Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN THALASEMIA

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN DEWASA VI


DOSEN : SAVITRI GEMINI, S. Kep Ns

OLEH :

FINOLIA

PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES MITRA BUNDA PERSADA BATAM 2013


1

BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Berdasarkan angka kesakitan diatas, maka kelompok tertarik membahas tentang pembahasan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien thalasemia Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung. Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian. Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang salah. Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari thalasemia dan macam-macam thalasemia ? 2. Apa penyebeb dari talasemia ? 3. Seperti apa sajakah manifestasi klinis yang ditimbulkan penderita Hepatitis ? 4. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari Thalasemia ? 5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit thalasemi ? 6. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalasemia?

C. TUJUAN 1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari thalasemia dan macam-macam thalasemia 2. Agar mahasiswa mengetahui Apa penyebeb dari talasemia 3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis yang ditimbulkan penderita Thalasemia 4. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi dan pathway dari Thalasemia 5. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan penyakit thalasemi 6. Agar mahasiswa mengetahui konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalasemia

BAB II ISI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFENISI Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497) Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004). Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu (Kosasih, 2001). Thalasemia dapat terjadi pada keturunan dari etnik manapun, tetapi paling umum ditemukan pada keturunan mediteran. Kondisi ini terjadi jika gen yang bertanggung jawab untuk produksi globin mengalami kerusakan. Seseorang yang diwarisi gen ini dari kedua orang tuanya dianggap mengalami talasemia mayor, sedangkan seseorang yang diwarisi gen ini hanya dari salah satu orang tua dikatakan membawa sifat talasemia.

Gambar 1 Pasien thalasemia

2. ETIOLOGI a. Thalassemia alfa minor: kelainan ini biasanya disebabkan kurangnya atau gangguan pada 1 atau 2 rantai protein alfa, tetapi kekurangannya hanya dalam tingkat rendah. b. Thalassemia alma mayor: pada kondisi ini terjadi gangguan pada 4 rantai globin alfa atau tidak ada rantai globulin yang dibentuk sehingga tidak ada Hb A dan HbF yang diproduksi. c. Thalassemia beta minor: kelainan ini diakibatkan kekurangan protein beta. Namun, kekurangannya tidak terlalu signifikan. d. Thalassemia beta mayor: kelainan ini disebabkan tubuh sangat sedikit memproduksi protein beta sehingga hemoglobin yang terbentik cacat atau abnormal
5

Gambar 2 Pasien thalasemia

3. KLASIFIKASI Secara molekuler, talasemia dibedakan atas: a. Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa) b. Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta) c. Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta) d. talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta). Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu: a. Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas. b. Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

4. PATOFISIOLOGI Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri dari 2 rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrom, mikrositer. Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis. (Soeparman, dkk, 1996)

5. MANIFESTASI KLINIS Berdasarkan gejala klinisthalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu mayor, intermedia dan minor (pembawa sifat). Batasan di antara tingkatan tersebut sangat tidak jelas. a. Pada thalassemia mayor, gejala klinis berupa muka mongoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek), pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsuk merah berupa deformitas dan fraktur spontan. Pertumbuhan gigi biasanya buruk, sering disertai rerefaksi tulang rahang, anemia berat dan mulai muncul gejalanya pada usia beberapa bulan
7

serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Icterus jarang terjadi dan bila ada biasanya ringan. b. Pada thalassemia intermedia umumnya tidak ada splenomegaly. Dan bila terjadi anemia ringan, maka disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek. c. Sedangkan pada thalassemia minor umumnya tidak dijukpai gejala klinis yang khas. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis). Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain: a. Letargi b. Pucat c. Kelemahan d. Anoreksia e. Sesak nafas f. Tebalnya tulang kranial g. Pembesaran limpa h. Menipisnya tulang kartilago

6. KOMPLIKASI Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas. Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. "Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat
8

besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga. Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain seperti: Infark tulang, Nekrosis, Aseptic kapur femoralis, Asteomilitis (terutama salmonella), Hematuria sering berulang-ulang

7. PENCAGAHAN a. Pencegahan primer Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal. b. Pencegahan sekunder Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

8. PENATALAKSANAAN Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi. Treatment thalasemia dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : a. Transfusi diberikan untuk mempertahankan kadar Hb b. Manfaat transfuse ekspansi bone narrow meminimalkan dilatasi cardiac dan osteoporosis. Pemberiannya 15-20 ml/kg berupa packed cells diberikan bersama 4-5 minggu c. Cross maching menjaga agar tidak terjadi alloimunisasion dan mencegah terjadinya reaksi transfuse d. Penggunakan packed RBc yang fress sangat mungkin, tapi dengan menggunakan meticoulos care dan febrile reacsion. Semua hal diatas bisa diminimalkan dengan memberikan transfuse berupa frozen blood atau leukosit poor red blodd cell preparation dan juga dengan pemberian antipiretik. e. Hemosidorosis dapat terjadi setelah transfuse karena setiap 500 ml darah yang di transfusi mengandung 200 mg besi yang akan menuju jaringan, penumpukan besi tidak dapat ditoleransi tubuh dan harus dikeluarkan oleh obat. f. Hemosidosis dapat dikurangi dengan penggunaan iron- chelating drugs contoh deferoxamin atau deferseral. Cara kerja obat ini dengan membuang dengan mengekskresikan lewat urin. Dalam pemberian obat ini harus tetap

10

mempertahankan kadar darah tinggi. Pemberiannya dengan subkutan 8 sampai 12 jam g. Splenomegali biasanya disebabkan hipertransfusi hal ini karena hasil ekstra medullary eritropoesis, terapinya biasanya splenoktomi jika oragannya besar atau sekundari hipersplenisme. h. Efek samping dari splenoktomi biasanya sepsis dan tambah berat penyakitnya. Biasanya pemberian ketika terjadi peningkatan transfuse biasanya melebihi 240 ml/tahun. i. Pemberian imunisasi hepatitis B dan hematococal, vaksin polisakarida dibutuhkan. j. terapi yang paling baik adalah transplantasi bone narrow angka kesuksesannya meningkat.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal b. Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit c. Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik d. Kadar besi serum meningkat e. Bilirubin indirect meningkat f. Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor g. Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor

11

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Nama, umur (kebanyakan terjadi pada anak-anak), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa (banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah/mediterania), tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah Pasien biasanya lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia. 2) Riwayat penyakit sekarang Kulit kuning dan perut kelihatan membesar, hilangnya nafsu makan dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport. 3) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple. 4) Riwayat penyakit keluarga Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan. 5) Riwayat Tumbuh Kembang Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk
12

umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. 6) Riwayat psiko-sosio-spiritual Anak : Usia, tugas perkembangan psikososial, kemampuan beradaptasi dengan penyakit mekanisme koping yang digunakan. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping keluarga yang digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress. 7) Riwayat kehamilan Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter. 8) Activity Daily Living a) Aktivitas Pada pasien dengan thalassemia anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah. b) Sirkulasi Kemungkinan terjadi dapat ditemukan tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. c) Eliminasi biasanya ditemukan BAK lebih sering , bisa terjadi disyuria dan hematuria. Bisa terjadi konstipasi/diare. d) Makanan dan Cairan Terjadi penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya disertai mual dan muntah yang menyebabkan berat badan menurun. e) Nyeri / Kenyamanan Pada pasien thalassemia terdapat distensi abdomen. f) Seksualitas Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
13

pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.

2. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal, tampak pucat, perut membuncit akibat hepatomegali, bentuk muka mongoloid (facies Cooley), ditemukan ikterus. b. TTV 1) TD: Hipotensi (N: 110-120/70-80) 2) Nadi: Takikardi (N: 60-100x/menit) 3) RR: Takipneu (N: 20-24 x/menit) 4) Suhu: Bisa naik/turun (N:36,5-37,5C) c. Review of system 1) BI (Breath) Pasien dengan thalassemia terjadi peningkatanfrekuensi pernafasan yang kadang-kadang disertai penggunaan otot bantu pernafasan. 2) B2 (Blood) Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien thalasemia dapat ditemukan tekanan darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna), Hipokrom (jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang tidak normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi, Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. 3) B3 (Brain) Status mental pada pasien thalassemia biasanya tidak terjadi gangguan, motorik kasar masih bisa dinilai (seimbang).

14

4) B4 (Bladder) Pada klien dengan thalassemia biasanya ditemukan BAK lebih sering , bisa terjadi disyuria dan hematuria, Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih). 5) B5 (Bowel) Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (hepatosplemagali). Klien dengan talasemia jug mengalami penurunan nafsu makan. Bisa terjadi konstipasi/diare. 6) B6 (Bone) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah, selain itu warna kulit kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis). Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. Kemungkinan terjadi perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk, mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.

3. DIAGNOSA a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.

15

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis. e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

4. INTERVENSI a. Dx. 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan Kriteria Hasil: 1) Keluarga/pasien mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan 2) Klien menunjukan perfusi yang adekuat seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa merah muda, akral hangat 3) Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi. 4) Suhu ekstremitas hangat. 5) Tingkat sensasi normal 6) Hb normal 12 16 gr% 7) TTV dalam batas normal Intervensi: 1) Awasi tanda vital 2) Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa. 3) Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran. 4) Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri dengan tepat 5) Ajarkan pasien/keluarga tentang cara menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas 6) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. 7) Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
16

8) Tinggikan anggot badan yang terkena 200 atau lebih tinggi dari jantung untuk meningkatkan aliran darah balik vena, jika diperlukan

b. Dx 2: Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi aktivitas Kriteria Hasil: 1) Klien mengetahui penyebab intoleransi aktivitas 2) Klien mampu mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang

menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktivitas 3) Klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan 4) Tanda-tanda vital dalam batas normal 5) Klien tidak menunjukan tanda-tanda keletihan Intervensi: 1) Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas. 2) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas 3) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi 4) Pantau respons oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri. 5) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS) 6) Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Misalnya: anjurkan periode alternative untuk istirahat dan aktifitas 7) Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab intoleransi aktivitas c. Dx.3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Tujuan:

17

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kriteria Hasil: 1) Pasin dan keluarga mengetahui penyebab perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2) Klien menunjukan peningkatan BB dan/atau mempertahankan BB yang stabil 3) Keadaan umum membaik 4) Dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan 5) Tidak mengalami tanda malnutrisi 6) Nilai laboratorium (transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal Intervensi: 1) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan 2) Timbang pasien pada interval yang tepat 3) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferrin, albumin, dan elektrolit 4) Ajarkan metode untuk perencanaan makanan 5) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya. 6) Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab kurangnya nutrisi dari kebutuhan. 7) Bantu makan sesuai dengan kebutuhan 8) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan gizi pasien

d. Dx. 4: Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tandatanda keruusakan integritas kulit

Kriteria Hasil: 1) klien mampu mempertahankan integritas kulit 2) klien menunjukan tingkat sensasi dan warna kulit normal

18

3) klien dapat mengetahui faktor resiko dari perilaku dan lingkungan yang bosa memperparah kerusakan integritas kulit. 4) menunjukan perilaku individu/mengidentifikasi faktor resiko untuk mencegah cedera dermal Intervensi: 1) kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, eritema dan ekskoriasi 2) inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi atau minimal setiap hari. 3) Gunakan kasur penurun tekanan (misalnya: busa poliuretan) 4) Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan. 5) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau efektif.

e. Dx. 5: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tandatanda infeksi Kriteria Hasil: 1) Klien mampu mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi 2) Pasien menunjukan pengendalian resiko dibuktikan oleh indikator miaslnya, mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko infeksi 3) Terbebas dari tanda atau gejala infeksi 4) Tidak ada drainage purulen atau eritema 5) Adanya peningkatan penyembuhan luka Intervensi: 1) Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, suhu kulit, keletihan dan malaise). 2) Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi 3) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi.
19

4) Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar 5) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pusatg kesehatan 6) Berikan terapi antibiotik bila diperlukan

20

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, Thalassemia adalah kelainan darah bawaan yang menyebabkan tubuh Anda kekurangan hemoglobin. Hemoglobin membantu sel darah merah menyebarkan oksigen melalui tubuh Anda. Rendahnya tingkat hemoglobin dapat menyebabkan anemia, penyakit yang membuat Anda merasa lemah dan lelah. Anemia berat dapat merusak organ dan mengakibatkan kematian. Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalm sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa. B. SARAN 1. Untuk mengetahui seseorang yang menderita thalasemia atau tidak sebaiknya dilakukan pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan penunjang 2. Dalam pembuatan makalah ini saya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

21

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai