Anda di halaman 1dari 3

Siaran Pers No.

108/PIH/KOMINFO/10/2010
Gangguan Sinyal Yang Menurunkan Kualitas Layanan Seluler Pada 42 Titik Lokasi Di Jakarta Dan Sekitarnya
(Jakarta, 11 Oktober 2010). Sejak awal tahun 2010, khususnya semakin meningkat sejak bulan Agustus hingga awal Oktober 2010 ini, Kementerian Kominfo telah mensinyalir adanya gangguan sinyal telekomunikasi, terutama untuk layanan seluler, di sejumlah daerah di Indonesia (telah terindikasi adanya gangguan serupa juga di Medan, Batam, Banten, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali). Khusus untuk di wilayah Jabodetabek saja berdasarkan monitoring Kementerian Kominfo dan juga berdasarkan cross data yang dilaporkan oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi, terdapat 42 titik lokasi yang terkena ganggual sinyal tersebut, dengan perincian sebagai berikut: No. Wilayah Jumlah Titik Lokasi Yang Terganggu 1. Jakarta Timur 4 lokasi 2. Jakarta Selatan 5 lokasi 3. Jakarta Pusat 5 lokasi 4. Jakarta Barat 5 lokasi 5. Jakarta Utara 20 lokasi 6. Tangerang 2 lokasi 7. Bogor 1 lokasi Total 42 lokasi Gangguan tersebut sesungguhnya sudah mulai dirasakan di tahun 2009, namun masih terbatas hingga sebanyak 6 lokasi. Namun kini telah meningkat cukup pesat, dan telah mengakibatkan gangguan pada frekuensi band 900 MHz yang dialami oleh 3 penyelenggara telekomunikasi, yaitu PT Telkomsel, PT XL Axiata dan PT Indosat. Dampak gangguan tersebut di antaranya mengakibatkan tingginya drop call, khususnya bagi para pengguna layanan telekomunikasi seluler yang sedang berada tidak jauh dari BTS tertentu yang berdekatan dengan lokasi gangguan akibat adanya interferensi. Berdasarkan kondisi yang cukup meresahkan bagi sejumlah pengguna layanan seluler tersebut, mulai hari ini tanggal 11 Oktober 2010 Direktorat Frekuensi Radio Ditjen Postel akan menginstruksikan kepada seluruh Balai dan Loka Monitoring Frekuensi Radio di seluruh Indonesia untuk melakukan penertiban terhadap sumber gangguan tersebut, sebagaimana yang sesungguhnya sudah dilakukan pada tahun 2009 namun muncul kembali pada sejumlah lokasi yang lebih beragam, yang semata-mata hanya disebabkan oleh kecenderungan sejumlah warga masyarakat dan perkantoran tertentu yang berusaha menggunakan alat penguat sinyal (repeater) namun ilegal, dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan sinyal yang baik dari BTS terdekat, tetapi dampak destruktifnya secara down-link mengakibatkan gangguan penerimaan pada pengguna layanan seluler di sekitarnya. Dalam kegiatan penertiban tersebut, Kementerian Kominfo bersama aparat penegak hukum akan melakukan tindakan hukum berupa penyegelan atau penyitaan terhadap perangkat yang ilegal tersebut. Dalam monitoring di lapangan, Kementerian Kominfo akan tetap bertindak tegas. Artinya, bagi para penyelenggara telekomunikasi yang terkena gangguan sinyal tersebut juga tetap dimonitor

apakah kecenderungan buruknya kualitas layanan di beberapa titik lokasi tersebut memang karena gangguan akibat penggunaan alat penguat ilegal saja, atau ada penyebab yang lain. Jika ternyata karena memang akibat penggunaan alat penguat sinyal ilegal, langsung akan dilakukan penindakan terhadap pihak yang diduga bertanggung-jawab terhadap pemasangan alat tersebut. Akan tetapi jika buruknya kualitas layanan seluler bukan karena disebabkan penggunaan alat penguat ilegal tersebut, berarti persoalan ada pada penyelenggara layanan seluler itu sendiri, dan itu akan dievaluasi tingkat buruknya kualitas layanan berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No. 12/PER/M.KOMINFO/4/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Bergerak Seluler. Indikasi awal yang sudah diketemukan oleh Kementerian Kominfo adalah, bahwasanya akhir-akhir ini ada kecenderungan kebiasan beberapa warga masyarakat yang mencoba-coba (dan bahkan ada yang sifatnya permanen setelah mengetahui manfaat kekuatan sinyal yang diperoleh) untuk memasang perangkat-perangkat penguat sinyal yang tidak berizin atau tidak memiliki sertifikat standarisasi yang diterbitkan oleh Ditjen Postel Kementerian Kominfo. Padahal UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 sudah menyebutkan, bahwa setiap perangkat telekomunikasi yang digunakan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin dan memenuhi persyaratan teknis. Maksud dari pengaturan tersebut utamanya adalah untuk menjamin keterhubungan, mencegah saling mengganggu antarperangkat telekomunikasi, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian akibat pemakaian alat perangkat telekomunikasi. Pada dasarnya Kementerian Kominfo sangat kooperatif, responsif dan diproses secara cepat terhadap segala bentuk pengajuan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi sejauh segala persyaratannya terpenuhi sebagaimana diatur di dalam Peraturan Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi . Tetapi faktanya, kemudahan yang diatur dalam peraturan tersebut sering dilanggar oleh sejumlah warga masyarakat, termasuk dalam hal adanya gangguan sinyal ini.Perangkat penguat sinyal ada yang bersertifikasi, namun untuk kasus ini adalah adanya penguat sinyal yang tidak bersertifikat dan tidak terstandarisasi sehingga tidak diperbolehkan untuk dipakai, karena memancarkan frekuensi yang range -nya all band atau pita frekuensi 800 MHz, 900 MHz dan 1800 MHz dan berimpitan dengan alokasi frekuensi yang ditetapkan untuk layabnan telefon seluler, baik dengan tehnologi GSM, CDMA maupun DCS. Pemancar frekuensi yang ada pada perangkat tersebut akan terus bekerja dan memancarkan sinyal sehingga sangat mengganggu kinerja BTS milik penyelenggara seluler yang lokasinya berdekatan dengan perangkat ilegal itu. Akibatnya, sinyal yang dipancarkan oleh BTS ke ponsel para pelanggan seluler menjadi terganggu dan tidak maksimal atau sering terputus sama sekali. Karena perangkat penguat sinyal ilegal tersebut juga memancarkan sinyal, berarti pengguna perangkat penguat sinyalnya juga telah menggunakan frekuensi radio secara ilegal. Mengenai penggunaan frekuensi sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 53 dari UU Telekomunikasi, yang antara lain menyatakan "barang siapa yang menggunakan frekuensi radio tanpa izin dan atau tidak sesuai dengan peruntukannya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.400.000.000,-- (empat ratus juta rupiah). Ini mengisyaratkan, bahwa penggunaan frekuensi harus mendapatkan izin dari pemerintah, karena jika tidak, maka berpotensi menimbulkan gangguan (interferensi) terhadap berbagai penggunaan layanan frekuensi radio lainnya yang legal, termasuk untuk layanan seluler ini. Kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi lainnya juga (tidak hanya terbatas pada 3 penyelenggara telekomunikasi seluler tersebut di atas) juga diingatkan untuk sesegera mungkin

melaporkan secara obyektif adanya gangguan sinyal beserta tempat lokasinya yang semata-mata diakibatkan penggunaan perangkat penguat ilegal secara sembarangan. Juga diingatkan kepada para penyelenggara telekomunikasi untuk responsif terhadap keluhan gangguan sinyal oleh pengguna layanan sejauh itu menjadi area coverage layanannya. Sedangkan kepada warga masyarakat jika merasa ada keluhan adanya gangguan atau lemahnya sinyal yang seharusnya tercover suatu layanan penyelenggara telekomunikasi tertentu diingatkan untuk sama sekali tidak mengambil inisiatif sendiri dengan memasang perangkat penguat sinyal dan sejenisnya secara ilegal yang akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat pengguna layanan telekomunikasi yang lebih luas. Peringatan serupa juga disampaikan kepada para vendor perangkat telekomunikasi untuk hanya memperdagangkan perangkatnya yang tersertifikasi. Untuk itu, pada bulan September 2010 yang lalu, Kementerian Kominfo telah mengumpulkan hampir seluruh pimpinan vendor perangkat telekomunikasi untuk mematuhi peringatan dari Kementerian Kominfo, dengan tujuan agar ada kerja-sama yang sinergis bagi penanggulangan masalah penggunaan perangkat telekomunikasi yang tidak berizin, karena berdasarkan monitoring sementara di lapangan juga, perangkat penguat sinyal tersebut di antaranya ada yang digunakan untuk suatu area niaga, perkantoran, tempat pertemuan dan bahkan juga suatu panti pijat yang mengambil lokasi di ruang bawah tanah yang sangat tertutup , sehingga beberapa di antaranya terpaksa menggunakan perangkat penguat sinyal yang ilegal namun dampak destruktifnya mengganggu layanan telekomunikasi pada radius tertentu di sekitarnya. --------------Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).

Anda mungkin juga menyukai