Anda di halaman 1dari 25

BAB I Pendahuluan CVD atau Cerebrovaskular Disease merupakan salah satu sebeb kematian terbanyak di Indonesia.

Setiap tahun, diperkirakan 158.000 orang-orang di Amerika Serikat mati dari cerebrovascular penyakit. Sekitar 30.000 orang di Amerika Serikat mengalami aneurisma otak yang pecah, dan hingga 6 persen dari populasi dapat hidup dengan unruptured aneurisma. Aneurisma terjadi di seluruh kelompok umur, tapi insiden meningkatkan terus untuk individu usia 25 dan lebih tua. Aneurisma pecah paling lazim pada orang usia 50-60 dan sekitar tiga kali lebih umum pada wanita. Aneurisma otak pecah fatal sekitar 50 persen dari waktu. Di Indonesia sendiri penyakit ini sering terjadi mengingat banyaknya jumlah penderita hipertensi (tekanan darah tinggi). Pada riskesdas tahun 2007 didapatkan angka sekitar 6,7 % kematian disebabkan oleh hipertensi. Sedangkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai angka 31,7%. Berdasarkan data diatas sangat penting bagi dokter umum untuk membantu menurunkan angka tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui salah satu caranya adalah dengan mengenali gejala dini dari CVD dan memberikan terapi dengan segera dan adekuat serta menurunkan angka penderita hipertensi atau setidaknya menaikkan angka penderita hipertensi yang terkontrol. Dalam makalah ini kami membahas tentang CVD yang merupakan salah satu penyakit yang akan sering ditemui dimasyarakat. Semoga apa yang tertera di dalam makalah dapat berguna bagi pembaca dan bagi penulis.

BAB II ILUSTRASI KASUS Anamnesis Identitas Nama Usia Pekerjaan Agama Status Suku Alamat No. RM : Tn. S : 51 tahun : Wiraswasta : Islam : Menikah : Betawi : Kampung Pulo Rt/Rw 14/02 : 384-26-24

Keluhan Utama Pasien mengeluh mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kiri secara tiba-tiba sejak 9 jam SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh saat bangun pagi tangan dan tungkai kiri mengalami kelemahan + 9 jam SMRS, berjalan menjadi berat, tangan tidak dapat diangkat, dan tidak diikuti penurunan kesadaran. Bicara pelo disangkal, pasien bicara nyambung, tersedak disangkal, baal sesisi tubuh disangkal. Pasien juga mengeluh sakit kepala yang semakin memberat, kepala bagian kanan terasa nyeri berdenyut. Muntah (+) sebanyak 3x, mual (+), buang air besar dan buang air kecil normal, mengompol disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (+) sejak + 5 tahun yang lalu, pasien tidak minum obat dan tidak kontrol secara teratur, riwayat DM tidak ada, riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan sama dengan pasien, riwayat hipertensi dam DM tidak ada. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi Pasien sudah menikah, bekerja sebagai pedagang, kebiasaan merokok disangkal.

Pemeriksaan Umum Kesadaran Nadi Nafas Suhu TD Kesan gizi Kepala Mata Hidung Mulut Telinga Leher Kulit Paru Inspeksi: simetris statis-dinamis, retraksi iga (-), diameter transversal:antero-posterior = 2:1, pektus ekscavatum (-), pektus carinatum (-), pernafasan abdominotorakal. Palpasi: Massa (-). Perkusi: bunyi sonor. Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). : Compos mentis : 80 x/menit, reguler, isi cukup : 20 x/menit, reguler, kedalaman cukup : 36oC : 180/110 mmHg : Sedang : Deformitas (-), rambut hitam dgn sedikit uban, tidak mudah dicabut , nyeri tekan sinus (-). : Pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+), konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-). : Tidak ditemukan kelainan : mukosa basah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1. : Deformitas (-), serumen (-/-). : Trakea di tengah, JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba. : Kecoklatan.

Jantung Bunyi Jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-) Abdomen Anus Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : buncit, lemas. : Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak teraba : Shifting dullness (-). : Bising usus (+) normal.

Alat Genitalia : Tidak diperiksa. : Tidak diperiksa. 3

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-/-) , CRT < 2

Pemeriksaan Neurologi GCS Pupil : E4V5M6 = 15 : Bulat, Isokor, 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+ Kaku Kuduk Laseque Kernig Brudzinski I dan II Saraf Kranial N I-VI, N VIII-XI normal tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaannya N VII, Facialis Motorik otot wajah: Abnormal tertarik ke kanan, sedangkan dahi simetris Orbicularis oculi kiri lemah N XII. Hypoglossus Lidah deviasi ke kiri pada saat dijulurkan Tidak ada atrofi Motorik 5555 0000 5555 0000 Sensibilitas Hipestesi (-). Refleks Fisiologis Biseps Triseps : (+2)/(+3) : (+2)/(+3) : (-) : >70/>70 : >135/>135 : (-)/(-)

Tanda Rangsang Meningeal

Reflex patella : (+2)/(+3) Reflex Achiles: (+2)/(+3) Refleks Patologis 4

Babinsky Hoffman-Trommer Chaddock Schaffer Oppenheim Gordon Fungsi Saraf Otonom Baik Pemeriksaan Penunjang No 1 2 3 Test Hemoglobin Hematokrit Leukosit Netrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Eritrosit MCV MCH MCHC RDW/MCV Trombosit Masa perdarahan Masa pembekuan Na K Cl

: (-)/(+) : (-)/(-) : (-)/(-) : (-)/(-) : (-)/(-) : (-)/(-)

4 5 6 7 8 9 13 14 15 16 17

Hasil 14,2 42,2 286000 77 14,8 13 3,5 0,5 5,1 83,3 29,4 35,3 13,0 535 4 7 137 3,05 98,0

Satuan g/dl % /mm3 % % % % % Juta/uL fL Pg % % Ribu/mm3 Menit Menit Mmol/L Mmol/L Mmol/L

Nilai rujukan 12,0-16,0 40-48 5000-10000 50-70 25-40 2-8 1-3 0-1 4,5-5,5 80-100 26-34 32-36 11,5-14,5 150-440 <5 <11 125-135 3,5-5,5 98-109

18

Analisa Darah
pH PCO2 PO2 HCO3 TCO2

Gas 7,35 27,5 108,2 21,5 23,5 -3,0 25,1 98,4 mmol/L % mmHg mmHg mmol/L mmol/L 7,35-7,45 35-45 85-95 22-26 23-27 -2,5-2,5 22-26 96-97

Base Excess St HCO3 Saturasi O2

Foto Thorax Aorta kalsifikasi, disertai kardiomegali, paru dalam batas normal.

CT Scan Perdarahan intraparenkimal paraventrikel lateral kanan dan intraventrikel lateralis bilateral Atrofi cerebri

Diagnosis Diagnosis Klinis: Hemiplegia Sinistra, Paresis N VII sinistra sentral, Paresis N XII sinistra sentral, Hipertensi grade II Diagnosis Topis: Intraparenkimal paraventrikel lateral kanan dan intraventrikel lateralis bilateral Diagnosis Patologis: Perdarahan Diagnosis Etiologi: Hipertensi Terapi 1. Mencegah TIK a. Elevasi kepala 30o

b. O2 3L/menit c. Paracetamol 3x500 mg 2. Kontrol tekanan darah Captopril 3x50 mg Amlodipin 2x10 mg Diet rendah garam 3. Kontrol Faktor Risiko Citicholin 2x500 mg (IV) Asam folat 2x5 mg Vit. B6 2x10 mg Vit. B12 2x10 mg 4. Terapi Cairan IVFD NaCL 0,9 % 500cc/12 jam Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam Ad fungsionam: dubia ad bonam Ad sanationam: dubia

BAB III Tinjauan Pustaka 3.1 Stroke Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gejala klinis gangguan fungsi neurologis fokal atau global yang timbul secara tiba-tiba, menetap sampai lebih dari 24 jam, dapat menimbulkan kematian dengan penyebab vaskular dan bukan penyebab lainnya. Jika defisit neurologisnya hanya bertahan kurang dari 24 jam, maka keadaan tersebut dinamakan transient ischemic attact (TIA)1 3.2 Epidemiologi Stroke Stroke adalah penyebab morbiditas dan mortalitas yang prevalensinya terus meningkat di Indonesia. Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke adalah penyakit paling sering yang menyebabkan kematian (15,4%). Sebuah studi oleh Misbach dan Ali (1998) menunjukkan bahwa usia rata-rata pasien stroke akut adalah 58,8 tahun. Satu pertiga kasus stroke terjadi pada pasien di bawah 65 tahun. Pria lebih berisiko menderita stroke daripada wanita. 1, 2 3.3 Klasifikasi Stroke Stroke dapat diklasifikasi berdasarkan patologi dari gangguan pada otak, yaitu bisa berupa perdarahan atau iskemik. Stroke iskemik terjadi karena penyebab apapun yang dapat mengganggu aliran darah ke otak sehingga menyebabkan kematian neuron dan infark serebral. Stroke iskemik lebih sering terjadi dibandingkan dengan stroke hemoragik (74%). Stroke hemoragik terjadi karena adanya pembuluh darah yang pecah. Gejala neurologis yang timbul dapat merefleksikan daerah yang terkena dan besarnya stroke, namun biasanya gejala ini tidak dapat membedakan jenis stroke yang terjadi. Jika terjadi gejala nyeri kepala, muntah, kejang, atau penurunan kesadaran, biasanya menandakan kecenderungan bahwa stroke yang terjadi adalah jenis hemoragik.1 Stroke iskemik dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu : Emboli Emboli dapat berasal dari jantung atau arteri ekstrakranial. Seringkali emboli berasal dari trombus yang terlepas dari tempat asalnya, kemudian terbawa oleh aliran darah dan

kemudian menyumbat pembuluh darah yang kecil. Karena itu, sumbatan biasanya terjadi pada cabang distal. Gejala neurologis yang timbul pada kasus stroke emboli biasanya cepat dan lengkap (complete stroke). Emboli paling sering menyumbat arteri serebri media (29%) dan daerah yang sering terkena infark adalah area kortikal (64%). Arteri serebri anterior jarang terlibat. Sumber dari emboli kardiogenik termasuk trombus valvular (seperti pada kasus stenosis mitral, endokarditis, katup prostetik) trombus mural (seperti pada miokard infark, atrial fibrilasi, kardiomiopati dilatasi), emboli paradoksal (pada pasien dengan patent foramen ovale) dan myxoma atrial. Emboli kardiogenik ini merupakan 20% penyebab stroke iskemik. Secara umum, penyebab emboli tersering adalah fibrilasi atrial. Pada AF, kontraksi jantung lebih cepat, namun juga lebih lemah. Akibatnya adalah aliran darah di atrium menjadi pelan. Darah jadi mengumpul pada atrium dan memperbesar risiko pembentukan trombus. Trombus ini dapat terlepas dan menjadi emboli dan menyumbat pembuluh darah serebral.1

Gambar 1. Emboli dan storke iskemik Trombosis Tempat paling sering terjadinya oklusi trombosi adalah pada percabangan arteri serebral, terutama pada percabanga arteri karotis interna. Adanya plak aterosklerosis dapat menyebabkan stenosis. Kemudian, stenosis ini dapat menimbulkan aliran darah yang turbulen yang dapat meningkatkan risiko terbentuknya trombus, terbentuknya ulkus pada plak aterosklerosis, dan penempelan trombosit. Semua kejadian tersebut akan menyebabkan terbentuknya bekuan darah yang dapat menyumbat arteri atau dapat lepas dan menjadi

emboli. Penyebab trombosis lainnya yang lebih jarang terjadi adalah polisitemia, anemia sel bulan sabit, defisiensi protein C, dan dysplasia fibromuskular pada arteri serebral. 1 Perdarahan intrakranial dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan lokasi pembuluh darah yang pecah, yaitu : Perdarahan intraserebral Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat di dalam massa otak. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Perdarahan paling sering terjadi di subkortikal, serebelum, pons, dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan karena etiologi lainnya, seperti malformasi pembuluh darah otak yang pecah. Pada saat awal, darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya. Pada keadaan ini, harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah. Jika dibiarkan, selanjutnya dapat terjadi ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis. Jenis perdarahan ini lebih sering terjadi daripada perdarahan subarachnoid.1 Perdarahan subarachnoid Pada tipe ini, perdarahan bermula pada ruang subarachnoid. Perdarahan biasanya terjadi akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi di arteri komunikans anterior, arteri serebri media (dekat pangkal), arteri serebri anterior, dan arteri komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak berupa sakit kepala hebat dan muntah-muntah. Darah yang masuk ke ruang subarachnoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorpsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan subarachnoid dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak1 3.4 Faktor Risiko Stroke Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras, etnik, dan faktor keturunan. Usia 65 tahun memiliki faktor risiko strok 2 kali lipat dari orang yang berusia 55 tahun. Sedangkan laki-laki 1,23 kali lebih berisiko untuk terkena stroke dibandingkan perempuan.

Faktor risiko yang dapat diubah antara lain hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, lipid, merokok, alkohol, gaya hidup yang buruk, kontraseptiv oral, hemostatik dan faktor inflamasi, hemosistein, TIA, dan steanosis carotis. 3 3.5 Patogenesis Patogenesis Perdarahan Otak Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak. Pecahnya pembuluh darah otak dibedakan menurut anatominya, yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah tedapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh darah yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dindingnya (arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital misalnya malformasi arteri-vena, infeksi (sifilis), dan trauma.1 Perdarahan Subarakhnoid Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenital yang sering terjadi di a. komunikans anterior, a. serebri media (dekat pangkalnya), a. serebri anterior, dan a. komunikans posterior. Gejala timbulnya sangat mendadak berupa sakit kepala hebat dan muntah-muntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama, dan dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak.1 Perdarahan subarakhnoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (< 0,01% dari populasi di USA) sedangkan di ASEAN 4% (hospital based) dan di Indonesia 4,2 % (hospital based, Misbach 1996). Meskipun demikian angka mortalitas dan disabilitas sangat tinggi (USA = 80%). Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sanagt hebat pada saat onset penyakit. Perdarahan subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80% kasus SAH non traumatik. Aneurisme sakuler ini merupakan proses degenerasi yang didapat (acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurcatio pembuluh arteri otak, terutama di daerah Sirkulus Willisi. Sebagai penyebab lain SAH adalah aneurisma fusiform/ aterosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisme mikotik dan SAH, traumatik selain AVM,

perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh trauma (tanpa aneurisme), arteritis, neoplasma dan penggunaan kokain berlebihan. Keluarnya darah ke ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup hebat berupa sakit kepala yang sangat hebat. Gejala ini ditemukan pada sebagian besar kasus. Pada penderita ini selanjutnya terjadi penurunan kesadaran pada 50% kasus (Vernenlen 1984) disertai kegelisahan. Rangsang meningeal dengan gelisah ditemukan pada 10% kasus (Hasan et al 1953). Gejala ini timbul di hari-hari pertama. Selain itu pada perdarahan subarakhnoid terjadi rebleeding pada 2 minggu pertama. Penelitian epidemiologi (Jane et al 1977) menggambarkan bahwa rebleeding timbul pada 50 60% kasus dalam 6 bulan pertama setelah perdaraan awal, menurun 10% pada hari ke 30 dan berkurang 3% seriap tahun. Vasospasme yang timbul dalam ruang subarakhnoid sangat mempengaruhi prognosis. Keadaan ini umumnya timbul pada hari ke 3 dan meningkat pada hari ke 7 10. Gangguan kesadaran dan defisit nerurologi fokal dapat menyebabkan kematian pada 12,5% kasus (Kassell et al 1990). Komplikasi yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid adalah hidrosefalus karena tersumbatnya aliran likuor intraventrikuler (10 43%) kasus menurut Patchesun et al (1994). Keadaan ini perlu tindakan operatif (V.P Shunt) untuk drainase likuor.1 3.6 Diagnosis Stroke Evaluasi diagnostik bertujuan untuk menentukan lokasi dan luas lesi, dan terutama penyebabnya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan tambahan.1 Anamnesis Kelumpuhan anggota gerak, mulut mencong, bicara pelo, gangguan visus, gangguan lapang pandang, diplopia, disarthria, ataksia, vertigo, afasia (tidak dapat berkomunikasi dengan baik), penurunan kesadaran, atau defisit neurologis lain yang terjadi mendadak Sakit kepala, mual muntah, perubahan tingkat kesadaran (lebih umum pada stroke hemoragik) Awitan serangan, kegiatan yang dilakukan ketika serangan terjadi

Faktor risiko: kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, obat-obat yang sedang dipakai, riwayat keluarga, serangan serupa sebelumnya Progresivitas gejala Pemeriksaan fisik Tekanan darah kiri dan kanan, nadi, dan pernapasan. Perlu diperhatikan apakah terdapat pola pernapasan abnormal seperti Cheyne-Stokes. Pada pernapasan Cheyne-Stokes, pasien bernapas makin lama semakin dalam kemudian semakin dangkal dan diselingi dengan apneu. Akibatnya, terjadi penurunan (drop) dari saturasi oksigen. Pola pernafasan ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral, sedangkan batang otak masih baik. Hal ini dapat juga menjadi gejala utama herniasi transtentorial. Pernapasan Cheyne-Stokes juga dapat disebabkan karena gangguan metabolik atau gagal jantung. Tingkat kesadaran (Skala Koma Glasgow) dan status mental. Menurunnya atensi menunjukkan gangguan hemisfer yang ekstensif atau keterlibatan batang otak (formatio retikularis) Pemeriksaan kepala dan leher (mencari tanda trauma, infeksi, iritasi meninges) Auskultasi untuk mendeteksi bruit karotis Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan umum, dapat dihitung skor stroke Siriraj. Melalui skor ini, dapat diperkirakan jenis stroke yang terjadi, apakah tipe iskemik atau hemoragik, meskipun cara ini tidak 100% akurat. (2,5xS) + (2xM) + (2xN) + (0,1xD) (3xA) 12 S = kesadaran (0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma) M = muntah (0 = tidak ada; 1 = ada) N = nyeri kepala (0 = tidak ada; 1 = ada) D = diastolik A = ateroma (0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih: DM, angina, penyakit pembuluh darah) Skor >1 = perdarahan supratentorial Skor <-1 = infark serebri Skor -1 s/d 1 = meragukan

Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan secara lengkap untuk menemukan etiologi dan lokasi stroke. Termasuk dalam pemeriksaan neurologis adalah funduskopi. Menurut Banford (1992), dapat dilakukan klasifikasi stroke secara klinis, yaitu : TACI (total anterior circulation infarct), dengan gambaran klinis : o Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik yang kontralateral lesi o Hemianopia kontralateral o Gangguan fungsi luhur, misalnya afasia, gangguan visuospasial, hemineglect, agnosia, dan apraxia. Infark jenis ini disebabkan karena emboli kardiak atau trombus arteri keteri. Maka, pada pasien, perlu dilakukan segera pemeriksaan fungsi kardiak dan jika pemeriksaan ke arah emboli arteri ke arteri normal, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan TTE dan TEE. PACI (partial anterior circulation infarct) Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi serebral pada sistem karotis. Gambaran klinis : o Defisit motorik/sensorik + hemianopia o Defisit sensorik/motorik + gejala fungsi luhur o Gejala fungsi luhur + hemianopia o Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding dengan infark lakunar (hanya monoparesis atau monosensorik) o Gangguan fungsi luhur saja Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah tertentu dari percabangan arteri serebri media bagian kortikal atau pada percabangan arteri serebri media pada pasien dengan kolateralisasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan ini, kemungkinan embolisasi sistemik dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada TACI. LACI ( infark lakunar otak) Disebabkan karena infark pada arteri kecil dalam otak (small deep-infarct) yang lebih sensitif jika dilihat dengan MRI dibanding dengan CT scan. Gambaran klinis : o Tidak ada defisit visual

o Tidak ada gangguan fungsi luhur o Tidak ada gangguan fungsi batang otak o Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil o Pure motor stroke (PMS) o Pure sensory stroke (PSS) o Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis krural unilateral, dysarthria-clumsy-hand syndrome) Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli. Sehingga, tak perlu dilakukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak. POCI (posterior circulation infarct) Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis. Penyebabnya sangat heterogen. Karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan kasus yang lebih teliti dan mendalam. Salah satu jenis POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang timulnya serentak dengan hemianopia homonim. Gambaran klinis : o Disfungsi saraf kranial, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik/sensorik kontralateral o Gangguan motorik/sensorik bilateral o Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal) o Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral o Isolated hemianopia atau buta kortikal Pemeriksaan Tambahan Laboratorium: darah rutin, kimia darah (gula darah sewaktu dapat menunjukkan hiperglikemia reaktif, kolesterol, ureum kreatinin, asam urat, fungsi hati, SGOT SGPT, profil lipid), hemostasis (PT, APTT, kadar fibrinogen, D-dimer, INR, viskositas plasma), protein S, protein C, ACA, homosistein CT scan dan MRI digunakan untuk menunjukkan adanya iskemia dan membedakannya dengan perdarahan. o CT scan menunjukkan area iskemik baru setelah 2 jam sejak awitan hipoperfusi, sementara perdarahan intrakranial dapat terlihat segera (karena itu setiap pasien dengan defisit neurologis mendadak sebaiknya diperiksa dengan CT scan sesegera

mungkin). Infark di daerah fossa posterior dan korteks sering tak terdeteksi dengan CT hingga tahap lanjut, atau malah tidak terlihat sama sekali. o MRI menampakkan iskemia beberapa menit setelah awitan. MRI dapat mendeteksi infark yang tidak tampak dengan pemeriksaan CT pada pasien dengan defisit neurologis transien atau ringan. Foto toraks: pembesaran ventrikel kiri (tanda hipertensi kronis) EKG dan USG jantung dapat menampakkan penyakit jantung yang mungkin mendasari, misalnya aritmia, gagal jantung kongestif, atau trombus intrakardiak. USG ekstra dan transkranial serta angiografi dapat menunjukkan abnormalitas pembuluh darah serebral, misalnya stenosis atau plak aterosklerotik. DSA (digital substraction angiography, yaitu visualisasi pembuluh darah otak dengan medium kontras yang disuntikkan intra-arterial) menunjukkan perubahan patologis pada pembuluh darah ekstra dan intrakranial. Metode ini hanya digunakan untuk kasus tertentu karena risiko stroke atau komplikasi lain, dan sebagai alternatif yang bebas risiko dapat digunakan USG dan MRI. PET dan SPECT dapat menilai rCBF (regional cerebral blood flow). Meskipun demikian, karena mayoritas stroke disebabkan oleh emboli, pemeriksaan aliran darah hanya digunakan pada situasi tertentu.1 3.7 Gejala Klinis4 Defisit neurologis dapat merefleksikan area pada otak yang terlibat dan syndrome stroke untuk lesi vascular yang spesifik. Gejala fokal yang dapat terjadi pada stroke meliputi : 3.8 Tatalaksana4,5 Kelemahan atau paresis yang dapat melibatkan ekstremitas tunggal, separuh tubuh atau keempat ekstremitas Sakit kepala berat dengan onset yang cepat Fotofobia dan nyeri pada pergerakan mata Mual dan muntah Sinkop Kebutaan monocular atau binocular Pandangan kabur atau deficit lapang pandang Vertigo atau ataxia Aphasia

Tatalaksana pada pasien dnegan perdarahan intraserebral bergantung pada penyebab dan parahnya perdarahan. Ada beberapa prinsip dalam tatalaksana Stroke hemoragik yaitu : Terapi Umum o Stabilisasi jalan nafas o Pemantauan status neurologis, tekanan darah, sushu tubuhm dan saturasi oksigen dalam 72 jam. o Pemberian oksigen bila saturasi <95%. o Buat pasien dalam kondisi nyaman o Pemasangan kateter urin Stabilisasi Hemodinamik o Berikan cairan kristaloid atau koloid (hindari cairan hipotonik atau glukosa) o Dianjurkan pemasangan CVC dengan tujuan memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukan cairan dan nutrisi. Kontrol Tekanan Intrakranial o Kenaikan tekanan intracranial dapat terjadi akibat hematoma itu sendiri, dari edema sekelilingnya atau akibat keduanya. Elevasi kepala sebesar 30o, hal ini akan memperbaiki outflow vena jugular dan menurunkan tekanan intracranial. Pada hal ini kepala harus berada dalam posisi ditengah tidak miring kanan atau kiri. Pengguaan antasida dapat mencegah ulcer gastric yang terasosiasi dengan perdarahan intraserebral. o Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg. o Hindari hipertermia o Osmoterapi atas indikasi : Manitol 0,25 0,50 gr/kgBB selama > 20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.

Gambar 1. Algoritma Peningkatan tekanan Intrakranial.6 Kontrol Tekanan Darah5 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut apabila tekanan darah >200 mmHg atau mean arterial pressure > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan oabat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. Apabila Tekanan darah > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg. Apabila tekanan darah > 180 mmHg atau MAP >130 tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta, penyekat kanal kalsium digunakan adalam usaha diatas.

Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lain misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan adalah 15-25 % pada jam pertama dan tekanan darah 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. 3.9 Prognosis4 Prognosis pada pasien dengan stroke hemoragik bervariasi bergantung pada keparahan dari stroke dan lokasai serta ukuran dari perdarahan. GCS yang rendah berasosiasi dengan prognosis yang lebih buruk dan angka mortalitas yang lebih tinggi. Intracerebral hemorage scoremerupakan instrument yang paling sering digunkan dalam memprediksi outcome pada stroke hemoragik. GCS score 3-4 : 2 poin GCS score 5-12 : 1 poin GCS score 13-15 : 0 poin Umur > 80 tahun : 1 poin Infratentorial origin : 1 poin Intracerebral hemorage volume > 30 cm3 : 1 poin Intracerebral hemorage volume < 30 cm3 : 0 poin Intraventrikular hemorage : 1 poin

Pada studi yang dilakukan oleh hemphil et all menunjukan bahawa pasien dengan skor 0 semuanya bertahan hidup dan semua pasien dengan skor 5 meninggal dunia.

BAB IV Pembahasan Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan Pasien mengeluh saat bangun pagi tangan dan tungkai kiri mengalami kelemahan + 9 jam SMRS, berjalan menjadi berat, tangan tidak dapat diangkat, dan tidak diikuti penurunan kesadaran. Bicara pelo disangkal, pasien bicara nyambung, tersedak disangkal, baal sesisi tubuh disangkal. Pasien juga mengeluh sakit kepala, kepala bagian kanan terasa nyeri berdenyut. Muntah (+) sebanyak 3x, mual (+), buang air besar dan buang air kecil normal, mengompol disangkal. Riwayat hipertensi (+) tidak kontrol secara teratur Dari data diatas pasien mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh secara mendadak. Kelemahan pada sisi kanan tubuh menunjukan lesi yang dialami pasien berada pada intracranial dan terjadinya gejala secara mendadak menandakan bahwa penyebab tersering dari gangguan secara mendadak adalah vaskuler atau adanya trauma. Karena pada pasien tidak didapatkan riwayat trauma maka sampai tahap ini pasien diduga kelainan pada pasien disebabkan oleh kelainan vascular. Pada anamnesis juga didapatkan pasien menderita hipertensi yang tidak terkontrol. Dari data ini dapat kita curigai adanya pengaruh antara gejala pasien dan hipertensi yang dialaminya. Karena berdasarkan daftar pustaka dijelaskan bahwa hipertensi dapat menyebabkan kelainan pada endotel pembuluh darah yang membuat pembuluh darah rentan terjadinya rupture karena tekanan pada dinding pembuluh darah yang tinggi. Apabila rupture ini terjadi pada terjadi pada salah satu pembuluh darah diotak dapat menyebabkan meningkatkan tekanan intracranial. Pada anamnesis didapatkan bahwa adanya sakit kepala berdenyut dan disertai muntah dan mual sebanyak 3 kali pada pasien. Gejala ini biasanya mengarah pada tanda-tanda adanya peningkatan tekanan intracranial. Kondisi ini dapat didiagnosis sebagai stroke hemoragik. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan adanya : Saraf Kranial N VII, Facialis Motorik otot wajah: Abnormal tertarik ke kanan, sedangkan dahi simetris Orbicularis oculi kiri lemah N XII. Hypoglossus

Lidah deviasi ke kiri pada saat dijulurkan Tidak ada atrofi Motorik 5555 0000 5555 0000 Sensibilitas Hipestesi (-). Refleks Fisiologis Biseps Triseps : (+2)/(+3) : (+2)/(+3)

Reflex patella : (+2)/(+3) Reflex Achiles: (+2)/(+3) Refleks Patologis Babinsky : (-)/(+) Data diatas menunjukan adanya parese pada nervus VII dan nervus XII yang disertai dengan adanya hemiparese sisi deksra tanpa disertai adanya hipestesi. Hal ini menunjukan kelainan terdapat pada kapsula interna. Pada pemeriksaan fisik didapatkan refleks meningkat pada keempat ekstrimitas pasien. Naiknya refleks ini menunjukan adanya lesi pada Upper motor neuron (UMN). Hasil pemeriksaan penunjang menunjukan pada foto toraks didapatkan adanya kardiomegali dengan kalsifikasi aorta. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh hipertensi yang dialami oleh pasien dalam waktu yang cukup lama. Pada pemeriksaan Ct-scan didapatkan Perdarahan intraparenkimal paraventrikel lateral kanan dan intraventrikel lateralis bilateral serta Atrofi cerebri. Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien memiliki : Diagnosis Klinis: Hemiplegia Sinistra, Paresis N VII sinistra sentral, Paresis N XII sinistra sentral, Hipertensi grade II, Diagnosis Topis: intraparenkimal paraventrikel lateral kanan dan intraventrikel lateralis bilateral Diagnosis Patologis: Perdarahan Diagnosis Etiologi: Hipertensi

Terapi yang diberikan memiliki beberapa prinsip yaitu Mencegah TIK, Kontrol tekanan darah, Kontrol Faktor Risiko. Kontrol TIK Elevasi kepala sebesar 30o, hal ini akan memperbaiki outflow vena jugular dan menurunkan tekanan intracranial. Pada hal ini kepala harus berada dalam posisi ditengah tidak miring kanan atau kiri. Pemberian O2 ditujukan agar mempermudah pasien dalam mencukupi kebutuhan oksigen. Pemberian paracetamol digunakan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Perlu dilakukan pemasangan kateter agar menghindari nyeri akibat retensi urin. Kontrol Tekanan darah Guideline yang digunakan dalam mengontrol tekanan darah pada pasien dengan stroke hemoragik adalah menggunakan ACE-Inhibitor yaitu Captopril karena obat ini bekerja secara cepat sehingga dapat menurunkan tekanan darah hingga target. Obat ini juga biasa dikombinasikan dengan Amlodipin karena memilii efek sinergis dalam menurunkan tekanan darah.berdasarkan guideline AHA tekanan darah diturnkan hingga TDS mencapai 140 mmHg kemungkinan cukup aman Kontrol Faktor resiko Pemberian Vitamin B dan Citicholin bertujuan sebagai neuroprotector. Terapi Cairan Diberikan Nacl 0,9 %, hal ini ditujukan agar memenuhi kebutuhan cairan pasien serta mempertahankan euvolemia.

BAB V Kesimpulan Diagnosis pada pasien stroke hemoragik dapat ditegakkan dengan menggunakan data yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis penyakit ini perlu dilakukan secara cepat dan tepat karena penyakit ini merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak secara irreversible yang pada ujungnya dapat menurunkan kualitas hidup dari pasien. Penanganan yang cepat dan tepat dari penyakit ini dapat memperbaiki prognosis dan reversibilitas dari fungsi otak.

Daftar Pustaka 1. Misbach J. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen Stroke. Jakarta: Balai Peneribit FKUI. 2004, p. 1-94 2. Martini S. Epidemiologi Stroke. Diunduh dari www.fkmunair.ac.id/s3ikes/download/ epidemiologi%20stroke pada 15 April 2013 3. Sacco R, Chair, Benjamin E, Broderick JP, Dyken M, et all. Stroke:Risk Factor. AHA Journal; 28: 1507-17 4. Liebeskind D S, Kulakarni R. Hemoragic Stroke. WebMD. 2013. Dikutip dari www.medscape.com diakses pada tanggal 16 april 2013 pukul 11.45 Wib. 5. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A et all. Guideline Stroke 2011 Pokdi Stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. 2011; 32-40. 6. Morgenstern L B, Hemphill J C, Anderson C et all. Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage : A Guideline for Health care Profesionals Form The American Heart Association. AHA. 2010;2110-2117.

Anda mungkin juga menyukai