Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

DISUSUN OLEH Rakhmi Rafie 1102001221

PEMBIMBING Dr. ARMAN SANUN SpOG

SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI & GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM Dr. Hi. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG JUNI 2OO6

STATUS OBSTETRI
Tanggal masuk Pukul : Juni 2006 : 05:00 WIB

Anamnesis
I. Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Pekerjaan suami II. Keluhan Utama Tambahan III.Riwayat haid Menarche Siklus haid Jumlah Lamanya HPHT IV. Riwayat perkawinan Pernikahan pertama dan sudah berlangsung 1 tahun 3 bulan. V. Riwayat kehamilan sekarang Pasien datang dengan keluhan mau melahiran. Riwayat mules-mules yang menjalar ke pinggang dirasakan pasien sejak 10 jam SMRS tapi masih jarang. Riwayat keluar darah lendir (+) sejak 2 jam SMRS. Riwayat keluar air-air (-). : 12 tahun : 28 hari : 2 kali ganti pembalut : 6 hari : 11 desember 2004 : Mau melahirkan dengan sakit jantung : Perut terasa mules Identifikasi : Ny. A : 20 tahun : Islam : Labuan ratu Kedaton BL : Ibu rumah tangga : Buruh

Pasien rajin mengontrol kehamilannya ke bidan dan 4 hari SMRS pasien disuruh oleh bidan ke dokter spesialis penyakit jantung dan oleh dokter spesialis penyakit jantung diberi surat pengantar. Pasien mengaku mempunyai penyakit jantung sejak 10 tahun yang lalu dan rajin mengontrol ke dokter. Pasien mengaku cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Riwayat kehamilan persalinan nifas terdahulu Anak 1 : hamil ini

VI. Riwayat penyakit terdahulu Pasien mempunyai penyakit jantung sejak 10 tahun yang lalu, tidak menderita penyakit darah tinggi, penyakit ginjal, asma dan kencing manis. VII. Riwayat penyakit keluarga Didalam keluarga ibu pasien menderita penyakit darah tinggi, tidak ada penyakit jantung, penyakit ginjal, asma, dan kencing manis. VIII. Riwayat kontrasepsi Tidak memakai KB.

Pemeriksaan Fisik
I. Status Present Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Pernafasan Tinggi badan II. Status Generalis Kulit Mata Gigi / mulut Thoraks Abdomen : Chloasma gravidarum (+) : Konjungtiva ananemis, sclera anikterik : Karies (-) : Murmur (-), Mammae membesar : Cembung, Simetris, terdapat striae gravidarum : Tampak sakit sedang : Compos mentis : 140 / 110 mmHg : 20 x/menit : 156 kg Nadi BB : 76 x/menit : 70 kg Suhu : 36,8C

Extremitas III.Status Obstetri

: Edema (+) ekstremitas bawah

Pemeriksaan luar : Inspeksi : Palpasi : Striae Gravidarum (+) Nyeri tekan (-) TFU 2 jari bawah Proc.Xiphoideus (36 cm), TBJ 3400 gram Memanjang, punggung kiri Terbawah kepala His 1x/10 menit/20 detik

Auskultasi : DJJ (+) 144x/menit Pemeriksaan Dalam Vaginal toucher : Portio lunak, posterior, eff. 80%, pembukaan 0cm, ketuban belum dapat dinilai, terbawah kepala, penurunan HI-II, penunjuk belum dapat dinilai.

Diagnosis
G1P0A0 hamil aterm dengan riwayat penyakit jantung belum inpartu, JTH Preskep

Diagnosis banding

Prognosis
Ibu Quo ad vitam Quo ad functionam Janin Quo ad vitam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

Sikap :
R/ partus pervaginam kala II dipercepat dgn tindakan Observasi DJJ dan tanda-tanda inpartu IVFD RL 10tetes / menit (mikrodrip) O2 2-3 liter Evaluasi partograf WHO Konsul PDL Lapor konsulen

Tanggal / jam
13-09-2005 07.00 WIB 13-09-2005 12.00 WIB (VK)

Perjalanan Penyakit
Hasil konsul ahli Jantung Anjuran : digoxin 1x1tab Kel : mau melahirkan dengan sakit jantung dengan perut mules Status Present KU Nadi Suhu PL : Tampak sakit sedang TD : 140 / 110 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 76 x/mnt : 36,8C Ksdrn : CM

Instruksi dokter

- R/ partus pervaginam kala II dipercepat dgn tindakan - Observasi DJJ dan tandatanda inpartu - IVFD mikro drip gtt X/ - O2 2-3 liter - Digoxin 1x1 tab - Evaluasi partograf WHO - Lapor konsulen

Status Obstetrikus : Tifut 2 jbPX (36cm), memanjang, puki, terbawah kepala, penurunan 4/5, HIS 2x/10/30, DJJ 144x/, TBJ : 3400gr VT : portio lunak, posterior, eff 100%, 3 cm, ketuban (+), terbwh kepala, HI-II, penunjuk UUK kiri lintang Dx/ : G1P0A0 hamil aterm dgn riwayat penyakit jantung inpartu kala I fs laten, JTH 13-09-2005 16.00 WIB (VK) KU Nadi Suhu PL Kel Preskep : mau melahirkan dengan sakit jantung dengan perut mules Status Present : Tampak sakit sedang TD : 100/80 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 76 x/mnt : 37C Ksdrn : CM

- R/ partus pervaginam kala II dipercepat dgn tindakan - Observasi DJJ dan tandatanda inpartu - IVFD mikro drip gtt X/ - O2 2-3 liter - Digoxin 1x1 tab - Evaluasi partograf WHO - Lapor konsulen

Status Obstetrikus : Tifut 2 jbPX (36cm), memanjang, puki, terbawah kepala, penurunan 3/5, HIS 4x/10/40, DJJ 144x/, TBJ : 3400gr VT : portio lunak, medial, eff 100%, 7 cm, ketuban pecah spontan, terbwh kepala, HII-III, penunjuk UUK kiri lintang Dx/ : G1P0A0 hamil aterm dgn riwayat penyakit

jantung inpartu kala I fs aktif, JTH Preskep 13-09-2005 18.30 18.45 18.50 LAPORAN PARTUS Pembukaan lengkap tampak ibu ingin mengedan Dilakukan pemasangan forceps Bayi lahir dengan extraksi forceps langsung menangis jenis kelamin , AS 8/9, BB 3400 gr, Panjang 49cm, anus (+), tidak cacat ibu langsung dapat 1 drip oxitocyn im 19.00 (VK) Plasenta lahir seperti lengkap dengan selaputnya. Bp +/- 400gr, panjang 40cm o/18/20 T 2cm dilanjutkan hecting perineum L/D: jelujur (perineum di episiotomy) Kontraksi uterus zelek 13-09-2005 21.00 WIB Perdarahan kala III/IV +/- 300cc Kel : Setelah melahirkan dgn sakit jantung Status Present KU Nadi Suhu PL Dx/ : Tampak sakit sedang TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 80 x/mnt : 36,7C Ksdrn : CM - obs. Perdarahan & TTV ibu - kateter menetap - IVFD D5 (mikro drip) + piton-S 20 IU gtt X/ - O2 2-3 liter - amoxicilin 3 x 500mg - mefenamic acid 3 x 500 mg - hemobion 1 x 1 tablet - digoxin 1 x 1 tablet - cek Hb, bila Hb <10g % transfusi s/d Hb>10g % - konsul dokter PDL, advice rawat ICU - lapor konsulen, acc pindah 14-09-2005 08.30 WIB (ICU) Kel KU Nadi Suhu PL :: Tampak sakit sedang TD : 120/90 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 100 x/mnt : 36,7C rawat ICU - Diit Jantung III - IVFD RL gtt X/mnt (mikrodrip) jika habis stop. - O2 2-3 liter - oxitocyn 1 x 1 amp im (3 hari) - amoxicilin 3 x 500mg - transamin 1 amp / 8jam - Oxitocyn 2 drip + larutan RL 500 L

Status Obstetrikus : tifut 2 jb pusat, kontraksi sedang, perdarahan aktif (-), lokia rubra (+) : P1A0 pasca EF a/i mild left heart failure

Ksdrn : CM

Status Obstetrikus : tifut 2 jb pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokia rubra (-), NT (-), TCB (-),

massa (-) Dx/ Hb Hitung jenis Leukosit LED SGOT SGPT Ureum Creatinine Natrium Kalium Calsium Chlorida Khusus EKG 15-09-2005 (ruangan) Kel KU Nadi Suhu PL Dx/ 16-09-2005 Kel KU Nadi Suhu PL Dx/ :: Tampak sakit sedang TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 76 x/mnt : 36,7C : P1A0 pasca EF a/i mild left heart failure : 8,0 gr % : 0/0/0/84/14/2 : 15.300/ul : 50 mm/jam : 42 U/L : 27 U/L : 33mg/dl : 0,6mg/dl : 132 mmol/L : 5,0 mmol/L : 7,7 mg/dl : 103 mmol/L Hasil Laboratorium

- mefenamic acid 3 x 500 mg - hemobion 1 x 1 tablet - digoxin 1 x 1 tablet

- amoxan 3 x1 tablet - digoxin 3 x tablet - captopril 2 x tab - nonplanin 3 x1 tab - spironolakton 1 x 1 tab - mefinal 3 x 1 tab

Status Present Ksdrn : CM

Status Obstetrikus : tifut jb pusat, kontraksi sedang, perdarahan aktif (-), lokia rubra (+) : P1A0 pasca EF a/i mild left heart failure :: Tampak sakit sedang TD : 120/80 mmHg RR : 24 x/mnt murmur : (-) : 80 x/mnt : 36,7C - amoxan 3 x1 tablet - digoxin 3 x tablet - captopril 2 x tab - nonflamin 3 x1 tab - spironolakton 1 x 1 tab - mefinal 3 x 1 tab

Status Present Ksdrn : CM

Status Obstetrikus : tifut setengah simfisis-pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokia rubra (+) : P1A0 pasca EF a/i mild left heart failure

17-09-2005

Kel KU Nadi Suhu PL Dx/

:: Tampak sakit sedang TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/mnt murmur : (-) : 76 x/mnt : 36,7C

- amoxan 3 x1 tablet - digoxin 3 x tablet - captopril 2 x tab - nonflamin 3 x1 tab - spironolakton 1 x 1 tab - mefinal 3 x 1 tab

Status Present Ksdrn : CM

Status Obstetrikus : tifut setengah simfisis-pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lokia rubra (-) : P1A0 pasca EF a/i mild left heart failure

Pasien pulang pada tanggal 17 09 2005

Analisa Kasus
I. Anamnesis Seorang wanita umur 20 tahun, G1P0A0 hamil aterm dengan penyakit jantung, alamat dalam kota, masuk RSAM tanggal 13 September 2005 pukul 05.00 WIB, datang melalui UGD. Riwayat mules-mules yang menjalar ke pinggang dirasakan pasien sejak 10 jam SMRS tapi masih jarang. Riwayat keluar darah lendir (+) sejak 2 jam SMRS. Riwayat keluar air-air (-). Pasien mempunyai penyakit jantung.

II.

Permasalahan 1. Apakah anamnesa, pemeriksaan penunjang sudah sesuai? 2. Apakah diagnosa sudah tepat? 3. Apakah penatalaksanaan sudah tepat?

III.

Analisa kasus 1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai? Anamnesa Anamnesa yang ada kurang lengkap. Seharusnya pada anamnesa ditanyakan juga kearah penyakit jantung, tidak bergantung pada surat pengantar yang ada. Sebaiknya ditanyakan bagaimana aktifitas sehari-harinya, apakah cepat lelah atau tidak. Hal ini untuk menentukan termasuk klasifikasi yang mana pasien ini. Karena pada NYHA kelas I, II, III dan IV penatalaksanaannya berbeda. Pemeriksaan fisik Seharusnya pemeriksaan fisik lebih teliti lagi. Diperiksa apakah terjadi pembesaran jantung yang jelas, apakah ada bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus menerus, bising jantung yang nyaring, terutam bila

10

disertai thrill dan aritmia yang berat. Karena diagnosis penyakit jantung pada kehamilan ditegakkan jika ada gejala-gejala tersebut. Pemeriksaan penunjang Seharusnya dilakukan secepat mungkin, tidak menunggu sampai post partum agar penatalaksanaan dapat lebih tepat lagi. 2. Apakah diagnosis sudah tepat? Berdasarkan anamnesa diagnosis pada pasien ini sudah tepat, karena pasien dikonsulkan ke ahli jantung. 3. Apakah penatalaksanaan sudah tepat? Penatalaksanaan pada saat persalinan sudah tepat dengan mempercepat kala II dengan tindakan forceps. Dan akan lebih tepat lagi jika kita mengetahui termasuk klasifikasi mana pasien ini agar kita juga dapat memberikan penjelasan yang lebih baik lagi untuk kehamilan selanjutnya. Pasien dipulangkan pada hari ke 4 post partum, sebaiknya pasien dipulangkan pada hari ke 14.

11

PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN


PENDAHULUAN Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu, dalam kehamilan selalu terjadi perubahan-perubahan dalam system kardiovaskular yang biasanya masih dalam bats-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan : 1. Karena hidremia (hipervolemia) dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya antara 32 dan 36 minggu; 2. Karena uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan, sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran. Adams mendapatkan peningkatan volume plasma yang dimulai kira-kira pada akhir trisemester pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ke 32-34, yang selanjutnya menetap selama trisemester terakhir kehamilan, di mana volume plasma bertambah sebesar 22%. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkaran volume sel darah merah; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia dilusional (pencairan darah). Setelah 12-24 jam pascapersalinan terjadi peningkatan volume plasma karena proses imbibisi cairan dari ekstravaskular ke dalam pembuluh darah yang kemudian akan diikuti oleh periode diuresis pascapersalinan yang mengakkibatkan terjadinya proses penurunan volume plasma (adanya hemokonsentrasi). Dua minggu pascapersalinan merupakan periode penyesuaian untuk kembali ke nilai volume plasma seperti sebelum hamil. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang tersebut di atas, akan tetapi jantung yang sakit tidak. Karena hal-hal tersebut di

12

atas, maka dalam kehamilan frekuensi detik jantung agak meningkat dan nadi ratarata mencapai 88 per menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan pula sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Kita harus waspada dalam membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilanapabila dijumpai gejala-gejala seperti disebut di atas. Jadi hendaknya jangan kita membuat diagnosis penyakit jantung pada wanita yang tidak menderitanya, dan sebaliknya penyakit jantung yang ada jangan sampai tidak dikenal. Dari uraian di atas mudah dapat dipahami bahwa penyakit jantung menjadi lebih berat karena kehamilan, bahkan dapat terjadi dekompensasi kordis. Saat-saat berbahaya bagi penderita ialah : 1. Kehamilan 32-36 minggu apabila hipervolemia mencapai puncaknya; 2. Partus kala II apabila wanita mengerahkan tenaga untuk meneran; 3. Masa pospartum, karena dengan lahirnya plasenta anastomosis arteria-vena hilang dan darah yang seharusnya masuk ke dalam ruang intervilus sekarang masuk ke dalam sirkulasi besar. Dalam ketiga hal tersebut di atas jantung harus bekerja lebih berat. Apabila tenaga cadangan jantung dilampaui, maka terjadi dekompensasi kordis; jantung tidak sanggup lagi menunaikan tugasnya. Perubahan volume darah yang terjadi pada penderita penyakit jantung merupakan hasil dari proses adaptasi sebagai upaya kompensasi untuk mengatasi kelainan yang ada, di mana perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kelainan yang ada dan jangka waktu kelainan tersebut timbul. Penderita dengan gangguan kardiovaskular mempunyai toleransi yang sangat buruk terhadap penurunan volume darah dan pada saat yang sama juga tidak beradaptasi terhadap kelebihan volume sirkulasi. Volume darah yang terdapat dalam sirkulasi penderita berada dalam keseimbangan sesuai dengan kelainan yang ada.

13

Perubahan volume darah yang ditemukan pada penderita penyakit jantung dapat digolongkan dalam 3 kategori. 1. Oligositemik-hipoplasmik-hipovelamia : keadaan ini ditemukan pada penderita yang mengalami stenosis katup. Dalam keadaan ini volume sirkulasi sedapat mungkin dipertahankan pada nilai lebih kurang 90% dari nilai volume darah normal. Untuk memperbaiki keadaan ini, transfusi darah lengkap dapat diberikan, tetapi pada beberapa keadaan tertentu hanya diberikan transfusi sel darah merah guna menghindari kelebihan volume dalam sistem sirkulasi penderita. 2. Polisitemik-hiperplasmik-hipervolemia : ditemukan pada penyakit jantung bawaan di mana terjadi campuran antara darah arteri dan vena, hubungan arteri dan vena, regurgitasi dan hambatan aliran darah. Penderita dengan kelainan seperti ini merupakan risiko tinggi untuk pemberian cairan atau transfusi darah. 3. Polisitemik-normoplasmik atau hiperplasmik hipervolemia ditemukan pada penderita penyakit jantung bawaan, di mana terjadi campuran darah arteri dan vena yang hebat, tetralogy Fallot, defek septum, dan patensi duktus arteriosus. Pada keadaan tertentu perlu dilakukan pengurangan volume darah dalam sirkulasi penderita dengan melakukan phlebotomi. Raharja, Rachimhadhi, Prihartono dan Samil (1988) mendapatkan volume plasma pada kasus penyakit jantung kelainan katup dalam kehamilan, lebih rendah dari kelainan normal baik pada usia kehamilan 32 minggu, partus kala I maupun saat dua minggu portpartum; dengan anemia sebagai penyerta yang sering ditemukan. Secara klinis tampak bahwa makin meningkat kelas fungsional penyakit jantung yang diderita, maka volume plasma cenderung lebih rendah. Sebaliknya, penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik kepada kehamilan dan janin dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosis, hasil konsepsi dapat menderita pula dan mati, yang kemudian disusul oleh abortus. Apabila konseptus dapat hidup terus, anak dapat lahir prematur atau lahir cukup bulan akan tetapi dengan berat badan rendah (dismaturitas). Selain itu janin dapat menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus lahir mati atau dengan nilai Apgar rendah. Ditemukan komplikasi prematuritas dan BBLS pada penderita 14

penyakit jantung dalam kehamilan lebih sering terjadi pada ibu dengan volume plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan parus kala I yang lebih rendah. Juga nifas merupakan masa yang berbahaya dan mengancam keselamatan ibu. Setiap infeksi baik pada alat kandungan maupun yang lain-lain, dapat menyebabkan endokarditis bakterial.

DIAGNOSIS Dari anamnesis sering sudah diketahui bahwa wanita itu penderita penyakit jantung, baik sejak masa sebelum ia hamil maupun dalam kehamilan-kehamilan yang terdahulu. Terutama penyakit demam rheuma mendapat perhatian khusus dalam anamnesis, walaupun bekas penderita demam rheuma tidak selalu menderita kelainan jantung. Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria, satu diantaranya sudah cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan : 1. bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus menerus; 2. pembesaran jantung yang jelas; 3. bising jantung yang nyaring, terutam bila disertai thrill; 4. aritmia yang berat. Wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut di atas jarang menderita penyakit jantung. Penyakit jantung yang berat tidak sulit untuk dikenal. Akan tetapi, karena diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan lebih sulit seperti dijelaskan di atas, maka jika ada kemungkinan adanya penyakit tersebut, harus diminta pendapat seorang dokter yang lebih ahli. Bising diastolik atau presistolik yang disertai dengan pembengkakan jantung cukup khas bagi stenosis mitralis akibat demam rheuma.

15

Klasifikasi Penyakit Jantung Dalam Kehamilan Klasifikasi penyakit jantung yang sifatnya fungsionil dan berdasarkan keluhankeluhan yang dahulu dan sekarang dialami oleh penderita-seperti telah diterima oleh New York Heart Association- sangat praktis dalam penanggulangan dan penentuan prognosis penyakit jantung dalam kehamilan. Klasifikasi itu adalah sebagi berikut : Kelas I Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik, dan tanpa gejala-gejala penyakit jantung apabila mereka melakukan kegiatan biasa. Kelas II Para penderita penyakit jantung dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar (palpitasi kordis), sesak napas atau angina pektoris. Kelas III Para penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti disebut dalam kelas II Kelas IV Para penderita penyakit jantung yang tidak mampu melakukan kegiatan fisik apa pun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat timbul gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik walaupun yang sangat ringan.

16

PENANGANAN KEHAMILAN, PARTUS dan PUERPURIUM Penanganan wanita hamil dengan penyakit jantung, yang sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit jantung atau kardiolog, banyak ditentukan oleh kemampuan fungsionil jantungnya. Kelainan penyerta sebagai faktor predisposisi yang dapat memperburuk fungsi jantung ialah : 1) peningkatan usia penderita dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklampsia atau eklampsia; 2) aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri 3) riwayat dekompensasi kordis 4) anemia. Sebaliknya hipotensi juga tidak baik, terutama pada wanita dengan septum terbuka. Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dicegah, maka penderita masuk ke dalam kelas yang lebih tinggi. Kenaikan berat badan yang berlebihan, infeksi serta retensi air harus divegah, dan anemia harus diobati. Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan tergantung pada derajat fungsionilnya, dan ini harus ditentukan pada setiap kunjungan periksa hamil. Kelas I Tak ada pengobatan tambahan yang diperlukan. Kelas II Umumnya penderita pada keadaan ini tidak membutuhkan pengobatan tambahan, tetapi mereka harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada kehamilan usia 28 32 minggu. Bila kondisi sosial tidak memungkinkan atau terdapat tandatanda perburukan dari jantung, maka penderita harus dirawat. Kelas III Yang terbaik bagi penderita dalam keadaan ini adalah dirawat di rumah sakit selama hamil, terutama pada usia kehamilan 28 minggu. Biasanya dibutuhkan pemberian diuretika. Kelas IV Penderita dalam keadaan ini mempunyai risiko yang besar dan harus dirawat di rumah sakit selama kehamilannya. 17

Para penderita kelas I dan terbanyak penderita kelas II dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan per vaginam. Selama kehamilan, persalinan dan nifas penderita harus dalam pengawasan yang ketat. Pencegahan timbulnya dekompensasi kordis darus diusahakan dengan sebaik-baiknya oleh dokterdokter yang bersangkutan dan juga oleh penderita sendiri. Wanita harus tidur malam cukup, sekrang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring sekurang-kurangnya setengah jam setiap kali setelah makan dengan diit rendah-garam, tinggi protein, dan pembatasan masuknya cairan. Kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial perlu dibatasi. Pemeriksaan antenatal dilakukan 2 minggu sekali dan setelah kehamilan 36 minggu sekali seminggu. Sebaiknya wanita dirawat kira-kira 1 minggu sebelum harapan partus, sedapatnya perawatan dilakukan di rumah sakit yang mempunyai kardiolog atau internis. Dekompensasi kordis biasanya terjadi perlahan-lahan dan dapat dikenal apabila perhatian secara terus menerus ditujukan kepada beberapa gejala tertentu. Mackenzie menyatakan, yang kemudian disokong oleh Hamilton dan Thomson bahwa terdengarnya ronki tetap di dasar paru-paru, yang tidak hilang setelah penderita menarik napas dalam dua atau tiga kali, merupakan gejala permulaan dari gagal jantung. Tanda-tanda lain bagi gagal jantung yang berat ialah kurangnya kemampuan penderita secara mendadak untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, dyspnoe deffort, serangan sesak napas dengan batuk-batuk dan hemoptoe, juga edema yang progresif dan takikardi. Apabila timbul gejala-gejala dekompensasi kordis, wanita harus segera dirawat dan digolongkan ke dalam kelas satu tingkat lebih tinggi. Penderita harus istirahat baring dan diberi pengobatan dengan digitalis. Dalam persalinan diperlukan pengawasan khusus dan sedapat-dapatnya diusahakan partus pervaginam. Dari pelbagai penyelidikan ternyata bahwa partus pervaginam menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas ibu yang lebih rendah. Seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik, seperti plasenta previa dan disproporsi sefalo-pelvik. Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Rasa nyeri dan penderitaan perlu dikurangi, lebih-lebih apabila persalinan diperkirakan akan berlangsung cukup lama. Pemberian sedasi dan analgesi dengan derivat morfin dapat menguntungkan ibu. 18

Pendekatan secara psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman mempunyai pengaruh yang sangat baik. Wanita ditidurkan setengah duduk apabila posisi ini lebih menyenangkan baginya. Untuk mencegah timbulnya dekompensasi kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk pencatatan nadi dan pernapasan secara berkala : dalam kala I setiap 10-15 menit, dan dalam kala II setap 10 menit. Apabila nadi menjadi lebih daru 100 per menit dan pernapasan lebih dari 28 per menit, lebihlebih apabila disertai sesak napas, maka keadaan sangat berbahaya (dekompensasi kordis membakat) dan wanita harus diobati dengan digitalis. Biasanya wanita disuntik intervena perlahan-lahan dengan delanosid (cedilanid) 1,2 mg sampai 1,6 mg dengan dosis permulaan 0,8 mg. Jika perlu, suntikan dapat diulang satu atau dua kali lagi dengan selang waktu satu sampai dua jam. Disamping itu, pemberian oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretikum, seperti furosemid (lasix), bermanfaat pula. Apabila sungguh-sungguh sudah terjadi dekompensasi, maka terapinya sama seperti tersebut di atas. Dalam kala II, apabila tidak timbul gejala-gejala dekompensasi, anak boleh lahir spontan, ibu sedapat-dapatnya dilarang meneran. Apabila janin belum lahir setelah persalinan kala II berlangsung 20 menit atau ibu tidak dapat dilarang meneran kuat, maka sebaiknya persalinan diakhiri dengan forseps atau ekstraktor vakum. Dekompensasi dalam kala II memerlukan pengakhiran partus dengan segera. Pemakaian sediaan ergometrin merupakan suatu indikasi kontra, terutama pemberian secara intervena dan setelah operasi seksio sesarea berencana, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadinya pengembalian darah ke dalam sirkulasi besar kurang lebih 1 liter. Seperti telah disebut di atas, nifas mengandung bahaya pula bagi penderita penyakit jantung. Penderita yang tidak atau hanya sedikit gejala-gejala gawat jantung selama kehamilan dan persalinan dapat mendadak menderita kolaps setelah anaknya lahir. Selain itu pendarahan post partum, infeksi nifas dan trombo-embolismus merupakan komplikasi yang jauh lebih berbahaya bagi ibu dengan penyakit jantung. Sebaiknya penderita jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta menghindari infeksi. Sebelum pulang, sudah harus ditentukan prognosis pada kehamilan yang akan datang. Dalam kasus-kasus tertentu, strerilisasi dapat dilakukan beberapa hari postpartum setelah penderita benar-benar 19

afebril, tidak menderita anemia, dan sudah dapat berjalan tanpa keluhan. Keluarga Berencana harus dianjurkan pada penderita yang tidak melakukan sterilisasi. Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik. Penderita dalam kelas II dan IV tidak boleh hamil karena bahaya terlampau besar. Apabila ia hamil juga, maka pada kehamilan 12 minggu, abortus terapeutik perlu dipertimbangkan. Pada kehamilan yang berjalan terus, untuk mencegah timbulnya dekompensasi, sebaiknya ia harus berbaring terus selama kehamilan dan nifas. Hal itu sukar dilaksanakan bagi kebanyakan wanita. Sekali terjadi dekompensasi dalam jalannya kehamilan penderita mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai setelah anak lahir. Dengan digitalis, istirahat baring, dan diuretikum biasanya gejala-gejala gawat jantung lekas hilang. Pada penanganan pasca bersalin, penderita harus mendapat istirahat yang cukup dan diberikan pencegahan dengan atibiotik terhadap kemungkinan infeksi, termasuk endokarditis. Penderita fungsional I-II diusahakan untuk mobilisasi dini, pemberian obat-obat kardiovaskuler dievaluasi lagi. Pemasangan gurita dengan kantong pasir didinding perut dapat dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi di daerah abdominal. Bila kontransi uterus kurang dan cenderung terjadi perdarahan, maka pemberian oksitosin secara infus intervena atau intramuskulus lebih aman. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan ketat untuk kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat yang paling kritis selama hamil. Walaupun wanita pernah menderita dekompensasi sebelum dan selama kehamilan atau dalam persalinan dan nifas, namun pada umumnya partus pervaginam dibawah anestesia blok regional lebih baik dari seskio sesarea karena menjamin stabilisasi sirkulasi. Dalam kala II partus harus segera diakhiri dengan cunam apabila syarat-syaratnya sudah dipenuhi. Apabila penderita mengalami dekompensasi pada pembukaan yang belum lengkap akan tetapi sudah cukup lebar (8-9 cm) dan tidak ada disproporsi sefalo-pelvik, maka setelah pemberian digitalis dan hasilnya sudah tampak persalinan segera dapat diselesaikan dengan ekstraktor vakum oleh dokter yang sudah banyak pengalaman.

20

Penanganan penderita dalam kelas IV pada dasarnya sama dengan apa yang berlaku bagi penderita yang mengalami dekompensasi dalam kehamilan, persalinan atau nifas. Istirahat baring mutlak diperlukan dan penderita diberi digitalis, diuretikum, dan diit rendah garam. Pada kehamilan diberi digitalis, diuretikum, dan diit rendah garam. Pada kehamilan sebelum 12 minggu abortus terapeutik dapat dipertimbangkan. Dengan cara apapun anak lahir, prognosis bagi ibu tetap tidak baik. Karena itu penangananlebih bersifat medis daripada obstetrik. Tujuan utama ialah memberantas dekompensasi, karena hanya dengan demikian persalinan akan berlangsung cukup aman. Laktasi dilarang bagi penderita dalam kelas III dan IV. PROGNOSIS Dalam pengawasan yang baik ternyata kehamilan sendiri tidak akan memperburuk faal jantung, sehingga biarpun selama kehamilan terdapat perubahan hemodinamik tidak akan terjadi gagal jantung. Namun tiap kehamilan selanjtnya harus dievaluasi karena kelainan jantung dapat bersifat progresif yang akan memperburuk faal jantung dan membahayakan kehidupan penderita. Khusus untuk janin selama tidak terjadi gagal jantung, kelainan jantung pada ibu tidak akan memperngaruhi kematian perinatal.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna Suprapti Samil, Penyakit Kardiovaskuler, Ilmu Kebidanan, Edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999, Hal 429-436 2. Edi Hartanuh, Penyakit Jantung pada Kehamilan, Buku Ajar Kardioogi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1996, Cetakan Ketiga, Hal 289-297 3. Henry Klapholz, M.D. , Penyakit Jantung, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri, Edisi kedua; Friedman, Acker, Sachs; alih bahasa Dr. Wijaya Kusuma; editor dr. Lyndon saputra; Binarupa Aksara, Jakarta 1998, Hal 104. 4. Najoan N. Warouw, Penyakit Jantung dalam Kehamilan, Ilmu Kedokteran Fetomaternal, edisi perdana, penyusun R. Hariadi, diterbitkan oleh Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, Surabaya 2004 hal 506-511.

22

Anda mungkin juga menyukai