Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar utama yang diperlukan oleh manusia untuk hidup. Makanan yang dimaksud dalam kajian ini adalah makanan yang berasal dari produk pertanian. Berdasarkan pada kandungan gizinya (karbohidrat, protein, vitamin, mineral fan lemak), makanan yang di butuhkan manusia berupa tanaman pangan yang sebagian besar mengandung karbohidrat dan protein serta tanaman hortikultura yang pada umumnya mengandung vitamin dan mineral. Makanan dari produk pertanian tersedia dan siap untuk di santap dalam keadaan mentah maupun sudah di olah. Produk pertanian yang disantap dalam keadan mentah pada umumnya masing mengandung zat-zat yang digunakan dalam proses produksi, seperti pestisida. Pestisida merupakan kontaminan atau zat toksik yang di gunakan petani untuk menghindari kerusakan tanaman dari serangan hama dan penyakit. Akan ntetapi, beberapa pestisida yang digunakan memiliki sifat dapatmenempel diluar maupun di dalam jaringan bagian tanaman. Residu pestisida atau kontaminan lainya yang masih terdapat pada produk pertanian apabila termakan oleh manusia dapat menyebabkan efek berupa gangguan pada kesehatan manusia. Kontaminan pada makan an dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu 1). Ada dalam makanan karena konsekuensi kejadian alami; 2). Hasil dari berlebihnya penggunaan atau bentuk penggunaan alat yang secara sengaja digunakan sebagai tambahan pada saat proses; 3) sebagai hasil dari residu yang diketahui sebagai bahan berbahaya didalam pengolahan yang terbawa kedalam produk untuk konsumen; 4) hasil dari penyimpanan dan pengemasan yang digunakan atau di gunakan kembali bahan tersebut. Produk pertanian yang telah diolah sebelum disantap pada umumnya menggunakan zat zat yang di tambahakan kedalam olahan makanan(food aditif) dengan tujuan tujuan tertentu seperti 1) mengawetkan makanan dengan menggunakan antibakteri, anticendawwan, atau atioksidan; 2) mengubah karakteristik fisik, teruttama padaproses pemasakan ;3) mengubah rasa ;4) mengubah warna ;5) dan untuk mengubah bau. Apabila bahan tambahan makan an yang digunakan merupakan bahan yang aman

digunakan dan dosis atau konsentarasi nya sesuai dengan aturan yang biasanya tercantum dalam label kemasan maka makanan tersebut akan aman untuk di konsumsi. Makanan dan produk pertanian yang tercampur dengan kontaminasi atau telah ditambahkan dengan zat tertentu memiliki ciri ciri yang khas yang dapat dikenali, baik dari fisik berupa warna, bau, dan tekstur maupun dari kandungan bahan kimiawi. Untuk mengetahui apakah makanan dan produk pertanian mengandung zat-zat toksik yang dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia, maka dilakukan kajian mengenai karakteristik makanan dan produk pertanian tercemar, berdasarkan sifat fisik dan kandungan kimia.

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui serta memahami karakteristik makanan dan produk pertanian tercemar, berdasarkan sifat fisik dan kandungan kimia.

1.3 Rumusan Masalah 1. Berdasarkan pada pengamatan anda, adakah bahan makanan tersebut yang bersifat toksik 2. Zat apakah yang menurut anda bersifat toksik 3. Bagaimanakah karakteristik bahan makanan yang bersifat toksik? Bandingkan dengan bahan makanan yang dinilai tidak bersifat toksik! 4. Bagaimana efek yang akan ditimbulkan apabila bahan makanan tersebut dikonsumsi oleh manusia?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pencemaran Makanan Zat fisik-kimia ataupun biologis yang masuk ke dalam makanan yang dapat mengubah secara fisik dan kimia menjadi bahan makanan yang berbeda. Zat-zat tersebut beberapa diantaranya bersifat toksik dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Zat toksik tersebut dapat berasal dari alam maupun buatan manusia yang apabila masuk ke dalam makanan secara disengaja ataupun tidak disengaja dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan.

II.2 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (Food Additive) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat (Budiyanto,2004) Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan atau aditif adalah suatu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan kedalam bahan pangan sewaktu pengolahan untuk meningkatkan mutu. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Menurut Syah (2005) secara khusus tujuan penggunaannya bahan tambahan adalah untuk : a.Membentuk makanan menjadi lebih baik dan lebih enak di mulut. b.Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera . c.Meningkatkan kualitas makanan. d.Menghemat biaya. e.Mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan.

Penggolongan Bahan Tambahan Pangan Pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan

penggunaannya dalam makanan menurut Permenkes RI.722/Per/IX/88 sebagai berikut : a. Antioksidan Fungsinya melindungi suatu hasil produk terhadap pengaruh proses oksidasi warna dan baunya Contoh : Asam Askorbat, digunakan sebagai anti oksidan pada produk daging dan ikan serta sari buah kalengan, Butil Hidroksianisol (BHA) dipakai sebagai antioksidan pada lemak, minyak dan margarin. b. Pengatur asam Bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman. Contoh : Asam Asetat, Asam Sitrat, Asam Malat, Asam Suksinat, Asam Tartrat dan Asam Laktat. c. Pemanis Buatan adalah bahan tambahan makanan yang menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh : Sakarin, Siklamat, Aspartam d. Pemutih, digunakan dalam produksi tepung agar warna putih yang merupakan ciri khas tepung dapat terjaga dengan baik. Contoh : Benzoil Peroksida e. Pengental, bahan makanan yang merupakan cairan dapat dikentalkan dengan menggunakan gumi dan bahan polimer sintetik. Contoh : Ekstrak rumput laut, Gelatin f. Pengawet adalah bahan tambahan yang digunakan untuk menghambat fermentasi atau penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contoh : Asam Benzoat dan garamnya, Asam Sorbat serta garam dan kaliumnya, efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi, biasaya dipake dalam keju, margarin, acar, buah kering, jelli, pekatan sari buah dan minuman ringan mengandung CO2.

g. Pengeras adalah bahan tambahan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contoh : Aluminium Sulfat, Kalsium Klorida, Kalsium Glukonat dan Kalsium Sulfat pada buah yang dikalengkan misalnya apel dan tomat. h. Penyedap rasa adalah bahan tambahan yang diberikan untuk menambahkan atau mempertegas rasa atau aroma. Contoh : MSG (Mono Sodium Glutamate) i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan/minuman yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan/minuman. Contoh : Tartrazin (kuning jingga), Carmoisine (merah).

Penyimpangan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan Menurut Syah (2005) pengaruh bahan tambahan makanan terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan peraturan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan makanan yang sering dilakukan oleh produsen makanan, yaitu : a. Menggunakan bahan makanan yang dilarang penggunaannya untuk makanan. Misalnya : Pengawet makanan menggunakan formalin, menggunakan rodamin (pewarna pakaian) b. Menggunakan bahan tambahan makanan melebihi dosis yang diizinkan. Misalnya pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir (nimbrah) dan bisa menyebahkan mual dan pusing. Pewarna makanan

II.3 Mie Instan Mi instan atau mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit (Ubaidillah, 2000). Mi Instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh

sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya (Haryadi,1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang cukup tinggi (Harper et al,1979). Serta tren gaya hidup masyarakat yang cenderung makin praktis. Bahan baku pembuatan mi instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang umum digunakan dalam pembuatan mi instan adalah garam alkali, yaitu Na2CO3 dan K2CO3 yang umum disebut senyawa kansui. Berdasarkan proses pengeringan, mi dibedakan menjadi dua yaitu mi instan dan mi kering (mi telur). Pengeringan mi instan dengan mengunakan minyak goreng sebagai media pengeringan (instan atau fried noodle), sedangkan mi kering pengeringannya dengan menggunakan udara panas (dried noodle). Mi instan mampu menyerap minyak hingga 20% selama penggorengan, sehingga mi instan memiliki keunggulan rasa dibanding mi jenis lain. Namun demikian, mi instan disyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup kompak dan permukaannya tidak lengket (Astawan, 2006). Tepung terigu yang digunakan untuk memproduksi mi kering adalah tepung terigu dengan kadar gluten 10-12%. Tepung terigu ini tergolong dalam medium hard fluor. Tepung terigu ini berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten adalah suatu jenis protein yang terdiri dari dari 36% gliadin, 20% glutenin, 17% mesonin dan 7% campuran albumin dan globulin (Darmawan, 1994). Apabila ke dalam tepung terigu ditambah air, glutenin akan mengembang. Selama proses pengembangan, glutenin akan menyerap gliadin, mesonin dan sebagian protein yang dapat larut dalam air sehingga membentuk suatu massa yang kenyal dan elastis (Ridwan dan Wiriarno,1990) sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mi yang dihasilkan. Menurut Ruiter (1987), karakteristik elastisitas gluten dianggap berasal dari fraksi glutenin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh dari fraksi prolamin. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01.3551-2000 mi instan didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau tepung

beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan makanan lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang relatif lama (Astawan, 2006). II.4 Minuman Ringan Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya, baik alami maupun sintetis yang dikemas dalam kemasan siap saji. Bahan tambahan tersebut dapat berupa pemanis buatan. Pemanis merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk memberikan rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasamanis tersebut, biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak mempunyai nilaigizi(Winarno,1997). Berdasarkan proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officinarum L.) dan bit (Beta vulgaris L.). Bahan pemanis yang dihasilkan oleh kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Pemanis sintetis merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat dan aspartam (Cahyadi,2008). Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No: HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004, siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang diperbolehkan untuk dikonsumsi di Indonesia. Dalam perdagangan dikenal sebagai assugrin atau sucaryl. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya

diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah (BPOM,2004; Winarno, 1984). Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk. Hal ini dikarenakan harganya yang jauh lebih murah, menimbulkan rasa manis tanpa rasa

ikutan (tidak ada after taste-nya) dan memiliki tingkat kemanisan 30 kali gula (Sudarmaji, 1982; Winarno dan Birowo,1988). World Health Organization (WHO) menyatakan adanya batas maksimum yang boleh dikomsumsikan per hari atau Acceptable Daily Intake (ADI) yakni banyaknya milligram suatu bahan atau zat yang boleh dikomsumsi per kilogram bobot badan per hari. Batas maksimun yang ditetapkan oleh WHO adalah 11 mg/kg BB. Di Indonesia penggunaan bahan pemanis sintetis ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.208/MenKes/Per/IV/85 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu 1 g/kg bahan.(BPOMRI,2004;Windholz,1976) Walaupun penggunaannya diperbolehkan dan telah dibatasi, pemakaian siklamat dilaporkan sering disalahgunakan dan penggunaannya melebihi batas yang diizinkan. Riset BPOM pada November-Desember 2002 sudah menunjukkan bahwa konsumsi siklamat sudah mencapai 240 % Accaptable Daily Intake (ADI) (Badan POM, 2004). Pemanis buatan siklamat hingga saat ini penggunaannya masih banyak menimbulkan kontroversi karena aspek keamanan jangka panjangnya yang berpotensi karsinogenik jika terkonversi menjadi cyclohexylamine di dalam saluran pencernaan (Cahyadi, 2008). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pada penambahan 10 % natrium siklamat dapat merangsang terjadinya tumor kandung kemih (Frank, 1995). Mengingat adanya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh siklamat terhadap kesehatan, maka diperlukan pemeriksaan terhadap bahan pemanis sintetis ini pada makanan dan minuman, khususnya pada minuman ringan kemasan gelas. Penetapan kadar pemanis sintetis ini akan dilakukan dengan metode gravimetri. Hasil pemeriksaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi bagi yang berwenang dalam pengawasan terhadap kesehatan masyarakat(SNI, 1992).

II.5 Buncis Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang buncis tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo adalah tanaman asli lembah TahuacanMeksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad 16. Daerah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594), menyebar ke negara-negara
8

Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia. Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia sekitar 3.200 hektar, tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai 79.254 hektar dengan produksi 168.829 ton. Taksonomi tanaman buncis diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Sub kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plant Kingdom : Spermatophyta : Angiosspermae : Dicotyledonae : Calyciflorae : Rosales (Leguminales) : Leguminosae (Papilionaceae) : Papilionoideae : Phaseolus : Phaseolus vulgaris L.

Kacang buncis mempunyai potensi penting dalam rangka pemenuhan gizi, perolehan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan perbaikan pendapatan petani. Dengan demikian, usaha tani sayuran mempunyai peluang dan prospek yang baik untuk dikembangkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002). Kacang buncis merupakan penghasil sumber protein nabati dan dalam 100 g buncis segar mengandung 32 kalori, 2.40 protein, 0.20 g lemak, 7.10 g karbohidrat, dan bahan lain seperti fosfor dan beberapa macam vitamin (Sumartini, 1998) dan banyak mengandung lysine dan trytophane (Ashari, 1995), zat -sitosterol, dan stigmasterol untuk mengobati penyakit diabetes mellitus (Rockman, 2008) serta mudah dikembangkan budidayanya (Bangun dkk., 2001) sehingga dapat menambah pendapatan petani dan perluasan kesempatan kerja (Rukmana, 1994).

BAB III METODOLOGI III.1 Waktu dan Tempat Praktikum Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Gedung Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Padjadjaran Jatinangor pada hari Senin tanggal 15 April 2013. III.2 Alat dan Bahan Beberapa bahan makanan yang berasal dari produk pertanian dalam keadaan mentah maupun yang telah mengalami pengolahan
Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood) Buncis organik dan buncis anorganik

III.3 Prosedur praktikum Disediakan beberapa bahana makanan yang mentah maupun yang telah diolah. Mahasiswa mengamati karakteristik fisik dari makanan tersebut, sedangkan sifat kimianya di analisis melalui kandungan zat yang tercantum di dalam kemasan produk (komposisi). Berdasarkan pada sifat fisik dan kandungan kimiawinya mahasiswa memilah makanan yang termasuk pada kategori aman, dapat dikonsumsi dalam jumlah tertentu, maupun berbahaya (berdasarkan pada ADI Acceptable Daily intake maupun BMR/batas maksimum residu).

10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Pengamatan


Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau Komposisi: Mie : tepung terigu, minyak nabati, garam, pengatur keasaman,

penstabil, pengental nabati, dan pewarna (Tartrazin C.I. 19140) Bumbu : Garam, gula, penguat rasa (Monoratrium glutaman), bubuk

bawang merah, bubuk bawang putih, pewarna (karamel), perisa ayam, dan perisa jeruk nipis. Minyak : Minyak nabati, mnyak cabai, bawang merah, bawang putih,

dan rauan bumbu ayam pedas limau Bumbu pedas Kecap manis benzoat) Saus cabai : Cabai, gula, garam rempah-rempah, pengental nabati, dan : Bumbu cabai dan rempah-rempah : Gula, garam, air, kedelai, gandum, dan pengawet (Natrium

pengawet (Natrium benzoat) Bawang goreng

Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood) Komposisi: Air, gula, pengatur keasaman asam sitrat, konsentrat stroberi, perisa sroberi, pengawet natrium benzoat, pemanis buatan (Aspartam 13 mg/kemasa), Asesulfam k 12 mg/kemasan, vitamin C, pewarna makanan ( Karmoisin Cl 14720, kuning FCF Cl 15985), mengandung fenilalanin (tidak cocok untuk penderita Fenilkatonuria).

Buncis organik dan buncis anorganik

Organik: Pendek, berisi Masih terdapat bekas gigitan hama (kulit kurang mulus) Tidak berbau pestisida (berbau khas tanaman) Berwarna hijau pekat

11

Anorganik: Panjang, kurang berisi Warna lebih cerah Kulit mulus Berbau pestisida (tidak berbau khas tanaman)

4.2 Pembahasan

Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01.3551-2000 mi instan didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan makanan lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang relatif lama (Astawan, 2006). Dalam melindungi masyarakat dari mi instan yang tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba, pemerintah menetapkan SNI 01.3551- 2000, revisi SNI 01-3551-1996 "Mi Instan" seperti terlihat pada Tabel 1.

12

Cemaran pada produk mi instan kemungkinan dapat berupa cemaran mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan pangan (BTP), udara, karyawan, mesin dan peralatan. Cemaran Mikrobiologis Mi instan merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10%. Mi instan memiliki aw sekitar 0,80 dan pH sebesar 8,7 (Yustiareni, 2000). Menurut Fardiaz (1992) dan Buckle et. al. (2007),

pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi (pH > 8,5) dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan demikian, kadar air yang rendah dan aw yang rendah menyebabkan mi instan tidak riskan jika disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti produk mi instan tersebut tidak bebas dari adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi baik adanya cemaran mikroba/biologis, kimia maupun fisik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, cemaran mikroba yang mungkin terdapat pada mi instan dapat berupa bakteri E. coli, Salmonella, kapang dan angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba tersebut di dalam SNI ditetapkan batasnya. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam misalnya, ditandai dengan terdeteksinya bau asam pada mi basah yang telah rusak. Pada bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna hitam (Jay, 2000). Cemaran Kimia Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 (Tabel 1) untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran kimia yang perlu dibatasi keberadaannya pada mi instan berupa logam-logam berat seperti timbal (Pb), raksa/merkuri (Hg) dan arsen (As). Cemaran kimia logam- logam berat ini diduga berasal dari bahan baku tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam proses produksi mi instan. Sumber

13

cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb, Hg, dan As dapat berasal dari lingkungan dan tanah tempat tumbuh asal tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap kendaraaan bermotor dan hasil buangan limbah industri yang mengandung logamlogam berat; selain itu dari bahan baku garam yang tercemar oleh logam-logam berat di tempat asalnya. Cemaran Fisik Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi instan berupa benda-benda asing lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa rambut, kotoran (pasir, tanah), kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali plastik. Sumber cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerja/karyawan yang menangani produk, pallet kayu, peralatan dan tali plastik yang digunakan untuk pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda asing pada produk mi instan tersebut oleh SNI 01.3551-2000 ditetapkan harus negatif.

Dari hasil pengamatan pada produk makanan Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau,dari segi cemaran fisik maupun cemaran mikrobiologis produk tersebut bebas dari cemaran tersebut. Namun dari segi cemaran kimiawi produk ini mengandung bahan atau zat kimia yang apabila dikonsumsi melebihi ambang batas akan membahayakan kesehatan tubuh manusia. Bahan kimia tersebut diantaranya:

a. Pewarna (Tartrazin C.I. 19140) Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan untuk memberikan warna pada makanan. Pewarna buatan/sintetis adalah pewarna yang biasanya dibuat di pabrik-pabrik dan berasal dari suatu zat kimia. Pewarna ini digolongkan kepada zat berbahaya apabila dicampurkan ke dalam makanan. Pewarna sintetis dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada fungsi hati dalam tubuh. Jenis pewarna yang masuk dalam komposisi soda sebagaimana yang sudah geDoor Lab lihat adalah Pewarna Kuning FCF 15985, Karmoisin CI 14720, Karamel, dan Allura. Sesuai izin dari Kementerian Kesehatan, pewarna yang diperbolehkan adalah pewarna alami seperti Anato CI 75120, Beta Apo-8, Karotenal CI 80820, Kanta santin CI 40850, Karmin CI 75470, Beta Karoten CI

14

75130, Karamel, dan lain sebagainya. Sementara pewarna sintetis yang diperbolehkan adalah Biru Berlian CI 42090, Coklat HT CI 20285, Hijau FCF CI 42053, Hijau S CI 44090, Karmoisin CI 14720, Kuning FCF CI 15985, Kuning kuinolin CI 47005, Merah Allura CI 16035, Tartrazine CI 19140, dan lain-lain. Dan penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional bisa mengganggu kesehatan. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek. Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang bahkan telah melarang penggunaan pewarna sintetis tersebut. Misalnya saja pewarna tartrazine, telah mulai ditinggalkan oleh negara tertentu. Mereka lebih merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten. b. Penguat rasa (Monoratrium glutamat)

Terdapat dua jenis MSG, yaitu alami dan buatan. MSG buatan berpotensi membuat gangguan kesehatan dan justru paling banyak beredar di pasaran. Penggunaan MSG kadang tersembunyi dengan beberapa nama di balik label makanan. Meski ada tulisan 'protein hidrolisat' atau 'rempah-rempah', belum tentu makanan tersebut tidak mengandung MSG dalam komposisinya. Menurut WHO, batas aman konsumsi MSG bagi orang dewasa adalah 0120 mg per kg berat badan. Atau sekitar dua sendok teh untuk orang dengan berat badan 50 kg. WHO sendiri tidak merekomendasikan bayi di bawah umur 12 minggu untuk mengonsumsi MSG. Anak-anak yang kebanyakan mengonsumsi MSG atau vetsin, akan kekurangan hormon thyroxin dan parathyroid yang berdampak negatif ke pertumbuhan tulang dan

perkembangan tubuh. Hal tersebut karena tubuh kehilangan kalsium dan fosfor.
c. Pengawet (Natrium benzoat) Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid). Benzoat yang biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoate. Ciri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar (Sediadi, A dan Esti, 2000). Natrium benzoat merupakan zat tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai pengawet. Natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l. (Anonim,

15

2006). Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas buffer diet, dan setelah itu akan meningkatkan keasaman dari urin (Mroz et al., 2000). Batas atas benzoat yang diizinkan dalam makanan adalah 0,1% untuk Amerika Serikat. Sedangkan di negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Pada negara-negara Eropa, batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5% (Ibekwe et al., 2007). Natrium benzoat digunakan secara luas dalam industri minuman. Di Inggris natrium benzoat digunakan oleh minuman bermerek Britvic, termasuk Britvic 55 rasa apel dan jeruk, Pennine Spring, dan Shandy Bass. Belum diketahui apakah produk-produk ini juga merupakan produk yang dites. Manfaat lain dari Natrium Benzoat adalah sebagai bahan pengawet agar tidak berbau tengik, tidak cepat rusak, menjaga rasa makanan, dan sebagainya. Efek yang terjadi bila melebihi dosis adalah iritasi terhadap lambung. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Kelompok pengawet tersebut adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kaloum benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil-p-hidroksi benzoat. Dengan kata lain, penggunaan pengawet tersebut harus mengikuti takaran yang dibenarkan. Meski kandungan bahan pengawet umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan pengawet minuman adalah kanker. Bila dikonsumsi secara berlebihan dapat timbul efek samping berupa edema (bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh. Dapat pula naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma lantaran pengikatan air oleh natrium. (Fadliwdt, 2007) Penambahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada bahan pangan memang tidak dilarang pemerintah. Namun, hendaknya tidak menambahkan dua jenis makanan sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Asosiasi Konsumen Penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-

16

gejala hiperaktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat badan. Natrium Benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA (Badan Administrasi Pangan dan Obat di Amerika Serikat) dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikro organisme (jamur). Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok buat jus buah maupun minuman ringan. Itu sebabnya, Sodium Benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirop buah, dan lainnya. Sodium Benzoat yang secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry (sejenis buah berry yang digunakan untuk membuat agar-agar dan saus), kayu manis, prem (yang dikeringkan) dan lain- lain. Sebuah riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa sodium benzoate diperkirakan dapat merusak DNA.

Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood) Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan dan minuman saat ini sering ditemui. Bahan tambahan atau yang dikenal dengan zat aditif pada makanan atau minuman dapat berupa pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, pemucat, pengental dan pemanis. Pada Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood) ini dari hasil pengamatan tercantum bahan-bahan kimia diantaranya:

Pengatur keasaman asam sitrat Pengaturan keasaman, yang terdiri dari pengasaman, penetral, dan pendapar. Pengasaman digunakan untuk penegas rasa dan aroma serta dapat mencegah sisa rasa asam yang tidak disukai atau mempertahankan derajad keasaman pada bahan makanan, contohnya adalah asam sitrat,asam fosfat pada minuman .Penetral digunakan untuk menurunkan derajat keasaman makanan.Pendapar digunakan untuk membuat makanan supaya tidak terlalu asam atau basa,contohnya adalah kalsium glukonat.

17

pengawet natrium benzoat Natrium benzoat merupakan zat tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai pengawet. Natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l. (Anonim, 2006). Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Penggunaan pengawet tersebut harus mengikuti takaran yang dibenarkan. Meski kandungan bahan pengawet umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan pengawet minuman adalah kanker. Bila dikonsumsi secara berlebihan dapat timbul efek samping berupa edema (bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh. Dapat pula naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma lantaran pengikatan air oleh natrium. (Fadliwdt, 2007)

pemanis buatan (Aspartam 13 mg/kemasan)

Aspartam merupakan salah satu pemanis, yang merupakan golongan protein (asam amino fenilalanin & asam aspartat). Asam amino ini secara alami juga terdapat dalam makanan yang mengandung protein, seperti daging, ikan, ayam, biji bijian dan produk susu. Aspartam aman dan telah banyak dibuktikan melalui lebih dari 200 studi ilmiah. Penggunaan aspartame pada produk pangan pun telah disetujui oleh Regulatory Authorities di lebih dari 100 negara di dunia termasuk Indonesia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan), FDA, The Center For Disease Control, The European Commisions scientific Committee on Foods dan ahli-ahli dari United Nation of Food and Agriculture Organization dan WHO. Aspartam telah dinyatakan aman digunakan baik untuk

penderita kencing manis, wanita hamil, wanita menyusui bahkan anak-anak. Pengecualiannya hanya satu, penderita fenilketonuria. Menurut US Food and Drug Administration (FDA), The Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA), Americam Medical association (AMA), The American Council On Sience and Health (ACSH) aspartam merupakan bahan makanan yang aman bagi kesehatan, hanya berpengaruh pada rasa manis.

18

Penelitian yang menggunakan aspartam secara bolus sebesar 34 mg/kg berat badan memperlihatkan bahwa walaupun hasil metabolisme aspartam dapat melewati sawar darah plasenta, jumlahnya tidak bermakna untuk sampai dapat menimbulkan gangguan saraf pada janin. Penelitian besar yang dilakukan terhadap manusia, bukan hewan tikus menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa minuman soda yang mengandung pemanis aspartam dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker. Aspartam dapat diurai oleh tubuh menjadi kedua asam amino tersebut dan termasuk pemanis nutritif. Hanya, aspartam tidak tahan suhu tinggi, karena pada suhu tinggi aspartam terurai menjadi senyawa yang disebut diketopiperazin yang meskipun tidak berbahaya bagi tubuh, tetapi tidak lagi manis. Karena itu, aspartam tidak dipakai dalam produk pembuat kue dan dipakai hanya untuk minuman, es krim, dan yoghurt. Jika dicerna secara normal oleh tubuh, aspartam akan menghasilkan asam aspartat dan fenilalanina. Dengan demikian, aman untuk dikonsumsi.
Asesulfam k 12 mg/kemasan Asesulfam K adalah senyawa 6- metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,2-dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat yang berada dalam bentuk garam kalsiumnya. Tingkat kemanisan asesulfam adalah 200 kali lebih manis daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat. Pengujian yang lama dan teliti telah membuktikan bahwa asesulfam K tidak berbahaya bagi manusia dan stabilitasnya selama pengolahan sangat baik. Asesulfam K dapat disintesis dengan harga yang relatif murah dan dengan perolehan yang sangat murni. Meskipun demikian, senyawa- senyawa tersebut masih harus melalui serangkaian pengujian yang panjang terutama dalam aspek keamanannya bagi manusia.

pewarna makanan ( Karmoisin Cl 14720, kuning FCF Cl 15985) Karmoisin atau dikenal juga dengan azorubine merupakan pewarna azo dengan rumus kimia C20H12N2Na2O7S2 (Gambar 1). Senyawa ini memiliki berat molekul 502.44 g/mol dengan nama kimia disodium 4-hydroxy-3- (4-sulphonato-1naphthylazo) naphthalene-1-sulphonate (EFSA 2009). Karmoisin bersifat larut air dan sedikit larut pada etanol. Senyawa ini biasanya berbentuk bubuk garam

19

disodium dengan warna merah hingga maroon. Karmoisin umum digunakan pada makanan yang mengalami proses pemanasan setelah difermentasi (Amin et al. 2010). Hingga saat ini, Karmoisin merupakan pewarna makanan sintetis yang diizinkan di Uni Eropa dengan level maksimal penggunaan yang diizinkan sebesar 50-500 mg/kg pangan untuk berbagai jenis bahan pangan dengan nilai Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 0-4 mg/kg BB/hari. Sebagian dari karmoisin yang dicerna mengalami reduksi azo dalam usus. Selain itu, karmoisin yang tidak termodifikasi dan 5 metabolit tidak dikenal juga ditemukan pada feses (EFSA 2009). Menurut Amin et al. (2010), karmoisin dapat tereduksi dalam organisme menjadi sebuah amine aromatik yang sangat sensitif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan efek negatif dari karmoisin. Studi yang dilakukan oleh Amin et al. (2010) menyimpulkan bahwa pewarna makanan seperti tartrazin dan karmoisin dapat memberikan pengaruh negatif dan mengubah beberapa penanda biokimia pada organ- organ penting seperti hati dan ginjal, baik pada dosis tinggi ataupun rendah. Lebih jauh lagi, tartrazin dan karmoisin juga memberikan efek yang lebih beresiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress oksidatif melalui pembentukan radikal bebas. Sharma et al. (2006) menemukan bahwa dua dosis Tomato Red (campuran karmoisin dan ponceau 4R) menunjukkan peningkatan yang signifikan pada aktivitas alkaline phospatase (ALP). Pada keadaan normal, ALP yang berada di dalam hati akan diekskresikan ke dalam empedu. Jika terjadi kerusakan atau obstruksi pada hati dan saluran empedu, seperti kolestasis, maka kadar ALP darah akan meningkat. Selain itu, Sharma et al. (2005) juga mengamati adanya peningkatan yang signifikan pada serum transaminase, total protein serum dan globulin tikus yang dietnya ditambahkan pewarna cokelat A dan B (Sunset Yellow, tartrazin, karmoisin dan Brilliant Blue pada berbagai konsentrasi). Peningkatan spesifik pada fraksi globulin akan menuju kepada peningkatan sintesis immunoglobulin, mekanisme pertahanan yang bertujuan untuk melindungi tubuh dari efek toksik pewarna sintesis tersebut.

fenilalanin (tidak cocok untuk penderita Fenilketonuria).

Fenil alanin pada aspartam tidak berbahaya. Fenil alanin justru merupakan salah satu dari dari delapan asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, regenerasi, dan untuk fungsi faal tubuh. Fenil alanin tidak menumpuk di tubuh. Pada proses penyerapan makanan, fenil

20

alanin diserap dan melalui metebolisme tubuh secara normal sama seperti makanan pada umumnya yang juga mengandung fenil alanin seperti daging, gandum, dan kacang-kacangan. Fenilketonuria adalah penyakit di mana penderita tidak dapat memetabolisme fenilalanina secara baik karena tubuh tidak mempunyai enzim yang mengoksida fenilalanina menjadi tirosina dan bisa terjadi kerusakan pada otak anak. Dan karena itu perlu untuk mengontrol asupan fenilalanina yang didapatnya. Penyakit ini tidak pernah ditemukan di Indonesia, tetapi pada orang kulit putih, itupun kejadiannya hanya satu per 15.000 orang. Bukan hanya aspartam, tapi juga segala macam makanan yang mengandung fenilalanina termasuk nasi, daging dan produk susu. Karena itu, pada setiap produk yang mengandung aspartam ada tanda peringatan untuk penderita fenilketonuria bahwa produk yang dikonsumsi tersebut

mengandung fenilalanina.

Buncis organik dan buncis anorganik

Kontaminasi bahan kimia pada sayuran ada yang disebabkan oleh penggunaan pestisida dan yang ditimbulakan dari pengaruh lingkungan (air, tanah dan udara), sedangakan penggunaan bahan tambahan biasanya banyak ditemukan pada produk makanan olahan (Winarno, 2004). Penggunaan pestisida pada sayuran bertujuan untuk mengendalikan populasi hama penyakit sampai tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. Namun pada kenyataanya dengan kemajuan teknologi, agak sulit untuk dapat mingkatkkan produksi hasil tanpa penggunaan pestisida, sehingga penggunaannya jadi berlebihan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa residu pestisida pada sayuran sudah sampai pada tingkat membahayakan. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; frekwensi penyemprotan, dosis, jenis pestisida yang digunakan serta penyemprotan yang tidak mengikuti aturan semestinya; seperti dilakukannya penyemprotan pada saat akan panen (Histifarina dkk, 2003). Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama tanaman memberikan pengaruh yang positif, tetapi pestisida memiliki efek samping terhadap

21

kesehatan manusia, apalagi bila penggunaannya tidak sesuai aturan dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Efek samping dari penggunaan pestisida dalam jangka panjang tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan manusia tetapi juga lingkungan, keseimbangan ekosistem serta dapat

mengurangi populasi predator alami (Histifarina dkk, 2003). Selanjutnya dari hasil penelitian terdahulu juga dilaporkan bahwa di negara yang sedang berkembang residu pestisida DDT (rata rata mencapai 5 10 ppm) merupakan residu tertinggi setelah itu diikuti oleh aldrin dan dieldrin. Namun sejak tahun 1992 Deptan telah melarang penggunaan DDT baik untuk pertanian maupun pemberantasan nyamuk malaria (Wianrno, 2004). Kontaminasi lain yang

berbahaya ditemukan pada sayuran adalah logam berat seperti HG, PB, Cd dan Cr. Sumber kontaminasi ini biasanya berasal dari tanah, air dan udara yang sudah tercemar. Dilaporkan bahwa kandungan timah hitam (Pb) pada sayuran yang ditanam di Jakarta ternyata lebih tinggi dari pada yang ditanam di luar Jakarta. Hal ini karena petani sayuran dan juga air yang digunakan untuk menyiram.Sayuran yang mengandung Pb bila dikonsumsi dalam jangka panjang akan terakumulasi dalam tubuh (100 120 mg/dl darah) menyebabkan keracunan (Khomsan, 2002).

22

BAB V PENUTUP V.I Kesimpulan V.II Saran

23

DAFTAR PUSTAKA http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/BUNCIS.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/.../5/Chapter%20I.pdf http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40793/Bab%202%202006zno.pd f http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/1 97807162006042AI_MAHMUDATUSSA'ADAH/BAHAN_TAMBAHAN_PANGAN.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20187/4/Chapter%20II.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18774/5/Chapter%20I.pdf http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125438-S-5674-Rancangan%20sistemPendahuluan.pdf http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55764/BAB%20II.%20TINJAU AN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3

24

Anda mungkin juga menyukai