Anda di halaman 1dari 2

a.

Mitos dalam KDRT


1) Mitos : Lelaki pelaku kekerasan memiliki penyakit mental. Realitas: Jika lelaki benar-benar sakit mental, dia tidak memiliki kemampuan untuk memilih sasaran atau mengendalikan pola perilaku kekerasan. Sementara yang terjadi dalam KDRT, sebagian besar lelaki yang melakukan kekerasan akan menyembunyikan tindakan di dalam rumah. Serangan diarahkan ke bagian yang tidak terlihat bekasnya. Artinya pelaku sudah memiliki perencanaan dan pemikiran tentang pola kekerasannya. Suami pelaku KDRT juga tidak akan menyerang orang lain, misalnya teman kerja, bila mengatami frustrasi dan hanya menyasar istrinya di rumah. 2) Mitos : Alkohol menyebabkan lelaki memukul pasangannya Realitas: Alkohol memfasilitasi penggunaan kekuatan fisik dengan memungkinkan pelaku melepaskan tanggungjawab perilakunya pada hal lain, dalam hal ini alkohol. 3) Mitos : Hanya perempuan miskin yang dipukuli Realitas: Kekerasan terhadap perempuan terjadi di semua kalangan dan kelas sosial. Korban kekerasan yang kebanyakan perempuan tak hanya perempuan putus sekolah, namun juga berpendidikan tinggi, ibu rumah tangga, hingga pekerja di perkotaan. Kekerasan yang dialami perempuan dari kelas sosial atas seringkali disembunyikan atau tersembunyi. Karena pihak perempuan akan mengalami banyak kehilangan jika membuka situasi yang dialaminya. 4) Mitos : Pihak perempuan yang memprovokasi sehingga pantas memperoleh perlakuan kekerasan Realitas: Tidak ada seorangpun yang pantas dipukuli. Provokasi hanyalah sekadar alasan dari pelaku untuk melepaskan diri dari tanggungjawab tindakannya. Pandangan ini hanya mencari kesalahan korban. Jika pelaku dibenarkan tindakannya dan dimaklumi, kekerasan akan terus meningkat dan membuat kekerasan menjadi metode penyelesaian masalah yang dapat diterima. Pelaku lantas semakin yakin bahwa ia boleh dan berhak menggunakan kekerasan. 5) Mitos : Jika perempuan terganggu oleh kekerasan, harusnya bicara tak hanya diam Realitas: Korban kekerasan merahasiakan apa yang dialaminya. Mereka percaya bahwa mereka dan orang-orang yang dicintai, termasuk anak-anak, akan berada dalam risiko besar jika berbicara tentang kejadian yang dialami. Korban juga sangat malu membicarakannya dan berpikir kekerasan terjadi karena kesalahan perempuan sendiri. Posisi perempuan semakin rentan karena mereka kerapkali pasif dan penurut, karena peran yang dibentuk sejak lama yang dilabelkan pada perempuan. 6) Mitos : Pelaku kekerasan sering berdalih dia memukul korban karena tidak dapat mengendalikan diri di saat marah. Realitas : Mengendalikan diri adalah hal yang bisa dilatih dan dilakukan, jadi tidak ada alasan bahwa dia tidak mampu. Memukul, menghajar, dan

mengancam adalah cara-cara yang digunakan untuk mengontrol korban dan membuatnya tunduk terhadap si pelaku. Pelaku juga menggunakan cara-cara seperti penganiayaan psikis, ancaman, teror, mengucilkan korban, intimidasi, tidak memberi nafkah, merampas hak milik korban, menyandera anak, dan bentuk kekerasan lainnya. 7) Mitos : Orang yang mengalami KDRT biasanya memiliki rasa percaya diri yang rendah. Realitas : KDRT bisa terjadi pada siapapun, termasuk pada mereka yang memiliki rasa percaya diri tinggi. Pelaku kekerasan menggunakan berbagai cara untuk membuat rasa percaya diri korban jatuh hingga ke titik nol; dengan cara terus mengkritik, mencela, mempermalukan, merendahkan, yang lama-kelamaan membuat mental sang korban jatuh.Jadi rasa percaya diri yang rendah adalah juga akibat dari kekerasan yang dialami seseorang. 8) Mitos : Korban seringkali melebih-lebihkan cerita, padahal kenyataannya tidak seserius itu. Kalau memang fatal, kenapa sang korban masih tetap bertahan? Realitas : Korban biasanya menutupi kenyataan karena rasa bersalah, malu, dan menyalahkan dirinya sendiri. Sebagian lagi tidak mau bercerita dengan terbuka karena tidak ada yang percaya dengan perkataannya atau tidak peduli dan tidak mau mendengar. Korban sulit untuk pergi dari situasi seperti itu, karena pelaku kekerasan kerap mengancam akan menghajar atau bahkan akan membunuh sang korban jika dia berani kabur. Korban tidak berani kabur karena lebih takut dengan situasi di luar rumah; takut terlantar, takut tidak dapat hidup, dan takut tidak dapat menghadapi situasi yang dalam benaknya lebih buruk daripada di tempatnya semula. Untuk itu, sangat penting untuk membantu korban mendapatkan tempat tinggal/penampungan, bantuan keuangan, keselamatan, serta konseling untuk membantu menghapus trauma akibat kekerasan yang pernah dialaminya. 9) Mitos : KDRT hanya terjadi pada perempuan. Realitas :Kekerasan domestik bisa terjadi pada siapapun, termasuk pria. Perempuan juga dapat menjadi pelaku kekerasan terhadap sesama perempuan atau terhadap pria pasangan hidupnya. Demikian pula sebaliknya. 10) Mitos : KDRT hanya terjadi di lingkungan miskin, ras atau suku tertentu, dan yang orang-orangnya berpendidikan rendah. Realitas :kekerasan domestik bisa terjadi pada siapapun dan dilakukan oleh siapapun, tanpa mengenal batasan ras, status sosial, tingkat ekonomi. Orang berpendidikan tinggi dan terhormat pun bisa menjadi pelaku kekerasan. Percaya atau tidak, bahkan sepertiga dari pelaku kekerasan domestik di negara ini berprofesi sebagai dokter, psikolog, pengacara, menteri, dan eksekutif .

Anda mungkin juga menyukai