Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Mempelajari sistem reproduksi hendak nya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu apa itu sistem reproduksi dan sistem apa saja yang mempengaruhi sistem reproduksi. Dalam makalah ini penulis ingin membahas tentang perana saraf dalam sistem reproduksi. Karena penting bagi kita untuk mengetahui saraf-saraf apa saja yang berhubungna dengan sistem reproduksi. Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya koordinasi (pengaturan). Koordinasi salah satunya adalah sistem saraf, sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsang.

B.

Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf dan sistem reproduksi? 2. Bagaimana peranan saraf dalam sistem reproduksi? 3. Bagaimana pengaruh saraf terhadap respon fisiologis seksual manusia?

C.

Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui, memahami dan dapat menjelaskan kembali mengenai: 1. Defenisi sistem saraf dan sistem reproduksi, 2. Peranan saraf dalam sistem reproduksi, dan 3. Pengaruh saraf terhadap respon fisiologis seksual manusia.

BAB II PEMBAHASAN

A.

Defenisi Sistem Saraf dan Sistem Reproduksi 1. Sistem Saraf Manusia Sitem saraf adalah sistem yang berfungsi menyelenggarakan kerjasama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan adanya sistem saraf kita dapat menerima suatu rangsangan dari luar pengendalian pekerjaan otot. Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu: a) Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls, merupakan suatu struktur yang mampu mendeteksi rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera. Pada indra terdapat ujung saraf-saraf sensori yang peka terhadap rangsang tertentu. Rangsangan yang diterima, akan diteruskan melalui serabut saraf sebagai saraf impuls. b) Konduktor (penghantar impuls), dilakukan oleh sitem saraf itu sendiri. Sistem saraf terdiri dari sistem daraf pusat (otak) dan sistem saraf tepi (kranial dan autonom). Berfungsi menerima, mengolah, dan meneruskan rangsangan ke efektor. c) Efektor, adalah bagian tubuh yang menanggapi rangsangan. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar (hormon). Otot menanggapi rangsang yang berupa gerakan tubuh, sedangkan hormon menanggapi rangsang dengan meningkatkan/menurunkan aktivitas organ tubuh tertentu. Misalnya: mempercepat/memperlambat denyut jantung, melebarkan/menyempitkan pembuluh darah dan lain sebagainya. 2. Sistem Reproduksi Manusia. Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi atau berkembang biak. Reproduksi adalah upaya makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru dan mempertahankan kelestarian jenisnya. Pada manusia, untuk menghasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi

(pembuahan) secara generatif, dan akan berlanjut pada perkembangan embrio hasil fertilisasi. Sistem reproduksi pada manusia berbeda antara laki-laki dan perempuan.

B.

Peranan Saraf dalam Sistem Reproduksi . Jika terjadi kelainan pada saraf tersebut maka akan mengakibatkan gangguan pada sistem reproduksi, misalnya disfungsi ereksi, gangguan ejakulasi, dsb.

Otak merupakan pusat saraf utama, terletak di dalam rongga tengkorak.

Beberapa sinyal saraf yang intrinsik yang berhubungan dengan sistem reproduksi dibentuk di dalam hipotalamus. Sinyal ini berasal dari suatu generator denyut (pulse generator) untuk GnRH (gonadotropin-releasing hormon) dan dari neuron dopaminergik yang proyeksinya menuju eminensia mediana hipotalamus (merupakan tempat terjadinya hubungan vaskular antara neuron sekretorik hipotalamik dan kelenjar hipofisis). Rekaman listrik dari hipotalamus mediobasal menunjukkan peningkatan yang sesuai pada aktivitas saraf yang berhubungan dengan setiap denyut pelepasan LH dari hipofisis anterior. Pada keadaan basal, GnRH disekresi oleh hipotalamus dalam bentuk pulsasi dengan frekuensi 1 denyut per jam. Frekuensi ini berubah selama siklus menstruasi manusia. Sinyal dopaminergik berjalan melalui neuron dopaminergik dan hipotalamus ke tangkai hipofisis. Jalur yang serupa juga keluar dari hipotalamus kembali ke sistem limbik. Sinyal neuroendokrin yang dibentuk dalam hipotalamus diperantarai oleh faktor pelepas peptida yang berjalan sepanjang sistem portal hipotalamus-hipofisis ke tempat kerja mereka di kelenjar hipofisis. GnRH merupakan hormon tropik kunci untuk regulasi fungsi sel gonadotropin sehingga juga mengatur reproduksi. TRH (thyrotropin-releasing hormon) dan PIF (prolactin inhibitory factor) juga berperan dalam pengaturan reproduksi. Peptida neuroendokrin hipotalamus yang mengontrol sekresi GH dan ACTH tersebut kurang berhubungan secara langsung dalam proses reproduksi.

C.

Peran Saraf dalam Respon Seksual Manusia Respon fisiologis dasar tubuh manusia terhadap rangsangan seksual meliputi dua hal. Reaksi primer adalah kongesti vaskular. Respon sekunder adalah ketegangan otot umum atau miotonia. Refleks yang diaktivasi di medulla spinalis di modulasi oleh sistem saraf pusat yang lebih tinggi dan mengendalikan setiap responsnya 1. Respon Saraf dalam Respon Seksual Pria Ereksi, emisi, dan ejakulasi Ereksi merupakan peristiwa neurofisiologis yang kompleks. Hal ini terjadi ketika darah dengan cepat mengalir kedalam penis dan terperangkap di dalam rongga spongiosanya. Ada 3 sistem yang terlibat langsung pada ereksi penis, yaitu a) Korpus kavernosum dan korpus spongiosum, yang memiliki struktur menyerupai spons

b) Persarafan otonom pada penis c) Pasokan darah ke penis Jalur sensoris, perifer, dan sistem saraf pusat mengintegrasikan respons ini. Regulasi otot polos kavernosum merupakan pusat pengaturan ereksi. Aktivasi jalur neural parasimpatis yang simultan dan inhibisi aliran simpatis dibutuhkan untuk relaksasi otot polos yang menyebabkan darah mengalir kedalam rongga sinusoid. Persarafan parasimpatis berjalan ke penis melalui nervus hipogastrikus. Berbagai neurotransmitor terlibat dalam modulasi parasimpatis pada relaksasi otot polos kavernosus. Nitrat oksida merupakan neurotransmitor proereksi utama.

Neurotransmitor ini berlokasi sama dengan asetilkolin dan peptida intestinal vasoaktif pada serat saraf yang berakhir pada arteri helikan. Kontraksi otot polos karvernosuus tampaknya sebagian besar berada di bawah kendali -noradrenergik. Norepinefrin merupakan agen antiereksi utama.refleks ereksi dapat dibangkitkan oleh sinyal aferen dari ujung saraf sensoris pada glans; refleks ini dimediasi pada lokasi setinggi medulla spinalis. Komponen aferen refleks di bawa oleh nervus pudendus interna, yang juga dapat di aktivasi oleh rangsangan taktil pada perineum di dekat testis dan skrotum. Ereksi dapat dimodulasi oleh pengaruh supraspinal pada sistem saraf pusat. Misalnya, jalur serotonergik dalam inti rafe otak tengah dapat menghambat ereksi. Amigdala dan daerah preoptik medial hipotalamus tampaknya merupakan pusat integrasi lebih tinggi yang penting. Dopamine merupakan kandidat neurotransmitior pada pengaturan ereksi setinggi level ini. Saat ejakulasi hamper terjadi, turgor penis meningkat lebih kuat lagi. Otot polos di dalam prostat, vas deferens, dan vesikula seminalis berkontraksi secara berurutan untuk mengeluarkan plasma semen dan dan spermatozoa ke dalam uretra pada suatu proses yang di sebut emisi. Proses emisi dimediasi oleh serat-serat simpatis adrenergik yang berjalan melalui nervus hipograstikus. Ejakulasi berbeda dengan emisi dan ditandai oleh ejeksi semen dari uretra posterior. Ejakulasi membutuhkan kontraksi otot polos uretra dan otot lurik bulbokavernosus dan iskiokavernosus. Respon fisiologis pertama pria terhadap rangsangan seksual yang efektif adalah ereksi penis. Ereksi terjadi selama fase eksitasi, dengan vasodilatasi pada otot polos lakunar penis yang akan menyebabkan penis menjadi besar dank eras. Hanya sedikit

terjadi ketegangan seksual pada fase eksitasi ini dan lamanya fase ini dapat sangat bervariasi. Rangsangan erektil dapat bersifat psikogenik atau somatogenik. Rangsangan psikogenik dapat meliputi rangsangan sensoris terhadap imajinasi atau visual langsung, termasuk gambar erotis. Sinyal ini diintegrasikan di dalam sistem limbik otak dan ditransmisikan melalui jalur desendens ke medulla spinalis. Sinyal kemudian berjalan melalui saraf eferen otonom dan viseral menuju penis. Rangsangan somatogenik meliputi sentuhan pada penis atau perineum di sekelilingnya. Rangsangan taktil ini secara refleks akan mengaktivasi serabut eferen yang sama seperti jalur medula spinalis. Refleks taktil ini biasanya tetap ada setelah transeksi medula spinalis. Ereksi pada fase eksitasi dapat cukup rentan terhadap sinyal eksternal dan dapat berakhir tanpa progresi terhadap fase berikutnya. Perubahan keadaan fisik sekitar, misalnya suara bising yang tiba-tiba, dapat menggnaggu ereksi penis pada fase eksitasi. Ereksi penis juga dapat terjadi tanpa fase eksitasi atau gairah seksual. Ini terlihat pada masa bayi baru lahir dan selama tidur, terutama pada anak laki-laki dalam masa pubertas.

2.

Respon Saraf dalam Respon Seksual wanita Selama fase eksitasi pada siklus respons seksual, rangsangan somatogenik dan psikogenik membangkitkan gairah wanita melalui jalur saraf yang sama dengan yang terjadi pada pria. Respons klitoris terhadap rangsangan seksual lebih sulit diprediksi dibandingkan dengan homolognya, yaitu penis. Rangsangan taktil pada perineum dan glans klitoris wanita dapat menimbulkan vasokongesti, pembesaran badan klitoris dan ereksi, namun hal ini hanya terjadi pada beebrapa wanita. Respons vagina pada masa eksitasi lebih mudah diprediksi dan konsisten daripada klitoris. Lubrikasi vagina dimulai 10-30 detik setelah menerima rangsangan yang menggairahkan dan berlanjut secara progresif hingga mencapai orgasme. Semakin lama fase eksitasi dan plato, semakin banyak produksi cairan pelumas vagina. Dua per tiga bagian atas vagina juga melebar dan memanjang selama vase eksitasi. Keadaan ini membuat ukterus terdorong ke atas ke arah pelvis palsu, mengembalikan letak pelvis di atas dasar vagina dan membuat tenda pada permukaan vagina tengah. Perubahan ini menyebabakan

pembesaran diameter vagina, terutama pada tempat setinggi serviks. Akhirnya labio minor menjadi bertambah besar akibat pengumpulan darah selama fase eksitasi. Pembesaran labio minor ini menyebabkan labia mayor bergeser ke atas dan menjauh dari introitus vagina. Peningkatan diameter labia minor bertambah setidaknya 1 cm dari panjang vagina fungsional. Selama fase plato, perubahan yang paling nyata pada genitalia wanita adalah warna kemerah-merahan pada labio minor yang menyertai kongesti vascular. Penampakan merah menyerupai gula bit ini merupakan satu-satunya tanda fisik yang paling konsisten untuk gairah seksual pada wanita. Klitoris mengalami retraksi ke belakang jaringan yang dibentuk oleh labia. Frekuensi napas, denyut jantung, dan tekanan darh meningkat pada akhir fase plato; besarnya perubahan ini tidak terlalu jelas pada wanita dibandingkan pada pria. Miotonia umum dapat terjadi, termasuk kontraksi spastic pada otot-otot lurik tangan dan kaki. Yang terakhir ini menyerupai spasme korpopedal. Selama koitus dengan pasangan berlaina jenis, penetrasi penis ke dalam vagina dapat meningkatkan gairah seksual wanita dengan merangsang secara tidak langsung pada klitoris yang mengalami retraksi. Hal ini terjadi karena traksi pada labia minor yang membesar yang menyatukan segmen anterior membentuk tudung klitoris. Akan tetapi, glans klitoris sangat sensitive pada keadaan bergairah. Oleh karena itu, kontak waktu yang lama dapat menyakitkan. Serupa dengan pria, orgasme pada wanita meliputi kontraksi ritmik otot-otot pada organ reproduksi yang diikuti oleh pelepasan fisik dari ketegangan vasokongesti dan miotonok yang terjadi selam masa bergairah. Biasanya, kontraksi orgasmic di mulai pada sepertiga bagian bawah vagina dan meluas ke seluruh vadian dan uterus. Gejolak seks, yang juga menimbulkan keluarnya keringat, dapat terjadi diseluruh tubuh wanita. Fase resolusi pada siklus respons seksual wanita meliputi dekongesti labia, mengecilnya klitoris, dan relaksasi vagina. Terdapat tiga perbedaan fisiologis utama antara orgasme pada pria dan wanita. Pertama, emisi dan ejakulasi tidak terjadi pada wanita. Kedua, jika rangasangan seksual terjadi sebelum wanita turun ke bawah fase plato pada tingkat kegairahan,

wanita tersebut dapat mencapai orgasme dengan cepat. Terakhir orgasme wanita dapat berlangsung relatif lam dibandingkan dengan pria. Persarafan uterus Persarafan uterus terutam aberasal dari sistem saraf simpatis, tetapi ada sebagianb yang berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Sistem parasimpatis pada kedua sisi uterus diwakili oleh nn.spalanchnici pelvic (atau nn.erigantes), yang terbentuk dari radix parasympathica plexus sacralis (S2, S3, S4). Di radiks saraf T1112, terdapat serabut-serabut sensorik dari uterus yang menyampaikan sensasi nyeri akibat kontraksi uterus ke susunan saraf pusat. Saraf sensorik dari serviks dan bagian atas jaln lahir melewati nn.splanchnici pelvic ke plexus sacralis, sedangkan saraf sensorik dari bagian bawah jalan lahir terutama melewati n.pudensus.

BAB III PENUTUP

A. B.

Kesimpulan Saran

DAFTAR PUSTAKA

Heffner, Linda j dan Danny J.Schust. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi.Jakarta: Erlangga Gant, Norman F dan F.Gary Cunninghnam. 2010. Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: EGC Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC Syamsuri, Istamar et al. 2010. Biologi untuk SMA Kelas XI Semester 2. Malang: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai