Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK ACARA GERMINASI

Disusun oleh : Kelompok XV Ari Bimo Prasetyo Okti Widayati Azan Gesang Mahardika Edi Priyanto Pranegati Rembulaning Wulandaru PT/05903 PT/06015 PT/06023 PT/06171 PT/06172

Asisten Pendamping : Bramaji Wisnu Dewanggono

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan acara praktikum Ilmu Hijauan Makanan Ternak hingga pembuatan laporan praktikum. Laporan ini disusun sebagai syarat menempuh ujian akhir Ilmu Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penyusun pada kesempatan ini, ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ali Agus, DAA., DEA. selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Bambang Suhartanto, DEA, dan Bambang Suwingyo, S.Pt., MP, Prof. Ir. R. Djoko Soetrisno, M.Sc., Ph.D., Ir. pengampu mata kuliah Ilmu Hijauan Makanan ternak. 3. Seluruh asisten Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura yang telah yang membantu kami baik dalam rangkaian acara praktikum maupun dalam pembuatan laporan. 4. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga sebagai dosen

terselesaikannya laporan ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima untuk kesempurnaan laporan berikutnya. Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 18 Maret 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN Masalah pokok yang sering dihadapi dalam usaha pengembangan peternakan adalah persoalan makanan ternak terutama yang berupa hijauan. Kurangnya pakan hijauan mengakibatkan peningkatan jumlah pemberian konsentrat yang secara ekonomis kurang menguntungkan karena meningkatkan biaya pakan. Usaha-usaha pertanian di daerah tropis sangat menentukan berhasil tidaknya usaha peternakan, terutama dalam penyediaan tanaman bahan pakan yang cukup serta berkualitas tinggi. Fisiologi tubuhan sangat penting untuk dipelajari terutama dalam teknik penanaman benih. Hal ini tidak terlepas dari kondisi fisiologis benih yang ditanam. Seringkali proses perkecambahan tersebut belum dipahami dengan baik sehingga penanaman pohon yang berasal dari benih seringkali gagal karena benih (biji) tidak tumbuh. Bahkan pada beberapa biji misalnya pada padi mengalami kondisi dormansi sehingga tidak dapat tumbuh meskipun kondisi lingkungan yang sudah

mendukung. Berbagai tipe perkecambahan dan tipe dormansi yang dialami biji penting diketahui dan dipahami agar dapat menumbuhkan benih pada kondisi optimum dengan baik. Oleh karena dan itu, perlu adanya yang mengenai Perkecambahan Dormansi

pembelajaran

menerangkan proses perkecambahan biji dan dormansi yang dialami pada beberapa biji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Germinasi Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan

perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat

perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri, 2004). Perkecambahan merupakan sustu proses dimana radikula (akar

embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologibiokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Salisbury dan Ross, 1992). Germinasi merupakan serangkaian peristiwa yang terhitung sejak benih mengalami dormansi sampai bibit tersebut mampu tumbuh normal kembali. Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak berkecambah walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Beberapa keuntungan sifat dormansi hidup, pada benih antara lain mekanisme di

mempertahankan

mencegah

terjadinya

perkecambahan

lapangan, dan pada beberapa spesies lebih tahan dalam penyimpanan. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup, tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan, bagi suatu

perkecambahan (Sutopo, 2002). Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode germinasi atau pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan validitas hasil pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih (Ilyas dan Diarni, 2007).

Metode Germinasi Soejadi dan Nugraha (2002) menyatakan, efektivitas metode pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas, persistensi, dan mekanisme dormansi. Perbedaan persistensi dormansi benih bergantung pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi panen, dan tahap perkembangan benih. Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002). Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995). Proses fisiologis pertumbuhan Fisher dan Peter (1992), menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perkecambahan antara lain air, cahaya, temperatur, gas, dan masa dormansi. Tahapan perkecambahan dimulai dengan hidrasi atau imbibisi, dilanjutkan oleh pengaktifan enzim, inisiasi pertumbuhan embrio dan pertumbuhan kecambah berikutnya. Berikut ini rincian tahapan perkecambahan. Hidrasi atau imbibisi adalah masuknya air ke dalam embrio dan membasahi protein dan koloid cair. Air yang masuk ke dalam biji dapat

berasal dari lingkungan di sekitar biji, baik dari tanah, udara (dalam bentuk embun atau uap air), maupun media lainnya. Imbibisi terjadi karena permukaan-permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan, seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan lainnya yang dapat menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya tarik antarmolekul. Proses penyerapan air tersebut terjadi melalui mikropil pada kotiledon. Air yang masuk ke dalam kotiledon menyebabkan volume bertambah, akibatnya kotiledon membengkak. Pembengkakan tersebut menyebabkan testa (kulit biji) menjadi pecah atau robek. Sifat permeabilitas benih (contohnya benih aren) ditentukan oleh faktor umur. Semakin tua benih, maka kadar lignin dan tanin meningkat sehingga semakin rendah pula imbibisinya. Peningkatan kadar lignin dan tanin sangat berperan dalam menurunkan permeabilitas benih terhadap air sehingga ketika dikecambahkan proses imbibisi benih berlangsung sangat lambat (Widyawati et al., 2009 dalam Fahmi, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji adalah permeabilitas kulit biji, konsentrasi air, suhu, tekanan hidrostatik, Luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya intermolekuler, dan komposisi kimia (Akbar et al., 2010). Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat meningkatkan pencernaan, sejumlah pernapasan, proses fisiologis dan dalam embrio, Air seperti juga

asimilasi

pertumbuhan.

memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi jika dinding sel di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk kedalam sel secara difusi. Suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Karbondioksida yang dihasilkan oleh

pernapasan tersebut lebih mudah berdifusi keluar (Akbar et al., 2010). Pembentukan atau pengaktifan enzim menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik. Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses

perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik, seperti -amilase (merombak amilase menjadi glukosa), ribonuklease (merombak ribonukleotida), endo--glukanase (merombak senyawa glukan), fosfatase (merombak senyawa yang mengandung P), lipase (merombak senyawa lipid), peptidase (merombak senyawa protein). Pengaktivan enzim dapat memicu perombakan cadangan makanan, yaitu katabolisme karbohidrat dan metabolisme lemak (Akbar et al., 2010). Katabolisme karbohidrat pada kecambah adalah dengan

mengubah amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase. Giberelin diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase. Sedangkan lemak dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan ditranslokasikan dari kotiledon (dikotil) atau endosperm (monokotil) ke embrio, dan akan melewati sitoplasma. Untuk dapat melewati sitoplasma, asam lemak harus memasuki jalur glioksilat terlebih dahulu, karena sifat lemak yang sulit larut dalam air dan inmobil. Setelah diproses dalam jalur glioksilat, lemak dirubah menjadi sukrosa yang lebih mudah larut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Setelah semua proses imbibisi, aktivitas enzim dan katabolisme cadangan makanan berlangsung, maka proses inisiasi pertumbuhan embrio dapat terjadi. Proses ini ditandai dengan meningkatnya bobot kering embryonic axis dan menurunnya Setelah radikula itu, terjadi pemanjangan dari kulit biji bobot kering endosperma.

sel radikel dan diikuti munculnya sebenarnya). Perubahan

(perkecambahan

pengendalian enzim ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya

ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah. Prasyarat pada tahap ini adalah cangkang biji harus cukup lunak bagi embrio untuk dipecah, selanjutnya pada radikel ini keluar akar-akar cabang (lateral roots), bersama-sama dengan akar primer membentuk sistem akar primer. Sistem akar primer biasanya hanya berfungsi sementara dan kemudian mati. Fungsi akar

primer digantikan oleh akar-akar adventif yang keluar dari nodus batang yang pertama dan beberapa nodus di atasnya. Sistem akar adventif (akar serabut) yang menjamin penyerapan air dan kehidupan tanaman tersebut dalam

bahan makanan dari tanah dan sebagai alat

penambat pada tanah (Akbar et al., 2010).

BAB III MATERI DAN METODE MATERI Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain amplas, beaker glass, silet, dan oven. Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu biji tanaman padi (Oryza sativa), biji tanaman kenari (Phalaris canariensis), air, dan H2SO4 METODE Biji yang digunakan dalam germinasi diskarifikasi dengan lima perlakuan yaitu di amplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air hangat dan di oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Biji diletakkan pada petridisk yang telah diberi kapas basah sebagai media tumbuh. Biji disiram setiap pagi selama dua minggu dan diamati serta diukur pertumbuhannya dengan penggaris.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Germinasi Praktikum germinasi bertujuan untuk mengetahui perkecambahan biji dan mengetahui pertumbuhan biji setelah dilakukan berbagai perlakuan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut : Hari berkecambah dan keluarnya daun Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama pada biji adalah sebagai berikut : Tabel 1. Hari berkecambah dan keluarnya daun Biji Hari Berkecambah Keluarnya Daun Padi gogo (Oryza sativa) Hari ke-9 Kenari (Phallaris canariensis) Hari ke-8 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa berkecambah dan keluarnya daun pertama tidaklah sama. Biji padi gogo (Oryza sativa) mulai berkecambah pada hari ke-9 dan Kenari (Phallaris canariensis) mulai berkecambah pada hari ke-8. Adapun dari kedua tanaman tersebut tidak terjadi tumbuhnya daun. Fisher dan Peter (1992), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan antara lain berupa air, cahaya, temperatur, gas, dan masa dormansi. Air memegang peranan penting pada proses perkecambahan, dimana pada awal perkecambahan tersebut kebutuhan air meningkat. Peranan air pada proses perkecambahan adalah untuk melunakkan kulit benih, umtuk pelarut, sebagai pereaksi untuk kegiatan metabolisme dan untuk transportasi (Sutopo, 1993). Menurut Reksohadiprojo, (1995) jika biji mengalami kerusakan baik morfologi dan histologinya tidak akan mengalami germinasi. Perlakuan yang dilakukan yaitu diamplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air hangat dan di oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Perlakuan tersebut disebut dengan Skarifikasi. Sebagaimana juga diungkapkan secara ringkas oleh Schmidt (2002), bahwa skarifikasi ditujukan untuk

mematahkan dormansi serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Tinggi tanaman Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran tinggi tanaman terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tinggi biji padi gogo pada berbagai perlakuan Tinggi tanaman (cm) Hari keDirendam Direndam Dioven Dilukai Diamplas air hangat H2SO4 550C 2 3 4 0,4 6 0,5 8 1 10 1,1 0,2 12 1,1 0,3 14 0,1 1,1 0,4 0,2 0,2 Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi biji padi gogo diperoleh data bahwa petumbuhan biji yang diamples lebih cepat dan lebih baik. Pemberian berbagai perlakuan terhadap biji yang akan ditanam memiliki tujuan tersendiri. Perendaman dengan air panas menyebabkan terbukanya kulit dari biji sehingga perkecambahan lebih cepat dari pada perendaman dengan air dingin. Perendaman dengan air dingin tidak dapat mengubah struktur biji legume yang keras tetapi pertumbuhannya lebih cepat daripada perlakuan dengan air panas. Berbeda dengan pemberian asam sulfat pekat (H2SO4), pemberian H2SO4 dalam waktu tepat akan mendegradasi kulit biji, sehingga meningkatkan permeabilitas dan mempercepat perkecambahan. Perendaman H2SO4 yang terlalu lama akan merusak biji, sehingga menyebabkan biji tidak tumbuh sama sekali (Sutopo, 1993). Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman terhadap biji kenari adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan Tinggi tanaman (cm) Direndam Direndam Dilukai Diamplas air hangat H2SO4

Hari ke-

Dioven 550C

2 3 4 6 8 10 12 14

0,2 0,2 1 0,2 0,2 0,7 1,3 0,2 0,2 1,4 1,8 0,2 0,2 1,6 2 0,2 0,2 Perlakuan mekanis pada biji kenari dengan cara diamplas

menunjukan hasil yang paling signifikan dengan tinggi tanaman yang dicapai 2 cm. Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002). Jumlah daun Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran jumlah daun terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah daun padi gogo pada berbagai perlakuan Tinggi tanaman (cm) Hari keDirendam Direndam Dioven Dilukai Diamplas air hangat H2SO4 550C 2 3 4 6 8 10 12 14 Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun padi gogo diperoleh data bahwa tidak ada satupun daun yang tumbuh dari tiap-tiap biji. Menurut Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman terdapat zat pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang berperan dalam memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk merangsang pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur

hara, dan sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ tanaman secara ekstrim. Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman terhadap biji kenari adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan Tinggi tanaman (cm) Hari keDirendam Direndam Dioven Dilukai Diamplas air hangat H2SO4 550C 2 3 4 6 8 10 12 14 Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun kenari diperoleh data sebagaimana terjadi pada tanaman padi gogo. Menurut Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman terdapat zat pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang berperan dalam memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk merangsang pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur hara, dan sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ tanaman secara ekstrim. Menurut Setyani (2006), pada tanaman auksin, giberellin, dan sitokinin saling berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan tanaman. Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji tanaman padi dan kenari. Tanaman ini diperlakukan dengan berbagai macam perlakukan, hal ini bertujuan untuk mengetahui proses perkecambahan biji pada perlakuan yang berbeda-beda. Berdasarkan keseluruhan hasil praktikum dapat dilahat bahwa beberapa metode skarifikasi tidak berdampak pada pertumbuhan benih. Sebagaian perlakuan lainnya menunjukkan pengaruh namun tidak terlalu signifikan. Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan

benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi. Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995). Benih-benih yang mempunyai struktur kulit yang tidak begitu tebal, pematahan dormansi cukup dilakukan dengan merendam benih didalam air hangat. Air tersebut berfungsi untuk melunakan kulit benih sehingga air mampu menembus sampai ke bagian embrio benih. Embrio benih yang terkena air hangat akan mengalami imbibisi sehingga dapat berkecambah. Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia, pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002). Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada biji padi yang direndam air hangat pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari perlakuan dengan perendaman air hangat tidak menyebabkan tumbuhnya tanaman tersebut. Berdasarkan literatur, maka dapat diketahui bahwa tanaman padi dan kenari memiliki kulit biji yang cukup tebal sehingga dormansinya tidak terpatahkan dengan perendaman air hangat. Suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk berlangsung secara normal umumnya berkisar antara 30-400C. Suhu di atas maksimum biasanya mematikan biji karena keadaan tersebut menyebabkan mesin metabolisme biji menjadi nonaktif sehingga biji menjadi busuk dan mati. Suhu optimal adalah yang benih paling dimana

menguntungkan

berlangsungnya

perkecambahan

presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin. (Sutopo, 2002). Hasil praktikum menunjukkan bahwa biji padi yang dioven dengan suhu 55oC pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari tidak terjadi pertumbuhan. Berdasarkan literatur yang telah disebutkan, gagalnya pematahan dormansi dengan metode ini terjadi karena ketidakmampuan biji untuk menahan suhu yang terlalu tinggi sehingga biji tersebut mati.

BAB V KESIMPULAN Perlakuan skarifikasi secara mekanis seperti diamplas atau dilukai pada biji kenari (Phallaris canariensis) mampu menunjukkan hasil yang lebih signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan air hangat, H2SO4, maupun perlakuan skarifikasi lainnya yang dilakukan pada biji padi (Oryza sativa).

DAFTAR PUSTAKA Akbar, Joni et al. 2010. Proses Perkecambahan Pada Tanaman Padi (Pertumbuhan Vegetatif Tahap O). Padang: Universitas Andalas. Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York. Fahmi, Zaki Ismail. 2010. Studi Teknik Pematahan Dormansi dan Media Perkecambahan Terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata). Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Fisher N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101. Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi

Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi Salisbury, F dan Cleon W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Naiem dkk. Bandung Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal. Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada . Syamsuri, Ismail. 2004. IPA Biologi. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai