Anda di halaman 1dari 71

MAKALAH PAJAK BPHTB MENURUT KONVENSIONAL

DAN SYARIAH
Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah Perpajakan
Semester V



Disusun Oleh:
Iliz Azizah (1210307068)
M. Faizal Mubarok (1210307068)
Meida Sari (1210307074)
Nina Nurhayati (1210307085)
Pebri Anggayana (1210307091)

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahilrabbilalamin kami ucapkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan nikmat-Nya kepada kami dan dengan seijin-
Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan tepat waktu yaitu sebelum UAS.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan saran dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perpajakan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang
digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan makalah selanjutnya akan kami terima
dengan senang hati.
Akhirnya, Tiada Gading Yang Tak Retak, meskipun dalam
penyusunan makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan,
namun kami sangat menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini jauh
dari sempurna dikarenakan keterbatasan waktu maupun kemampuan kami.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Bandung, Desember 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan teori pajak non-Islam
B. Landasan teori pajak menurut syariah
BAB III PEMBAHASAN
A. Bphtb
B. Dasar Hukum
C. Objek, Subjek, Tidak Termasuk Objek Pajak Dan Wajib Pajak
D. Dasar Pengenaan, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(Npoptkp) Dan Tarif Pajak
E. Cara Menghitung Bphtb
F. Pengenaan Bphtb
G. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar (Skbkb)
H. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (Skbkbt)
I. Pajak (Bphtb) Menurut Syariah
J. Pengertian Syariat
K. Karakteristik Syariat.
L. Ruang Lingkup Syariat
M. Defenisi Syariat
N. Hubungan Pajak Dengan Syariat.
O. Kata Pajak Dalam Al-Quran
P. Pengertian Pajak Menurut Syariat
Q. Pengertian
R. Ketentuan-ketentuan kharaj
S. Pajak (Dharibah) Bermakna Beban Yang Berat
T. Defenisi Pajak Menurut Syariah
U. Karakteristik Pajak (Dharibah) Menurut Syariat
V. Dasar Pengenaan Kharaj Dan Tarif Kharaj
W. Subjek Kharaj
X. Objek Kharaj
Y. Dasar Pengenaan Kharaj Dan Tarif Kharaj

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Sesuai dengan pasal 33 ayat (3) undang-undang dasar 1945, bumi, air
dankekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian
dari bumi yangmerupakan karunia tuhan yang maha esa, disamping memenuhi
kebutuhan dasar untuk papan danlahan usaha, juga merupakan alat investasi yang
sangatmenguntungkan. Di samping itu,bangunan juga member manfaat ekonomi
bagi pemiliknya, oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah
dan bangunan, wajar menyerahkan sebagaian nilai ekonomi yang diperolehnya
kepada Megara melalui pembayaranpajak, yang did a;a hal ini adalah bea
perolehan hak atas atanah dan bangunan (BPHTB).
Prinsip yang dianut dalam undang-undang BPHTB adalah:
1. pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan system self
assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri
utang pajaknya.
2. Besarnya tariff ditetapkan sebesar 5% dan nilai perolehan
objekkena pajak (NPOPKP).
3. Agar pelaksanaan undang-undang BPHTB dapat berlaku secara
efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melanggar ketentuanatau tidak melaksanakan
kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Hasilpenerimaan BPHTB merupakan penerimaan negarayang
sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah, untuk
meningkatkan pendapat daerahguna membiayai pembangunan
daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di
luar ketentuan ini tidak dipernenankan.
1


1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan BPHTB (beaperolehan hak atas tanah dan
bangunan)?
1.2.2. Bagaimana pandangan pajak BPHTB menurut syariah?

1.3 TUJUAN PENULISAN
Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan adanya
tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai
tujuan tersebut. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan BPHTB
1.3.2. Untuk mengetahui pandangan pajak BPHTB menurut syaria

1
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 339, CV ANDI Yogyakarta :2011
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Landasan Teori Pajak Non Islam
Para filosof dan ekonomi non muslim banyak yang berpendapat tentang
pajak. Secara garis besar pendapat mereka dapat dikelompokan menjadi dua
landasan teori, yaitu : 1. Teori kekuasaan 2. Teori perjanjian
1. Teori kekuasaan (pajak sebagai upeti)
Menurut teori ini, rakyat membayar pajak kepada penguasa semat-
mata karena kekuasaan penguasaan (raja/kaisar/presiden). Dalam kondisi
iniseperti ini, pajak bermakna upeti atau persembahan kepada raja.
Negara dengan pajak upeti seperti ini adalah Negara yang sepenuhnya
tunduk pada kepentingan penguasa.
2. Teori perjanjian
Sejalan dengan tumbuhnya kedewasaan umat manusia akhirnya rakyat
menyadari bahwa dengan systempajak-upeti selama ini mereka
telahmengalami ketidakadilan dan penindasan. Kemudian muncullah
pemberontkan dan penolakan system upeti tersebut. Mereka menggugat,
jika penguasa hanya biasa menjalankan kekuasaanyadengan pajak rakyat,
mengapa tidak dibuat semacam perjanjian yang memberikan jaminan bagi
rakyak pembayar pajak untuk mendapatkan hak pengimbang (kontra
prestasi) yang sepadan dari penguasa.
2


2
. Masdar F. Masudi, Faturrahman Djamil, Dkk, Reinter prestasi Pendayagunaan ZIS, Menuju
Efektifitas Pemanfaatan Zakat, Infak, Sedekah, Piremedia,Jakarta 2004.Hlm 51
Kesadaran inilah yang mendorong lahirnya dokumen magna charta di
inggris (1252), revolusi prancis(1789) dan revolusi amerika (1775-1781)
dengan slogan no taxation without representation (tidak ada beban pajak
tanpa keterwakilan- pembayaran pajak dalam menentukan penggunaan
uang itu dan tentu saja seluruh kebijakan strategi Negara yag seluruhnya
juga dibiayai dengan uang pajak.
3
Teori ini juga didukung oleh beberapa
filosofi lain seperti
4
:
a. Mirabau mengatakan:
pajak adalah pembayaran dimuka yang dilakukan oleh seseorang
terhadap perlindungan sekelompok manusia ini berarti bahwa
perjanjian itu sebagaiakad jual beli.
b. Adam smith mengatakan :
perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa atas perkejaan. Negara
memberikan berbagai pelayanan bagi warganya, makawarga Negara
membayar pajak kepada Negara, sebagai imbalan atas pekerjaan-
pekerjaannya.
c. Montesque dan hobbes mengatakan:
perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan. Dengan demikian
pajak adalah bagian harta yang wajib diserahkan oleh pemilik
kekayaan untukmelindungi keamanan hartanya.



3
. Ibid, Hlm. 51
4
. Yusuf Qorhawi, Op.Cit, Hlm.1009
2.2. Landasan Teori Pajak Menurut Syariah
Sumber-sumber pendapatan baitul mal dalam khalifah islam yang telah
ditetapkan syariat sebenarnya cukup untuk membiayai pengaturan dan
pemeliharaan urusan dan kemaslahatan rakyat. Namun, ketika baitul mal tidak
terdpat harta atau kurang, sementara sumbangan sukarela dari kaum muslim atas
inisiatif mereka juga belum mencukupi, maka syariat menetapkan pembiayaannya
menjadi kewajibankaum muslim. Rosllah saw. Bersabda:


tidak boleh mencelakakan orang lain dan tidak boleh mencelakakan diri
sendiri ( HR Malik dan Ahmad dari Ibnu Abbas)
5

Memang pada harta tak ada kewajiban selaian zakat. Namun, apabila zakat
telah diselesaikan, kemudian sesudah itu ternyata dating kebutuhan mendesak,
maka wajib bagi orang kaya mengeluarkan hartanya untuk keperluan tersebut.
6

Apabila harta baitul mal kosong, kemudian keperluan biaya militer meningkat,
maka imam hendaklah membebankan biaya itu kepada mereka yang kaya
sekiradapat mencukupi keperluan tersebut, sehingga baitulmal berisi kembali.
7

Menurut Qardawi, asas teori wajib zakat adalah sebagai berikut:
1. Teori Beban Umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak allah-sebagai pemberi
nikmat untuk membebankan kepada hambanya apa yang dikehendakinya

5
. Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Op.Cit.Hlm. 36.
6 .Qadhi Abu Bakr Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, Dalam Yusuf Qardhawi, Op.Cit, Hlm,991
7 . Imam Syaitibi,Op.Cit, Dalam Yusuf Qardhawi, Op. Cit.Hlm 992
baik kewajiban badani maupun harta, untuk melaksanakan kewajibannya
dan tanda syukur atas nimaknya dan untuk menguji apa yang ada di hati
mereka,agar allah membersihkannya uaga allah mengetahui siapa yang
taat kepada rosul-nya dan siapa yang membangkang, sehingga allah dapat
membedakan yang buruk dan yang baik, mana yang jahat mana yang baik,
kemudian allah membalas amal perbuatan mereka, sedang mereka tidak
dianiaya.
8
Firman allah swt:
+lOE E^^
7E4^UE= L14l4N 7^^4
4L^1) 4pONE_O> ^)
Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada kami? (Q.S Al-muminun : 115)
CU=O^4 }=O^e"- p
E4O^NC Oc ^@g
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggung jawaban)? (Q.S.Al-Qiyamah: 36)
*.4 4` O) g4OEOO-
4`4 O) ^O- EO@O;4Og
4g~-.- W-O7*^Ec E)
W-OUgE EO@O^_4

8
. Yusuf Qardhawi.Op.Cit Hlm 1010
4g~-.- W-ONL=O;O
/E_O+4^) ^@
dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi supaya Dia memberi Balasan kepada orang-orang yang
berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi
Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih
baik (syurga). (Q.S.Al-Najm : 31)
2. Teori Khalifah
Teori pajak yang kedua ini ialah bahwa harta itu adalah amanah allah.
Asas teori ini berpegang pada keyakinan bahwa semua harta adalah
kepunyaan allah swt.dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah atas
harta itu. Allah-lah pemilik yang sebenarnya seluruh jaga raya ini.
+O 4` O) g4OEOO- 4`4
O) ^O- 4`4
Eg+uO4 4`4 =e^4`
O4O-4- ^g
kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
(Q.S.Thaha: 6)
Semua yang adal di alam mini baik di bagian atas maupun bagian
bawahnya adalahkepunyaan allah semata, tidak ada seorang pun ikut
melilikinya meski sebesar atom.
9

E- 4pNOOL4C ) p
N_41g>> OE:j^UE^-
u 4O)4C NO^` C)4O _
ElgEOE E 4g~-.- }g`
)_)U:~ _ 4`4 +eEU
+.- }4 W-EO+^~
_=O^ ]O)U;4C ^@@
tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya Para
Malaikat kepada mereka[824] atau datangnya perintah Tuhanmu[825].
Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum
mereka. dan Allah tidak Menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
selalu Menganiaya diri mereka sendiri, (Q.S. An-Nahl :33)
Maka tak heran setelah manusia memperoleh nikmat itu, sebagai
hamba allah ia harus mengeluarkan sebagaian rezekinya itu untuk tujuan di
jalan allah, meninggikan rahmat allah danmenolong saudara-saudaranya
sesame hamba allah, sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang
diberikan kepadanya.
10

3. Teori Pembelaan Antara Pribadi Dan Masyarakat

9
.Ibid.Hlm.1015
10
. ibid
Diantara hak masyarakat terhadap negaranya yang membimbing dan
mengurus kepentingannya ialah setiap anggota masyarakat yang punya
kewajiban menyerahkan sebagian hartanya, yang akan digunakan untuk
memelihara kelangsungan hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan
dan permusuhan serta segala sesuatu untuk kebaikan masyarakat
seluruhnya . firman allah swt :
E_GC^4C -g~-.-
W-ON44`-47 W-EOU>
74O^` e:E4uO4
gC4:^) ) p ]O7>
E4OO_g` }4N -4O> 7Lg)` _ 4
W-EOU+^> 7=O^ _ Ep)
-.- 4p~E 7) V1gO4O ^g_
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (Q.S.An-nisa 29)
4. Teori Persaudaraan
persaudaraan yang diwa oleh islam ada dua macam atau dua
tingkatan,yaitu persaudaraan yang asasnya adalah sama-sama sebagai
manusia dan persaudaraan yang hai semua manusia.sanya sama-sama
dalam warna kulit yang berbeda-beda, dan berbeda-beda pula tingkat dan
derajatnya, namun dia berasal dari satu turunan yaitu dari satuayah. Oleh
karwna itu allahmemanggil merekahai anak cucuadam sebagaimana
memanggilnya, Hai semua manusia.
Dianatara seluruh amanusia terdapat jalinan kasih sayangdan
persaudaraan yang bersifat universal,allahswt. Menegaskan adanya
jalinankasih saying kemanusiaan dengan firman allah swt:
Og^4C +EEL-
W-O4>- N7+4O Og~-.-
7U }g)` ^^^ EEg4
4-UE=4 Ogu+g` E_E_uEe
O+44 4gu+g` L~E}jO
-LOOg1E w7.=O)e4 _
W-OE>-4 -.- Og~-.-
4pO747.=O> gO)
4~4O-4 _ Ep) -.-
4p~E 7^OU4 4:1g~4O ^
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.( Q.S. An-Nisa 1)















BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan
BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia,
yaitu dengan UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2000, memberikan pengertian mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama
dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Yang dimaksud dengan Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak
atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Adapun Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah hak atas
tanah,termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana
dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undanganlainnya.
Hak atas Tanah yang dimaksud adalah: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
11

Adapun pengertian BPHTB lainnya yaitu:

11
. http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/accounting-s1/perpajakan/bea-perolehan-hak-
atas-tanah-dan-bangunan
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang
selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta
bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-
undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lainnya.
12

1.2 Dasar Hukum
Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:
1. UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20
Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama
Staatsblad 1924 No.291.
2. Peraturan pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB
karena waris dan hibah.
3. Peraturan pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB
karena pemberian Hak Pengelolaan.

12
.Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 340, CV ANDI Yogyakarta :2011
4. Peraturan pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya
NPOPKTP BPHTB.
13

1.3 Objek, Subjek, dan Wajib Pajak BPHTB
3.3.1 Objek Pajak
Dalam pasal 2 UU BPHTB yang menjadi objek BPHTB adalah
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:
1. Pemindahan Hak, karena:
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Hibah
d. Hibah Wasiat
Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus
mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada
orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah
pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
e. Waris
f. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum Lainnya
Yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya adalah pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan
Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

13
. Ibid,
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah
pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak
bersama.
h. Penunjukan pembeli dalam lelang
Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan
pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang
tercantum dalam Risalah Lelang.
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap
Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah
mempunyai kekeuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak
dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak
kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
j. Penggabungan usaha
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan
usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung.l
k. Peleburan usaha
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih
badan usaha denagn cara mendirikan badan usaha baru dan
melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
l. Pemekaran usaha
Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha
menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva
kepada badan usaha baru terswebut yang dilakukan tanpa
melikuidasi badan usaha yang lama.
m. Hadiah
Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan
hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
2. Pemberian Hak Baru, karena:
a. Kelanjutan pelepasan hak
Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena
kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang
berasal dari pelepasan hak.
b. Di luar pelepasan hak
Yang dimaksud dengan pemberian hak baru di luar
pelepasan hak adalah pemberian hak baru atas tanah kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang
hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan
BPHTB sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB
meliputi:
1. Hak milik
Hak milik yaitu hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat bahwa semua hak
atas tanah berfungsi sosial, artinya kalau kepentingan umum
menghendaki hak milik atas tanah dapat dicabut dengan memberi
ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-
undang.
2. Hak Guna Usaha (HGU)
Hak Guna Usaha (HGU) yaitu hak untuk mengusahakan tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu paling lama
25 tahun dan dapat diperpanjang oleh pemegang hak untuk paling
lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan untuk tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar.
3. Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan (HGB) yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri,dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang oleh pemegang hak untuk paling lama 20 tahun.
4. Hak Pakai
Hak Pakai yaitu hak untuk menggunakan dan memungut hasil
dari tanah yang dikuasai lagsung oleh Negara atau tanah milik orang
lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yaitu hak milik atas
satuan yang bersifat perorangan dan terpisah, yang meliputi juga
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang
semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
satuan yang bersangkutan.
6. Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan yaitu hak menguasai dari Negara atas tanah
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksaaan tugasnya,
menyerahkan bagian-bagian kepada pihak ketiga dan kerjasama
dengan pihak ketiga.
14


14
. http://www.ortax.org/ortax/?mod=panduan&page=show&id=76&q=&hlm=
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 terdapat beberapa objek pajak yang tidak
dikenakan BPHTB yaitu objek pajak yang diperoleh:
1. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh:
a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan
untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan
yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah
Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya tanah dan atau
bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit
pemerintah, jalan umum.
a. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya.
Badan atau perwakilan organisasi internasional yang
dimaksud dalam pasal ini adalah badan atau perwakilan organisasi
internasional, baik pemerintah maupun non pemerintah.
b. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
Yang dimaksud konversi hak adalah perubahan hak dari
hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok
Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
Contoh: - Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanapa adanya
perubahan nama.
- Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik
atau sejenisnya) menjadi hak baru.
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain misalnya
memperpanjang hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama.
c. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang
pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan
melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
d. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.
2. Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan pemberian
hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
15


15
. ibid
3.3.2 Subjek Pajak
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang
dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak BPHTB
menurut undang-undang BPHTB.
16

3.3.3. Tidak Termasuk Objek Pajak
Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang
diperoleh:
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan laindiluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut;
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.
17


16
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 342, CV ANDI Yogyakarta :2011
17
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 341, CV ANDI Yogyakarta :2011
3.3.4 Wajib Pajak
Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi
Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.
3.4 Dasar Pengenaan, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) dan Tarif Pajak
3.4.1 Dasar Pengenaan Pajak
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
2. Nilai Perolehan Objek Pajak meliputi:
a. Jual beli adalah harga transaksi
b. Tukar menukar adalah nilai pasar
c. Hibah adalah nilai pasar
d. Hibah wasiat adalah nilai pasar
e. Waris adalah nilai pasar
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
nilai pasar
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah nilai
pasar
h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah nilai pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai
pasar
k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. Peleburan usaha adalah nilai pasar
m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. Hadiah adalah nilai pasar
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang
tercantum dalam Risalah Lelang
3. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 huruf a samapi dengan n tidak diketahui atau lebih rendah
daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai jual Objek Pajak Pajak
Bumi dan Bangunan (NJOP PBB).
Contoh :
Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan NPOP
(harga transaksi) Rp 30.000.000,- sedangkan NPOP PBB yang
digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
sebesar Rp 35.000.000,- maka yang dipakai sebagai dasar
pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Rp
35.000.000,- . danbukan Rp.30.000.000
18

4. Apabila Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 belum ditetapkan, besarnya

18
. http://www.ortax.org/ortax/?mod=panduan&page=show&id=76&q=&hlm=
Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan oleh
Menteri.
3.4.2 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp
60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp
300.000.000,- dan besarnya NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan
Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan
moneter serta perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.
19

3.4.3 Tarif Pajak
Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen)


3.5 Cara Menghitung BPHTB
Untuk menghitung besarnya NPOPKP adalah dengan cara mengurangkan
NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB
terutang adalah:
20


19
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 343, CV ANDI Yogyakarta :2011
20
. ibid

BPHTB = Tarif x Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
= 5% x (NPOP NPOPTKP)

Contoh:
1. Bapak Sudirjo membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten
Bandung dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 50.000.000,- Apabila
NPOPTKP yang ditetapkan untuk Kabupaten Bandung Rp 60.000.000,-
maka BPHTB yang menjadi kewajiban bapak Sudirjo tersebut adalah :
5% x (50.000.000 60.000.000) = Nihil
Atau dengan kata lain Bapak Sudirjo tidak terutang BPHTB
2. Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek
Pajak Rp 70.000.000,- Sedangkan NPOPTKP yang berlaku di Kabupaten
tersebut Rp 60.000.000,-maka BPHTB yang menjadi kewajiban Tuan
Budi tersebut adalah :
5% x (70.000.000 60.000.000) = Rp 500.000,-
3. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan S membeli tanah yang terletak di
Kabupaten XX dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006
Rp. 40.000.000,00. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi,
maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris,
atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
untuk Kabupaten XX ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat
NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut
tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta Rp. 60 juta)
= 5 % x (0)
= Rp. 0 (nihil).
4. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya D membeli tanah dan bangunan
yang terletak di Kabupaten XX dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP
PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,00. Sehingga besarnya NPOP
adalah Rp. 100.000.000.-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, untuk Kabupaten XX ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00.
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp.
100.000.000,00 dikurangi Rp. 60.000.000,00 sama dengan Rp.
40.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5 % x (Rp. 100 Rp. 60) juta
= 5 % x ( Rp. 40) juta
= Rp. 2 juta .
5. Pada tanggal 28 Juli 2006, TuanS mendaftarkan warisan berupa tanah
dan bangunan yang terletak di Kota BB dengan NJOP PBB Rp.
400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota
BB ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah
Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp.
100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 Rp. 300) juta
= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta
= Rp. 2,5 juta.
6. Pada tanggal 7 November 2006, Wajib Pajak orang pribadi K
mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang
terletak di Kota BB dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,00. NPOPTKP
untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, untuk Kota BB ditetapkan sebesar Rp.
300.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP,
maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan
BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 250 Rp. 300) juta
= 50% x 5 % x (0)
= Rp. 0 (nihil).
3.6 Pengenaan BPHTB
1. Pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang
terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah
sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
2. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya
BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:
0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang
dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya,
dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum
Perumnas);
50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang
dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan
secara regional paling banyak;
1. Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal
perolehan hak Rumah Sederhanan Sehat (RSH) dan Rumah Susun
Sederhana;
2. Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru
melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau
mikro dalam dalam rangka program peningkatan sertifikasi tanah untuk
memperkuat penjaminankredit bagi usaha Mikro dan kecil;
3. Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk
istri/suami;
4. Paling banyak Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dalam hal
selain a, b dan c.

3.6.1 Saat Terutangnya Pajak
1. Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian
hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
21

2. Sejak tanggal penunjukkan pemengang lelang. Untuk: lelang
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hokum yang tetap, untuk: putusan hakim.
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
kekantor pertanahan, untuk : hibah wasiat dan waris.
5. Sejak tanggal ditandatngani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak, untuk :
a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan pelepasan
hak.
b. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak.

3.6.2 Tempat Pajak Terutang
Tempat pajak terutang adalah di wilayah
22
:
1. Kabupaten
2. Kota, atau
3. Propinsi.
3.6.3 Tempat Pembayaran
Pajak yang terutang dibayar ke Kas Negara melalui
23
:
1. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik
Daerah

21
. http://www.klinik-pajak.com/knowledge-base/bphtb
22
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 344, CV ANDI Yogyakarta :2011
23
.ibid
2. Kantor Pos dan Giro
3. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Mneteri Keuangan.
3.6.4 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan
Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)
1. Pengertian
SKBKB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya
jumlah pajak yang terutang, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
24

2. Penerbitan SKBKB
SKBKB diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang
dibayar.
SKBKB dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak.
3. Sanksi SKBKB
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga besar 2%
sebulan (maksimal 24 bulan) dihitung mulai saat terutangnya
pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB
25
.
Contoh:

24
. ibid, hlm 345
25
. ibid.
Tuan Adi memperoleh tanah dan bangunan yang terletak di
Kabupaten Sukamaju pada tanggal 29 MARET 2010 dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Rp 240.000.000,00. Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untukperolehan hak selain
karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten Sukamaju ditetapkan
sebesar Rp 60.000.000,00.
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 240.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 60.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak RP 180.000.000,00
BPHTB yang terutang = Rp 180.000.000,00 X 5%
= Rp 9.000.000,00

Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata ditemukan data yang
belum lengkap yang menunjukkan bahwa Nilai Perolehan Pajak
sebenarnya adalah Rp 310.000.000,00. Oleh karena itu diterbitkan
SKBKB pada tanggal 30 Desember 2010. Besarnya BPHTB yang
terutang adalah sebagai berikut:

Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 310.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 60.000.000,00

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak RP 250.000.000,00

BPHTB yang seharusnya terutang = Rp 250.000.000,00 X 5%
= Rp 12.500.000,00
BPHTB yang telah dibayar = Rp 9.000.000,00
BPHTB yang kurang dibayar = Rp 3.500.000,00

Sanksi administrasi berupa bunga dari 29 Maret 2010 sampai dengan
30 Desember 2010 = 10 bulan x 2% x Rp 3.500.000,00
= Rp 700.000,00
Jadi jumlah yang harus dibayar menurut
SKBKB =Rp 3.500.000,000 + Rp 700.000,00 = Rp 4.200.000,00
3.6.5 Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)
1. Pengertian
SKBKBT adalah surat ketetapan yang menetukan tambaha
atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
26

2. Penerbitan SKBKBT
SKBKBT diterbitkan apabila ditemukan data baru dan atau
data yang semula belum terungkap yang menyebabkan

26
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 346, CV ANDI Yogyakarta :2011
penambahan jumlah pajak yang tentang setelah penerbitannya
SKBKBT.
SKBKBT dapat diterbitkan oleh direktur jendral pajak
dalam tahun sesudah saat terutangnya pajak.
3. Sanski SKBKBT
Jumlah kekurangan pajakyang terutang dalam skbkbt
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
Contoh (berdasarkan pada data pada contoh sebelumnya)
Pada tahun 2010 dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain
diperoleh data baru bahwa nilai perolehan pajak ternyata adalahRp.
360.000.000,00 maka BPHTB yang terutang adalahsebagi
berikut:
27

Nilaiperolehan objek pajak =Rp.360.000.000,00
Nilaiperolehan objek pajak tidak kena pajak = Rp. 60.000.000,00
Nilaiperolehan objek pajak kena pajak = Rp. 300.000.000,00

BPHTB yang seharusnya terutang
=Rp. 300.000.000,00 x 5% = Rp. 15.000.000
BPHTB yang telah dibayar = Rp. 12.500.000,00
BPHTB yang kurang di bayar = Rp.2.500.000,00


27
. ibid
Sanksi administrasi kenaikan = 100% x Rp. 2.500.000,00
= Rp. 2.500.000
Jadi jumlah yang harus dibayar menurut SKBKBT
= Rp. 2.500.000,00 + Rp. 2.500.000,00 = Rp. 5.000.000,00
3.6.6 Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (STB)
1. Pengertian
STB adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
28

2. Penerbitan STB
STB diterbitkan apabila :
a. Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
b. Dari hasil pemeriksaan surat setoran bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (SSB) terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai aktiva salah tulis dan atau salah hitung.
c. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda
3. Sanksi STB
Jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar
dalam STB sebagaimana dimaksud dalam poin 2a dan 2b
ditambah sanksi administarsi berupa bunga sebesar 2%(dua
persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh

28
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 347, CV ANDI Yogyakarta :2011
empat) bulan sejak saat terutangnya pajak. Sedangkan untuk poin
2c tidak ditambah sanksi karena tidak ada sanksi atas sanksi.
29

4. Kekuatan hukum STB
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan
surat paksa.
30





PENAGIHAN
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :
1. Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau
bunga.

29
. ibid
30
.ibid.hlm.348
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang
dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
KEBERATAN DAN BANDING
1. Tata Cara Penyelesaian Keberatan
1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak atas suatu :
1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar;
2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan;
3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Lebih Bayar;
4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Nihil.
2. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan atau
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih
Bayar atau Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka
(1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka (2) dan angka (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan
sehingga tidak dipertimbangkan.
5. Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat
Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda
pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti
penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.
6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan
secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
8. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan.
9. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah
besarnya jumlah pajak yang terutang.
11. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (8) telah
lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan


2. Tata Cara Penyelesaian Banding
1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan
Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai kebertannya yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) banding diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan keberatan
diterima, dengan cara:
a. tertulis dan dalam bahasa Indonesia
b. menggunakan alas an-alasan yang jelas
c. dilampiri salinan surat keputusan keberatan

3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak.
4) Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian
atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
31

PENGURANGAN
Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang dapat diberikan
oleh Menteri karena:
1. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek
Pajak, contoh;
a) Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh hak
baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan;

31
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 349, CV ANDI Yogyakarta :2011
b) Wajib Pajak pribadi menerima hibah dari orang pribadi yang
mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.

1. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab
tertentu, contoh;
a) Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian
dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah
Nilai Jual Objek Pajak;
b) Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti
atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus;
c) Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter
yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional
sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan
atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
1. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau
pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan,
contohnya; Tanah dan atau bangunan yang digunakan, antara lain,
untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah
yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi
Pelayanan Sosial Masyarakat.
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN BPHTB
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan
pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, antara lain dalam hal:
1. Pajak yang dibayar lebih besar dari pada yang seharusnya terutang.
2. Pajak yang terutang sudah dibayar olehwajib pajak sebelum akta
ditanda-tangani, namun perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan tersebut batal.
32



KETENTUAN BAGI PEJABAT
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
2. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak

32
. Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 349, CV ANDI Yogyakarta :2011
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat
keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
4. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/ Kota
pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
5. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang
Negara melaporkan pembuatan akta atau Risalah Lelang perolehan hak
atas tanah kepada Direktorat Jenderal Pajak selambatlambatnya pada
tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
SANKSI BAGI PEJABAT
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Pejabat Lelang Negara yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dan angka
2 dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp. 7.500.000,00
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi administrasi
dan denda sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
untuk setiap laporan.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat
keputusan pemberian hak atas tanah yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ,dikenakan sanksi menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 4, dikenakan sanksi menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5, dikenakan sanksi menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



PAJAK (BPHTB) MENURUT SYARIAH
PENGERTIAN SYARIAT
Keinginan kaummuslim Indonesia untuk menegakkan syariat islam,
khususnya di bidang ekonomi, diwujudkan dengan munculnya bank syariah,
asuransi syariah, penggadaian syariah dan MLM syariah, serta pajak menurut
syariah
Secara estimologi, syariat berasal dari syaraa-yasrau-syaran yang artinya
membuat peraturan, menerangkan, menjelaskan merencankan atau
menggariskan.kata syaraaadalah bentuk kerja fiil,sedangkan bentuk kata
bendanya (isim) adalah syariah yangberati hokum, peraturan atauperundang-
undangan. Segala sesuatu dikatakan syarI bila sesuatuitu telah sesuai dengan
peraturan, sah atau illegal.
33

Secara lughawi , syariat dapat pula berarti jalan yang lurus orang yang
menjalankan syariatberartiiaberjalan di atas jala yangbenar (lurus). Sebaliknya,
orang yang tidak menjalanka syariat, berarti ia berjalan melalui jalan yang salah
alias salah jalan. Syariat bias berarti mata air. Orang yang memegang syariat
berarti ada di sekitar sumber mata air, iatidak akan kehausan. Orang yang
tidakmemegang syariat berarti ia jauh dari mata air. Ia akan terancamkehausan
dankekeringan.
34


DEFENISI SYARIAT
Abdulkaarim Zaidan mendefinisikan syariat:
Syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh allah swt untuk hamba-nya,
baik memalui Al-quran ataupun dengan as-sunnahnabi saw. Berupa
perkataan,perbuatandan pengakuan.
35


33
. Munawwir A. Fatah, Kamus Al Bisri, (Surabaya:Pustaka Progresif,1999) Hlm.371.
34
. Daud Rasyid, Indahnya Syariat Islam, Jakarta:Usamah Press,Cet.1, 2003.Hlm 1
35
. Abdul Karim Zaydan, Al-Madkhallidirasat Asy-Syariat Al-Islamiyah, Dalam Daud Rasyid,
Indahnya Syariat Islam, Ibid. Hlm 1
Dr. Yusuf Qardhawi mendefinisikan syariat:
syariata adalah apa saja ketentuan allah yang dapat dibuktikan melalui dalil-
dalil al-quran danas sunnah atau juga melalui dalil-dalil ikutan lainnya seperti
ijma, qiyas dan lain sebagainya
36

Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa syariat adalah hokum/
peraturan yang dating dari allah, baikmelaluial-quran, sunnah nabi-nya, maupun
ikutan dari keduanya berupaijma dan qiyas. Jika aturan itu bukan dating dari allaj,
ia tidaklah disebut syariat.
RUANG LINGKUP SYARIAT
Dr.Syafii Antonio berpendapt bahwa syariat adalah bagiandari islam, di
mana islam itu terbagi atas tiga hal pokok, yaitu akidah, syariat dan akhlak.
37

Prof. Dr. Mahmud syaltud bependapat bahwa syaruat juga bagian dari islam,
tapi beliau membagi islam hanya terdiridari dua bagian besar saja yaitu akidah
dan syariat.
Dr.Daud Rasyidberpendapat bahwa syariat adalah islam itu sendiri di mana
syariat(islam) terdiri dari akidah dan amaliah.
38

Dari ketiga pendapat tersebut, yang palingmudah danbanyak (umum)
dipahami adalah pertama, yaitu islam terdiri dari akidah, akhlak dan syariat.

36
.Yusuf Qardhawi Sebagaimana Dikutipoleh Hidayat Nur Wahid, Menerapkan Syariat Islam Di
Bidang Social, Budaya Dan Pendidikan. Dalam Situs Internet: Http://Syariahonline.Com, 2
Mei 2006
37
. Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gemainsani Press,
201).Hlm4
38
. Daud Rasyid,Op.Cit,Hlm 1
Syariat itu sendiri terbagi pula atas duabagian, yaitu hokum ibadah mahdah
dan muamalah. Ibadah mahdhah terdiri dari syahadat, shla, puasa, haji dan lain-
lain. Sedangkanmuamalah terdiri atas aturan pada bebagai aspek kehidupan
seperti ekonomi, pertahanan keamanan Negara, sosial, budaya dan politik.
Akidah dan akhlak bersifat konstan, tidak mengalami perubhan apapun
dengan berbedanya waktu dan tem;pat, dantidak terda[pat medan ijtihad serta
berpendapat di dalamnya. Sedangkan syariat senantiasa berubah sesuai dengan
kebutuhan dan taraf peradaban umat, sesuai dengan masa rosul masing-masing.
39

Syariat sghlat di zaman nabi musa as, bededa dengan nabi Muhammad saw. Puasa
nabi nabi daud as, berbeda dengan nabi Muhammad saw(Q,Sal-Maidah :48).
Demikian pula dengan zakat dan haji, dan lain-lain berbeda syariatnya antara
nabi-nabi.
Sesungguhnya syariatnya berbeda, namun para nabi/ rosul dalam masalah
akidah(iman), tetap sama, yaitu mengesakan(tauhid) alladswt.(Q.S An-Nahl:
36,Al-Araff: 59, 65,7385). Demikian juga akhlak, antara berbagai zaman kenabian
adalah sama.
KARAKTERISTIK SYARIAT.
Syariat memiliki beberapakarakteristik(cirri-ciri), yang tidak dimiliki oleh aturan
lain, yaitu:
40


39
. Muhammad Syafii Antonio, Op.Cit Hlm.4
40
. Daudrasyid, Op.Cit,Hlm.3-21dan Muhammad Syafii Antonio,Op.Cit. Hlm 4
3. Sumbernya adalah allah swt.(al-quran) danhadist nabi mhammad
saw. Aturan yang bukanbersumber dari allahswt. Dan rusul-nya
tidak dsebut syariat.
4. Sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi, sesuai dengan rukun iman
ke lima yaitu menyakini pasti adanya hari perhitungan(yaumul
hisab).
5. Universal, yaitu berlaku umum untuk semua orang, tidak hanya
berlaku untuk umat islam saja atau untuk orang arab saja, namun
dapat diterapkan di semua tempat baik diarab, amerika, asia dan
laian-lain di seluruh waktu, baik di masa rosulullah maupun zaman
sekarang. Sampai hari kiamat. Allahswtmenurunkanal-quran
adalah untuk seluruh makhluk dan memerintahkan kaum muslim
untuk adil terhadap seluruh umat manusia, sebaimana firman allah
swt:
6 . E4O4:> Og~-.- 4EO4^
4p~O^- _O>4N jg:4N
4pO74Og --gUEUg
-OCO4^ ^
Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam
7. Komprehensif, mengatur semua aspek kehidupan mulai dari
hubungan manusia dengan allah swt(ibadah), hingga hubungan
manusia dengan sesamamanusia dan makhluk lainnya(muamalah).
Ia meliputi aspek politik, sosialbudaya, pertahanan keamanan, ilmu
dan teknologi, ekonomi dan sebagiannya. Hal ini sejalan dengan
perintah allah swt, dalam surat Al-baqarah: 28, agar orang orang
mukmin menjalankan islam dalam keseluruhan aspek.
HUBUNGAN PAJAK DENGAN SYARIAT.
Pajak mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (muamalah)
oleh sebab itu ia merupakan bagian dari syariat. Tanpaadanya rambu-rambu
syariat dalam perpajakan. Maka pajakdapat menjadi alat penindas rakyat. Tanpa
batasan syariat, pemerintah akan menetapkam dan memungut pajak sesuka hati
dan menggunakannya menurut apa yang diinginkannya (pajak dianggap sebagai
upeti, yaitu hak milik penuh sang raja).
Hanya syariat yang boleh menjadi pemutus perkara, apakah suatu jenis
pajakboleh dipungut atau tidak. Barang siapa yang memutuskan perkara menurut
syariat(apa yang telahditetapkan oleh allah swt) maka dia adalah dzalim (Q.S Al-
maidah:45).
Oleh karena pajakadalah bagian dari syariat, maka sebagai batang dari suatu
pohon, ia harus memiliki akar yang kuat dan kokoh. Akar itu adalah iman atau
akidah, hokum pajak mesti memiliki dalil yang kuat dari al-Quran dan hadist,
agarmemberi manfaat (buah) bagi kemaslahatan umat.
Selain itu pajak hanya boleh disusun oleh orang yang beriman (muslim)
saja,bukan oleh mereka yangdimurkai-nya(yahudi) atau orang-orang yang sesat
(nasrani)(Q.S Al-Fatihah :7).
KATA PAJAK DALAM AL-QURAN
Dari 74.499 kata atau325.345 suku kata yang terdapat dalam al-quran, tidak
satupun terdapatkata pajak, karena pajak memang bukan dari bahasa arab.
Buktinya, konsonanp tidak ada dalambahasa arab. Karenanya apabila menyebut
Liverpool. Misalnya orang orab menyebutnya libirbuul, padang disebut
badang. Dan lain-lain. Jadi, kata pajak memang tidak terdapat dalam al-quran.
Namun sebagai terjemahan dari kata yang ada dalamal-quran (bahasaarab)
terdapat kata pajak yaitu pada terjemahan Q.S.At-Taubah : 29.hanya satu kali saja
kata pajak ada dalam terjemahan al-quran.
W-OUg-~ -g~-.-
]ONLg`uNC *.) 4
gO4O^) @O=E- 4
4pON`@OO47 4` 4OEO +.-
N.Oc4O4 4 ]ON4Cg4C 4g1
--E^- =}g` -g~-.-
W-O>q =U4:^- _/4EO
W-O7CuNC O4CuO^- }4N l4C
-4 ]NO= ^g_
perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan
oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama
Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai
mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.
(Q.S. At-Taubah :29)
Pada ayat itu, kata jizyah diterjemahkan dengan pajak.misalnya teerdapat
dalam kitab al-quran dan terjemahannya oleh departemen agama RI terbitan PT
syamil Bandung. Walupun demikian, tidak semua kitab al-quran dan
terjemahannya oleh departemen RI cetakan kerajaan Saudi Arabia atau cetakan
CV dipenogoro semarang . kata jizyah dalam Q>S At-Taubah :29 tetap
diterjemahkan dengan jizyah saja. Akan tetapi yang paling tepat adalah tidah
menerjemahkan jizyah menjadi pajak,manun lebih tepat menerjemahkan jizyah
dengan pendanaan upeti sebab pajak lebih tepat disebu dharibah.

PENGERTIAN PAJAK MENURUT SYARIAT
Pajak etimologi pajak dalam bahasa arab disebut dengan istilah dharibah,
yang berasakl dari kata dasar dharaba, yadribu, dharban yang artinya:
mewajibajakkan,menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau
membebankan dan lain-lain.
41


41
. A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustakaprogresif.202) Bab Dharaba,
Hlm.815.
Secara bahasa maupun tradisi, dhariba dalam penggunaannya memang
memounyai banyak arti, namun para ulamadominan memakai ungkapan dhariba
untuk menyebut harta yang di pungut sebagai kewajiban. Hal ini tampak jelas
dalam ungkapan bahwa jizyah dan kharajdipungut secara dharibah, yakni secara
wajib.
42
bahkan sebagian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah.
43
Jadi,
dharibah adalah harta yang dipungut secara wajib oleh Negara untuk selain jizyah
dan kharaj, sekalipun keduanyabisa di kategorikan dharibah.
44

Istilah pajak(dharibah) juga tidak bias untuk menyebut ush (bea cukai),
yakni pungutan yang dipungut dalam besaran tertentu dari importir atau eksportir
yang bukan Negara khalifah, baik muslimmaupun dzamini.danbukan muahad.
Sebab ushr hanyalah tindakan balasan atas tindakan Negara mereka. Karena itu
ush, besarnya sama dengan besaran yang dipungut oleh Negara mereka dari warga
Negara khalifah ketika mengimpor komoditas dari dari Negara tersebut atau
megekspor komoditas ke Negara tersebut.
45

Ada sebuah hadist yang berbunyi tidak masuk surge pegugas pajak. Para
ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan petugas pajak adalah orang
yang mengambil ushr dari harta kaum muslim secara paksa, melampaoii batas
sehingga dikhawatirkan dosa dan sanksi baginnya.
46
Petugas pemungut ushr

42
.As-Sarahsi, Al-Mabsuth, Dalam Yahya Abdurrahman, Dhariba(Pajak), Http://
Hayatulislam.Net, Publikasi 04 Mei 2005.
43
. Asy-Syawkani, Fath al-Qadir, 3/493, Dalam Yahya Abdurrahman, Ibid.
44
. Qadhi An-Nabhani, Nizham al-Iqtishadi Fi Al-Islam, Hl. 245, Dalam Artikel Yahya
Abdurrahman, Ibid
45
.qadhian-nabhani, loc.cit
46
. Jaribah Bin Ahmad Al-Haritsi, Al Fifqh Al-Iqtishadi Liamirilmukminin Umar Ibn Al-Khattab,
Edisi Terj. Oleh H. Asmunisolihanzamakhsyari,Lc, Khalifa(Jakarta:Pustaka Al-Kaustar Group,
2006)Hlm.571
dalam hadist ini juga diterjemahkan sebagai tugas pajak, padahal maksudnya
adalah petugas pemungut ushr
Bagaimana dengan kharaj dan jizyah? Oleh karena objek dari kharaj adalah
tanah, maka jika dipakai istilah pajak untuk kharaj dalam system ekonomi islam
akan rancu dengan istilah pajak atas penghasilan atau pendapatan. Untuk ituah ,
biarkanlah pajak atas tanah disebut dengan kharaj saja. Demikian pula dengan
jizyah, objeknya adalah jiwa, tidak samadengan dharibah. Oleh sebab itu,
biarkanlah disebutjizyah saja. Ringkasannya adalah sebagai berikut:

NAMA OBJEK SUBJEK
Pajak (Dharibah) Harta Selain Zakat Muslim
Jizyah Jiwa (An-Nafs Non Muslim
Kharaj Tanah Taklukan Nonmuslim

PAJAK (DHARIBAH) BERMAKNA BEBAN YANG BERAT
Dengan mengambil istilah dharibah sebagai padanan pajak dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa pajak itu sesungguhnyaadalah beban tambahan yang
ditimpakan kepada kaum muslim setelah adanya beban pertama, yaitu zakat:
Untuk membedakan pajakmuslim dan pajak kafir, khalifah umar bin khatab
r.a pernah melarang pengenaan kharaj kepada kaum muslimin atas hasil tanah
kharajiyah. Beliau tetap memasukkan hasil pembayaran kharaj dari kaum
muslimsebagai zakat karena setiap pemberian seseorang muslim adalah shadaqah
yang bermaksna bersih dan suci. Justru merupakan suatu kehinaan, apabila
muslim membayar kharaj.
Dengan demikian, pengertian pajak (dharibah) tetaplah beban tambahan.
Yang dipikulkan kepadada kaum muslim, untuk mengembangkan kepentingan ari
sumber-sumber yang utama, seperti ghanimah,shadaqah,faI dan sumber
pendapatan sekunder lainnya.
47

DEFENISI PAJAK MENURUT SYARIAH
Ada tiga ulama yang memberikan defenisi tentang pajak, yaitu yusuf
Qardhawi dalam kitabnya fiqh az-zakah. Gazy inayah dalam kitabnya al-iqtishad
al-islami az-zakah wa ad-dharibah, abdul qodim zallum dalamkitabnya al-amwal
fi daulah al-khalifah,ringkasannya sebagai berikut:
48

1. Yusuf Qardhawi berpendapat :
Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang
harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat
prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagai tujuan
ekonomi, sosial, politik, dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh
negara.
2. Gazy Inayah berpendapat :

47
. Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.32.
48
. ibid,
Pajak adalah kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh
pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya
imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan si
pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan
secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi
pemerintah.
3. Abdul Qadim Zallum berpendapat :
Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah Swt. Kepada kaum muslim
untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang
memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi Baitul Mal tidak ada
uang/harta.
Definisi yang diberikan oleh Qardhawi dan Inayah di atas masih
terkesan sekuler, karena belum ada unsur-unsur syariah di dalamnya. Dua
definisi tersebut hampir sama dengan definisi pajak menurut tokoh-tokoh
pajak non Islam.
Penulis
49
lebih setuju dengan definisi yang dikemukakan oleh Zallum,
karena dalam definisinya, terangkum lima unsur pokok yang merupakan
unsur penting yang harus terdapat dalam ketentuan pajak menurut syariat,
yaitu :
1. Diwajibkan oleh Allah Swt.
2. Objeknya adalah harta (al-Maal).

49
. Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.32.
3. Subjeknya kaum Muslim yang kaya (ghaniyyun) saja, dan tidak
termasuk non- Muslim.
4. Tujuannya hanya untuk membiayai kebutuhan mereka (kaum
Muslim) saja.
5. Diberlakukan hanya karena adanya kondisi darurat (khusus), yang
harus segera diatasi oleh Ulil Amri.
Kelima unsur tersebut, sejalan dengan prinsip-prinsip penerimaan negara
menurut Sistem Ekonomi Islam, yaitu harus memenuhi empat unsur :
1. Harus adanya nash( Al-Quran dan Hadits) yang memerintahkan setiap
sumber pendapatan dan pemungutan.
2. Adanya pemisahan sumber penerimaan dari kaum Muslim dan non-
Muslim.
3. Sistem pemungutan zakat dan pajak harus menjamin bahwa hanya
golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihan saja
yang memikul beban utama.
4. Adanya tuntutan kemaslahatan umum.
Dengan definisi di atas, jelas terlihat bahwa pajak adalah kewajiban yang
datang secara temporer, diwajibkan oleh Ulil Amri sebagai kewajiban
tambahan sesudah zakat (jadi dharibah bukan zakat), karena
kekosongan/kekurangan Baitul Mal, dapat dihapuskan jika keadaan Bitul
Mal sudah terisi kembali, diwajibkan hanya kepada kaum Muslim yang
kaya, dan harus digunakan untuk kepentingan mereka (kaum Muslim),
bukan kepentingan umum, sebagai bentuk jihad kaum Muslim untuk
mencegah datangnya bahaya yang lebih besar jika hal itu tidak dilakukan.
Dari definisi di atas juga terlihat perbedaan antara pajak (dharibah) dengan
kharaj dan jizyah, yang sering kali dalam berbagai literatur disebut juga
dengan pajak, padahal sesungguhnya ketiganya berbeda. Objek pajak
(dharibah) adalah al-Maal (harta), objek jizyah adalah jiwa (an-Nafs), dan
objek kharaj adalah tanah (status tanah)
50
. Jika dilihat dari sisi objeknya,
objek pajak (dharibah) adalah harta, sama dengan objek zakat. Oleh sebab
itu, pajak (dharibah) adalah pajak tambahan sesudah zakat.
KARAKTERISTIK PAJAK (DHARIBAH) MENURUT SYARIAT
Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut Syariat islam, yang
sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-Islam),
yaitu
51
:
1. Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu hanya boleh
dipungut ketika Baitul Mal tidak ada harta atau kurang. Ketika Baitul Mal
sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda
dengan zakat, yang tetap dipungut sungguhpun tidak ada lagi pihak yang
membutuhkan (mustahik). Sedangkan pajak menurut non-Islam (tax)
adalah abadi (selamanya).
2. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk membiayai yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk

50
. Lihat Pajak Dalam Shahih Abu Daud, Buku 2, Kitab Kharaj(Pajak),Hlm.357,416,419-420.
51
. Yahya Abdurrahman.Loc.Cit
pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak menurtu
non-Islam (tax) ditunjukan untuk seluruh warga tanpa membedakan
agama.
3. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum Muslim dan tidak dipungut
dari non-Muslim. Sebab, dharibah dipungut untuk membiayai keperluan
yang mnejadi kewajiban bagi kaum Muslim, yang tidak menjadi
kewajiban non-Muslim. Sedangkan teori pajak non-Islam (tax) tidak
membedakan Muslim dan non-Muslim dengan alasan tidak boleh ada
diskriminasi.
4. Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak
dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki
kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya
bagi dirinya dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitarnya.
Dalam pajak non-Islam (tax), pajak kadangkala juga dipungut atas orang
miskin, seperti PBB atau PPN yang tidak mengenal siapa subjeknya,
melainkan semata-mata melihat objek (barang atau jasa) yang dimiliki atau
dikuasai atau dikonsumsi.
5. Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan, tidak boleh lebih. Jika sudah cukup maka pemungutannya
dihentikan. Sedangkan teori pajak non-Islam (tax) tidak ada batasan
pemungutan, selagi masih bisa dipungut akan terus dipungut.
6. Pajak (dharibah) dapat dihapus, bila tidak sudah diperlukan. Hal ini sudah
dipraktikkan oleh Rasulullah Saw. Dan para Khalifah sesudah beliau (lihat
uraian Bab 5). Sedangkan menurut teori pajak non-Islam (tax), pajak tidak
akan dihapuskan karena hanya itulah satu-satunya sumber pendapatan.
Malahan ada suatu ungkapan orang Inggris yang mengatakan bahwa ada
dua hal yang pasti di dunia ini, yaitu kematian dan pajak.
KHARAJ
Pengertian kharaj
Secara harfiyah, kharaj berarti kontrak, sewa menyewa atau menyerahkan.
52

Dalam terminology keuangan islam, kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil
tanah, dimana para pengelola wilayah taklukan harus membayar kepada Negara
islam. Negara islam setelah penaklukanadalah pemilik atas wilayah itu, dan
pengelola harusmembayar sewa kpada Negara islam. Para penyewa ini menanami
tanah untuk pembayaran tertentu danmemelihara sisa hasil panennya untukderi
mereka sendiri. Kharaj dalambahasa arab adalah kata lain dari sewa dan hasil
sebagaimna firman allahswt:
; _U4*O ~w}OE=
-4OEC C)4O OOE= W 4O-4
+OOE= 4-g~)eO- ^_g
atau kamu meminta upah kepada mereka?", Maka upah dari
Tuhanmuadalah lebih baik, dan Dia adalah pemberi rezki yang paling baik.(Q.S
AlMuminun :72)

52
. Al-Mawardi,Op.Cithlm.130. Dalam Said Hawwa,Op.Cit.Hlm.229

Dalam sejarah Islam, Kharaj berupa bea yang dikenakan atas tanah yang
telah dirampas dari Kekaisaran Bizantium dan Sassanid, baik melalui perang atau
damai. Jika perjanjian damai antara kaum Muslim dan penduduk ini sepakat
mengatakan tanah tersebut adalah milik Daulah Islamiyah (negara), dan mereka
mengakuinya dengan membayar Kharaj, maka mereka harus menunaikannya.
Kharaj menurut bahasa berarti al-kara '(sewa) dan al-ghullah (hasil). Setiap tanah
yang diambil dari kaum kuffar dengan cara paksa, setelah diumumkan perang
terhadap mereka, maka tanah teresbut dikategorikan sebagai tanah kharajiyah.
Meskipun mereka masuk Islam setelah penaklukan itu, namun tanah
tersebut statusnya masih tanah kharajiyah.
53

Abu Ubaid meriwayatkan hadist dalam kitab An-Amwal dari Az Zuhri yang
mengatakan, Rasulullah saw menerima jizyah dari orang Majusi Bahrain.
Az-Zuhri menambahkan, siapa saja di antara mereka yang memeluk Islam,
keislamannya diterima, dan keselamatan diri dan hartanya akan dilindungi,
selain tanah. Sebab, tanah mereka adalah harta fai (rampasan) bagi kaum musli,
karena orang tersebut sejak awal tidak menyerah, sehingga dia
terlindung. Maksudnya terlindungi dari kaum muslim.

Subjek kharaj
Dari sisi subjek (wajib pajaknya) kharaj dikenakan atas orang kafir dan juga
muslim (karena membeli tanah kharajiyah). Apabila orangkafir yang mengelola

53
. http://id.wikipedia.org/wiki/Kharaj
tanah kharajmasuk islam, maka ia tetap dikenai kharajsebagaimana keadaan
sebelumnya.
54

Objek kharaj
Kharaj dikenakan pada tanah (pajaktetap) danhasil tanah (pajak proporsional)
yang terutamaditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas apakah si pemilik itu
seotang yang di bawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, seorang budak,
muslim ataupun non muslim. Kharaj dikenakan atas seluruh tanah di daerah
yangditaklukan dan tidak dibagikan kepada anggota pasukan perang, oleh Negara
dibiarkan dimiliki oleh pemilik awal atau dialokasikan kepada petani non muslim
dari mana saja
55

Dasar Pengenaan Kharaj Dan Tarif Kharaj
Dari sisi cara pengenaannya (tariff pajak), kharaj di bagi dua yaitu kharaj menurut
perbandingan atau proporsional (muqasamah) dankharaj tetap (muwadhdhafah).
Kharaj secaraproporsionalartinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil
produksi pertanian. Misalnya seperlima, seperempat dan sebagainya.dengan kata
lain, kharaj proporsional adalah tidak tetap tergantung pada hasil dan harga setiap
hasil pertaniannya. Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Ia dikenakan etahun
sekali dalam jumlah tetap.
56




54
. Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.110.
55
. Abu Ubady,Op,Cit Hlm 77, Dalam Said Hawwa ,Op.Cit.Hl,214
56
. Abu Ubady,Op.Cit.Hlm 88-99, Dalam Said Hawwa,Op,Cit,Hlm .214
















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Pengertian BPHTB antara lain:
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, yang selanjutnya disebut pajak;
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan;
3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan,
berserta bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Jadi, Dari defenisi-defenisi di atas maka kami simpulkan
bahwasannya yang di maksud dengan pajak BPHTB adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan dan juga di dalamnya hak pengelolaan hak atas
tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
Adapun pengertian pajak BPHTB menurut syariah ialah dharibah
(pajak) kharaj yang memang dahulu pada masa rosullah pajak pengelolaan
tanah sering di sebut kharaj. adapun pengenaan dharibah kharaj anatara
lain:
a. kharaj menurut perbandingan atau proporsional (muqasamah)
Kharaj secara proporsional artinya dikenakan sebagai bagian total dari
hasil produksi pertanian. Misalnya seperlima, seperempat dan
sebagainya.dengan kata lain, kharaj proporsional adalah tidak tetap
tergantung pada hasil dan harga setiap hasil pertaniannya
b. kharaj tetap (muwadhdhafah).
Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Ia dikenakan etahun sekali
dalam jumlah tetap.
B. Saran.
Majelis ulama Indonesia (MUI) membuat sebuah fatwa bahwa pajak
(dharibah) dibolehkan dalam islam, berdasarkan al-quran dan as-sunnah
serta ijma sahabat. Namu, pajak (dharibah) tersebut, tidaksama dengan
pajak (tax) sebagaimana dipraktikkan di Indonesia saat ini, yang belum
bersumber kepada al-quran dan hadist. Oleh sebab itu, pajak-pajak di
Indonesia perlu direformasi terlebih dahulu sebelum diperbolehkan.









DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustakaprogresif.202) Bab
Dharaba, Hlm.815.
Abdul Karim Zaydan, Al-Madkhallidirasat Asy-Syariat Al-Islamiyah, Dalam
Abdullah Abdul Husain At-Tariqi, Op.Cit.Hlm. 36.
Abu Ubady,Op,Cit Hlm 77, Dalam Said Hawwa ,Op.Cit.Hl,214
Al-Mawardi,Op.Cithlm.130. Dalam Said Hawwa,Op.Cit.Hlm.229
As-Sarahsi, Al-Mabsuth, Dalam Yahya Abdurrahman, Dhariba(Pajak), Http://
Asy-Syawkani, Fath al-Qadir, 3/493, Dalam Yahya Abdurrahman, Ibid.
Daud Rasyid, Indahnya Syariat Islam, Jakarta:Usamah Press,Cet.1, 2003.Hlm 1
Daudrasyid, Op.Cit,Hlm.3-21dan Muhammad Syafii Antonio,Op.Cit. Hlm 4
Gusfahmi.S.E.Ma, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, Rajawali Press;2011, Hlm.32.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kharaj
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/accounting-s1/perpajakan/bea-
perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan
http://www.klinik-pajak.com/knowledge-base/bphtb
http://www.ortax.org/ortax/?mod=panduan&page=show&id=76&q=&hlm=
Imam Syaitibi,Op.Cit, Dalam Yusuf Qardhawi, Op. Cit.Hlm 992
Jaribah Bin Ahmad Al-Haritsi, Al Fifqh Al-Iqtishadi Liamirilmukminin Umar Ibn
Al-Khattab, Edisi Terj. Oleh H. Asmunisolihanzamakhsyari,Lc,
Khalifa(Jakarta:Pustaka Al-Kaustar Group, 2006)Hlm.571
Lihat Pajak Dalam Shahih Abu Daud, Buku 2, Kitab Kharaj
(Pajak),Hlm.357,416,419-420.
Masdar F. Masudi, Faturrahman Djamil, Dkk, Reinter prestasi Pendayagunaan
ZIS, Menuju Efektifitas Pemanfaatan Zakat, Infak, Sedekah, Piremedia,Jakarta
2004.Hlm 51
Muhammad Syafii Antonio, Op.Cit Hlm.4
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta:
Gemainsani Press, 201).Hlm4
Munawwir A. Fatah, Kamus Al Bisri, (Surabaya:Pustaka Progresif,1999)
Hlm.371.
Prof.Dr. Mardiasmo, MBA.Ak, perpajakan revisi 2011. hal 339, CV ANDI
Yogyakarta :2011
Qadhi Abu Bakr Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, Dalam Yusuf Qardhawi,
Op.Cit, Hlm,991
Qadhi An-Nabhani, Nizham al-Iqtishadi Fi Al-Islam, Hl. 245, Dalam Artikel
qadhian-nabhani, loc.cit
Yahya Abdurrahman.Loc.Cit
Yusuf Qardhawi Sebagaimana Dikutipoleh Hidayat Nur Wahid, Menerapkan
Syariat Islam Di Bidang Social, Budaya Dan Pendidikan. Dalam Situs Internet:
Http://Syariahonline.Com, 2 Mei 2006
Yusuf Qardhawi.Op.Cit Hlm 1010

Anda mungkin juga menyukai