasil pengukuran pada lembar data 12. Mengulangi langkah 10 dan 11 sebanyak 5 kali untuk masing-masing pengukuran. III.2.3 Dial Indicator

1. Mengeset alat pada gambar

Gambar III.1 2. Melakukan pengukuran ketinggian benda ukur pada duatu titik 3. Mencatat hasil pengukuran pada lembar data 4. Melakukan langkah 1 2 sebanyak 5 kali III.2.4 Bevel Protactor 1. Melakukan pengukuran sudut pada benda seperti pada gambar

Gambar III.2 2. Mencatat hasil pengukuran 3. Mengulangi langkah 1 -2 sebanyak 5 kali

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1.

Data acuan Jangka Sorong Bevel Protactor Dial Indikator Mikrometer diameter luar diameter dalam kedalaman Sudut Kerataan diameter luar 58.7 mm 53.4 mm 40.75 mm 140o5 667 m 5.46 mm

4.2.

Data Praktikan 1 58,6 58,55 58,6 58,75 58,7 58,7 Jumlah Pengukuran 2 3 58,55 58,5 58,3 58,4 58,55 58,45 58,8 59 58,7 58,7 58,6 58,6 Jumlah Pengukuran 2 3 53,95 53,9 53,1 53,7 53,5 54,15 53,95 53,8 53,9 53,6 53,45 53,5 4 58,45 58,3 58,5 58,7 58,7 58,5 5 58,55 58,4 58,35 58,75 58,65 58,55

Jangka Sorong Diameter Luar Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

Jangka Sorong Diameter Dalam Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

1 54 53,45 53,75 54 54 53,8

4 53,8 53,2 54,05 53,6 53,95 53,45

5 54 53,9 53,6 53,9 53,55 53,45

Jangka Sorong Kedalaman Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

1 40,95 40,6 41,15 40,95 40,85 41

Jumlah Pengukuran 2 3 40,85 40,8 40,25 40,65 41,6 41,15 40,8 40,9 40,95 40,95 41,1 41 Jumlah Pengukuran 2 3 5,45 5,45 5,46 5,45 5,45 5,45 5,44 5,45 5,46 5,45 5,45 5,45 Jumlah Pengukuran 2 3 139,4 139,2 140 140,3 140,45 139,35 140,15 139,35 140,15 140,35 140,15 139,3 Jumlah Pengukuran 2 3 670 665 663 656 672 670 667 671 665 667 665 660

4 40,9 40,7 41,2 40,85 40,85 41,2

5 40,95 40,4 41,7 40,9 40,85 41,1

Mikrometer Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

1 5,41 5,46 5,43 5,45 5,46 5,46

4 5,46 5,46 5,42 5,46 5,46 5,45

5 5,46 5,45 5,41 5,46 5,46 5,45

Bevel Protactor Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

1 139,1 139,35 139,3 140,2 140,25 140,25

4 139,15 140,2 140,15 139,15 140,45 140,35

5 139,1 139,35 140,25 140,3 139,3 140,45

Dial Indicator Lungit Zarista Ahmad Indi Y. Femmy Adisurya Fajar Kurnianto Defieka Andensy Heru Bagus W.

1 667 664 674 668 667 663

4 666 666 673 665 666 666

5 665 665 670 666 668 664

4.3.

Contoh Perhitungan Standar Deviasi dan Mean

4.4.

Pembahasan

4.4.1. Jangka Sorong (diameter luar)

Grafik jangka sorong (diameter luar)

One-Sample T: lungit; indi; femmy; fajar; defie; heru


Test of mu = 58,7 vs not = 58,7 Variable lungit indi femmy fajar defie heru N 5 5 5 5 5 5 Mean 58,5300 58,3900 58,4900 58,8000 58,6900 58,5900 StDev 0,0570 0,1025 0,0962 0,1173 0,0224 0,0742 SE Mean 0,0255 0,0458 0,0430 0,0524 0,0100 0,0332 95% (58,4592; (58,2628; (58,3706; (58,6544; (58,6622; (58,4979; CI 58,6008) 58,5172) 58,6094) 58,9456) 58,7178) 58,6821) T -6,67 -6,76 -4,88 1,91 -1,00 -3,32 P 0,003 0,002 0,008 0,129 0,374 0,029

Dari grafik pengukuran diameter luar dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 58,7 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan Defie berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan Heru (data ke-1) dan Fajar (data ke-4) ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan Lungit dan Femmy tidak

segaris dan berimpit dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan indi. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah. Dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang tepat berikutnya adalah Lungit, lalu disusul oleh Heru, Femmy dan Indi. Sedangkan Fajar merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 58,7 adalah Defieka. Hal ini menunjukkan Defieka yang paling akurat disusul dengan Fajar, Heru, Lungit, Femmy. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 58,7. Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan = 5% dan data acuan diameter luar sebesar 58,7mm. Dari masingmasing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbedabeda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui ketelitian hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran fajar dan Defieka menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.2. Jangka Sorong (diameter dalam)

One-Sample T: lungit_1; indi_1; femmy_1; fajar_1; defie_1; heru_1


Test of mu = 53,4 vs not = 53,4 Variable lungit_1 indi_1 femmy_1 fajar_1 defie_1 heru_1 N 5 5 5 5 5 5 Mean 53,9300 53,470 53,810 53,8500 53,8000 53,5300 StDev 0,0837 0,335 0,282 0,1581 0,2092 0,1525 SE Mean 0,0374 0,150 0,126 0,0707 0,0935 0,0682 95% (53,8261; ( 53,054; ( 53,460; (53,6537; (53,5403; (53,3407; CI 54,0339) 53,886) 54,160) 54,0463) 54,0597) 53,7193) T 14,16 0,47 3,26 6,36 4,28 1,91 P 0,000 0,664 0,031 0,003 0,013 0,129

Pembahasan Grafik Dari grafik pengukuran diameter dalam dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 53,4 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan heru hampir berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuanyaitu pada pengambilan data pertama sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit defi, fajar dan femmy tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan

bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah.

Pembahasan Standar Deviasi dan Mean Dalam percobaan mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Lungit mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Heru, lalu disusul oleh Fajar, Defieka dan Femmy. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 53,4 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi yang paling akurat disusul dengan Heru, Defieka, Femmy, Fajar. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 53,4. Pembahasan One Sample-T Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan =5% dan data acuan diameter luar sebesar 53,4mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran indi dan heru menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.3. Jangka Sorong (kedalaman)

One-Sample T: lungit_2; indi_2; femmy_2; fajar_2; defie_2; heru_2


Test of mu = 40,75 vs not = 40,75 Variable lungit_2 indi_2 femmy_2 fajar_2 defie_2 heru_2 N 5 5 5 5 5 5 Mean 40,8900 40,5200 41,360 40,8800 40,8900 41,0800 StDev 0,0652 0,1891 0,268 0,0570 0,0548 0,0837 SE Mean 0,0292 0,0846 0,120 0,0255 0,0245 0,0374 95% (40,8091; (40,2852; ( 41,027; (40,8092; (40,8220; (40,9761; CI 40,9709) 40,7548) 41,693) 40,9508) 40,9580) 41,1839) T 4,80 -2,72 5,09 5,10 5,72 8,82 P 0,009 0,053 0,007 0,007 0,005 0,001

Pembahasan Grafik Dari grafik pengukuran kedalaman dengan jangka sorong didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 40,75 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tidak ada data praktikan yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan kurang cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi ada beberapa data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit, defi, dan heru tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan femmy. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan

timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah. Pembahasan Standar Deviasi dan Mean Dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Fajar, lalu disusul oleh Lungit, Heru dan Indi. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 40,7 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Fajar, Defieka, Lungit, Heru. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 40,7. Pembahasan One Sample-T Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan =5% dan data acuan diameter luar sebesar 40,75mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran indi menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.4. Mikrometer

One-Sample T: lungit_3; indi_3; femmy_3; fajar_3; defie_3; heru_3


Test of mu = 5,46 vs not = 5,46 Variable lungit_3 indi_3 femmy_3 fajar_3 defie_3 heru_3 N 5 5 5 5 5 5 Mean 5,44600 5,45600 5,43200 5,45200 5,45800 5,45200 StDev 0,02074 0,00548 0,01789 0,00837 0,00447 0,00447 SE Mean 0,00927 0,00245 0,00800 0,00374 0,00200 0,00200 95% (5,42025; (5,44920; (5,40979; (5,44161; (5,45245; (5,44645; CI 5,47175) 5,46280) 5,45421) 5,46239) 5,46355) 5,45755) T -1,51 -1,63 -3,50 -2,14 -1,00 -4,00 P 0,206 0,178 0,025 0,099 0,374 0,016

Pembahasan Grafik Dari grafik pengukuran diameter luar dengan mikrometer didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 5,46 mm. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan defi dan indi berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dia lakukan cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan heru (data ke-1), lungit (data ke-4 dan ke-5) dan fajar (data ke-4 dan ke-5) ada data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan femmy. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah. Pembahasan Standar Deviasi dan Mean

Dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan mikrometer terlihat bahwa praktikan Defieka dan Heru mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Indi, lalu disusul oleh Fajar, dan Femmy. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur diameter luar dengan menggunakan mikrometer karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 5,46 adalah Indi. Hal ini menunjukkan Indi adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka , Heru, Fajar, Lungit. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan jangka sorong karena nilai meannya paling jauh dari 5,46 Pembahasan One Sample-T Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan =5% dan data acuan diameter luar sebesar 5,46 mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran lungit,indi,fajar, dan defie menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.5. Bevel Protactor

One-Sample T: lungit_4; indi_4; femmy_4; fajar_4; defie_4; heru_4


Test of mu = 140,5 vs not = 140,5 Variable lungit_4 indi_4 femmy_4 fajar_4 defie_4 heru_4 N 5 5 5 5 5 5 Mean 139,190 139,840 139,900 139,830 140,100 140,100 StDev 0,124 0,460 0,536 0,537 0,461 0,461 SE Mean 0,056 0,206 0,240 0,240 0,206 0,206 95% (139,035; (139,269; (139,234; (139,163; (139,528; (139,528; CI 139,345) 140,411) 140,566) 140,497) 140,672) 140,672) T -23,53 -3,21 -2,50 -2,79 -1,94 -1,94 P 0,000 0,033 0,067 0,049 0,124 0,124

Pembahasan Grafik Dari grafik pengukuran dengan bevel protector didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 140 derajat 5 menit. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa tidak ada data praktikan yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan tidak cermat dan teliti. Sedangkan data praktikan indi (data ke-2) ada salah satu data yang berimpit dan segaris dengan data acuan sedangkan pada pengambilan data selanjutnya tidak berimpit dan segaris dengan data acuan. Data praktikan lungit, defi, heru, fajar dan femmy tidak segaris dan berimpit dengan data acuan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada

beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah. Pembahasan Standar Deviasi dan Mean Dalam percobaan mengukur sudut dengan menggunakan bevel protector terlihat bahwa praktikan Lungit mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Indi, lalu disusul oleh Defi, Heru dan Femmy. Sedangkan Fajar merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur sudut dengan menggunakan bevel protector karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 140,0833 adalah Heru. Hal ini menunjukkan Heru adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka , Femmy, Indi, Fajar. Sedangkan Lungit merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalm percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan bevel protector karena nilai meannya paling jauh dari 140,0833 Pembahasan One Sample-T Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan =5% dan data acuan diameter luar sebesar 140,5 mm. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran femmy,defie, dan heru menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

4.4.6. Dial Indikator

One-Sample T: lungit_5; indi_5; femmy_5; fajar_5; defie_5; heru_5


Test of mu = 667 vs not = 667 Variable lungit_5 indi_5 femmy_5 fajar_5 defie_5 heru_5 N 5 5 5 5 5 5 Mean 666,600 662,80 671,800 667,40 666,600 663,60 StDev 2,074 3,96 1,789 2,30 1,140 2,30 SE Mean 0,927 1,77 0,800 1,03 0,510 1,03 95% (664,025; ( 657,88; (669,579; ( 664,54; (665,184; ( 660,74; CI 669,175) 667,72) 674,021) 670,26) 668,016) 666,46) T -0,43 -2,37 6,00 0,39 -0,78 -3,30 P 0,688 0,077 0,004 0,717 0,477 0,030

Pembahasan Grafik Dari grafik pengukuran dengan dial indicator didapatkan grafik seperti di atas dengan data acuan pengukuran sebesar 667 m. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data praktikan tidak ada yang berimpit dan segaris dengan data acuan. Ini membuktikan bahwa pengamatan yang dilakukan tidak cermat dan teliti. Data praktikan yang paling jauh dari data acuan adalah data praktikan indi. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyimpangan antara lain penyimpangan yang berasal dari alat ukur. Apabila alat ukur sering dipakai dan belum dikalibrasi ulang ada kemungkinan timbul sifat seperti histerisis, keausan, pergeseran

dan kestabilan nol yang jelek. Bisa juga akibat deformasi (perubahan bentuk) apabila ada beban yang beraksi pada benda ukur sehingga ukuran dari benda ukur jadi berubah. Pembahasan Standar Deviasi dan Mean Dalam percobaan mengukur ketebalan dengan menggunakan dial indicator terlihat bahwa praktikan Defieka mendapatkan hasil yang paling tepat, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi dari praktikan yang paling mendekati angka nol. Setelah itu yang teliti berikutnya adalah Femmy, lalu disusul oleh Lungit, Fajar dan Heru. Sedangkan Indi merupakan praktikan yang paling tidak tepat dalam percobaan mengukur ketebalan dengan menggunakan dial indicator karena standar deviasinya paling jauh dari angka nol. Dari data diatas juga terlihat bahwasannya mean yang mendekati nilai 666,467 adalah Lungit. Hal ini menunjukkan Lungit adalah praktikan yang paling akurat disusul dengan Defieka ,Fajar, Heru, Indi. Sedangkan Femmy merupakan praktikan yang paling tidak akurat dalam percobaan mengukur kedalaman dengan menggunakan dial indikator karena nilai meannya paling jauh dari 666,467. Pembahasan One Sample-T Pada data di atas, menggunakan metode one sample-t dengan =5% dan data acuan diameter luar sebesar 667 m. Dari masing-masing hasil pengukuran praktikan, didapatkan nilai P yang berbeda-beda. Dimana nilai P dapat digunakan untuk mengetahui kevalidan hasil pengukuran dari masing-masing praktikan. Apabila nilai P value lebih besar dari , maka ho gagal ditolak sehingga data dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan apabila nilai P kurang dari , maka ho ditolak sehingga data pengukuran dari praktikan tersebut dinyatakan valid. Pada perhitungan dengan metode one sample-t di atas, hasil pengukuran lungit,indi,fajar, dan defie menunjukkan hasil pengukuran yang valid.

Anda mungkin juga menyukai